1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
6.
7.
8.
Kep. Seribu
Pada 6 Juli 1979, ratusan ban bekas, truk, dan bis piton dari Departemen Pekerjaan Umum
dibenamkan sebagai terumbu karang buatan atau rumpon di sekitar Pulau Kotok Kecil
untuk menandai pulau itu sebagai base camp Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia
(POSSI). Dua puluh tahun kemudian, giliran Bubbles Divers dan rekan penyelam lain
membenamkan gentong karang (Tahun 2000), kapal kayu (Tahun 2001) di kedalaman 20
m di bawah dermaga Pulau Kotok Besar yang letaknya berhadapan dengan Pulau Kotok
Kecil. Tahun 2002 ditenggelamkan juga gentong karang dan rangka VW Combi yang
sudah dibersihkan dari unsur oli, bensin dan cat di Karang Halimah, antara Pulau Kotok
Besar dan Kotok Kecil.
Berikut, tips sederhana untuk bisa membantu mengkonservasi terumbu karang dengan
sederhana:
Buang sampah pada tempatnya. Hewan laut sering terkait pada sampah-sampah
sehingga mengganggu gerakannya. Sampah plastik yang transparan banyak dibuktikan
termakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan
mengganggu pencernaanya. Dibanyak lokasi terumbu juga dijumpai karang dan biota laut
lainnya yang bersifat bentik, sessile (tidak dapat berpindah) yang mati akibat tertutup
lembaran-lembaran plastik. Ingat,plastik tidak hancur dalam satu malam saja!
Rumput Laut
Salah satu komoditas yang masuk
sebagai komoditas perikanan karena
diusahakan di laut, dan yang dapat
dikembangkan dengan menjalin kerja
sama kemitraan adalah budidaya rumput
laut. Budidaya rumput laut yang pada
umumnya dapat dilakukan oleh para
petani/nelayan dalam pengembangannya
memerlukan keterpaduan unsur-unsur
sub sistem, mulai dari penyediaan input
produksi, budidaya sampai ke pemasaran
hasil.
Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi
rumput laut yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan
Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi,
diantaranya Eucheuma sp, Gracilaria dan Gelidium.
Rumput laut termasuk jenis ganggang pada umumnya ganggang dapat diklasifikasikan
menjadi kelas yaitu : ganggang hijau (chloropheceae), ganggang hijau biru (cyanophyceae),
ganggang coklat (pheaceophyceae) dan ganggang merah (rhodophyceae). Ganggang hijau
dan ganggang hijau biru banyak hidup dan berkembang biak di air tawar, sedangkan
ganggang coklat dan ganggang merah memiliki habitat laut yang biasanya lebih dikenal
dengan rumput laut.
Ganggang cokelat lebih dikenal sebagai rumput karang atau rockweed, sering dimanfaatkan
untuk industri alginat, sedangkan ganggang merah merupakan sumber bahan baku bagi
industri agar-agar, carragenan dan fulcellaran serta produk-produk lainnya. Rumput laut atau
seaweed
merupakan bagian terbesar dari rumput laut yang tumbuh melekat erat pada substrat pada
yang terdapat di lautan seperti batu-batuan, karang dan bangkai kulit karang.
Dalam pertumbuhannya rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk proses
photosynthesa, karena itu meskipun hidupnya di bawah permukaan laut tetapi tidak dapat
terlalu dalam. Pada umumnya rumput laut terdapat di sekitar pantai dalam jumlah dan jenis
beragam, namun hanya beberapa jenis saja yang dapat dimakan karena alasan rasa.
Budidaya Rumput Laut
Untuk membudidayakan rumput jenis Eucheuma sp perlu diperhatikan faktor-faktor
teknis dan non teknis antara lain : Kelayakan lokasi meliputi :
Dasar peraiaran agak keras yang terdiri dari pasir dan karang serta bebas dari lumpur
PH air antara 7 - 9
Mudah dijangkau untuk kelancaran proses produksi sampai kepada pemasaran hasil.
Bahan pendukung murah dan mudah diperoleh (bambu, benih dan lain-lain)
Temperatur dan Sanitasi
Rata-rata temperatur air laut sebaiknya berkisar antara 27 - 30oC jika terjadi kenaikan
temperatur
yang
tinggi
akan
terjadi
adanya
uliment
dan
meliputi
epiphyt, sehingga tanaman akan rontok. Sedangkan sanitasi air sangat tergantung pada faktor
penguapan, serta ada tidaknya sumber air tawar.
udang komersial secara besar-besaran. Hutan bakau di dekat kota malah digusur untuk
membangun tempat permukiman mewah.
Udang memang melimpah dari tambak komersial itu, tetapi hanya sebentar. Sesudah itu,
produksi menurun, dan tambak udang ditelantarkan. Dibabat lagi hutan bakau yang baru,
dan dibuat tambak lagi. Begitu seterusnya, pembabatan hutan seperti perladangan berpindah
di Kalimantan terjadi di pantai hutan bakau. Bedanya, di hutan bakau ini tidak ada usaha
penghutanan kembali. Hutan itu sendiri sebenarnya sudah mencoba menghutan kembali
secara alamiah. Tetapi apa daya, anak-anak bakau yang tumbuh tidak jauh dari pohon
induknya (sisa-sisa yang masih bertahan), tidak dipelihara lebih lanjut. Anak-anak bakau ini
buyar diterpa badai dan ombak laut karena tidak terlindungi oleh pohon induk yang besar di
dekatnya. Induk bakau sudah langka.
