Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut, sering kali disepelekan oleh sebagian besar
masyarakat

Indonesia.

Ada

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

ketidaksadaran masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut. Diantaranya


adalah ketidaktahuan atas risiko apabila masalah gigi dan mulut dibiarkan
saja.
Kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.
Ada berbagai gangguan kesehatan yang disebabkan karena infeksi di dalam
rongga mulut. Sumber infeksi di dalam rongga mulut disebut sebagai fokus
atau fokal infeksi. Sedangkan infeksi yang ditimbulkannya disebut
infeksifokal, yaitu menyebarnya kuman atau toksin dari fokus infeksi (pusat
infeksi) yang mengakibatkan kerusakan jaringan di bagian tubuh yang lain. 8,19
Banyak penyakit yang dapat terjadi di glandula saliva kita. Tentu saja
untuk mengatasinya perlu bantuan dan supervisi langsung dari dokter spesialis
bedah mulut atau minimal dokter gigi umum. Salah satu penyakit yang sering
terjadi pada glandula saliva adalah kista. Kista adalah suatu kantong tertutup,
berdinding membrane yang berlapis epitel dan berisi cairan atau semi cairan,
tumbuh tidak normal di dalam rongga suatu organ. Mucocele adalah salah satu
kista rongga mulut yang berasal dari glandula saliva minor tipe mucus.10,24,27
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang
diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke
jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh
sel epitel. Paling sering terjadi pada bibir bawah (60% pada seluruh kasus),
dan dapat terjadi juga di mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut.
Mucocele jarang terjadi pada bibir atas, palatum (langit-langit) lunak. 1,20,21
Mucocele merupakan kista retensi yang biasanya berhubungan dengan
kelenjar liur minor. Terlihat sebagai pembengkakan akibat pengumpulan
musin, sering dijumpai pada bibir bawah. Dapat ditemukan di setiap tempat
disekitar klelenjar liur minor dalam rongga mulut. Mococele biasanya
berfluktuasi. Ini merupakan tanda yang dapat digunakan untuk membedakan
dengan massa pembengkakan lain seperti mixed tumor (tumor jinak pada

kelenjar liur), lipoma (tumor jinak pada jaringan lemak). Mixed tumor terasa
lebih padat pada palpasi, sedangkan lipoma terasa lunak dan berwarna
kekuningan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemeriksaan untuk mukokel?
2. Apa saja macam macam mukokel?
3. Bagaimana gambaran klinis dari mukokel?
1
4. Bagaimana perawatan untuk mukokel?
1.3

Tujuan
1. untuk mengetahui pemeriksaan mukokel
2. untuk mengetahui macam-macam mukokel
3. untuk mengetahui gambaran klinis mukokel
4. untuk mengetahui perawatan dari mukokel

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan
2.1.1 Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal,
yakni identitas pasien, keluhan utama, present illnes, riwayat medik,
riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial (Gunadi, 1991).
Anamnesa adalah percakapan professional antara dokter dengan
pasien untuk mendapat data atau riwayat pasien yang dikeluhkan. Ada tiga
komponen tentang riwayat pasien : riwayat sosial, riwayat dental, riwayat
medis

1. Identitas Pasien
2. Konsul Dari
Jika ada konsulan dari klinik lain, misal dari prosto, orto, dll
3. Tujuan/keluhan utama pasien
2. Regio/sekstan: regio yang dikeluhkan, baik RA/RB, kanan/kiri.
3. Riwayat kesehatan gigi dan mulut. Meliputi, kunjungan ke drg, riwayat

2.1.2

pencabutan gigi, riwayat penyakit dan perawatan perio sebelumnya.


