Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Mengetahui tekstur dan struktur pada batuan metamorf.
Mengetahui mineral mineral yang terdapat pada batuan metamorf.
Menentukan petrogenesa dan fasies metamorfisme.

1.2. Tujuan
Mampu mengetahui tekstur dan struktur pada batuan metamorf.
Mampu mengetahui mineral mineral yang terdapat pada batuan metamorf.
Mampu menentukan petrogenesa dan fasies metamorfisme.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum

Hari/tanggal

: Selasa, 3 Juni 2014

Waktu

: 16. 30 selesai

Tempat

: Lab. Mineralogi dan Petrologi, Gd Pertamina Sukowati.

BAB II

DASAR TEORI
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat proses perubahan
tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya di mana batuan memasuki
kesetimbangan baru tanpa adanya perubahan komposisi kimia (isokimia) dan
tanpa melalui fasa cair (dalam keadaan padat), dengan temperatur berkisar antara
200-800 derajat C.
Proses metamorfosa membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan
batuan asalnya, baik tekstur dan struktur maupun asosiasi mineral. Perubahan
tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya akan mengubah mineral dan hubungan
antar butiran/kristalnya bila batas kestabilannya terlampaui. Selain faktor tekanan
dan temperatur, pembentukan batuan metamorf juga tergantung pada jenis batuan
asalnya.
1. Tipe-tipe metamorfosa Tipe-tipe metamorfosa :

Metamorfosa termal/kontak : terjadi akibat perubahan (kenaikan)


temperatur (T), biasanya dijumpai di sekitar intrusi/batuan plutonik, luas
daerah kontak bisa beberapa meter sampai beberapa kilometer, tergantung
dari komposisi batuan intrusi dan batuan yang diintrusi, dimensi dan
kedalaman intrusi.

Metamorfosa regional/dinamo termal : terjadi akibat perubahan (kenaikan)


tekanan (P) dan temperatur (T) secara bersama-sama, biasanya terjadi di
jalur orogen (jalur pembentukan pegunungan atau zona subduksi) yang
meliputi daerah yang luas, perubahan secara progresif dari P & T rendah
ke P & T tinggi..

Metamorfosa kataklastik/kinematik/dislokasi : terjadi di daerah pergeseran


yang dangkal (misal zona sesar) dimana tekanan lebih berperan daripada
temperatur, yang menyebabkan terbentuknya zona hancuran, granulasi,

breksi sesar (dangkal), milonit, filonit (lebih dalam) kemudian diikuti oleh
rekristalisasi.

Metamorfosa burial : terjadi akibat pembebanan, biasanya terjadi di


cekungan sedimentasi, perubahan mineralogi ditandai munculnya zeolit.

Metamorfosa lantai samudera : terjadi akibat pembukaan lantai samudera


(ocean floor spreading) di punggungan tengah samudera, tempat dimana
lempeng (litosfer) terbentuk, batuan metamorf yang dihasilkan umumnya
berkomposisi basa dan ultra basa.

2. Struktur Batuan Metamorf


Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan
ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut (Jackson, 1970).
Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian masa batuan
termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan
internal bagian-bagian tersebut (Bucher & Frey, 1994). Secara umum struktur
batuan metamorf dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : struktur foliasi dan struktur
non foliasi
a) Struktur Foliasi
Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral
pipih/ mineral prismatik, seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan
metamorfosa kataklastik. Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan :

Slaty cleavage : struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah
batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate (batusabak).

Phylitic : rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih


mengkilap daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai terjadi
pemisahan mineral pipih dan mineral granular meskipun belum begitu jelas/belum
sempurna, batuannya disebut phyllite (filit).

Schistose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular,


mineral pipih orientasinya menerus/tidak terputus, sering disebut dengan close
schistosity, batuannya disebut schist (sekis).

Gneisose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular,


mineral pipih orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan open
schistosity, batuannya disebut gneis.
b) Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineralmineral yang equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran
granular, seringkali terjadi pada metamorfosa termal. Beberapa struktur
non foliasi yang umum ditemukan :

Granulose : struktur non foliasi yang terdiri dari mineral-mineral


granular

Hornfelsik : struktur non foliasi yang dibentuk oleh mineral-mineral


equidimensional dan equigranular, tidak terorientasi, khusus akibat
metamorfosa termal, batuannya disebut hornfels.

