antara
600-1000
kg
per
hektarnya
dengan Fe, Zn, Mg, dan Ca menjadi bentuk yang tidak larut dan bersifat anti
nutrisi, sehingga asam fitat tersebut sulit diabsorpsi oleh tubuh (Reddy and
Salunkhe, 1981). Senyawa toksik yang terkandung dalam koro pedang dapat
dikurangi seminimal mungkin dengan cara perendaman, perebusan, pengukusan
dan fermentasi. Menurut Kasmidjo (1990), salah satu cara untuk menghilangkan
senyawa toksik dalam koro pedang yaitu dilakukan perendaman lebih lama
dengan beberapa kali pergantian air rendaman. Selain itu, proses perebusan juga
dapat menghilangkan beberapa senyawa beracun dalam koro pedang (Stephens,
1994 dalam Ishartani, 2014).
Sebutan kimia yang tepat untuk asam fitat adalah myoinositol (1, 2, 3, 4,
5, 6) asam hexakisphosphoric. Garam dari asam fitat, yang ditunjuk sebagai
fitat, yang ditemukan dalam tanaman, hewan. Fitat di antara bibit tanaman dan
biji-bijian, terdiri dari 0,5 sampai 5 persen (b/b). Hal ini terutama hadir sebagai
garam dari mono- dan divalen kation K +, Mg2+ , dan Ca2+ dan terakumulasi
dalam biji selama periode pematangan. Dalam benih dorman, fitat merupakan
60 sampai 90 persen dari total fosfat. Fitat dianggap sebagai bentuk
penyimpanan utama dari fosfat dan inositol dalam bibit tanaman dan biji-bijian.
Selain itu, fitat telah disarankan sebagai penyimpan kation, kelompok fosforil
energi
tinggi,
dan
sebagai
alam
antioksidan
kuat.
Konsumsi
fitat,
atau kekacangan dan merupakan penyebab utama masalah defisiensi zat besi
pada bayi. Asam fitat merupakan senyawa anti nutrisi, yang dalam jumlah
banyak dapat menghambat penyerapan unsur mineral penting oleh tubuh,
sehingga unsur tersebut dibuang keluar tubuh melalui urine dan feses
(Dewi, 2008).
Proses perendaman dapat menurunkan kadar asam fitat, karena larutnya
asam fitat ke dalam air perendaman. Perlakuan perendaman juga dapat
meningkatkan enzim fitase. Enzim fitase dapat menghidrolisis asam fitat
menjadi inositol dan orthofosfat, sehingga kandungan asam fitat dalam bahan
menurun selama proses perendaman. adanya suhu tinggi pada proses perebusan
dapat menghambat enzim fitase sehingga menjadi inaktif. Aktivitas optimum
enzim tersebut pada suhu 50C - 52C, sedangkan proses perebusan mencapai
suhu 100oC. Selain itu, adanya reaksi antara Na fitat yang terdapat di dalam biji
dengan Ca atau Mg pektat yang tidak larut yang terdapat di dalam dinding sel,
khususnya di dalam kulit biji membentuk Na pektat yang mudah larut
(Ishartani dkk., 2014).
Asam fitat dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut asam organik
atauasam anorganik. Salah satu contoh larutan asam organik adalah larutan
asam asetat (asam cuka). Penggunaan asam cuka untuk mengekstrak asam fitat
dari dedak paditidak membahayakan ternak dan tidak menimbulkan polusi bagi
lingkungan,karena dalam rumen ternak ruminansia dihasilkan asam asetat.Fitat
dalam bentuk asam maupungaram merupakan bentuk utama simpananfosfor
yang terdapat pada lapisan luar (aleuron) butir-butiran serelia. Senyawa ini
sangat sukar dicerna, sehingga fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat
dimanfaatkan oleh tubuh. Jumlah asam fitat dalam biji tanaman juga berbedabeda. Jumlah asam fitat bervariasi tergantung pada varietas, kondisi iklim,
lokasi, irigasi, tipe tanah dan keadaan lingkungan selama tanaman itu tumbuh.
Kadar fitat pada tanaman tergantung kadar fosfor dalam tanah, pemupukan
tanaman dengan fosfat yang berlebih akan meningkatkan kadar asam fitat atau
garam fitat (Rahmawati, 2013).
Isolasi fitat secara industri dapat dilakukan dengan dua cara bergantung
pada medium ekstraksi yang digunakan. Paling umum dilakukan adalah
melarutkannya dengan menggunakan beberapa pelarut asam organik, seperti
asamformat, asetat, laktat, okasalat, sitrat, trikloroasetat atau dilarutkan dengan
asamanorganik, seperti asam hidroklorik, dan asam nitrat. Asam nitrat tergolong
sebagai asam kuat, sehingga kekuatan asam nitrat dalam melarutkan asam fitat
lebih baik dibandingkan dengan asam asetat. Hal ini terkait dengan suasana
asam yang meningkatkan kelarutan asam fitat, dimana penggunaan asam nitrat
menghasilkan pH filtrat jauh lebih rendah dibandingkan filtrat hasil ekstraksi
dengan asam asetat.Meskipun asam nitrat menghasilkan asam fitat yang lebih
banyak, larutan tersebut bersifat toksik dan dapat mencemari lingkungan dan
dikhawatirkan akan merusak ekologi rumen. Asam fitat yang terekstrak dapat
menghasilkan berbagai metabolit yang dibutuhkan tubuh. Asam fitat atau
metabolitnya berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat
pembentukan terjadinya radikal bebas dan penyakit kanker. Lebih lanjut asam
fitat dapat bermanfaat dalam menghambat produksi amonia melalui pengikatan
dengan molekul Fe (Hernawan dkk., 2013).
