Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN BERISIKO GASTRITIS DAN STRESS

DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA WANITA USIA 20-44 TAHUN YANG BEROBAT DI
PUSKESMAS CILEMBANG TAHUN 2012

Dewi Karwati 1)
Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes

2)

Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas
Siliwangi 1)
Nur lina SKM, M.kes2)

ABSTRAK
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis umumnya terjadi akibat asam lambung yang
tinggi atau terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang bersifat merangsang diantaranya
makanan yang pedas dan asam, faktor psikologis juga merupakan salah satu faktor risiko yang
juga penting terhadap kejadian gastritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
frekuensi konsumsi makanan berisiko gastritis dan stress dengan kejadian gastritis pada pasien
yang berobat di Puskesmas Cilembang tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah observasional
dengan pendekatan analitik dan menggunakan desain cross sectional study. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 62,29% responden mengalami gastritis, 57,38% responden mengalami
stress. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi
konsumsi makanan berisiko gastritis (p=0,031) dan stress (p=0,025) dengan kejadian gastritis
pada responden. Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, agar mau menerapkan pola
hidup sehat, maka promosi kesehatan yang intensif tentang faktor yang terkait dengan gastritis
perlu diberikan oleh petugas kesehatan. Promosi kesehatan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan baik dalam bentuk penyuluhan langsung atau melalui media lainnya, seperti
pamflet atau leaflet agar dapat dilakukan pencegahan dan mengurangi kasus gastritis, serta
diharapkan dapat mengurangi berbagai jenis makanan seperti kol, teh, kopi, singkong dll yang
dapat memicu kejadian gastritis.
Kata Kunci

: Gastritis, Frekuensi konsumsi makanan berisiko gastritis, Stress

Kepustakaan : 21 (1993-2012)

PENDAHULUAN

Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan
mukosa (jaringan lunak) lambung. Gastritis atau yang lebih dikenal dengan maag
berasal dari bahasa yunani yaitu gastro yang berarti perut atau lambung dan itis yang
berarti inflamasi atau peradangan. Gastritis bukan berarti penyakit tunggal, tetapi
terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada
lambung (Refelina Widja, 2009). Gastritis akut cenderung menyebabkan mual dan
membakar rasa sakit atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Gastritis kronis
berkembang secara bertahap dan lebih besar kemungkinannya untuk menimbulkan rasa
sakit tumpul dan perasaan penuh atau kehilangan nafsu makan setelah beberapa
gigitan makanan.
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap 8 negara
dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis di
dunia, dimulai dari Negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika
dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase 43%,
lalu beberapa Negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada
35%, Perancis 29,5%, dan Indonesia 40,8%. Dari penelitian dan pengamatan yang
dilakukan oleh depertemen kesahatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di
Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota
lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh
pola makan yang kurang sehat (Bayu Media, 2009).
Gastritis umumnya terjadi akibat asam lambung yang tinggi atau terlalu banyak
makan makanan yang bersifat merangsang diantaranya makanan yang pedas dan
asam. Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan
tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah,
daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega.
Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung
membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat
meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung
tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam

duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat
mengiritasi (Iskandar, 2009).
Stress yang berkepanjangan juga merupakan salah satu faktor pemicu gastritis,
karena mengakibatkan peningkatan produksi asam lambung. Hal ini menyebabkan
kejadian gastritis dihubungkan dengan keadaan psikologis seseorang. Produksi asam
lambung akan meningkat pada keadaan stress, seperti beban kerja yang berlebihan,
cemas, takut, atau diburu-buru. Kadar asam lambung yang meningkat akan
menimbulkan ketidaknyamanan pada lambung (Hardjana, 1994).
Berdasarkan data yang di peroleh dari dinas kesehatan kota Tasikmalaya,
angka kejadian gastritis pada tahun 2011 tercatat sebanyak 15,453 kasus (3,36%),
namun kejadian gastritis yang sebenarnya di masyarakat mungkin lebih tinggi karena
tidak semua memeriksakan diri kepada tenaga medis. Sedangkan jumlah kejadian
gastritis terbanyak adalah di Puskesmas Cilembang. Data kunjungan penderita yang
diperoleh dari Puskesmas Cilembang adalah sebanyak 3414 kasus (13,76%), dan yang
paling banyak adalah wanita usia 20-44 tahun, sebanyak 495 kasus (14,50%).

TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui hubungan frekuensi konsumsi makanan berisiko gastritis dan stress dengan
kejadian gastritis pada wanita usia 20-44 tahun yang berobat ke Puskesmas Cilembang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study yang dilaksanakan
pada bulan Juni sampai November tahun 2012 di Puskesmas Cilembang Kota
Tasikmalaya. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang berobat di Puskesmas
Cilembang dengan jumlah sampel sebanyak 61 orang. Pengambilan sampel secara non
probability sampling. Kriteria inklusi adalah pasien yang berobat di Puskesmas
Cilembang

Kota

Tasikmalaya,

berjenis

kelamin

perempuan,

tidak

sedang

mengkonsumsi AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) dan tidak merokok, berusia 20-44
tahun, serta bersedia untuk diwawancarai. Sedangkan criteria eksklusi adalah subjek
menolak untuk di wawancara. Data penelitian terdiri dari data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner sedangkan data
sekunder berupa pencatatan dan pelaporan kejadian gastritis dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan penelitian yaitu dari dinas kesehatan kota dan puskesmas
cilembang. Analisis dilakukan secara bertahap yaitu analisis univariat dan bivariat.
3

Analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang diteliti. Analisis bivariat
untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen menggunakan uji
Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap responden, sebagian besar
responden mengalami gastritis sebesar (62,29%), responden dengan frekuensi
konsumsi makanan berisiko gastritis sebesar (52,46%) dan responden yang stress
sebesar (57,38%).

Tabel 1.1 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Berisiko Gastritis Dengan


Kejadian Gastritis Pada Wanita Usia 20-44 Tahun Di Puskesmas Cilembang Tahun
2012
Frekuensi Konsumsi Gastritis +
Gastritis
Total
P value OR
Makanan berisiko
F
%
F
%
n
%
Gastritis
Sering
24
75,0
8
25,0
32
100
0,031
3,214
(1,089Jarang
14
48,3
15
51,7
29
100
9,484)
Jumlah
38
100% 23
100% 61
100%
Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa jumlah responden dengan
frekuensi konsumsi makanan berisiko sering lebih banyak yang menderita gastritis
(75%) dibandingkan responden yang tidak menderita gastritis (25,0%). Dari hasil Uji Chi
Square diperoleh nilai Pvalue<0.05 (Pvalue = 0.031) yang menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi makanan berisiko gastritis dengan
kejadian gastritis. Sedangkan nilai OR= 3.214 (1.089-9.484) artinya penderita gastritis
dengan pola makan sering memiliki risiko 3,214 kali lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan responden yang jarang mengkonsumsi makanan berisiko gastritis.
Sedangkan jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi responden adalah kol, teh,
singkong, mangga muda, kue, mie, sawi, apel, cuka dan cabe.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maulidiyah (2006) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis
(p=0,000). Penelitian Zilmawati (2007) juga menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara kebiasaan makan dengan terjadinya gastritis (p=0,028). Penelitian Rahmi Kurnia
Gustin (2011) juga menunjukan adanya hubungan antara pola makan dengan kejadian
gastritis (p=0,000). Dari hasil penelitian, banyaknya responden dengan pola makan
4

makanan berisiko gastritis cukup tinggi sebesar 52,46%, hal ini disebabkan oleh
banyaknya bahan makanan yang tersedia serta mudah untuk mendapatkannya, dan
harga bahan makanannya pun terjangkau oleh responden, tanpa mengetahui nilai gizi
yang terkandung dalam makanan tersebut, yang justru merupakan makanan pemicu
gastritis.
Tabel 1.2 Hubungan Stress Dengan Kejadian Gastritis Pada Wanita Usia 20-44
Tahun Di Puskesmas Cilembang Tahun 2012
Stress

