Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

A. PENGALAMAN
Seorang wanita berusia 26 tahun mengeluh pilek berulang sejak 6 bulan
yang lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat. Hidung kiri terasa
tersumbat dan selalu mengeluarkan sekret berwarna hijau kental berbau.
Keluhan memberat bila udara dingin, terpapar debu dan saat pagi hari. Pada
posisi menunduk/membungkuk, hidung terasa semakin tersumbat dan disertai
nyeri pada wajah. Kadang-kadang keluhan juga disertai nyeri kepala (+),
nyeri telinga (-), gangguan penghidu (-). Pasien memiliki riwayat penyakit
gastritis dan riwayat alergi dingin dan debu. Riwayat alergi obat, hipertensi,
dan diabetes mellitus disangkal. Pemeriksaan fisik menunjukkan nyeri tekan
pada pangkal hidung kiri dan pipi kiri, nyeri ketok pada pipi kiri.
Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan adanya edema konka media
hidung sinistra, polip (-). Pemeriksaan gigi geligi menunjukkan tidak ada
infeksi gigi. Pemeriksaan foto rontgen posisi Waters menunjukkan adanya
perselubungan

menyeluruh

pada

sinus

maxillaris

sinistra.

Dokter

mendiagnosis pasien dengan sinusitis maxillaris sinistra kronik dan


merencanakan untuk dilakukannya bedah Cald-Well Luc.
B. MASALAH YANG DIKAJI
Apakah indikasi pembedahan pada sinusitis?
C. ANALISIS
Berdasarkan pengalaman diatas, diagnosis tersebut sudah tepat. Hal ini
berdasarkan anamnesis yang dilakukan yakni pasien mengeluh pilek lama,
hidung tersumbat, dan nyeri kepala. Berdasarkan pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung kiri dan pipi kiri, nyeri ketok
pada pipi kiri, dan adanya edema konka media hidung sinistra yang
ditemukan pada rinoskopi anterior. Pemeriksaan foto rontgen posisi Waters
menunjukkan adanya perselubungan menyeluruh pada sinus maxillaris
sinistra.

Definisi
Sinusitis adalah radang pada mukoperios sinus paranasal. Peradangan
ini meliputi sinus maksila (sinusitis maksila), sinus frontal (sinusitis frontal),
sinus ethmoid (sinusitis ethmoid), dan sinus sphenoid (sinusitis sphenoid).
Peradangan dapat mengenai beberapa mukoperios sinus paranasal saja
disebut multisinusitis, sedangkan peradangan yang mengenai semua
mukoperios sinus paranasal disebut pansinusitis.
Anatomi Sinus Maksila
Sinus paranasal merupakan rongga-rongga yang terdapat di dalam os
maxilla, os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidale. Sinus maksila
merupakan sinus paranasalis terbesar. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial

os

maksila

(fosa

kanina),

dinding

posteriornya

permukaan

infratemporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga


hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
prosesus alveolaris dan palatum.
Patogenesis Sinusitis
1. Faktor Rhinogen
Infeksi atau peradangan sinus umumnya terjadi sebagai kelanjutan
infeksi hidung. Setiap kondisi dalam hidung seperti rhinitis akut dan
infeksi, rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, polip nasi, deviasi septum nasi
dan hipertrofi konka dapat menghambat aliran keluar cairan hidung
cenderung menyebabkan infeksi dari sinus.
Sinus-sinus tersebut dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus
dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam
kompleks ostio-meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi
antimkrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organorgan yang membentuk KOM letaknya berdekatan sehingga infeksi pada
salah satu sinus dapat menyebabkan infeksi pada sinus yang lain. Bila
terjadi edema pada organ pembentuk KOM, mukosa yang berhadapan
akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak, Ostium dapat
2

