Anda di halaman 1dari 13

SINDROM NEFROTIK

I. PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri
massif, hipoalbuminemia
yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia.

(1)

Secara klinis SN terdiri dari:


1. Edema massif
2. Proteinuria
3. Hipoalbuminemia
4. Hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik
(SNI). (2) Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi
sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik
infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelah umur 3 bulan
sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3 bulan pertama
kehidupan disebut sindrom nefrotik congenital (SNK) yang didasari kelainan
genetik.(1) Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan
kelainan-kelainan tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga
disebut minimal change nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In Light Microscopy)
disease. (2)
II. INSIDENS
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai
pada usia 2-7 tahun. (1) Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering ditemukan
pada usia 18 bulan-4 tahun. (2) kejadian sindrom nefrotik pada anak sekitar 12/100.000 anak. (3) Rasio laki-laki:perempuan = 2:1, sehingga dikatakan pada masa
remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. (1,2)

1. III. KLASIFIKASI

Umumnya sindrom nefrotik infantil diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria


seperti presentasi klinis, riwayat keluarga, hasil laboratorium, gambaran histologi,
dan genetic molekular. Sindrom nefrotik infantil ini dapat bersifat primer dan
sekunder. (1)
1. Sindrom nefrotik infantil primer, terdiri dari:
1. Sindrom nefrotik idiopatik yang terdiri dari:

Sindrom nefrotik kelainan minimal

Glomeruloskelerosis fokal segmental

Glomerulonefritis membranosa
1. Sklerosis mesangial difus (SMD, diffuse mesangial sclerosis)

1. Sindrom nefrotik infantil yang berhubungan dengan sindrom malformasi:


1. Sindrom Denys-Drash (SDD)
2. Sindrom Galloway-Mowat
3. Sindrom Lowe

1. Sindrom nefrotik infantil sekunder atau didapat yang terjaid karena:


1. Infeksi : sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella, malaria
toksoplasmosis, HIV.
2. Toksik : merkuri yang menyebabkan immune-complex-mediated
epimembranous nephritis
3. Lupus Eritematosus sistemik
4. Sindrom hemalitik uremik
5. Reaksi obat
6. Nefroblastoma atau tumor wilms.

1. Sindrom nefrotik secara gambaran histologik (2)


International Collaboratif Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah
menyusun klasifikasi histopatologik Sindrom Nefrotik Idiopatik atau disebut juga
SN Primer sebagai berikut:
1. Minimal Change= Sindrom nefrotik minimal (SNKM)
2. Glomeroluklerosis fokal
3. Glomerulonefrit is floriferatif yang dapat bersifat

Difus eksudatif

Fokal

Pembentukan crescent (bulan sabit)

Mesangial

Membranoproliferatif
1. Nefropati membranosa
2. Glomerulonefritis kronik

Dari kelima bentuk kelainan histologik sindrom nefrotik idiopatik.

1. Sindrom Nefrotik menurut terjadinya (2,3)


1. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.
Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%),
plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai
pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada
waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain
berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar,
telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen
ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan
kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein
cairan amnion yang biasanya meninggi.

1. Sindrom Nefrotik yang didapat:


Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

1. IV. ETIOLOGI
Sindrom nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau penyakit menahun
yang luas. Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bias
menyebabkan sindroma nefrotik. Sindrom nefrotik bias berhubungan dengan
kepekaan tertentu. Beberapa jenis sindrom nefrotik sifatnya diturunkan. (3,4,5)
1. Penyebab primer (1)
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri dari sindrom nefrotik idiopatik
dengan kelainan histologik menurut pembagian ISKDC.
1. Penyebab sekunder, dari penyakit kelainan: (1,5)
Sistematik

Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Erythematosus, scholein-Henoch


Syndrome

Penyakit Pendarahan: Hemolitik Uremik Syndrome

Penyakit Keganasan: Hodgkins disease, Leukemia


Infeksi:

Malaria, Schistosomiasis mansoni, lues, subacute bacterial endocarditis,


cytomegalic inclusion disease.
Metabolik:

Diabetes Mellitus, amyloidosis.

Obat-obatan/allergen:

Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan


ular/serangga, vaksin polio, obat pereda nyeri yang menyerupai aspirin, senyawa
emas, heroin intravena, penisilamin, racun pohon ivy, racun pohon EK, dan cahaya
matahari.