Cataclastic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh pecahan/fragmen


batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk
kenampakan breksiasi, terjadi akibat metamorfosa kataklastik,
batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

Mylonitic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh adanya


penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik, menunjukan
goresan-goresan akibat penggerusan yang kuat dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer, batuannya disebut mylonite
(milonit).

Phyllonitic : gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi


butirannya halus, sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap silky,
batuannya disebut phyllonite (filonit).

3) Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur relic (sisa) : tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa
tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada
batuan metamorf tersebut.

Tekstur kristaloblastik : setiap tekstur yang terbentuk pada saat


metamorfosa.

Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk individu kristal :

Idioblastik : mineralnya berbentuk euhedral

Hypidioblastik : mineralnya berbentuk subhedral

Xenoblastik/alotrioblastik : mineralnya berbentuk anhedral

Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk mineral:

Tekstur Homeoblastik : bila terdiri dari satu tekstur saja yaitu :


o Lepidoblastik : terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih, misalnya
mineral mika (muskovit, biotit)
o Nematoblastik : terdiri dari mineral-mineral prismatik, misalnya
mineral plagioklas, k-felspar, piroksen
o Granoblastik

terdiri

dari

mineral-mineral

granular

(equidimensional), dengan batas mineralnya sutured (tidak teratur),


dengan bentuk mineral anhedral, misalnya kuarsa.

o Granuloblastik

terdiri

dari

mineral-mineral

granular

(equidimensional), dengan batas mineralnya unsutured (lebih


teratur), dengan bentuk mineral anhedral, misalnya kuarsa.

Tekstur Hetereoblastik : bila terdiri lebih dari satu tekstur homeoblastik,


misalnya lepidoblastik dan granoblastik, atau lepidoblastik, nematobalstik
dan granoblastik.

BAB III
HASIL DESKRIPSI
3.1 Batuan Nomor Peraga 202
Deskripsi Megaskopis

Warna
: Abu-Abu
Struktur : Foliasi Schistosic
Tekstur :
Ketahan
: Kristaloblastik
Ukuran Butir
: Fanerik
Bentuk Kristal : Euhedral
Bentuk Mineral : Nematoblastik

Deskripsi Komposisi

Mineral Hornblende (55%)


Mineral Kuarsa (25%)
Mineral Plagioklas (20%)

Petrogenesa

Dilihat dari struktur dan komposisi mineral Penyusun Batuan, maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal yang mengalami
proses metamorfisme di mana faktor yang paling dominan ialah tekanan,
sehingga terbentuk struktur foliasi atau penjajaran mineral. Oleh karena itu
pembentukan batuan ini dipengaruhi oleh metamorfisme regional

Foto Batuan

:
Hornblend

Kuarsa

Plagioklas

Gambar 3.1 Peraga Nomor 202


Nama Batuan

:Amphibolit ( W.T Huang, 1962)

3.2 Batuan Nomor Peraga 215


Deskripsi Megaskopis

Warna
: Hijau
Struktur : Foliasi Schistosic
Tekstur :
Ketahan
: Kristaloblastik
Ukuran Butir
: Fanerik
Bentuk Kristal : Subhedral
Bentuk Mineral : Lepidoblastik

Deskripsi Komposisi

Klorit ( 65%)
Kuarsa (35%)

Petrogenesa

Dilihat dari struktur dan komposisi mineral Penyusun Batuan, maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal yang mengalami
proses metamorfisme di mana faktor yang paling dominan ialah tekanan,
sehingga terbentuk struktur foliasi atau penjajaran mineral. Selain itu terjadi
rekristalisasi terhadap mineral yang ada. Oleh karena itu metamorfisme yang
dominan ialah Regional.

Foto Batuan

:
Klorit

Kuarsa

Gambar 3.2 Peraga Nomor 215

Nama Batuan

:Sekis (WT. Huang, 1962)

3.3 Batuan Nomor Peraga 237


Deskripsi Megaskopis

Warna
: Putih
Struktur : Foliasi Gneissic
Tekstur :
Ketahan
: Kristaloblastik
Ukuran Butir
: Fanerik
Bentuk Kristal : Subhedral
Bentuk Mineral : Lepidoblastik

Deskripsi Komposisi

Klorit (30%)
Mika ( 35%)
Kuarsa (35%)

Petrogenesa

Dilihat dari struktur dan komposisi mineral Penyusun Batuan, maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal yang mengalami
proses metamorfisme di mana faktor yang paling dominan ialah tekanan,
sehingga terbentuk struktur foliasi atau penjajaran mineral. Selain itu terjadi
rekristalisasi terhadap mineral yang ada. Oleh karena itu metamorfisme yang
dominan ialah Regional.