4. Riwayat kesehatan umum
Apakah dalam perawatan dokter, obat-obatan yang diminum, riwayat
alergi, riwayat kesehatan umum keluarga (Fedi, 2004)
Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan obyektif yang dilakukan secara umum ada 2 macam, yaitu
pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intraoral
1. Pemeriksaan Ekstra oral
Pemeriksaan ekstra oral ini bertujuan untuk melihat penampakan
secara umum dari pasien, misalnya pembengkakan di muka dan leher,
pola skeletal, kompetensi bibir. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
palpasi limfonodi, otot-otot mastikasi dan pemeriksaan TMJ.
Pemeriksaan extraoral meliputi :
2. Pemeriksaan Intra oral
Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan dalam
rongga mulut. Pemeriksaan intraoral berkaitan dengan gigi dan

2.1.3

jaringan sekitar (jaringan lunak maupun jaringan keras). Lidah, dasar


3
mulut, vestibulum, pipi, dan jaringan keras.
Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan


radiografi. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan diambil
secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui
kelainan-kelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan
radiografi, meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT
Scan (Computed Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi
konfensional.
Pemeriksaan Sialografi

Mukokel di kelenjar saliva

Sialografi kelenjar saliva potongan sagittal


2.2 Mukokel
2.2.1 Definisi
Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus
glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak. 11
Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik. Mukokel
merupakan kista benigna, tetapi dikatakan bukan kista yang sesungguhnya, karena
tidak memiliki epithelial lining pada gambaran histopatologisnya. Lokasinya
bervariasi . Bibir bawah merupakan bagian yang paling sering terkena mukokel,
yaitu lebih dari 60% dari seluruh kasus yang ada. Umumnya terletak di bagian
lateral mengarah ke midline. Beberapa kasus ditemui pada mukosa bukal dan
ventral lidah, dan jarang terjadi pada bibir atas. Banyak literatur yang menyebut

mukokel sebagai mucous cyst. Kebanyakan kasus melaporkan insidensi tertinggi


mukokel adalah usia muda tetapi hingga saat ini belum ada studi khusus pada usia
yang spesifik.
2.2.2 Etiologi
Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak
begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua :
1. Pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada
duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus
ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena
trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva
minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap
mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigit-gigit bibir,
kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan
gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan
minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Dapat juga akibat trauma
pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses kelahiran
bayi yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan
suction untuk membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi
dilahirkan, ataupun trauma yang disebabkan karena ibu jari bayi yang
dilahirkan masih berada dalam posisi sucking (menghisap) pada saat
bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma pada proses kelahiran
bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah terjadi trauma
yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus glandula
saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa
kemudian cairan mukus terdorong dan sekresinya tertahan lalu
terbentuk inflamasi (adanya penumpukan jaringan granulasi di
sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut,
terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen kebiruan pada
mukosa mulut yang disebut mukokel.
2. Kedua diakibatkan adanya genangan mukus dalam duktu sekskresi
yang tersumbat dan melebar, tipe ini disebut mukus retensi. Genangan

mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar dapat


disebabkan karena plug mukus dari sialolith atau inflamasi pada
mukosa

yang

menekan

duktus

glandula

saliva

minor

lalu

mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva


minor tersebut, terjadi dilatasi akibat cairan mukus yang menggenang
dan menumpuk pada duktus glandula saliva, dan pada akhirnya ruptur,
kemudian lapisan subepitel digenangi oleh cairan mukus dan
menimbulkan pembengkakan pada mukosa mulut yang disebut
mukokel.
2.2.3 Patofisiologi
Berasal dari kelenjar saliva minor tipe mucus. Terjadi karena mucus
mengisi ruangan dalam jaringan ikat dengan cara menembus dinding saluran
kelenjar saliva ekstravasasi.
Mucocele terjadi karena pada saat air liur kita dialirkan dari kelenjar air liur
ke dalam mulut melalui suatu saluran kecil yang disebut duktus. Terkadang
bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau karena trauma misalnya bibir sering
tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur menjadi tertahan tidak dapat
mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan (mucocele).
Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar ludah terluka. Manusia memiliki
banyak kelenjar ludah dalam mulut yang menghasilkan ludah. Ludah tesebut
mengandung air, lendir, dan enzim. Ludah dikeluarkan dari kelenjar ludah
melaluisaluran kecil yang disebutduct (pembuluh). Terkadang salah satu
saluran ini terpotong. Ludah kemudian mengumpul pada titik yang terpotong
itu dan menyebabkan pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya
mucoceledidapati di bagian dalam bibir bawah. Namun dapat jugaditemukan
di bagian lain dalam mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan
tetapi jarang didapati di atas lidah.
Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran ludah (duct )tersumbat dan
ludah mengumpul di dalam saluran. Jika pembengkakan terjadi karena sub
mandibular duct, mucocele tersebut dinamakan ranula. Sebuah ranula
mempunyai ukuran yang cukup besar dan muncul di bawah lidah
2.2.4 Gambaran Klinis

Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau


pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan
apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya
normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudahter letak lebih
dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm
hingga beberapa sentimeter, beberapa liter atur menuliskan diameter
mukokel umumnya kurang dari 1 cm.

Gambar 1. Mukokel pada anterior median line permukaan ventral lidah yang
melibatkan blandin-nuhn

Gambar 2. Mukokel pada bibir bawah


2.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
1. mukokel ekstravasasi mukus yang sering disebut sebagai mukokel
superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau mekanik.
Penyebab

ekstravasasi

mukus

yaitu

trauma

pada

saluran

ekskretoris kelenjar ludah, sehingga mukus terekstravasasi ke


dalam jaringan ikat di sekitarnya.Reaksi inflamasi neutrophil
diikuti

oleh

makrofag

terjadi

kemudian.Jaringan

granulasi

membentuk dinding mengelilingi genangan mucin, dan kemudian

kelenjar ludah mengalami perubahan inflamasi.Pada akhirnya,


terbentuk jaringan parut di sekitar kelenjar (Regezi, 2008).
Ekstravasasi mukus muncul sebagai sebuah massa halus, relatif
tanpa rasa sakit dan memiliki ukuran mulai dari beberapa
milimeter sampai 2 cm. Pada mucin superfisial, lesi tampak
berwarna kebiruan. Remaja dan anak-anak lebih sering terkena
daripada orang dewasa.Lesi dapat pecah dan produksi mucin yang
berlanjut dapat menyebabkan kekambuhan.Ukuran maksimal
biasanya dicapai dalam beberapa hari setelah trauma (Regezi,
2008).
2. mukokel retensi mukus atau sering disebut kista retensi mukus
dimana etiologinya plug mukus akibat sialolith atau inflamasi pada
mukosa mulut yang menyebabkan duktus glandula saliva tertekan
dan tersumbat secara tidak langsung.
Retensi mukus dihasilkan karena adanya obstruksi duktus yang
disebabkan oleh adanya sialolithiasis, bekas luka pada periduktus
atau tumor yang invasif.Penyempitan duktus membuat aliran saliva
tidak dapat mengalir dengan baik, kemudian terbentuklah
gelembung

duktus

yang

tampak

seperti

pembengkakan

mukosa.Obstruksi duktus dapat juga menyebabkan pembesaran


glandula salivarius. Retensi mukus lebih jarang terjadi jika
dibandingkan dengan kista ekstravasasi, biasanya terjadi pada
pasien usia tua dan jarang ditemukan pada bibir bawah. Daerah
yang paling sering terkena adalah bibir atas, palatum, pipi, dasar
mulut, dan sinus maksilaris. Penyempitan duktus dapat terjadi pada
pasien yang senang berkumur dengan obat kumur yang
mengandung hidrogen peroksida, obat kumur penghilang bau
mulut, atau larutan antiplak, yang dapat mengiritasi duktus.Pasta
gigi yang mengandung tartar juga dapat menyebabkan iritasi pada
duktus. Retensi mukus tampak mirip dengan kista ekstravasasi,
keduanya dibatasi oleh epitel duktus yang dilapisi sel kolumnar
atau kuboidal. Rongga kista mengandung sel mukus atau fragmen
sialolithiasis dan jaringan ikat kista tampak mengalami inflamasi.

