Disusun oleh :
Hilmi Nurhidayat
(31112022)
Irma Nurlistiawati
(31112024)
Novy Novyawati
(31112034)
(31112041)
(31112051)
Yayu Tresnasari
(31112055)
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena berkat
karunia dan Hidayah-Nyalah, kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas kuliah Praktikum Bahan Alam Farmasi .
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mencari bahan informasi dari situs
Internet dan berbagai pustaka lainnya. Yang akhirnya Kami dapat menyelesaikan
tugas ini sesuai dengan waktunya.
Akhirnya dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberi bantuan serta bimbingannya, terutama kepada
teman teman kelompok yang sudah mau bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
ini.
Tentunya dalam penyelesaian tugas ini banyak kekurangannya, maka dari itu
kami mengharapkan tegur sapa dan kritik yang sifatnya membangun demi
tersusunnya tugas yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu
sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya
digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu jenis tumbuhan yang banyak
digunakan oleh masyarakat sebagai obat trandisional adalah Daun Saga (Abrus
precatorius L).
Daun saga, bagi masyarakat Indonesia, dikenal dengan banyak nama.
Masyarakat Jawa menyebutnya saga telik/manis, di Aceh dinamakan thaga, saga
areuy. Disebut juga saga leutik (Sunda), walipopo (Gorontalo), piling-piling (Bali),
seugeu (Gayo), ailalu pacar (Ambon), saga buncik, saga ketek (Minangkabau), dan
kaca (Bugis).
Kandungan kimia dari daun saga yaitu saponin dan flavonoid, dimana
salah satu fungsi dari saponin dan flavonoid adalah kerjanya sebagai antibakteri.
Selain sebagai anti bakteri atau obat sariawan, daun saga juga dapat dimanfaatkan
sebagai antiparasit, antiradang, meredakan batuk, amandel dan panas dalam, serta
berguna pula untuk melancarkan peredaran darah. Dari sejumlah penelitian yang
dilakukan, daun saga mengandung abruslactone A, methyl abrusgenate, abrusgenic
acid, vitamin A, vitamin C, Kalsium oksalat. Selain itu, tanaman ini mengandung
kadar glycyrhizin (glisirisin) yang dapat digunakan sebagai antitusif atau obat batuk.
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan
membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan
asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang
mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998)
Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun Sapo berarti
sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa
bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga
jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang
mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi
tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis
dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).
Glycyrrhizin (glycyrrhizic acid) termasuk kedalam glikosida saponin yang
berasa manis 50 kali lipat sukrosa. Bila dihidrolisis senyawa tersebut akan
terurai menjadi asam glisirisat dan 2 molekul asam glukuronat yang tidak
berasa manis lagi. Asam glisirisat merupakan triterpen pentasiklik
merupakan
isolikuiritin,
ramnoisolikuiritin),
likuiritosida,
isolikuiritosida,
ramnoli- kuiritin,
dan
memiliki daya lekat, dan sifat alirnya lebih baik. Dengan daya
alir lebih baik, pengisian ke ruang kapsul dapat berlangsung secara kontinu serta
homogen sehingga akan dihasilkan bobot kapsul yang konstan dan ketetapan dosis
yang baik (Voigt, 1995).
Bahan tambahan memegang peranan yang sangat penting pada pengisian
kapsul dan juga merupakan faktor yang sangat menentukan hasil akhir dari kapsul.
Bahan tambahan dapat berupa pengisi, pelincir, penghancur, dan bahan tambahan
lain. Bahan pengisi umum digunakan untuk memenuhi bobot sediaan kapsul. Bahan
bahan
pengikat
yang
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
Bagaimana cara membuat sediaan obat kapsul antitusif dari senyawa
glycyrhizin (glisirisin) yang terdapat di dalam daun saga (Abrus precatorius L)?
1.3
Tujuan Masalah
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui cara membuat sediaan obat kapsul antitusif dari senyawa
Manfaat
Manfaat yang di dapatkan yaitu dapat membuat sediaan obat kapsul antitusif
dengan zat aktif glycyrhizin (glisirisin) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L).
1.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiosperrnae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Resales
Suku
: Leguminosae
Marga
: Abrus
Jenis
Batuk
Batuk merupakan ekspirasi eksplosif yang menyediakan mekanisme protektif
normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan zat-zat asing.