Foto Batuan

:
Klorit

Kuarsa

Mika

Gambar 3.3 Peraga Nomor 237

Nama Batuan

:Gneiss ( WT. Huang, 1962)

3.4 Batuan Nomor Peraga 13


Deskripsi Megaskopis

Warna
: Putih
Struktur : Non- Foliasi
Tekstur :
Ketahan
Ukuran Butir
Bentuk Kristal
Bentuk Mineral

Deskripsi Komposisi

: Kristaloblastik
: Afanit
: Euhedral
: Granuloblastik

Kalsit ( 85%)
Mineral Pengotor (15%)

Petrogenesa

Dilihat dari struktur dan mineral penyusun batuan, maka dapat di


interpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal dengan dominan
mineral karbonat yang kemungkinan Batu gamping yang kemudian
mengalami proses metamorfisme dengan pengaruh dominan adalah suhu,
sehingga terjadi rekristalisasi mineral kalsit. Oleh karena pengaruh dominan
berupa suhu, maka dapat diketahui bahwa metamorfisme dominan ialah
Kontak.

Foto Batuan

:
Klasit
Mineral pengotor

Gambar 3.4 Peraga Nomor 13

Nama Batuan

:Marmer (W.T Huang, 1962)

3.5 Batuan Nomor Peraga 207


Deskripsi Megaskopis

Warna
: Hitam
Struktur : Foliasi Slaty Cleavage
Tekstur :
Ketahan
: Relict
Ukuran Butir
: Fanerik
Bentuk Kristal : Anhedral
Bentuk Mineral : Granoblastik

Deskripsi Komposisi

Biotit (80%)
Mika (20%)

Petrogenesa

Dilihat dari struktur dan komposisi mineral Penyusun Batuan, maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal yang mengalami
proses metamorfisme di mana faktor yang paling dominan ialah tekanan,
sehingga terbentuk struktur foliasi atau penjajaran mineral. Selain itu terjadi
rekristalisasi terhadap mineral yang ada. Oleh karena itu metamorfisme yang
dominan ialah Regional.

Foto Batuan

:
Biotit

Mika

Gambar 3.5 Peraga Nomor 207

Nama Batuan

:Slate (W.T Huang, 1962)

3.6 batuan Peraga 15


Deskripsi Megaskopis

Warna
: Hitam kehijauan
Struktur: Non foliasi
Tekstur
Ketahanan Terhadap Metamorfosa
: Relict
Ukuran Butir
: Fanerik
Bentuk Individu Kristal
: Euhedral
Bentuk Mineral
: Nematoblastik

Deskripsi Komposisi

Serpentine 75%
Kuarsa 20%
Mika 10%

Petrogenesis :
Batuan ini merupakan batuan metamorf serpentinite

yang proses

terbentuknya karena mengalami proses serpentinisasi dengan komposisi


mineral keseluruhan yang terdiri dari mineral serpentine yang merupakan
ubahan dari minaeral olivine ataupun piroksen.

Batuan ini terbentuk karena

adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau
retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia
sehingga tergolong ke dalam metamorfosa hidrotermal atau metasomatisme

Foto Batuan:

Gambar 3.6 Batuan Peraga 15


Nama Batuan : Serpentinite (Berdasarkan Komposisi)

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Batuan Nomor Peraga 202

Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis terhadap Batuan Metamorf


dengan Nomor Peraga 202, diketahui bahwa batuan ini memiliki warna abuabu, dengan struktur batuan foliasi oleh karena terdapat penjajaran antar
mineral-mineral

