FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORANKASUS
Mei 2015
KOLELITIASIS
DISUSUN OLEH:
Haerul Anwar
110 209 0040
SUPERVISOR :
dr.M.Iwan Dani Sp.B-KBD
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
: 54 tahun
RM
: 13355
MRS
: 19-08-2014
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Sakit sedang/gizi cukup / sadar
Status Vitalis
Tekanan Darah
: 130/80mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 19 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Kepala
Konjungtiva
Sklera
Bibir
Gusi
Mata
pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor R=L
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
WBC
8.90
4,00-10,0
RBC
4.92
4,00-6,00
HGB
13
12,0-16,0
HCT
39.0
37,0-48,0
PLT
333
150-400
Ureum
10-50
Kreatinin
0.90
L(<1,3);
SGOT
40
P(<1,1)
< 38
SGPT
38
< 41
HbSAg
Non reactive
Non reactive
Foto thorax PA
-
normal
Tidak tampak proses spesifik aktif pada
kedua paru
Cor dalam batas normal
Sinus dan diafragma dalam keadan
normal
Tulang-tulang intak
Kesan :
Tidak ada kelainan pada foto thorax ini
USG ABDOMEN
Kesan:
Batu pada collum gallblader
E. Resume
G. PENATALAKSANAAN
Cholesistectomy
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting
di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.Batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.1
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian
di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara
(syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok
resiko tinggi yang disebut 4 Fs : female, fertile,fat,dan forty. Kasus batu empedu
sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa.Batu
empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4
: 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, di Italia
20 % wanita dan 14 % laki-laki dan sementara di Indonesia, hasil penelitian
terhadap pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
Margono Soekarjo Purwokerto didapatkan jumlah penderita wanita 1,8 kali lebih
banyak dari pada laki-laki.1,2,3
Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak
mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 14%.
komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. 2Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri
kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.1,3
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari
batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat
atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.4
Duktus hepatikus
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran
mukosa intestinal.
dinding
kandung
empedu,
tetapi
efektifitas
pengosongan
juga
membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu
keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam
cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem
saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu
pekatnya ke dalamduodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung
empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam
makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu
sekitar 1 jam.3,6,7
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu.Sisanya adalah bilirubin,asam lemak, dan garam
anorganik.Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.3
C. DEFINISI
10
11
asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.3,8
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan. 8,9,10
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting
adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan
12
G. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1, 3,8,9,10
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
o Supersaturasi kolesterol
o Hipomotilitas kandung empedu
o Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu
pasien dengan kolelitias mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi
kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang
menghalangi terjadinya nukleasi.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.Batu pigmen
cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran
empedu.Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi,
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal
dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang
tidak larut.Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan
erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya
batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi.
13
b.
3.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.
14
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Setengah
sampai
dua
pertiga
penderita
kolelitiasis
adalah
15
kandung
empedu
yang
asimtomatik
umumnya
tidak
16
17
sehingga
dapat
dihitung
jumlah
dan
ukuran
batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.3
I. PENATALAKSANAAN
Penanangan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak.3Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik
tidak akan mengalami keluhan. Jumlah, besar dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti
timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. 3,10
Hanya sebagian kecil yang akan mengalami simptom akut. Bila telah terjadi
kolesistitis akut, diberikan pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian
nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk
mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman
yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan
Klabsiella.1,3,9,10
Untuk batu kandung empedu simtomatik, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan. 3
Pilihan penatalaksanaan antara lain :10
18
1. Kolesistektomi terbuka
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.10
2. Kolesistektomi laparaskopi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan
pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi.Sekitar 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut. 10
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut.Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus.Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.Masalah yang belum terpecahkan
adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi. 10
19
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol.Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses. 2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. 2
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). 10
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini. 10
20
21
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
380-384.
2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary
System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari
2011: 322(7278): 9194. Avaliable
from :http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
4. National digestive disease information clearinghouse. Gallstone .Brithis:
NIH.1-5
5. I M Stinton . Epidemiology of gallbladder disease: Cholelithiasis and cancer.
6. Selvy Thanil et al. Clinichopatological study of cholechystitis and special
reference to analysis of cholelithiasis Dalam: International Journal of Basic
Medical Science.Vol 2.July 2011.Hal 68-70.
7. J C E. Underwood. Patologi umum dan sistemik.Jakarta:penerbit buku
kedokteran EGC .2006.Hal 497.
8. BJF Dean. Management of gallstone in elderly patients. dalam Gerymed
Jurnal. 2009.Hal 557-561
9. Guruja MP et al. Kalanchoe pinnatum in treatment of gallstones an
ethnopharmacological review dalam International journal of pharmtech
research.Vol 6 hal 252-261..
23
24