Stress
Tidak stress
Jumlah

Gastritis +
F
%
26
74,3
12
46,2
38
100%

Gastritis
F
%
9
25,7
14
53,8
23
100%

n
35
26
61

Total
%
100
100
100%

P value

OR

0,025

3.370
(1.143-9.937)

Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang stress lebih
banyak yang menderita gastritis (74,3%) dibandingkan responden yang tidak gastritis
(25,7%). Dari hasil Uji Chi Square diperoleh nilai Pvalue<0.05 (Pvalue = 0.025) yang
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara stress dengan kejadian gastritis
yang menjalani pengobatan di Puskesmas Cilembang tahun 2012. Sedangkan nilai OR=
3.370 (1.143-9.937) artinya penderita gastritis yang stress memiliki risiko 3,370 kali lebih
tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak stress.
Stress yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor pemicu karena
mengakibatkan peningkatan produksi asam lambung. Hal ini menyebabkan kejadian
gastritis dihubungkan dengan keadaan psikologis seseorang. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, keadaan stress ini disebabkan tingginya tanggung jawab dan tuntutan
dalam diri responden. Responden yang kebanyakan ibu rumah tangga ini, mengalami
stress bisa karena hubungan sosial dengan masyarakat lain, masalah rumah tangga,
maupun masalah ekonomi. Contohnya responden dengan ekonomi rendah serta
banyaknya keturunan, tekanan yang didapat semakin banyak, karena harus mengurus
rumah tangga, harus mengurus anak, memikirkan untuk makan, sekolah serta
kebutuhan yang lain, tetapi penghasilan yang didapat rendah. Semakin kompleks
masalah yang dihadapi, semakin banyak pula kemungkinan seseorang terkena stress.
Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Maulidiyah (2006) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara stress dengan kejadian gastritis (p=0,000).
Penelitian Rahmi Kurnia Gustin (2011) juga menunjukan adanya hubungan antara
stress dengan kejadian gastritis (p=0,000).

PENUTUP
Ada hubungan antara pola makan makanan berisiko gastritis dengan kejadian
gastritis pada wanita usia 20-44 tahun di Puskesmas Cilembang tahun 2012, ditunjukan
dengan Pvalue = 0.031 dan OR= 3,214. Ada hubungan antara stress dengan kejadian
gastritis pada wanita usia 20-44 tahun di Puskesmas Cilembang tahun 2012, ditunjukan
dengan Pvalue = 0.025 dan OR= 3,370.
Promosi kesehatan yang intensif tentang faktor frekuensi konsumsi makanan
berisiko gastritis dan stress dengan gastritis perlu diberikan oleh petugas kesehatan
secara berkesinambungan, dan diharapkan mengurangi konsumsi makanan yang dapat
memicu kejadian gastritis seperti kol, teh, singkong, mangga muda, kue, mie, sawi, apel,
cuka dan cabe.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Endang & Puspadewi V.A. 2012. Penyakit maag dan gangguan pencernaan.
Yogyakarta: Kanisius
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Wilkinson, Greg. 2012. Stress. Jakarta: Dian rakyat
Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius; 2001
Maulidiyah U. Hubungan Antara Stres dan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya
Kekambuhan Penyakit Gastritis [On Line]. Dari http://adln.lib.unair.ac.id/ [05 juni 2012].
Mumpuni yekti & Wulandari ari. 2010. Cara jitu menghadapi stress. Yogyakarta: CV Andi
offset
Yunita R. Hubungan Antara Karakteristik Responden, Kebiasaan Makan dan Minum
Serta Pemakaian NSAID dengan Terjadinya Gastritis pada Mahasiswa Kedokteran
Tahun 2010 [On Line]. Dari : http://adln.lib.unair.ac.id/ [01 september 2012].
GASTRITIS/Nyeri Di Ulu Hati Disertai Mual & Kembung. Jurnal Kesehatan.htm

(22juni

2012)

Anda mungkin juga menyukai