pipih

yang

prismatic

sehingga

digolongkan

sebagai

Schistossic. Selain itu, Tekstur batuan ini berdasarkan ketahanannya terhadap


proses metamorfisme, digolongkan sebagai Kristaloblastik. Hal ini disebabkan
oleh karena batuan asal dari batuan tersebut sudah tidak diketahui. Untuk
tekstur berdasarkan ukuran butirnya, batuan ini digolongkan sebagai batuan
fanerik, oleh karena mineral penyusunnya masih dapat terlihat. Serta
berdasarkan bentuk butir digolongkan sebagai euhedral oleh karena batas
mineralnya masih terlihat jelas. Sedangkan untuk bentuk mineralnya di
golongkan sebagai Nematoblastik, hal ini disebabkan oleh karena mineral
penyusunnya berbentuk Prismatic memanjang.
Batuan ini tersusun atas beberapa mineral, antara lain mineral Hornblende
dengan warna hitam, bentuk Prismatic memanjang, dan cerat berwarna putih
sebanyak 45%. Selain itu terdapat mineral kuarsa dengan warna putih yang
translucent dengan cerat putih sebenyak 25% serta mineral palgioklas sebanyak
20%.
Dilihat dari struktur dan komposisi mineral Penyusun Batuan, maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal yang mengalami
proses metamorfisme di mana faktor yang paling dominan ialah tekanan,
sehingga terbentuk struktur foliasi atau penjajaran mineral. Oleh karena itu
metamorfisme yang

dominan

ialah

Regional.

Fasies

metamorfisme

pembentukan batuan ini berad pada fasies Amphibolite dengan tekanan dan
temperatur yang tinggi pada daerah Volcanic arc.

Berdasarkan hasil pengamatn secara megaskopis terhadap batuan dengan


Nomor Peraga 202 yang memiliki struktur foliasi Schisstosic dengan
komposisi mineral hornblende, maka dapat disimpulkan bahwa batuan ini
merupakan batuan metamorf Amphibolite (W.T Huang, 1962)
4.2 Pembahasan Batuan Nomor Peraga 215
Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis terhadap Batuan Metamorf
dengan Nomor Peraga 215, diketahui bahwa batuan ini memiliki warna Hijau,
dengan struktur batuan foliasi oleh karena terdapat penjajaran antar mineralmineral pipih yang prismatic sehingga digolongkan sebagai Schistossic. Selain
itu,

Tekstur

batuan

ini

berdasarkan

ketahanannya

terhadap

proses

metamorfisme, digolongkan sebagai Kristaloblastik. Hal ini disebabkan oleh


karena batuan asal dari batuan tersebut sudah tidak diketahui. Untuk tekstur
berdasarkan ukuran butirnya, batuan ini digolongkan sebagai batuan fanerik,
oleh karena mineral penyusunnya masih dapat terlihat. Serta berdasarkan
bentuk butir digolongkan sebagai euhedral oleh karena batas mineralnya masih
terlihat jelas. Sedangkan untuk bentuk mineralnya di golongkan sebagai
Nematoblastik, hal ini disebabkan oleh karena mineral penyusunnya berbentuk
Prismatic memanjang.
Batuan ini tersusun atas beberapa mineral, antara lain mineral Hornblende
dengan warna hitam, bentuk Prismatic memanjang, dan cerat berwarna putih
sebanyak 45%. Selain itu terdapat mineral kuarsa dengan warna putih yang
translucent dengan cerat putih sebenyak 25% serta mineral palgioklas sebanyak
20%.

Dilihat dari struktur dan komposisi mineral Penyusun Batuan, maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari batuan asal yang mengalami
proses metamorfisme di mana faktor yang paling dominan ialah tekanan,
sehingga terbentuk struktur foliasi atau penjajaran mineral. Oleh karena itu
metamorfisme yang dominan ialah Regional. Secara metamorfisme, batuan
ini terbentuk pada fasies metamorfisme greenschist pada daerah burial deknan
tekana yang sedang dan suhu yang sedang sekitar 200 0C.

Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis terhadap batuan dengan


Nomor Peraga 202 yang memiliki struktur foliasi Schisstosic dengan
komposisi mineral hornblende, maka dapat disimpulkan bahwa batuan ini
merupakan batuan metamorf Amphibolite (W.T Huang, 1962)
4.3 Pembahasan Batuan Peraga 237
Batuan peraga 237 dilihat secara megaskopis memiliki warna Putih
kecoklatan. Di dalam batuan ini terdapat penjajaran mineral menjadi selang
seling yang bermineral

berlembar (tabular) dan granular (butir bulat).

Penjajaran mineralnya tidak menerus namun terpisah-pisah dan terputus.