Masyarakat
lebih
pengobatan apabila
batuknya
Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam
obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang
atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya cangkang kapsul terbuat
dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak
atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah
mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam
larutan berair (Ansel, 2005).
Selain mempunyai kelebihan - kelebihan seperti keindahan, kemudahan
pemakaian dan kemudahan dibawa, kapsul telah menjadi bentuk takaran obat yang
popular karena memberikan penyalutan obat yang halus, licin, mudah ditelan dan
tidak memiliki rasa, terutama menguntungkan untuk obat - obat yang mempunyai
rasa dan bau yang tidak enak. Kapsul secara ekonomis diproduksi dalam jumlah besar
dengan aneka warna, dan biasanya memudahkan penyiapan obat didalamnya, karena
hanya sedikit bahan pengisi dan tekanan yang diperlukan untuk pemampatan bahan,
seperti pada tablet (Lachman, dkk., 1994).
Biasanya kapsul tidak digunakan untuk bahan - bahan yang sangat mudah
larut seperti kalium bromide, kalium klorida, atau ammonium klorida, karena
kelarutan mendadak senyawa - senyawa seperti itu didalam lambung dapat
mengakibatkan konsentrasi yang menimbulkan iritasi. Kapsul tidak boleh di gunakan
untuk bahan - bahan yang sangat mudah mencair dan sangat mudah menguap. Bahan
yang mudah mencair dapat memperlunak kapsul, sedangkan yang mudah menguap
akan mengeringkan kapsul dan menyebabkan kerapuhan (Lachman, dkk.,1994).
Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai
nomor paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran
(00) adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien ( Ditjen POM, 1995).
Kapsul gelatin keras dibuat melalui suatu proses dengan cara mencelupkan
pin kedalam larutan gelatin kemudian lapisan gelatin dikeringkan, dirapikan dan
dilepaskan dari pin tersebut, kemudian bagian induk dan tutup dilekatkan. Kedua
bagian saling menutupi bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian
tubuh dengan secara tepat dan ketat seperti terlihat pada gambar 1. Digunakan
cetakan terpisah untuk bagian tutup dan induk kapsul dan kedua bagian ini dibuat
secara terpisah. Kapsul gelatin keras yang diisi dipabrik dapat ditutup secara
sempurna dengan cara dilekatkan, suatu proses dimana lapisan gelatin dioleskan satu
kali atau lebih diseluruh bagian pelekatan bagian tutup dan induk; atau dengan proses
pelekatan menggunakan cairan, yaitu kapsul yang telah diisi dibasahi dengan
campuran air - alkohol yang akan merembes kedalam rongga bagian kapsul tutup dan
induk yang saling tumpang tindih, kemudian dikeringkan. (Ditjen POM, 1995).
Pengaturan yang teliti pada kondisi pengeringan adalah penting untuk
mendapatkan kualitas maksimum yang dihasilkan. Kekentalan larutan, kecepatan dan
waktu pencelupan akan menentukan ketebalan kapsul yang dihasilkan (Lachman,
dkk., 1994)
2.4
Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat - zat berkhasiat atau zat - zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat - zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya. Pemabagian metode ekstraksi menurut DitJen POM (2000) yaitu :
2.4.1 Cara dingin
2.4.1.1 Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar.
2.4.1.2 Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
b.
perbedaan konsentrasi.
Ruangan diantara butir - butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-1000C.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Alat
Alat yang digunakan adalah statif, klem, maserator, kain flanel, batang
pengaduk, rotary evaporator, alumunium foil, tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur,
pipet.
3.2
Bahan
Bahan ekstrak adalah simplisia daun saga (Abrus precatorius Linn.) yang
sudah dikeringkan dan dihaluskan, etanol 70%, Ferric chloride (FeCl3), gelatin 10%,
n-butanol, gelatin 10%, asam asetat, air, n-heksan, amil alkohol, etil asetat, asam
klorida, natrium hidroksida, amilum jagung, aerosol, talk, mg stearate, laktosa.
3.3
Metode Penelitian
3.3.1
Penyiapan Sampel
Daun saga yang akan digunakan dicuci dengan air sampai bersih, kemudian
dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari atau dalam oven sampai kering.
