Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORANKASUS
Mei 2015

KOLELITIASIS

DISUSUN OLEH:
Haerul Anwar
110 209 0040

SUPERVISOR :
dr.M.Iwan Dani Sp.B-KBD

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama

: Ny. Nur Intan

Tanggal Lahir : 31/12/1960


Umur

: 54 tahun

RM

: 13355

MRS

: 19-08-2014

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas

Riwayat Perjalanan Penyakit


Dialami 1 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan memberat 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, nyeri dirasakan hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh
posisi dan aktivitas. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan menjalar ke
punggung. Nyeri kadang muncul setelah mengonsumsi makanan berlemak
Nyeri tidak disertai dengan mual, tidak muntah. Demam tidak ada, ada
riwayat demam 3 hari yang lalu, riwayat sakit kuning sebelumnya
disangkal, riwayat gatal pada badan ada sejak 5 hari yang lalu. BAB kesan
normal,warna kuning. Riwayat BAB warna dempul disangkal. BAK kesan
lancar, warna kuning jernih.

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya


-

Riwayat trauma daerah perut disangkal


Riwayat penyakit DM dan hipertensi disangkal

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Sakit sedang/gizi cukup / sadar

Status Vitalis
Tekanan Darah

: 130/80mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernafasan

: 19 x/menit

Suhu

: 36,5oC

Kepala
Konjungtiva
Sklera

: Anemis tidak ada


: Ikterus tidak ada

Bibir

: Tidak ada sianosis

Gusi

: Perdarahan tidak ada

Mata
pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+
Paru
Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan , tidak ada massa tumor, fokal


fremitus raba kiri=kanan

Perkusi

: Sonor R=L

Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler R=L


Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi

: Pekak, batas jantung kanan ICS 2 parasternalis kanan,


batas

jantung kiri ICS VII 3 jari samping kiri linea


midclavicularis
Auskultasi

: S1/S2 reguler,tidak ada murmur

Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi

: datar, ikut gerak nafas, warna kulit sama dengan


sekitarnya, massa tumor tidak tanpak.

Auskultasi

: peristaltik kesan normal

Palpasi

: nyeri tekan pada hipokondrium kanan, Murphy


sign (+), hepar dan lien tidak ada

Perkusi

:timpani, nyeri ketok di region hipokondrium


kanan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (2/4/2015)

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

WBC

8.90

4,00-10,0

RBC

4.92

4,00-6,00

HGB

13

12,0-16,0

HCT

39.0

37,0-48,0

PLT

333

150-400

Ureum

10-50

Kreatinin

0.90

L(<1,3);

SGOT

40

P(<1,1)
< 38

SGPT

38

< 41

HbSAg

Non reactive

Non reactive

Foto thorax PA
-

Corakan bronchovaskular dalam batas

normal
Tidak tampak proses spesifik aktif pada

kedua paru
Cor dalam batas normal
Sinus dan diafragma dalam keadan

normal
Tulang-tulang intak
Kesan :
Tidak ada kelainan pada foto thorax ini

USG ABDOMEN
Kesan:
Batu pada collum gallblader

E. Resume

Seorang Perempuan datang ke rumah sakit dengan

keluhan nyeri pada

hipokondrium kanan, dialami 1tahun yang lalu. Nyeri dirasakan memberat 1


minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan hilang timbul, tidak
dipengaruhi oleh posisi dan aktivitas. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan
menjalar ke punggung. Nyeri kadang muncul setelah mengonsumsi makanan
berlemak Nyeri tidak disertai dengan mual, tidak muntah. Demam tidak ada. ada
riwayat demam 3 hari yang lalu, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat gatal
pada badan sejak 3 hari yang lalu. BAB kesan normal,warna kuning. Riwayat
BAB warna dempul disangkal. BAK kesan lancar, warna kuning jernih.
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien datang dengan status general sakit sedang,
gizi cukup, dan compos mentis. Tekan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali
permenit, pernafasan 19 kali permenit, dan suhu afebris.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan inspeksi dan auskultasi dalam
batas normal. Pada pemeriksaan perkusi didapatkan nyeri ketok pada
hipokondrium kanan, palpasi ditemukan adanya nyeri tekan di hipokondrium
kanan dan Murphy sign (+). Pada USG abdomen didapatkan Batu pada collum
gallblader.
F. DIAGNOSIS KERJA
Cholesistolithiasis

G. PENATALAKSANAAN
Cholesistectomy

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting
di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.Batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.1
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian
di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara
(syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok
resiko tinggi yang disebut 4 Fs : female, fertile,fat,dan forty. Kasus batu empedu
sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa.Batu
empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4
: 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, di Italia
20 % wanita dan 14 % laki-laki dan sementara di Indonesia, hasil penelitian
terhadap pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
Margono Soekarjo Purwokerto didapatkan jumlah penderita wanita 1,8 kali lebih
banyak dari pada laki-laki.1,2,3
Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak
mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 14%.

Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami

komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. 2Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri
kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.1,3
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari
batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat
atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.4

Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan dinegara maju


dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya
keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan
sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu
dinegara-negara berkembang cenderung meningkat. Penyakit ini perlu diwaspadai
karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara khususnya di Indonesia cukup
tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut,
yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk
kondisi dan mempersulit terapi.5 Penting bagi dokter umum untuk mengetahui
penyakit ini, agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan
penanganan pertama, memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan
merujuk secara tepat.5
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati.Empedu yang disekresi secara terus
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran
empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar
yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri,
yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus

komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.Pada


banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk
ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter
Oddi.3,5

Gambar 1.Anatomi kandung empedu 5


Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang
arteri cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini
penting untuk identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan
Kolesistektomi.3

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi


lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam
empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan

absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran
mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk


buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobindan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung


empedu. Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin,
hal ini terjadi ketika makananberlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit
setelah makan, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kontraksi
ritmik

dinding

kandung

empedu,

tetapi

efektifitas

pengosongan

juga

membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu
keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam
cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem
saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu
pekatnya ke dalamduodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung
empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam
makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu
sekitar 1 jam.3,6,7
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu.Sisanya adalah bilirubin,asam lemak, dan garam
anorganik.Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.3
C. DEFINISI

Batu Empedu disebut juga Sinonimnya adalah kolelitiasis, gallstones,


biliarycalculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di

dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa


unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.3,5,7
D. ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.2Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. 3
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu.3,5,6
E. FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini.Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
(3,6,7,8,9)

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki). Ini


dikarenanakan oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan
kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan
pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol
dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.

2. Usia lebih dari 40 tahun .

10

3. Kegemukan (obesitas). Ini dikarenakan kegemukan dapat mengakibatkan


kadar kolesterol dalam kandung empedu meningkat, dan juga dapat
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkn disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
6. Hiperlipidemia
7. Diet tinggi lemak dan rendah serat
8. Pengosongan lambung yang memanjang
9. Nutrisi intravena jangka lama
10. Dismotilitas kandung empedu
11. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
12. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan
garam empedu)
13. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,
baru orang Afrika)
F. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu
pigmen.Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga
tertentu.Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung
air.Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar

11

asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.3,8
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan. 8,9,10
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting
adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan

terjadinya perubahan

komposisi empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3,8,9,10


Perubahan komposisi empedu kemungkinkan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa
hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu. 3,8,9,10
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan stasis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan
tingginya insidensi dalam kelompok ini. 3,8,9,10
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering
timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai
penyebab terbentuknya batu empedu. 3,8,9,10

12

G. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1, 3,8,9,10
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
o Supersaturasi kolesterol
o Hipomotilitas kandung empedu
o Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu
pasien dengan kolelitias mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi
kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang
menghalangi terjadinya nukleasi.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.Batu pigmen
cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran
empedu.Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi,
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal
dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang
tidak larut.Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan
erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya
batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi.
13

b.

Batu pigmen hitam.


Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. 1 Batu pigmen hitam
adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis
kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan
empedu yang steril.1,3

3.

Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.

14

Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu3

H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Setengah

sampai

dua

pertiga

penderita

kolelitiasis

adalah

asimtomatis.Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang


disertai intoleran terhadap makanan berlemak.Pada yang simtomatis, keluhan
utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba.3
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah.Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau
terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik
nafas dalam.3
2. Pemeriksaan Fisik
a. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,
hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis.Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah
letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.3
b. Batu saluran empedu

15

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase


tenang.Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila
kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.3
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu

kandung

empedu

yang

asimtomatik

umumnya

tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi


peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap setiap kali terjadi serangan akut.3
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak.Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika.3

16

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 10


c. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus.Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.3

17

Gambar 4.FotoUSG pada kolelitiasis 3


d. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen

sehingga

dapat

dihitung

jumlah

dan

ukuran

batu.

Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.3
I. PENATALAKSANAAN
Penanangan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak.3Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik
tidak akan mengalami keluhan. Jumlah, besar dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti
timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. 3,10
Hanya sebagian kecil yang akan mengalami simptom akut. Bila telah terjadi
kolesistitis akut, diberikan pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian
nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk
mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman
yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan
Klabsiella.1,3,9,10
Untuk batu kandung empedu simtomatik, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan. 3
Pilihan penatalaksanaan antara lain :10
18

1. Kolesistektomi terbuka
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.10
2. Kolesistektomi laparaskopi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan
pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi.Sekitar 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut. 10
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut.Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus.Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.Masalah yang belum terpecahkan
adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi. 10

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi8

19

3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol.Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses. 2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. 2
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). 10
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini. 10

20

Gambar 6.Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 8


6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.10
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja
biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih
tua, yang kandung empedunya telah diangkat.1,2,3

Gambar 7.Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) 12


J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :3
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier

21

4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan

batu empedu muncul lagi) angga


13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan


menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.3
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu.Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.

22

Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus


obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.3
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi.3

DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
380-384.
2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary

System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari
2011: 322(7278): 9194. Avaliable
from :http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
4. National digestive disease information clearinghouse. Gallstone .Brithis:
NIH.1-5
5. I M Stinton . Epidemiology of gallbladder disease: Cholelithiasis and cancer.
6. Selvy Thanil et al. Clinichopatological study of cholechystitis and special
reference to analysis of cholelithiasis Dalam: International Journal of Basic
Medical Science.Vol 2.July 2011.Hal 68-70.
7. J C E. Underwood. Patologi umum dan sistemik.Jakarta:penerbit buku
kedokteran EGC .2006.Hal 497.
8. BJF Dean. Management of gallstone in elderly patients. dalam Gerymed
Jurnal. 2009.Hal 557-561
9. Guruja MP et al. Kalanchoe pinnatum in treatment of gallstones an
ethnopharmacological review dalam International journal of pharmtech
research.Vol 6 hal 252-261..

23

10. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. 459-464.


11. Thorek Philip. Atlas teknik bedah (Atlas of surgical techniques). Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 95-101

24

Anda mungkin juga menyukai