Batuan ini berstruktur foliasi ditandai dengan adanya penjajaran mineral.
Batuan ini memiliki tekstur kristaloblastik, yakni tekstur asalnya tidak
nampak jelas. Ukuran butirnya dapat dilihat dengan kasat mata yang
menandakan batuan ini memiliki ukuran butir yang fanerik. Batuan ini
memiliki kristal yang dibatasi oleh bidang permukaan kristal lumayan jelas
(subhedral). Mineral penyusun pada batuan ini berbentuk granular,
equidimensional, batas

mineralnya

bersifat teratur

sehingga tekstur

berdasarkan bentuk mineralnya adalah granuloblastik. Batuan ini memiliki


komposisi mineral berupa kuarsa yang berwarna putih keabuan, biotit/mika
yang berwarna hitam berlembar serta

klorit yang berwarna kehijauan.

Komposisi pada batuan ini terdiri dari mineral berbentuk bulatan-bulatan dan
berbentuk pipih. Dimana yang berbentuk bulatan yang memiliki warna hitam
dan padat. Sedangkan yang pipih memiliki warna kehijauan.
Diinterpretasikan batuan ini merupakan batuan metamorf yang
mengalami proses lanjutan dari batuan schiss atau dapat berasal dari batuan
beku yang berbutir halus. Karena penyusun batuan yang bulat , maka disebut
granuloblastik ditandai dengan susunan mineralnya yang tidak teratur dan
mineral pipihnya terpotong oleh mineral granular. Dari struktur dan tekstur
batuan ini dapat dikenali proses pembentukkannya. Dimana penyusun batuan
tesebut berbentuk bulatan agak runcing. Ukurannya cukup besar maka dapat
diketahui asal keberadaannya yang cukup dekat/metamorfisme regional.
Batuan ini mengalami metamorfisme regional yang ditandai dengan
ditemukannya penjajaran mineral pada sayatan yang nampak di batuan ini.
Penjajaran mineral ini menandakan batuan ini terbentuk dalam waktu yang
cukup lama dan terkristalisasi sehingga tekstur batuan induknya sudah tidak
nampak lagi. Tipe metamorfisme yang regional terjadi akibat perubahan
kenaikan tekanan temperatur secara bersamaan. Dilihat dari mineralnya yang
padat, dapat diinterpretasikan batuan ini mengalami tekanan yang intensif,
biasanya terjadi pada zona subduksi yang terjadi pada cakupan daerah yang
luas.

Dilihat

dari

mineral-mineralnya

yang

dominan

granular,

diinterpretasikan batuan ini mengalami metamorfisme regional berupa


metamorfosa burial yakni terjadi akibat kenaikan tekanan dan termperatur
yang intensif sehingga mineral-mineral yang ada mengalami rekristalisasi.
Dilihat

dari

strukturnya

yang

foliasi

diduga

faktor

pembentukkannya lebih dominan oleh pengaruh tekanan. Dari hal tersebut


dapat diinterpretasikan batuan ini terbentuk pada daerah subduksi karena pada
zona subduksi memiliki tekanan yang besar dengan cakupan luasan daerah
yang luas (regional).

Diinterpretasikan batuan ini terbentuk pada fasies metamorfisme


berupa fasies granulit, fasies ini berada di daerah yang memiliki tekanan
rendah-menengah dan suhu yang tinggi. Fasies granulit merupakan hasil dari
metamorfosa derajat tinggi yang dicirikan oleh adanya penjajaran mineral
pada batuannya, terlihat pula perbedaan antara mineral pipih dan mineral
granular. Pada batuan ini terdapat ialah kuarsa, mica, feldspar dan piroksen
mencirikan mineral granulit dilihat dari diagram fasies metamorfisme. Dilihat
dari diagramnya, fasies metamorfisme batuan ini akan termetamorfkan pada
suhu 700 sampai 1000C dengan tekanan yang sedang.