tersumbat, dan lendir tidak dapat dialirkan. Akibatnya tekanan negatif di


dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadi transudasi dengan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, dinding-dinding sel dan
proliferasi sel-sel kelenjar submukosa. Bila sumbatan berlangsung terus,
akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh
bakteri anaerob. Keadaan ini disebut sinusitis akut dan memerlukan terapi
antibiotik. Selanjutnya jika terapi tidak berhasil, maka mukosa akan
semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik (irreversible) yaitu
terjadi perubahan jaringan menjad hipertrofi, polipoid, atau pembentukan
polip dan kista.
Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophylus influenza (20-40%),
sedangkan pada sinusitis kronik faktor predisposisinya lebih berperan dan
lebih condong pada bakteri gram negatif dan anaerob.
2. Faktor Odontogen
Merupakan penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila
adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga
sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang gigi tipis dengan akar gigi,
bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Nathaniel Highmore yang
menggunakan tentang tulang tipis yang membungkus antrum maksila dan
memisahkannya dari soket gigi karena antrum maksila sering disebut
sebagai antrum Highmore. Penyebab tersering adalah premolar 2 dan
molar 3 (P2-M3). Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi
atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke
sinus, melalui pembuluh darah dan limfe.

Gejala klinis
1. Sinusitis akut
Gejala subyektif pada sinusitis akut ditandai dengan adanya tandatanda radang akut seperti demam, rasa lesu dan nyeri kepala yang

memberat karena penimbunan sekret dalam rongga sinus akibat posisi


tegak dalam waktu yang lama. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi
terasa nyeri pada gerakan mendadak. Nyeri pipi menandakan sinusitis
maksila, nyeri diantara atau di belakang kedua bola mata menandakan
sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis
frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di daerah vertex, oksipital,
belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadangkadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Sekret mukopurulen dapat keluar
dari hidung dan terkadang berbau busuk. Hidung tersumbat dan dapat
dirasakan ingus kental mengalir ke nasofaring (post nasal drip).
Gejala obyektif pada sinusitis akut dapat terjadi pembengkakan dan
edema kulit ringan pada daerah sinus yang berbatasan dengan sinus yaitu
sinus maksila, frontal dan ethmoid anterior. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka hiperemis, edema, dan mukopus pada meatus
medius.
2. Sinusitis subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya saja tandatanda radang akutnya sudah reda dan perubahan histologi mukosa sinus
masih reversibel.
3. Sinusitis kronis
Pada sinusitis kronis tidak terdapat tanda-tanda radang akut dan
perubahan histologi, mukosanya sudah irreversibel. Gejala subyektif
terdiri dari gejala klinis sinusitis kronis yang sangat bervariasi dari ringan
sampai berat, terdiri dari gejala hidung ( hidung tersumbat, rinore, post
nasal drip, gangguan penghidu ), nyeri kepala, gejala faring, gejala telinga,
keluhan mata.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Inspeksi yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka,
pipi sampai kelopak mata bawah, kelopak mata atas. Palpasi terdapat nyri
tekan pada pipi dan nyeri ketuk gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
4

Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada
bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior
tanda khasnya adalah adanya pus di meatus medius pada sinusitis maksila,
ethmoid anterior dan frontal.Sedangkan adanya pus di meatus superior pada
sinusitis ethmoid posterior dan sphenoid. Transiluminasi mempunyai manfaat
yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan
frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada
pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin
berarti anthrum terisi pus atau mukosa anthrum menebal.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi rutin untuk memeriksa sinus paranasal ialah
posisi waters (oksipitomental), terutama untuk melihat adanya kelainan di
sinus maksila, frontal, dan ethmoid. Posisi postero-anterior untuk menilai
sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan
ethmoid.
Pemeriksaan radiologi khusus dapat dilakukan jika pemeriksaan
radiologi rutin meragukan. Pemeriksaan ini terdiri atas radiologi dengan
bahan kontras, USG, Computed Tomography Scanning (CT-Scan).
Sinoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam sinus maksila dengan
menggunakan endoskopi. Endoskopi dimasukkan melalui lubang yang dibuat
di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan alat ini dapat dilihat keadaan
dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau
kista, keadaan mukosa apakah reversibel atau irreversibel dan keadaan
ostium.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada sinusitis adalah mempercepat penyembuhan,
mencegah komplikasi, dan mencegah kondisi penyakit menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan
ventilasi sinus-sinus pulih kembali.
1. Sinusitis akut