Kemudian daun saga yang telah kering dipotong tipis kecil-kecil. Potongan daun saga
lalu diblender sampai membentuk serbuk kasar. Tujuan penghalusan daun saga adalah
agar zat-zat yang terkandung di dalam daun saga mudah melarut dalam pelarut yang
digunakan.
3.3.2
Skrining Fitokimia
sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah di keringkan diudara.
(Departemen Keehatan Republik Indonesia, 1997)
3.3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etnol
Serbuk simplisia sebanyak 5 gram dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml
etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali kali dikocok selama 6
jam pertama dan kemudiaan dibiarkan 18 jam. Kemudian disaring dan telah ditara,
residu dipanaskan sisa pada suhu 105o C dan hingga bobot tetap. Kadar sari yang
larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan yang telah di keringkan diudara
dalam persen. (Departemen Keehatan Republik Indonesia, 1997)
3.3.4.5 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi toluena. Toluena yang
digunakan dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, kedua
lapisan air dan toluena akan memisah, lapisan air dibuang.
Sebanyak 10 g ekstrak yang ditimbang dengan seksama dimasukkan kedalam
labu alas bulat dan ditambahkan toluena yang telah dijenuhkan dengan air. Labu
dipanaskan hati-hati selama 100 menit, setelah toluena mulai mendidih, penyulingan
diatur 2 tetes /detik, lalu 4 tetes / detik.Setelah semua toluena mendidih,dilanjutkan
pemanasan selama 5 menit. Kemudian, dibiarkan tabung menerima dingin sampai
temperatur kamar. Setelah lapisan air dan toluena memisah sempurna, volume air
dibaca dan dihitung kadar air dalam persen terhadap berat ekstrak semula. Pekerjaan
diulang tiga kali.(Saifudin, Rahayu, &Teruna, 2011).
3.3.4.6 Penetapan Bobot Jenis Ekstrak
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan
bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 25o C, masukan ke
dalam piknometer. Atur suhu pinkometer yang telah di isi hingga suhu 25o C, buang
kelebihan ekstrak cair dan timbang. Kurangkan boobt piknometer kosong dari bobot
piknometer yang telah di isi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang di peroleh
dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25o C.
3.3.5
Formulasi
Formula
514,52
mg
44,6 mg
Aerosil
3%
Talk
2%
Mg stearate
1%
0,15 g
Laktosa
0,1 g
Magnesiaum Stearat
0,0015 g
Aerosil
0,03 g
diulangi dengan 12 kapsul lainnya, tidak kurang dari 16 dari 18 kapsul yang diuji
hancur sempurna. Dicatat waktu yang diperlukan kapsul untuk hancur sempurna.
3.3.6.3 Uji Higroskopisitas (Augsburger, 2000)
Merupakan cara menguji kemampuan bahan obat untuk menyerap uap dari
udara setelah dibiarkan dalam kondisi tertentu selama beberapa waktu yang diamati.
Sejumlah 3 kapsul ditempatkan pada botol coklat disimpan dalam desikator. Masingmasing perlakuan diamati setiap hari selama tujuh hari dan setiap minggu selama
sebulan. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan bobot kapsul, bentuk kapsul, dan
isi kapsul.
DAFTAR PUSTAKA
Maryani, H. dan L. Kristiana, 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. AgroMedia
Pustaka, Jakarta
Mardiah, Arifah R., Reki W.A., dan Sawarni., 2005. Budidaya dan Penggolahan
Rosela Si Merah Segudang Manfaat. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Gunawan, Didik, Drs. Apt. Su. Dra. Sri Mulyani, Apt. SU. Ilmu obat alam
(Farmakognosi) jilid I. 2004. Jakarta: Penebar Swadaya
Tolbert, Pamela S. and Zucker Lynne G. 1983. lnstitutional Sources of Change In The
Formal Structure of Organizations: The Diffusion of Civil Service
Reforms. 1880-1 935.
Hagerman, A.E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of
Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford
Harborne,J.B. 1994. Metode fitokimia penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. ITB. Bandung. Diterjemahkan oleh Padmawinata, K. &
Soediro, I.