Literatur lain mengklasifikasikan mukokel menjadi tiga yaitu :


1. superficial mucocele yang letaknya tepat di bawah lapisan mukosa
dengan diameter 0,1-0,4 cm,
2. classic mucocele yang letaknya tepat di atas lapisan submukosa
dengan diameter lebih kecil dari 1 cm, dan
3. deep mucocele yang letaknya lebih dalam dari kedua mukokel
sebelumnya. Dikenal pula tipe mukokel kongenital yang
etiologinya trauma pada proses kelahiran bayi

Gambar 3 Mukokel ekstravasase Mucus

Gambar 4 Mukokel retensi mukus


2.2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa mukokel dilakukan prosedur-prosedur yang
meliputi beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat
pasien. Pada pasien anak dilakukan aloanamnese yaitu anamnese yang
diperoleh dari orang terdekat pasien. Pada pasien dewasa dengan
autoanamnese yaitu yang diperoleh dari pasien itu sendiri. Kedua melakukan
pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan pendukung. 27 Pemeriksaan

10

yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda


yang terdapat pada pasien, yaitu pemeriksaan keadaan umum mencakup
pengukuran temperatur dan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan ekstra
oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe, pemeriksaan keadaan abnormal
dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis keadaan abnormal,
kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual melihat pembengkakan
pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada
massa tersebut. Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat
dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa
sakit pada saat dilakukan palpasi.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sanga
tmembantu dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil
secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara
mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat.
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan
secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan (Computed
Tomography

Scan),

ultrasonografi,

sialografi,

dan

juga

radiografi

konfensional.
2.2.7 Diagnosis Banding
1. Adenoma Pleomorfik
Adalah suatu nodul keras berwarna kebiru-biruan.
2. Kista nasolabial
Adalah suatu nodula yang berfluktuasi pada palpasi.
3. Kista Implantasi
4. hemangioma,
5. lymphangioma
6. pyogenic granuloma (apabila letaknya pada bagian anterior lidah),
7. salivary gland neoplasm
Untuk dapat membedakan mukokel dengan penyakit-penyakit tersebut maka
dibutuhkan riwayat timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas yang
menggambarkan ciri khas mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut
lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan
pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiografi
2.2.8 Perawatan

11

Pada umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta


perawatan, memiliki ukuran mukokel yang relatif besar. Perawatan mukokel
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang
dirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan massa. Sejumlah literatur
menuliskan beberapa kasus mukokel dapat hilang dengan sendirinya tanpa
dilakukan perawatan terutama pada pasien anak-anak.
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma
akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk
atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera disingkirkan atau
dihilangkan, maka mukokel akan dengan mudah muncul kembali walaupun
sebelumnya sudah dilakukan perawatan bedah.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan
dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi
massa.
1. Enukleasi Merupakan proses pengangkatan seluruh lesi kista tanpa terjadinya
perpecahan pada kista. Kista itu sendiri dapat dilakukan enukleasi karena lapisan
jaringan ikat antara komponen epitelial (melapisi aspek anterior kista) dan dinding
kista yang bertulang pada rongga mulut. Lapisan ini akan lepas dan kista dapat
diangkat dari kavitas yang bertulang. Proses enukleasi sama dengan pengangkatan
periosteum dari tulang. Enukleasi pada kista seharusnya dilakukan secara hati
hati untuk mencegah terjadinya lesi rekuren.
Indikasi :
a. Pengangkatan kista pada rahang
b. Ukuran lesi kecil, sehingga tidak banyak melibatkan struktur jaringan yang
berdekatan
2. Marsupialisasi
Membuat suatu jendela pada dinding kista dalam pembedahan, pengambilan isi
kistanya dan memelihara kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus
maksilaris atau rongga hidung.