Pada sinusitis akut dapat diberikan obat-obatan antibiotik spektrum luas,


analgetik atau antipiretik, dekongestan, dan mukolitik.
2. Sinusitis subakut
Pada sinusitis subakut dapat diberikan terapi konservatif diatas dan
ditunjang dengan tindakan berupa :

Diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave)

Pungsi dan irigasi sinus maksila (anthrum maksila)


Diperlukan tindakan untuk mengeluarkan sekret dari rongga sinus
maksila yang dilakukan melalui ostium sinus maksila. Jalur irigasi
biasanya terletak dibawah konka inferior, setelah sebelumnya dilakukan
kokainisasi pada membran mukosa. Sedangkan jalur alternatif adalah
melalui pendekatan sublabial dimana jarum ditusukkan melalui celah
bukalis gusi menembus fosa insisiva. Irigasi secara berulang setiap
minggu ini bertujuan untuk mengembalikan aktivitas normal mukosa.
Jika mukosa tidak pulih, maka pus akan terbentuk lagi sehingga perlu
pertimbangan pengobatan secara operatif.
Kontra indikasi pungsi ini adalah tidak boleh dilakukan pada saat infeksi
akut masih berlangsung oleh karena dapat mengakibatkan osteomielitis
dan trauma pada maksila.

3. Sinusitis kronik
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram
negatif dan anaerob. Selain itu, dekongestan oral atau topikal, analgetik,
mukolitik, dan diatermi juga dapat diberikan bila perlu.
Pada sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis
yang disertai kista atau kelainan ireversibel, maka dapat dilakukan
tindakan operasi. Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah
antrostomi intranasal, Cald-Well Luc, maupun Bedah Sinus Endoskopik
Fungsional (BSEF). The American Academy of Otolaryngology-Head and
Neck Surgery Clinical Practice Guideline 2011 membuat rekomendasi
untuk dilakukannya tindakan operatif pada sinusitis kronik, yaitu:

a. Rhinosinusitis kronik tanpa polip nasal (RKtPN) dengan gejala


menetap dan didukung oleh pemeriksaan endoskopik dan/atau CTScan yang tidak membaik dengan pengobatan medis maksimal.
b. Rhinosinusitis kronik dengan polip nasal (RKdPN) dengan gejala
menetap dan didukung oleh pemeriksaan endoskopik dan/atau CTScan yang tidak membaik dengan pengobatan medis maksimal.
c. Rhinosinusitis alergi jamur
d. Opasifikasi sinus paranasal unilateral, simptomatik atau asimptomatik,
konsisten dengan RKtPN, RKdPN, jamur, neoplasma jinak (e.g
inverted papilloma), etc.
e. Adanya komplikasi sinusitis, seperti perluasan infeksi/radang ke
struktur di sekitarnya (mata, basal tengkorak)
f. Poliposis sinonasal dengan obstruksi saluran pernafasan bagian nasal
atau asma terkontrol suboptimal.
g. Mukokel
h. Rekuren akut rhinosinusitis
Sementara itu, yang dimaksud dengan pengobatan medis maksimal
menurut The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery Clinical Practice Guideline 2011 adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Antibiotik oral selama 2-4 minggu untuk rhinosinusitis kronik


Antibiotik oral selama 1-3 minggu untuk rekuren rhinosinusitis akut
Steroid sistemik dan/atau steroid topikal
Irigasi salin
Dekongestan sistemik dan/atau sistemik
Penatalaksanaan rhinitis alergika yang adekuat.

