Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS

GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan
Profesi Dokter Bagian Ilmu Psikiatri di Puskesmas Kasihan II Yogyakarta

Diajukan Kepada :
Dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc, SpKJ
Disusun Oleh :
Aryanti Ambarsari
20090310019
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

1. Rangkuman Kasus
Seorang pasien perempuan berinisial Ny. N berusia 35 tahun datang ke
Puskesmas Kasihan II bersama anak perempuannya dengan keluhan leher sakit dan
perut terasa tidak nyaman sejak 2 hari sebelum periksa ke RS. Pasien mengaku jika
lehernya terasa kaku-kaku dan tegang, serta merasa jika asam lambungnya meningkat
yang mengakibatkan perutnya tidak nyaman. Keluhan ini dirasakan sudah sejak lama,
hilang timbul, dan biasanya muncul pada kondisi-kondisi tertentu.
Pasien mengatakan bahwa dirinya pernah didagnosis menderita gastritis oleh
dokter. Sejak saat itu, pasien mulai mengatur pola makannya. Pasien selalu makan
tiga kali sehari sesuai waktunya. Pasien menghindari makanan-makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung seperti makanan pedas dan asam. Pasien mengaku
bahwa keluhan muncul terutama jika pasien khawatir akan nasib anak pertamanya.
Pasien memiliki tiga orang anak yang tinggal bersamanya dan suami pasien.
Anak pertama adalah laki-laki berusia 16 tahun, anak kedua adalah perempuan
berusia 14 tahun, dan anak ketiga adalah perempuan berusia 7 tahun. Pasien merasa
sedih dan khawatir jika teringat anak pertamanya. Anak pertama pasien yang
seharusnya duduk di bangku SMA saat ini tidak bersekolah karena keinginannya
sendiri. Pasien mengaku jika anak pertamanya tersebut mulai memperlihatkan
perilaku sering membolos sejak duduk di kelas 2 SMP dan akhirnya berhenti sekolah.
Menurut pasien, hal tersebut merupakan akibat dari pengaruh teman-temannya.
Padahal, pasien berharap jika anak pertamanya yang juga merupakan anak laki-laki
satu-satunya dapat menjadi contoh bagi kedua adiknya. Pasien merasa sedih jika
teringat akan hal tersebut. Beberapa hari terakhir, pasien sering mencemaskan masa
depan anak pertamanya karena hanya berijazah SD. Pasien menyarankan supaya anak
pertamanya berjualan supaya nantinya dapat memenuhi kebutuhan hidup, namun
anak pertamanya menolak hal tersebut. Hal ini membuat pasien semakin khawatir.
Kekhawatiran dapat muncul setiap saat, disertai keluhan utama; nyeri dada; dan sesak
nafas. Jika hal ini terjadi, pasien berusaha untuk memejamkan mata dan istigfar. Pada
saat itu, keluhan-keluhan fisik yang dirasakan pasien pulih sedikit demi sedikit.

Pasien sadar dan mengerti betul bahwa keluhan fisiknya ini disebabkan oleh
kekhawatirannya. Oleh sebab itu, pasien berusaha mengikhlaskan dan pasrah
terhadap anak pertamanya ini.
Pasien merasa kekhawatiran ini belum mengganggu aktivitas sehari-harinya.
Pasien menyangkal adanya sulit tidur, mudah lelah, dan nafsu makan berkurang.
Pasien tidak merasa bersalah maupun menyesal akan keadaan anak pertamanya saat
ini. Pasien hanya dapat berharap jika anak pertamanya tersebut dapat diberi hidayah
oleh Allah swt. Pasien juga menyangkal adanya pikiran berulang-ulang, pikirannya
dikendalikan orang lain, pikirannya dapat diketahui orang lain, merasa dikendalikan
kekuatan dari luar dirinya. Pasien tidak pernah mendengarkan suara-suara tanpa
wujud, bayangan-bayangan yang tidak dapat dilihat orang lain selain dirinya, maupun
bau-bau tertentu.
Pemeriksaan fisik dilakukan dan didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
jernih, TD : 120/80 mmHg, N : 80 x / menit , RR : 22 x / menit , t : 36,8 C. Pasien
mengatakan pernah mengalami keluhan serupa sejak 2 tahun lalu. Keluhan hilang
timbul dan belum pernah diperiksakan ke psikiatri. Disangkal adanya penyakit
jantung, hipertensi, diabetes mellitus pada riwayat dahulu maupun pada keluarga.
Disangkal adanya penggunaan obat-obatan jangka panjang, alkohol, rokok dan napza.
Dari pemeriksaan psikiatri orientasi pasien OTWS baik; sikap kooperatif; tingkah
laku normoaktif; mood distimik; afek normoafek; bentuk pikir realistic; isi pikir tidak
ditemukan waham; progresi pikir kualitatif: koheren, kuantitatif: cukup bicara;
halusinasi tidak ada; ilusi tidak ada; hubungan jiwa mudah; perhatian mudah ditarik
mudah dicantum; dan true insight (pasien sadar dirinya sakit dan perlu pengobatan).
Didapatkan sindrom ansietas yaitu kekhawatiran akan masa depan anak pertamanya;
ketegangan motorik berupa leher kaku-kaku; dan overaktivitas otonomik berupa
keluhan lambung, nyeri dada, dan sesak nafas.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan psikiatri maka dokter
membuat diagnosis kerja Axis I : Gangguan Kecemasan Menyeluruh, Axis II : Tidak
ada diagnosis, Axis III : Tidak ada diagnosis, Axis IV : Tidak terdapat masalah, Axis
V :