1. V. PATOGENESIS
Pada pemabahasan selanjutnya, yang dimaksud dengan SN adalah Sindrom
Nefrotik yang idiopatik dengan kelainan histologik yang berupa SNKM. Terdapat
beberapa teori yang terjadi pada anak yaitu: (2,4)
1. Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang mausk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi
antigen amtibody larut dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system
komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C 3 akan bersatu dengan
SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap dibawa epitel capsula
bowman yang secara imunofloresensi terlihat beberapa benjolan yang disebut
HUMPS sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permeabilitas
mbg terganggu sehingga eritrosit, protein, dan lain-lain dapat melewati mbg
sehingga dapat dijumpai didalam urin. (2,4)
1. Perubahan elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan
terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar
glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed negatif ion yang terdapat
pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka
permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin
meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin. (2,4)

1. VI. GAMBARAN KLINIS


Gejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa: (1,3,6)
1. Berkurangnya nafsu makan
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Nyeri perut
4. Pengkisutan otot
5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

6. Air kemih berbusa


Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat dan
merupakan gejala satu-satunya yang Nampak. Edema mula-mula Nampak pada
kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat atau anasarka sering
disertai edema pada genetalia eksterna. Edema pada perut terjadi karena
penimbunan cairan. Sesak napas terjadi karena adanya cairan dirongga sekitar
paru-paru (efusi pleura). Gejala yang lainnya adalah edema lutut dan kantung zakar
(pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah, pada pagi hari cairan
tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan, cairan akan tertimbun di
pergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh edema. (1,2,7) Selain itu edema
anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema
mukosa usus. Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks rectum, dan sesak dapat pula
terjadi akibat edema anasarka ini. (2)

1. VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


1. Urin
1. Albumin: Kualitatif: ++ sampai ++++
Kuantitatif: >50 mg/KgBB/hari (diperiksa memakai reagens ESBACH)
1. Sedimen: oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak,
kadang-kadang dijumpai eritrosit, lekosit, toraks hilain dan toraks eritrosit.
Hal tersebut diatas dikatakan sebagai proteinuria atau dapat juga disebut
albuminuria. Albumin adalah salah satu jenis protein. Ada dua sebab yang
menimbulkan proteinuria, yaitu: permeabilitas kapiler glomelurus yang meningkat
akibat kelainan atau kerusakan mbg dan reabsorpsi protein di tubulus berkurang.
Oleh karena proteinuria parallel dengan kerusakan mbg, maka proteinuria dapat
dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat glomerulus. Jadi
yang diukur adalah index selectivity of proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan
dengan cara mengukur rasio antara clearance igG dan cleareance transferin.

ISP = Clearance / cleareance transferin


Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (highly selective proteinuria) yang secara
klinik menunjukan:

Kerusakan glomerulus ringan

Respon terhadap kortikosterois baik

Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (poorly selective proteinuria) yang secara klinik
menunjukan:

Kerusakan glomerulus berat

Tidak respon terhadap kortikosteroid baik

1. Darah (2,4,7)
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100ml)
Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100ml). hal ini disebut sebagai
hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/100 ml). SN
kelainan ini dapat disebabkan oleh:

Proteinuria

Katabolisme protein yang berlebihan

Nutricional deficiency

Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang


terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan faktor tambahan
terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria (albuminuria). Pada SN sering
pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang
yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema
anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok hipovolemia
terjadi biasanya pada kadar < 1 garam/100ml.

1 globulin normal (N : 0,1-0,3 gm/100ml)

2 globulin meninggi (N : 0,4-1 gm/100ml)

globulin normal (N : 0,5-0,9 gm/100ml)

globulin normal (N : 0,3-1 gm/100ml)

Rasio albumin/globulin < 1 (N : 3/2)

Komplemen c3 normal/rendah (N : 80-120mg/100ml)

Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin normal

Hiperkolestrolemia bila kadar kolestrol > 250mg/100ml. akhir-akhir ini


disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolestrol saja yang
meninggi dalam darah, konsituen lemak itu adalah:

Kolestrol

Low density lipoprotein (LDL)

Very low density lipoprotein (VLDL)

Trigliserida baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100ml

Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu unutk membuat albumin sebanyakbanyaknya. Bersamaan dengan sintetis albumin ini, sel-sel hepar juga akan
membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh
lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, aktivitas enzim ini terhambat dengan adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu
menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan oleh rendahnya kadar
apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarganya protein dalam urin. Jadi
hiperkolestrolemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan,
tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

1. VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan
laboratorium. (,2,4,5,6)

berdasarkan

gejala

dan

hasil

pemeriksaan

1. IX. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sindrom nefrotik adalah:

(2,5)

1. Infeksi sekunder
: mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia
2. Syok
: terjadi terutama hipoalbuminemia berat
1mg/100ml) yang menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok

(<

3. Thrombosis vaskuler
: mungkin karena gangguan system koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen atau faktor V,VII,VIII dan X.
Trombus lebih sering terjadi pada sistem vena apalagi bila disertai
pengobatan kortikosteroid.
4. Malnutrisi
5. Gagal ginjal