Pada waktu keadaan sudah parah seperti itulah, terbetik berita ada usaha kompromi antara
bisnis menguras sumber daya alam dan usaha pelestarian hutan bakau yang nirlaba. Antara
lain berupa sylvofishery (semacam perikanan pakai hutan). Tambak dibangun berpetak-petak
dengan parit keliling sebagaimana mestinya. Di bagian tengahnya yang lebih dangkal
ditanami beberapa pohon bakau. Masyarakat diminta menjaga tanaman itu, jangan sampai
dibabat semena-mena seperti dulu lagi. Biarlah hutan itu menghutan yang lebat dulu.
Sebagai insentif, mereka boleh memungut hasil ikan dan udang yang benihnya sengaja
ditebar
dalam
petakan
tambak.
Selain pelestarian melalui sylvofishery itu, ditetapkan pula peraturan untuk melindungi
hutan bakau yang masih ada. Misalnya di daerah konservasi yang ditetapkan bagi setiap
hutan bakau selebar 200 m dari garis pantai. Ada ketetapan pula yang mengatur
penebangan/pengambilan kayu dari pohon bakau yang sudah besar, agar tidak melampaui
kemampuan
tumbuh
hutan
bakau.
Daerah hutan bakau yang cocok untuk wisata alam, dijadikan lokasi wisata, antara lain untuk
mengamati kehiduapn burung pantai dan keunikan flora hutan bakau.
Dengan berbagai cara pelestarian itu, diharapkan agar tidak akan terjadi banjir lagi seperti di
daerah Bandar Udara Soekarno-Hatta baru-baru ini. Bencana alam semacam itu akan terjadi
lagi, kalau hutan bakau kita terus dirusak dan tidak dilestarikan kembali. (Hanom Bashari,
S.Hut., anggota Rimbawan Pencinta Alam, Bogor)
Apa itu pukat harimau? mengapa pukat harimau berbahaya bagi lingkungan laut? apa
bahaya pukat harimau? Para nelayan yang menggunakan pukat harimau, mereka
hanya berfikir jangka pendek. Sekilas memang tampak menguntungkan, tetapi jika
dilihat secara jangka panjang, mereka akan merugi. Mengapa? Apa itu pukat harimau?
pukat harimau (disebut juga trawl) adalah sejenis jala untuk mencari ikan dengan ukuran
yang sangat besar dan mampu menjaring banyak ikan dalam waktu singkat.
Sepertinya tidak masalah ya? nah, kalian perlu tahu yang tertangkap tidak hanya ikan-ikan
besar tetapi juga ikan-ikan kecil, karena lubang-lubang pukat harimau itu kecil-kecil,
sehingga ikan kecil tidak bisa lolos. Berbeda dengan jala biasa yang dipakai nelayan
tradisional, ukuran lubang jalanya lebih besar, sehingga ikan yang kecil bisa lolos.
Kalian tahu sendiri, bahwa setiap makhluk harus berkembang biak agar menjaga kelestarian
jenisnya, jika ikan-ikan kecil tersebut ikut tertangkap, maka tidak akan ada kesempatan bagi
mereka untuk berkembang biak. Lho khan tidak ada masalah, ikan kecilnya bisa dilepaskan
lagi khan? nah, ternyata permasalahannya,.
ikan-ikan kecil tersebut biasanya mati ketika ikut terjaring. Mungkin karena ikan-ikan yang
ukurannya lebih kecil tersebut terhimpit dengan ikan-ikan yang lebih besar, saat di jaring.
Para nelayan yang menggunakan pukat harimau, mereka hanya berfikir jangka pendek.
Sekilas memang tampak menguntungkan, tetapi jika dilihat secara jangka panjang, mereka
akan merugi. Mengapa? Karena jika penangkapan ikan tidak memberikan kesempatan ikanikan tersebut berkembang biak, pada akhirnya ikan-ikan tersebut akan habis, terus jika sudah
habis, siapa yang akan rugi? ya nelayan juga yang rugi.
Kebanyakan ikan laut mengandung protein yang sangat baik untuk otak kita, sehingga jika
ikan-ikan tersebut habis, yang rugi pasti manusia juga.
Di beberapa negara penggunaan pukat harimau atau trawl ini sudah dilarang. Indonesia
sebenarnya juga sudah melarang penggunaan pukat harimau sejak tahun 1980 , lewat
Keppres 39/1980. Meskipun sudah ada larangan, tapi kenyataan di lapangan, masih ada saja
kapal nelayan modern yang mencuri-curi menggunakan pukat harimau ini. Ada 6 daerah
nelayan yang masih menggunakan pukat harimau, meski dilarang, yaitu Nunukan, Tegal,
Padang, Bagan Siapi-api, Pekalongan, dan Cilacap. (Waduh ......) Sudah saatnya pemerintah
lebih tegas menindak para pengrusak alam tersebut.
GAMBAR
1. PUKAT HARIMAU