Penampakan bentuk organik dari fosforus, diketahui sebagai asam fitat,
pada tumbuhan bijian-bijian telah lama diteliti. Fitat didefinisikan sebagai myoinositol hexaphosphate dan secara umum ditemukan pada material biologikal
sebagai ferric iron precipitable phosphorus. Pada kondisi asam, inositol fosfat
yang bukan inorganik fosfat akan terpresipitasi. Penentuan fitat yang biasa
dilakukan pada penelitian pangan masih merupakan campuran dari onositol
polifosfat bukan fitat secara khusus. Inositol hexafosfat membentuk kompleks
dengan banyak elemen mineral, pada beberapa kasus, memisahkannya hingga
tidak terlarut sangat tidak memungkinkan (Boland et al, 1975).
C. Metodologi
1. Alat
a. Mortar
b. Timbangan analitik atau neraca analitik
c. Gelas ukur
d. Pengaduk/ stirrer
e. Kertas saring
f. Alumunium foil
g. Corong
h. Labu takar 50 ml
i. Erlemeyer
j. Tabung reaksi
k. Penjepit kayu
l. Panci
m. Kompor
n. Hotplate
o. Pipet ukur
p. Propipet
q. Sentrifuse
r. Spektrofotometer
2. Bahan
a. Koro pedang merah mentah
b. Koro pedang merah rebus
c. Koro pedang merah kukus
d. Tempe koro pedang merah fermentasi 36 jam
e. Koro pedang merah rendam dan rebus
f. Koro pedang merah rendam dan kukus
g. Tempe koro pedang merah fermentasi 48 jam
h. Larutan HNO3
i. Larutan FeCl3
j. Larutan amil alkohol
k. Larutan amonium tiosianat
3. Cara Kerja
Koro pedang merah mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus,
tempe koro pedang merah, koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang
merah rendam dan kukus, koro pedang merah fermentasi 48 jam
1,2
2
3,4
5,6
merah
Koro pedang merah
rendam dan rebus
Koro pedang merah
rendam dan kukus
Koro pedang merah
fermentasi 48 jam
0,975
0,0024
1,073
-0,0036
0,997
0,0010
(Bhatty , 1990
turut adalah 0,975; 1,073; dan 0,997. Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 2
untuk sampel koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang merah rendam
dan kukus, dan koro pedang merah fermentasi 48 jam berturut-turut adalah
0,0024; -0,0036; dan 0,0010.
Terlihat dari data yang tertera pada tabel 2.1 bahwa nilai absorbansi
dan kadar asam fitat berbanding terbalik. Hal ini sesuai dengan teoti menurut
Fenwick (2014), yaitu semakin banyak jumlah fitat pada bahan, absorbansinya
akan semakin rendah. Didapati ketidaksesuaian dengan teori pada perlakuan
koro pedang merah kukus di shift 1 dan perlakuan koro pedang merah rendam
dan kukus shift 2 karena didapati kadar asam fitat minus. Hal ini mungkin
dikarenakan suhu perebusan yang kurang optimal, pengaruh variasi ukuran
koro, varietas koro, serta kesalahan praktikan ketika mengukur maupun ketika
melakukan percobaan.
Perendaman mampu menurunkan kadar asam fitat pada biji mentah
koro pedang merah, selama perendaman terjadi difusi yang menyebabkan kadar
asam fitat pada koro menurun, karena terlarutnya asam fitat pada air rendaman.
Selama perendaman terjadi penurunan pH yang disebabkan oleh fermentsi dan
pengasaman oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga menyebabkan
meningkatnya enzim fitase yang merupakan salah satu enzim yang dapat
menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofosfat sehingga mampu
mengurangi kandungan asam fitat. Penurunan kadar asam fitat selama
perendaman diduga juga disebabkan adanya bakteri kontaminan yang berasal
dari kacang-kacangan, air rendaman, maupun dari lingkungan sekitarnya dan
berkembang selama perendaman.Dilaporkan bahwa bakteri jenis Bacillus sp.
mempunyai aktivitas enzim fitase (Pramita, 2008).
Cara yang cukup efektif mengurangi fitat selain perendaman dan
perebusan adalah dengan cara perkecambahan dan fermentasi. Perkecambahan
menyebabkan peningkatan enzim fitase sehingga mengurangi kandungan fitat.