80-71 (gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
2

pekerjaan, sekolah, dll). Dokter menyarankan pasien untuk mempertahankan cara


yang pasien miliki (memejamkan mata dan istigfar) dan latihan relaksasi setiap kali
kekhawatiran tersebut muncul.
2. Perasaan terhadap pengalaman
Adalah hal yang menarik untuk mengetahui bahwa keluhan fisik tidak hanya
disebabkan murni dari gangguan fisik tetapi juga merupakan manifestasi gangguan
jiwa seperti ansietas. Hal yang menarik pula untuk mengetahui bahwa tidak semua
gangguan cemas harus diberikan terapi farmakologis. Pada beberapa kasus ansietas
yang ringan, latihan relaksasi dan penggalian potensi pasien dalam usaha
menghilangkan kecemasan jauh lebih bermanfaat dibanding terapi farmakologis.
3. Evaluasi
Masalah yang terjadi pada pasien tidak hanya bersumber dari pasien sendiri,
melainkan juga dari keluarga (kenakalan remaja anak pertama pasien). Pendekatan
yang dapat dilakukan untuk pasien ini adalah memberikan edukasi untuk mengenali
gejala saat ini yang dirasa berlebihan dan memeriksakannya supaya gangguan
kecemasan yang lebih berat maupun gangguan jiwa bentuk lain yang dapat
berkomorbiditas dapat dihindarkan, mencegah munculnya kekhawatiran dengan
latihan relaksasi dan olahraga. Pendekatan untuk keluarga terkait masalah kenakalan
remaja mungkin dapat dilakukan konseling dan psikoterapi terhadap anak pertama
pasien.

4. Analisis
Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan yang ditandai
dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan
terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi

ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.


Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejalagejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan
sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial dan pekerjaan (Sadock,1997).
Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnosis untuk gangguan
cemas menyeluruh (F41.1) adalah:
a) penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
free floating atau mengambang)
b) gejala-gejala tersebut biasanya

mencakup

unsur-unsur

sebagai berikut:
1. kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti
di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb)
2. ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); dan
3. overaktivitas
otonomik
berkeringat,

jantung

(kepala

terasa

berdebar-debar,

sesak

ringan,
napas,

keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)


c) pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan
untuk ditenangkan serta keluhan-keluhan somatik berulang
yang menonjol.
d) adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk
beberapa

hari),

khususnya

depresi,

tidak

membatalkan

diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal


tersebut tidak

memenuhi kriteria

lengkap dari episode

depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau


gangguan obsesif-kompulsif.
4

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani ganggauan kecemasan


menyeluruh, diantaranya: psikoterapi dengan fokus pada cognitive-behavioural
therapy, relaksasi progresif, meditasi, terapi farmakologis atau kombinasi diantara
terapi ini.
1) Psikoterapi
Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah
cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan
pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk
penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik.
Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam
group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa
sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk
mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group
support ini.
Cognitive-behavioural therapy terbukti lebih efektif dalam mengurangi
gejala cemas menyeluruh dibandingkan terapi psikodinamik. Terapi supportif
belum dapat memberikan bukti yang lebih efektif dalam perbaikan kondisi
pasien. Sementara itu, terapi kognitif menghasilkan perbaikan klinis yang lebih
besar dibandingkan dengan behavioural therapy.
2) Terapi farmakologis
Beberapa terapi farmakologis telah terbukti efektif untuk menangani
gangguan cemas menyeluruh. Hal ini terutama pada kasus-kasus yang
menggunakan antideppresan dan benzodiazepin sebagai medikasi utamanya.
Meskipun begitu, adanya efek samping dan manfaat jangka-pendek yang

didapat selama pengobatan menyebabkan obat-obatan tersebut hanya digunakan


sebagai

terapi

dasar

untuk

terapi

jangka-panjang,

sebagaimana

direkomendasikan pada beberapa clinical practice guideline.


3) Terapi relaksasi
Terapi relaksasi bertujuan untuk membuat pasien dalam keadaan
relaksasi. Teknik ini telah digunakan pada beberapa keadaan seperti hipertensi,
nyeri kepala kronik, fibromialgia, dll. Tiga jenis terapi relaksasi yang paling
banyak digunakan diantaranya adalah terapi relaksasi otot, training autogenic,
dan pengaturan pernafasan.
Terapi relaksasi otot bertujuan untuk meredakan stress dan gejala
fisiologis yang menyertai dengan meredakan ketegangan otot pada orang-orang
yang mengalami gangguan cemas. Hal ini diharapkan juga dapat menghambat
pikiran-pikiran dan emosi negatif. Training autogenic adalah teknik relaksasi
yang berfokus pada sensasi fisik seperti pernafasan atau denyut nadi yang
diperantarai oleh sugesti. Tujuannya untuk memperoleh respon relaksasi
melalui fokus mental yang berulang dan mengadopsi tingkah laku pasif.
Pengaturan pernafasan mengharuskan pasien untuk mengatur pernafasan yang
lambat dan regular, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kerja sistem
kardiovaskular.
5. Daftar Pustaka
Bermeo Caja Et.al. 2013. Effectiveness of relaxation on anxiety and quality of life in
adult patient with generalized anxiety disorder: A sistematic review protocol.
Diunduh
dari
:
http://www.joannabriggslibrary.org/index.php/jbisrir/article/view/613/985 pada
tanggal 08 April 2015.

Maslim, R. 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III, Jakarta : PT Nuh Jaya, hal 74

Anda mungkin juga menyukai