Proses ini mengurangi tekanan inrakista dan

12

meningkatkan pengerutan pada kista. Marsupialisasi dapat digunakan sebaga


terapi tunggal atau sebagai tahap preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi.
Indikasi :
a) Jumlah jaringan yang terluka
Dekatnya kista dengan struktur vital berarti keterlibatan jaringan tidak baik
jika dilakukan enukleasi.
Contoh : jika enuklesi pada kista menyebabkan luka pada struktur
neurovaskular mayor atau devitalisasi gigi sehat, sebaiknya diindikasikan
metode marsupialisasi.
b) Akses pembedahan
Jika akses untuk pengangkatan kista sulit, sebaiknya dilakukan marsupialisasi
untuk mencegah lesi rekuren.
c) Bantuan erupsi gigi
Jika gigi tidak erupsi (dentigerous cyst), marsupialisasi dapat memberikan
jalur erupsi ke rongga mulut.
d) Luas pembedahan
Untuk pasien dengan kondisi medik yang kurang baik, marsupialisasi
merupakan alternatif yang tepat dibandingkan enukleasi, karena prosedurnya
yang sederhana dan sedikit tekanan untuk pasien
e) Ukuran kista
Pada kista yang sangat besar, adanya resiko fraktur rahang selama enukleasi.
Ini lebih baik dilakukan marsupialisasi, setelah remodelling tulang dapat
dilakukan enukleasi.
Teknik operasi
Setelah dilakukan anastesi lokal, dibuat insisi berbentuk elips di mukosa
sekitar untuk memfasilitasi diseksi pada lesi.Dinding superior kista digenggam
bersama dengan mukosa di atasnya dan dipisahkan dari jaringan sekitarnya
menggunakan gunting. Selama pembedahan kista harus diambil dengan hati-hati,
karena kista bisa dengan mudah pecah dan mengerut, yang akan mepersulit

13

pengangkatan lesi.Setelah pengangkatan lesi, mukosa pada jaringan yang diinsisi


dijahit (hanya pada mukosa), untuk menghindari cedera pada kelenjar ludah.

Gambar Infiltrasi pada jaringan sehat di sekitar lesi

Gambar Insisi berbentuk elips sekitar kista menggunakan scalpel

Gambar Penjepitan dan pemotongan lesi menggunakan gunting jaringan

14

Gambar Pengangkatan mukokel

Gambar Daerah operasi setelah pengangkatan lesi

Undermining Margin Mukosa dengan Menggunakan Gunting

15

Gambar Penjahitan pada daerah post operasi


2.2.9 Komplikasi
Mucocele biasanya tidak menimbulkan keluhan bila kecil, namun jika besar akan
menimbulkan deformitas, penipisan korteks tulang, sehingga timbul fenomena
bola pingpong (pingpong phenomenon). Bila terus membesar akan menembus
tulang, sehingga akan ditutupi jaringan lunak. Pada perabaan akan juga akan
teraba fluktuasi. Bila kista ini terinfeksi akan terasa sakitdan timbul pus (nanah).
2.2.10 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, jika eksisi mengikutkan jaringan sehat
(saluran kelenjar liur minor sekitarnya), mukokel superfisial relatif kambuh secara
periodik. Selalu kirim hasil biopsi ke laboratorium PA untuk mencari apa ada
kecenderungan ke cystadenoma atau mucoepidermoid carcinoma.