Berdasarkan deskripsi yang dijabarkan, batuan peraga 203 terdapat adanya


penjajaran mineral pipih dan mineral granular dengan struktur gneissic, jadi dapat
disimpulkan nama batuan ini adalah Gneiss (W T Huang 1962).
4.4 Batuan Peraga 13
Dilihat secara megaskopis batuan ini berwarna putih. Struktur dari
batuan ini menunjukkan tidak adanya penjajaran mineral pada batuan ini
sehingga dapat diketahui bahwasanya batuan ini memiliki struktur berupa non
foliasi. Pada batuan ini mineralnya terlihat umumnya berbentuk polygonal
sehingga dapat diketahui batuan ini termasuk struktur non foliasi yang berupa
honfelsik. Dilihat dari kenampakan tekstur, batuan ini terbentuk oleh sebab
proses metamorfosa, dimana dapat batuan ini mengalami rekristalisasi

sehingga tekstur batuan asalnya tidak terlihat sehingga derajat ketahanan


terhadap metamorfosanya berupa kristaloblastik. Jika dilihat dari ukuran
butir, batuan ini memiliki mineral yang tidak dapat dilihat dengan mata
terlanjang sehingga batuan ini memiliki bentuk butir berupa afanitik. Kristalkristal pada batyuan ini dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal
lain sehingga bentuk individu kristalnya anhedral. Mineral penyusun batuan
ini berbentuk granular equidimensional, batas mineralnya bersifat tidak
teratur sehingga bentuk mineralnya disebut granoblastik.
Pada batuan ini terdapat mineral yang berwarna putih. Dan saat di tes
karbonatan menggunakan hcl batuan ini berbuih, jadi diinterpretasikan
mineral dalam batuan ini adalah berupa mineral kalsit dengan kelimpahan
70%. Terdapat pula mineral yang memiliki warna hijau kehitaman dengan
bentuk berserabut yang mencirikan mineral ini adalah serpentin sebanyak 10
%. Terdapat pula mineral yang berwarna merah yakni mineral silimanit
sebanyak 20%.
Batuan ini terbentuk karena danya pengaruh suhu dan tekanan, dimana
suhu sebagai yang mendominasi. Pada batuan ini terdapat mineral yang
berupa kalsit, silimanite dan serpentine merupakan mineral yang sudah
mengalami metamorfosa. Batuan ini memiliki mineral kalsit yang terbentuk
dari proses evaporasi (penguapan). Batuan ini diinterpretasikan memiliki
batuan induk berupa batugamping yang terdiri dari kalsit. Batugamping
tersebut mengalami metamorfisme kontak dengan dipengaruhi oleh
perubahan suhu yang sangat besar sehingga mengalami proses rekristalisasi
dan membentuk tekstur kristaloblastik. Pada batuan ini pengaruh tekanan
tidak sangat mempengaruhi, hal tersebut dilihat pada batuan ini tidak terdapat
persejajaran

mineral,

dimana

dapat

diketahui

persejajaran

mineral

dikarenakan adanya tekanan yang tinggi. Batuan ini terbentuk akibat


metamorfisme kontak dimana temperatur dan tekanan yang dominan adalah
temperatur yang tinggi. Hal ini biasanya terjadi didaerah vulkanisme karena
hanya terjadi pada daerah yang sempit. Diinterpretasikan metamorfisme

kontak yang terjadi pada batuan ini mengalami pemanasan di sekitar kontak
massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif.
Menurut diagram fasies metamorfisme, Fasies metamorfisme pada
batuan ini dilihat berdasarkan komposisi mineralnya berupa keterdapatan
mineral kalsit. Stuktur yang menampakan struktur non foliasinya berupa
hornflesic, jadi fasies metamorfisme batuan ini hornfles hornblende.Fasies
ini terbentuk pada tekanan yang rendah, tetapi dengan suhu yang sedikit lebih
tinggi . Pada Diagram fasies metamorfisme menjelaskan bahwa batuan ini
mampu termetamorfisme pada suhu 250-800C dan pada tekanan antara 0-2
kbar.

Berdasarkan penjelasan tersebut yang dilihat dari deskripsi megaskopis


serta deskripsi komposisi, dapat diketahui bahwasanya batuan ini merupakan
batuan Marmer ( berdasarkan komposisi).
4.5 Batuan Peraga 207
Batuan peraga 207 dilihat secara megaskopis memiliki warna hitam.
Di dalam batuan ini terdapat penjajaran mineral ditandai dengan adanya
bidang belah pada batuan ini. Batuan ini berstruktur foliasi ditandai dengan
adanya penjajaran mineral. Jenis foliasi batuan ini adalah slaty cleavage yakni
dicirikan pada batuan ini yang berbutir halus dan terdapat bidang-bidang
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuan ini memiliki tekstur
kristaloblastik, yakni tekstur asalnya tidak nampak jelas. Ukuran butirnya
tidak dapat dilihat dengan kasat mata yang menandakan batuan ini memiliki