Menurut Sutardi dkk. (1993), asam fitat yang merupakan chelating agent
senyawa protein dapat diturunkan kadarnya dengan pembuatan tempe. Pada
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Acara II Kadar Asam Fitat
Koro Pedang Merah adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh perendaman adalah menurunkan kadar asam fitat pada biji mentah
koro pedang merah, selama perendaman terjadi difusi yang menyebabkan
kadar asam fitat pada koro menurun, karena terlarutnya asam fitat pada air
rendaman.
2. Ketika perebusan, molekul air akan terhidrasi ke dalam biji koro sehingga
asam fitat akan lebih mudah larut ke dalam air. Semakin lama waktu
perebusan, maka semakin banyak asam fitat yang terlarut.
3. Pada proses fermentasi, kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae
mampu menembus biji koro sehingga semakin banyak asam fitat diuraikan
oleh enzim fitase yang dihasilkan kapang dan semakin banyak pula protein
yang diuraikan kapang menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam
amino bebas.
4. Pada praktikum shift 1, didapati kadar asam fitat terendah pada sampel koro
pedang merah dengan perlakuan kukus dan kadar asam fitat terendah pada
sampel koro pedang merah dengan perlakuan tempe koro pedang merah.
Pada penelitian shift 2, didapati kadar asam fitat terendah pada sampel koro
pedang merah dengan perlakuan rendam dan kukus, sedangkan kadar asam
fitat tertinggi pada sampel koro pedang merah dengan perlakuan rendam dan
rebus.
5. Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 1 untuk sampel koro pedang merah
mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus, tempe koro
pedang merah berturut-turut adalah 0,0047; 0,0240; -0,0143; dan 0,0307.
Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 2 untuk sampel koro pedang merah
rendam dan rebus, koro pedang merah rendam dan kukus, dan koro pedang
merah fermentasi 48 jam berturut-turut adalah 0,0024; -0,0036; dan 0,0010.
DAFTAR PUSTAKA
De Boland, Ana R., George B. Garner dan Boyd L. O Dell. 1975. Identification and
Properties of Phytate in Cereal Grains and Oilseed Products. J. Agric. Food
Chem. Vol. 23.No. 6.Hal. 1.
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Protein, Lemak,
Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis.
Sekolah Pascasarjana USU, Medan.
Dewi, Azri Kusuma. 2008. Pemuliaan Mutasi untuk Menurunkan Kandungan Asam
Fitat (Low Phytic Acid) Pada Padi (Oryza sativa, L.). Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop dan Radiasi Vol. 4 No. 2.
Diniyah, Nurud, Wiwik Siti Windrati, dan Maryanto. 2013. Pengembangan Teknologi
Pangan Berbasis Koro-koroan sebagi Bahan Pangan Alternatif Pensubstitusi
Kedelai. Jurnal Teknologi Pertanian. ISBN:978-602-9372-61-8.
Fenwick, Roger G. 1994. Phytate Content of Indian Food and Intakes by Vegetarian
Indians of Hisar Region, Haryana State. J. Agric. Food Chem. Vol. 42.Hal.
2440-2444.
Gilang, Retna, Dian R, dan Dwi I. 2013. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Koro
Pedang (Canavalia ensiformis) dengan Variasi Perlakuan Pendahuluan.
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 3.
Greiner R, Konietzny U, Jany K-D. 2006. Phytate an Undesirable Constituent of
Plant-Based Foods?. Journal fr Ernhrungsmedizin 2006; 8 (3), 18-28.
Handajani, Sri. 1993. Pengaruh Larutan Perendam dan Perebus terhadap
Kekerasan, Kualitas Tanak, dan Kandungan Mineral Biji Kacang-kacangan.
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hernawan, Iman, Toto Toharmat, Wasmen Manalu, dan Putut Irwan Pudjiono. 2013.
Efektifitas Asam Asetat Dalam Ekstraksi Asam Fitat Pollard. Jurnal LIPI.
Ishartani, Dwi, dkk. 2014. Pengaruh Variasi Perlakuan Pendahuluan terhadap
Karakteristik Gizi, Senyawa Anti gizi, dan Aktivitas Antioksidan pada Koro
Pedang Merah (Canavalia gladiata l.) Berkulit. Jurnal Teknosains Pangan
Vol 3 No. 3 Juli 2014.
Johnsson, Charlotte Eklund, Ann-Sofie Sandberg, Lena Hulthen and Marie Larsson
Alminger. 2008. Tempe Fermentation of Whole Grain Barley Increased Human
Iron Absorption and In Vitro Iron Availability. The Open Nutrition Journal Vol.
2.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu.
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
LAMPIRAN
A. Perhitungan
Persamaan
:y
x
= 3,252 x + 1,014
=
1,014
3,252
=
Kadar Asam Fitat
x
jumlah sampel
miligram
5 gram
=
B. Gambar
Gambar 2.7Hasil
penyaringan
ekstrak koro pedang
merah mentah dengan
kertas saring
Gambar 2.9Hasil
pemanasan
ekstrak koro pedang
merah mentah
Gambar 2.8Pemanasan
penyaringan
koro pedang
mentah
hasil
ekstrak
merah
Gambar 2.10
Hasil penambahan
larutan HNO3 dan FeCl3
pada ekstrak koro pedang
merah mentah