1. X. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi
penyebab sindrom nefrotik dapat menyembuhkan sindrom ini. Jika penyebabnya
adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya: penyakit Hodgkin atau kanker
lainnya), maka mengobatinya akan mengurangi gejala ginjal. Jika penyebabnya
adalah kecanduan heroin, maka menghentikan pemakaian heroin pada stadium
awal sindrom nefrotik, bias menghilangkan gejala-gejalanya. Penderita yang peka
terhadap cahaya matahari, racun pohon ek, racun pohon ivy atau gigitan serangga,
sebaiknya menghindari bahan-bahan tersebut. Desensitisasi bias menyembuhkan
sindrom nefrotik akibat racun pohon ek, racun pohon ivy atau gigitan serangga.
Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka untuk mengatasi sindrom nefrotik,
pemakaian obat harus dihentikan. (5)
Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dengan
jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak
protein akan meningkatkan kadar protein dalam air kemih. ACE inhibitors
(misalnya captopril, lisinopril) biasanya menurunkan pembuangan protein dalam
kandung kemih dan menurunkan kosentrasi lemak dalam darah. Tetapi penderita
yang mempunyai kelainan fungsi ginjal yang ringan atau berat, obat tersebut dapat
meningkatkan kadar kalium darah. Jika cairan tertimbun di perut, untuk
mengurangi gejala dianjurkan makan dalam porsi kecil tetapi sering.

Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretic. Diuretic juga dapat
mengurangi penimbunan cairan dan mengurangi pembengkakan jaringan, tetapi
bisa meningkatkan resiko terbentuknya pembekuan darah (5)

1. Pengobatan Umum
2. Diet harus banyak mengandung protein dengan nilai biologik tinggi dan
tinggi
kalori.
Protein
3-5gr/kgBB/hari.
Kalori
rata-rata:

100kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema berat. Bila tanpa edema


diberi 1-2gr/hari. Pembatasan cairan terjadi bias terdapat gejala gagal ginjal.
3. Aktivitas: tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi.
Bila edema sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik
tidak memperngaruhi perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada aktifitas
dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan anak.
4. Diuretik: pemberian diuretic untuk mengurangi edema terbatas pada anak
dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau
obstruksi urethra yang disebabkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa
kasus SN yang disertai anasarka, dengan pengobatan kortikosteroid tanpa
diuretik, edema juga menghilang. Metode yang lebih aktif dan fisiologik
untuk mengurangi edema adalah yang merangsang dieresis dengan
pemberian albumin (salt poor albumin): 0,5-1gr/kgBB selama satu jam yang
disusul kemudian oleh furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan ini bias
diulangi selama 6 jam bila perlu. Diuretic yang biasa dipakai adalah diuretic
jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Pemakaian diuretic
yang berlangsung lama dapat menyebabkan:

Hipovolemia
Hipokalemia
Alkalosis
Hiperuricemia
1. Antibiotik: hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pengobatan dengan kortikosteroid
Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang sensitif
terhadap kortikosteroid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam cara yang dipakai
tergantung pengalaman dari tiap senter, tetapi umumnya dipakai cara yang
diajukan oleh International Colaborative Estudy of Kidney Disease in Children
(ISKDC, 1976).
1. XI. PROGNOSIS
Prognosisnya tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan jenis kerusakan
ginjal yang bias diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya
akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati atau

obat-obatan. Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang


baik dari kortikosteroid. Anak yang lahir dengan Sindrom ini jarang bertahan hidup
sampai 1tahun, beberapa diantaranya bias bertahan setelah menjalani dialisa atau
pencangkokan ginjal (5).
Prognosis yang paling baik ditemukan pada Sindroma Nefrotik akibat
Glomerulonefritis yang ringan 90% penderita anak memberikan respon yang baik
terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun
cenderung bersifat sering kambuh. Tetapi stelah 1tahun bebas gejala, jarang terjadi
kekambuhan (5).

DAFTAR PUSTAKA
1. Pardede, Sudung O. Sindrom Nefrotik Infantil. In: Cermin Dunia
Kedokteran hal: 134. 2002. [online] [cited 2007 April 12];[7 screens].
Available from: www.kabelfarma.com
2. Rauf, Syariffudin. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUH, 2002.
3. Nelson, waldo E. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. California : EGC, 2002.
4. Nephrotic Syndrome. [online] 2007 April 3 [cited 2007 April 12];[3
screens].Available
from:
URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Nephrotic syndrome
5. Sindrom Nefrotik. [online] [cited 2007 April 10]:[4 screens]. Available
from: URL: www.medicastore.com

6. Mushnick, Robert. Nephrotic Syndrome. [online] 2007 March 6 [cited 2007


April
10];
[3
screens].
Available
from:
URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000490.htm
7. Childhood Nephrotic Syndrome. [online] 2005 august [cited 1007 April 12];
[5
screens].
Available
from:
URL: http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/childhoodnephrotic/index
.htm

DAFTAR ISI

Halaman
Pengesahan
Daftar
Isi
ii

1. Pendahuluan

2. Insidens
1
3. Klasifikasi
1
4. Etiologi

5. Patogenesis

6. Gambaran Klinis
4
7. Pemeriksaan Penunjang

8. Diagnosis

9. Komplikasi
7
10.Penatalaksanaan
7
11. Prognosis
9
Daftar
Pustaka
iii
Daftar

Hadir

Peserta

Pembacaan

PKMRS

iv
Lampiran
Referensi

Anda mungkin juga menyukai