Kesimpulan
Berdasarkan pengalaman diatas, diagnosis tersebut sesuai dengan
Sinusitis Maksillaris Sinistra Kronik. Hal ini berdasarkan anamnesis yang
dilakukan yakni pasien mengeluh pilek lama, hidung tersumbat, dan nyeri
kepala. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada
pangkal hidung kiri dan pipi kiri, nyeri ketok pada pipi kiri, dan adanya
edema konka media hidung sinistra yang ditemukan pada rinoskopi
anterior. Pemeriksaan foto rontgen posisi Waters menunjukkan adanya
perselubungan menyeluruh pada sinus maxillaris sinistra.

Manajemen yang dilakukan dengan melakukan tindakan operatif CaldWell Luc diindikasikan dengan adanya sinusitis kronik tanpa polip nasal
(RKtPN) dengan gejala menetap (pilek berulang dan hidung tersumbat
selama 6 bulan lamanya) yang seharusnya didukung oleh pemeriksaan
endoskopik dan/atau CT-Scan yang tidak membaik dengan pengobatan
medis maksimal. Pemeriksaan endoskopik dan/atau CT-Scan dalam
ketentuan ini digantikan oleh pemeriksaan foto rontgen posisi Waters.
Sementara, riwayat pengobatan medis sebelumnya terhadap sinusitis
tersebut tidak diketahui.
D. DOKUMENTASI
1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Merita

Umur

: 26 tahun

Alamat

: Jetis, Secang

Tanggal masuk

: 08 Desember 2014

2. ANAMNESIS
a. Keluhan utama :
Pilek berulang dan hidung tersumbat
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pilek berulang sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin
memberat. Hidung kiri terasa tersumbat dan selalu mengeluarkan
sekret berwarna hijau kental berbau. Keluhan memberat bila udara
dingin,

terpapar

debu

dan

saat

pagi

hari.

Pada

posisi

menunduk/membungkuk, hidung terasa semakin tersumbat dan disertai


nyeri pada wajah. Kadang-kadang keluhan juga disertai nyeri kepala
(+), nyeri telinga (-), gangguan penghidu (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi

:disangkal

Riwayat DM

:disangkal

Riwayat gastritis

: (+)

Riwayat alergi dingin

: (+)

Riwayat alergi debu

: (+)

Riwayat asma

: disangkal

Lain-lain

: keluhan serupa (+) kambuh-kambuhan.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi

:disangkal

Riwayat Alergi

: (+) ibu alergi dingin

Riwayat DM

:disangkal

Riwayat asma

:disangkal

Riwayat jantung

:disangkal

Lain-lain

:disangkal

.
3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran

Vital Signs

Hidung

: Compos Mentis
: RR: 20x/menit, HR: 108x/menit t: 36.20C

a. Discharge : (+) pada meatus media hidung kiri, warna hijau,


b.
c.
d.
e.

kental
Konkha : edema (+) meatus media dan inferior hidung kiri
Septum : deviasi (-)
Tumor : (-)
Sinus paranasal : nyeri tekan (+) pada pangkal hidung kiri
hingga pipi kiri, nyeri ketok (+) pipi kiri.

Oropharing
a.
b.
c.
d.
e.

Palatum : masa (-)


Uvula : di tengah
Tonsil palatina : T2-T3
Tonsil lingualis : tidak diperiksa
Dinding belakang : tidak diperiksa

4. DIAGNOSIS
Sinusitis Maksillaris Sinistra kronik

Tonsilitis kronik hipertrofi


5. MANAJEMEN & TERAPI

Cald-well Luc Surgery

Cefixime 100 mg 2 x 1 tab

Ranitidin 50 mg 2 x 1 tab

Dexamethason tab 3 x 1

10

Metaneuron tab 2 x 1DAFTAR PUSTAKA

1. Boies, Adam. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. EGC, Jakarta, 1997.
2. Arsyad, Efiati, et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher edisi ke enam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2007.
3. Clinical Indicators for Endoscopic Sinus Surgery. 2012. The American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Clinical Practice
Guideline.
4. Desrosiers, et al. 2011. Canadian Clinical Practice Guidelines for Acute and
Chronic Rhinosinusitis. The American Academy of Otolaryngology-Head
and Neck Surgery

11

Anda mungkin juga menyukai