ukuran butir yang afanitik. Batuan ini memiliki kristal yang dibatasi oleh
bidang permukaan kristal lumayan jelas (subhedral). Mineral penyusun pada
batuan ini berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat
teratur sehingga tekstur berdasarkan bentuk mineralnya adalah granuloblastik.
Batuan ini memiliki komposisi mineral berupa mineral lempung sebanyak
70%, serta mineral mika sebanyak 30%
Diinterpretasikan batuan ini merupakan batuan metamorf yang
mengalami proses lanjutan dari batuan schiss atau dapat berasal dari batuan
beku yang berbutir halus. Karena penyusun batuan yang bulat , maka disebut
granuloblastik ditandai dengan susunan mineralnya yang tidak teratur dan
mineral pipihnya terpotong oleh mineral granular. Dari struktur dan tekstur
batuan ini dapat dikenali proses pembentukkannya. Batuan ini mengalami
metamorfisme regional yang ditandai dengan ditemukannya penjajaran
mineral pada sayatan yang nampak di batuan ini. Penjajaran mineral ini
menandakan batuan ini terbentuk dalam waktu yang cukup lama dan
terkristalisasi sehingga tekstur batuan induknya sudah tidak nampak lagi. Tipe
metamorfisme yang regional terjadi akibat perubahan kenaikan tekanan
temperatur secara bersamaan. Dilihat dari mineralnya yang padat, dapat
diinterpretasikan batuan ini mengalami tekanan yang intensif, biasanya terjadi
pada zona subduksi yang terjadi pada cakupan daerah yang luas. Dilihat dari
mineral-mineralnya yang dominan granular, diinterpretasikan batuan ini
mengalami metamorfisme regional berupa metamorfosa burial yakni terjadi
akibat kenaikan tekanan dan termperatur yang intensif sehingga mineralmineral yang ada mengalami rekristalisasi. Dilihat dari strukturnya yang
foliasi diduga faktor pembentukkannya lebih dominan oleh pengaruh tekanan.
Dari hal tersebut dapat diinterpretasikan batuan ini terbentuk pada daerah
subduksi karena pada zona subduksi memiliki tekanan yang besar dengan
cakupan luasan daerah yang luas (regional).
Berdasarkan diagram fasies metamorfisme, batuan ini dapat
ditemukan pada Fasies Zeolit dengan fasies metamorf tipe regional derajat
terendah, yakni jika suhu dan tekanan berkurang maka akan terjadi proses

diagenesa. Pada batas diagenesa dan metamorfisme regional, akan terjadi


pengaturan kembali mineral yang terbentuk pada awalnya dan akan terjadi
kristalisasi pada kuarsa serta mica. Pada fasies ini dicirikan oleh adanya
mineral kuarsa yang mica pada batuan dengan strukutr berupa slaty cleavage.
Fasies metamorfisme batuan ini adalah ketika berada pada suhu atara 100
hingga 200C dan tekanan antara 0-4 kbar akang mampu termetamorfisme
menjadi batuan metamorf dengan tekstur dan komposisi mineral seperti pada
peraga ini.

Berdasarkan deskripsi yang dijabarkan, batuan ini bernama Slate (W.T


Huang,1962).
4.6 Pembahasan Batuan Peraga 15
Batuan memiliki kenampakan megaskopis dengan warna hijau
kehitaman dengan beberapa mineral di dalamnya. Batuan ini memiliki
struktur non-foliasi yakni mineral-mineralnya equidimensional dan terdiri
dari butiran-butiran (granular). Batuan ini memiliki struktur phylonitic yakni
strukturnya yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang
berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur
milonitik karena telah terjadi rekristalisasi lebih lanjut. Batuan ini memiliki
tekstur yang masih menunjukan sisa tekstur batuan asalnya yakni terlihat
mineral piroksen yang berwarna hitam dan batunya berwarna hijau
menandakan batuan ini berasal dari batuan beku yang berarti tekstur
berdasarkan ketahanan terhadap metamorfosanya relict. Butiran kristal pada