BAB III

16

KONSEP MAPPING

Pasien

Pemeriksaan

Pem.
Subjektif

Pem. Objektif

Diagnosis

Rencana
Perawatan
Perawatan

17 IV
BAB

Pem. Penunjang

17

PEMBAHASAN
Untuk menegakkan diagnosa mukokel dilakukan prosedur-prosedur yang
meliputi beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat
pasien. Pada pasien anak dilakukan aloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh
dari orang terdekat pasien. Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang
diperoleh dari pasien itu sendiri. Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien
dan pemeriksaan pendukung. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda yang terdapat pada pasien, yaitu
pemeriksaan keadaan umum mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe,
pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan
jenis keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual
melihat pembengkakan pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan
palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat
dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit
pada saat dilakukan palpasi.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sanga
tmembantu dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil
secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara
mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat.
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan secara
MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan (Computed Tomography Scan),
ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi konfensional.
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma
akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk
atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera disingkirkan.
BAB V
PENUTUP
18

18

5.1 Kesimpulan
Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus
glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan
lunak.11 Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik.
Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau
pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila
massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti
warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila
dipalpasi pasien tidak sakit.
Untuk melakukan diagnosis dilaksanakan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiografi.
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi,
marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung
kepada ukuran dan lokasi massa.
5.2

Saran

Diharapkan kepada mahasiswa fakultas kedokteran gigi dapat memahami


mengenai pokok bahsan tentang mukokel.

DAFTAR PUSTAKA
19
Ata - Ali, J ;et al. 2010. Oral Mucocele: Review of theLiterature. J Clin Exp Dent
2(1): e 10-13

19

Bradley PJ. 2006.Head and Neck : Pathology and Treatment of Salivary Gland
Conditions. Elsevier Ltd :304.
Langlais RP, Miller CS. 1994. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang
Lazim. Alih Bahasa. Budi Susetyo. Jakarta:Hipokrates :40-1.
Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2002. Oral & Maxillofacial
Pathology : Salivary Gland Pathology. 2nd ed. W.B. Saunders Co:389-93.
Regezi JA, Sciubba JJ. 1989. Oral Pathology : Salivary Gland Diseases. WB
Saunders Co, :225-311.
Rshid AK, Anwar N, Azizah AM, Narayan KA. 2008. Cases of Mucocele Treated
in The Dental Department of Penang Hospital. Achives of Orofacial
Sciences; 3(1): 7-10

MUKOKEL
20

20

Oleh:
INDAH PURNAMAWATI

10610018

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2014

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan

21

tugas makalah dengan judul Kista Rahang tanpa halangan suatu apapun. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, baik berupa bantuan moral maupun bantuan material. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar -besarnya
kepada :
1

drg. Endah sebagai dosen Pembimbing makalah yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian makalah.

Seluruh staf dosen FKG IIK yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu
persatu karena keterbatasan hal.

Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penyusunan


makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, merupakan bagian tersendiri bagi kami apabila
diberikan saran dan kritik yang bersifat membangun, guna meningkatkan
pengetahuan dan kesempurnaan tulisan ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca
pada umumnya.

Hormat Saya

Penulis

DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................

ii

22

DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I

iii

PENDAHULUAN.......................................................................

Latar Belakang.......................................................................

Rumusan Masalah..................................................................

Tujuan....................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................

2.1

Pemeriksaan..........................................................................

2.1.1 Pemeriksaan Subyektif...........................................................

2.1.2 Pemeriksaan Obyektif............................................................

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang..........................................................

2..2

Mukokel...............................................................................

2.2.1 Definisi................................................................................

2.2.2 Etiologi................................................................................

2.2.3 Patofisiologi.......................................................................

2.2.4 Gambaran Klinis................................................................

2.2.5 Klasifikasi..........................................................................

2.2.6 Diagnosis...........................................................................

10

2.2.7 Diagnosis Banding.............................................................

11

2.2.8 Perawatan..........................................................................

12

2.2.9 Komplikasi........................................................................

16

2.2.10 Prognosis..........................................................................

16

BAB III

KONSEP MAPPING......................................................................

17

BAB IV

PEMBAHASAN ...........................................................................

18

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN........................................................

19

5.1. Kesimpulan .............................................................................

19

5.2. Saran ......................................................................................


.....................................................................................................

19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

20

BAB II

iii

Anda mungkin juga menyukai