batuan ini tidak dapat dilihat dengan jelas sehingga ukuran butirnya afanitik.
Karena bentuk kristalnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral (dibatasi
oleh bidang permukaan kristal sendiri) maka tekstur berdasarkan bentuk
kristal pada batuan ini adalah idioblastik.Komposisi mineral yang terkandung
dalam batuan ialah mineral serpentin(80%) dan piroksen 10%. Komposisi
mineral pada batu Serpentinit terdapat mineral mineral pada batu
Serpentinit terdiri dari batuan beku ultra basa.
Diinterpretasikan batuan ini merupakan batuan metamorf yang
terbentuk akibat larutan aktif (dalam tahap akhir proses hidrotermal) dengan
batuan beku ultra basa. Mineral serpentinit merupakan mineral hasil ubahan
dari mineral olivin dan piroksen yang mengalami proses hidrothermal.
Pengubahan ini sangat penting di dasar laut pada batas lempeng
tektonikterbentukpada suhu rendahakibat proses malihan melibatkan panas
dan air yang rendah silika mafic dan batu-batuan ultramafic teroksidasi dan
terhidrolisis dengan air ke serpentinite. Metamorfisme hidrothermal pada
batuan ini terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas panas pada jaringan
antar butir atau retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi
mineral dan kimia pada batuan.
Berdasarkan diagram metamorfisme, fasies metamorfisme peraga batuan
ini yang dlihat berdasarkan komposisinya berupa mineral piroksen dan olivin
yang terubahkan melalui proses serpentinisasi sehingga menicirikan fasies
metamorfnya berupa fasies hornfles piroksen dimana terbentuk pada suhu
yang tinggi dan tekanan yang rendah. Batuan ini akan termetaforfisme pada
suhu 250-800c dan tekanan sekitar 0-2 kbar

Batuan yang dideskripsi yang dijabarkan, dilihat berdasarkan kenampakan


kompoisisnya yang didominasi oleh mineral penyususn berupa serpentin maka
batuan ini bernama Serpentinit (berdasarkan komposisi)

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi kenampakan megaskopis batuan peraga 202 yang


dilihat dengan kenampakan strukutr foliasi berupa adanya penjajaran
mineral pipih dan mineral prismaticyang menampakan struktur schisstosic
maka nama batuan yang dideskripsi ini ialah Amphibolite(Klasifikasi W T

Huang 1962)
Berdasarkan deskripsi kenampakan megaskopis batuan peraga 215 yang
dilihat dengan kenampakan strukutr foliasi berupa adanya penjajaran
mineral pipih dan mineral granular yang menampakan struktur schistossic
maka nama batuan yang dideskripsi ini ialah Sekis(Klasifikasi W T Huang

1962)
Berdasarkan deskripsi kenampakan megaskopis batuan peraga 237 yang
dilihat dengan kenampakan strukutr foliasi berupa adanya penjajaran
mineral pipih dan mineral granular yang menampakan struktur gneiisic
maka nama batuan yang dideskripsi ini ialah Gneis(Klasifikasi W T Huang

1962)
Berdasarkan kenampakan megaskopis dari batuan peraga 13, dimana lebih
ke komposisi penyusun yang utamanya disusun oleh mineral kalsit maka
diinterpretasikan bahwa nama batuan ini ialah Marmer (berdasrkan

komposisi).
Berdasarkan kenampakan megaskopis yang telah dideksripsi, batuan
207disimpulkan bahwa batuan yang dideskripsi merupakan jenis batuan

metamorf yang menampakan struktur foliasi berupa slate cleavage

sehingga penamaan batuan ini ialah salte(klasifikasi W T Huang 1962.)


Batuan peraga 15 yang dideskripsi secara megaskopis, dapat disimpulkan
bahwa

penamaan

batuan

ini

dilihat

berdasarkan

kenampakan

kompoisisnya yang didominasi oleh mineral penyususn berupa serpentin


maka nama batuan peraga 15 ialah serpentinit (berdasarkan komposisi).
5.2 Saran

Dalam praktikum ini, setiap praktikan harus lebih teliti dalam mendeskripsikan
setiap batuan

Batuan metamorf sangat komple dan telah melewati serangkaian prose yang
kemungkinan memiliki nilai ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Staff Asisten Petrologi. 2014. Buku Panduan Praktikum Petrologi. Semarang.


Teknik Geologi Undip.
http://mahasiswatengil.blogspot.com/2013/05/metamorf.html
(Diakses Kamis, 5 Juni 2014 pukul 21.45 WIB)

Anda mungkin juga menyukai