Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS
ISLAM
INDONESIA

STATUS PASIEN UNTUK UJIAN

FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian

Untuk Dokter Muda


Dina Puspitasari
09711249
RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga
Juli Oktober 2015

Rumah sakit
Gelombang Periode

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Agama
Bangsal
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Nomor RM

II.

Tanda Tangan

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Sdr. DD
Laki-laki
16 tahun
Karangreja, Purbalingga
Islam
Lavender
Tidak bekerja
20 Juli 2015
617142

ANAMNESIS
Diberikan oleh : Pasien
Keluhan Utama

Tanggal : 23 Juli 2015

: Bengkak pada kedua kaki

Riwayat Penyakit Sekarang


:
4 hari sebelum masuk RS pasien mengeluhkan bengkak pada kedua
kakinya. Bengkak dirasakan tiba-tiba dan tidak nyeri. Pasien belum
memeriksakan keluhannya ini ke pelayanan kesehatan.
1 hari sebelum masuk RS bengkak di kedua kaki masih dirasakan disertai
bengkak pada wajah dan kedua tangan. Mual (-), muntah (-), nyeri perut
(+), buang air kecil dirasakan kurang lancar (sedikit), nyeri BAK (-),
belum BAB 2 hari, demam (-). Karena keluhan dirasa memberat, keesokan
harinya pasien datang ke rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal.
Riwayat sulit BAK atau BAK berdarah sebelumnya disangkal.
Riwayat hepatitis (sakit kuning) sebelumnya disangkal.
Riwayat hipertensi tidak diketahui.
Riwayat diabetes mellitus tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Keluarga
:

Ibu pasien meninggal karena hipertensi, ayah pasien juga sudah meninggal
namun tidak diketahui penyebabnya.
Riwayat diabetes mellitus pada keluarga tidak diketahui.
Lingkungan dan Kebiasaan
:
Pasien tinggal dengan tantenya karena kedua orangtuanya sudah
meninggal.
Pasien gemar minum minuman beralkohol sejak SMP dan gemar makan
mi instan.
Pasien merupakan perokok aktif.
Lingkungan bergaul pasien dengan orang-orang yang juga gemar minum
minuman alkohol dan merokok.

III.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL


Tekanan darah
Denyut nadi
Respirasi
Suhu

IV.

: 140/80 mmHg
: 80 kali/menit
: 16 kali/menit
: 36,8 C

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


A. Keadaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Tinggi badan
Berat badan
BMI
Kesan
Skema manusia

: cukup
: compos mentis
:
:
:
: gizi baik
:

(Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan
keterangan secukupnya)
B. Pemeriksaan Kepala
1. Mata
: Konjungtiva anemis
Sklera ikterik
Edema palpebral

: (-)
: (-)
: (+/+)
2

2. Hidung

3. Telinga

4. Mulut

: Discharge
: (-/-)
Epistaksis
: (-/-)
Deviasi
: (-)
Nyeri tekan hidung
: (-/-)
Nyeri tekan sinus paranasal : (-/-)
: Kelainan bentuk telinga
: (-/-)
Discharge
: (-/-)
Benjolan
: (-/-)
Pembesaran limfonodi
: (-/-)
Nyeri tekan
: (-/-)
: Bentuk bibir
: normal
Pucat
: (-)

C. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi : Benjolan/ massa
Pembesaran limfonodi
Vena jugularis
2. Palpasi
: Benjolan/ massa
Nyeri tekan
3. Pemeriksaan Trakea
Deviasi trakea
4. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid
Pembesaran kelenjar tiroid
Pemeriksaan sudut tangensial
Ikut bergerak saat menelan
Konsistensi
Nyeri tekan
Bruit
5. Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral

: (-)
: (-)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)
: (tidak dilakukan)

D. Pemeriksaan Thoraks
Jantung
Inspeksi : Sianosis sentral
: (-)
Pulsasi ictus cordis : tidak tampak
Palpasi
: Pulsasi ictus cordis : di SIC V linea midclavicularis
Perkusi

sinistra, tidak kuat angkat


: Batas jantung kanan di SIC IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri di SIC V linea midclavicularis sinistra
Batas jantung atas di SIC II linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung di SIC III linea parasternalis

sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
Interpretasi : jantung dalam batas normal

Paru
Inspeksi

: Deformitas dinding dada

: (-)
3

Barrel chest
: (-)
Deviasi tulang belakang
: (-)
Retraksi dinding dada
: (-)
Ketinggalan gerak
: (-)
Spatium intercostal
: dalam batas normal
Palpasi
: Vocal fremitus
: (+/+) simetris
Nyeri tekan
: (-/-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) , RBK (-/-) , Wheezing (-/-)
Interpretasi : paru dalam batas normal
E. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
: Pelebaran vena
Caput medusa
Umbilicus
Bentuk dinding abdomen
Simetrisitas
Benjolan
Peristaltic
Pulsasi aorta
Auskultasi
: Peristaltik
Perkusi
: Dominan timpani
Batas kanan atas hepar
dextra
Batas lobus hepar kiri
Palpasi

Ren

Xyphoideus
: Hepar
Lien
Massa abdomen
Nyeri tekan
Spasme otot
: Nyeri ketok ginjal

: (-)
: (-)
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: (+)
: (-)
: tak tampak
: tak tampak
: (+) normal
: (+)
: SIC V linea midclavicularis
: 2 cm di bawah processus
: tidak teraba
: tidak teraba
: (-)
: (+) di regio epigastrium
: (-)
: (-/-)

F. Pemeriksaan Ekstremitas
Lengan
: teraba hangat (+)
Tangan
: teraba hangat (+), edema (+/+)
Kaki
: teraba hangat (+), pulsasi arteri dorsum pedis (+/+)
edema (+/+)

V.

RESUME PEMERIKSAAN FISIK


Dari pemeriksaan fisik Sdr. DD, 16 tahun, didapatkan keadaan umum tampak
cukup, edema palpebral (+/+), nyeri tekan epigastrium (+), dan edema tangan
(+/+), dan edema kaki (+/+).

VI.

DAFTAR

MASALAH

PASIEN

(BERDASARKAN

DATA

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK)


A. Masalah Aktif : bengkak pada wajah, tangan dan kaki, nyeri perut, BAK
kurang lancar (sedikit), konstipasi.
B. Masalah Pasif : kebiasaan minum minuman alcohol, gemar makan mi
instan (makanan cepat saji), merokok.

VII.

DIAGNOSIS

VIII.

IX.

Sindrom Nefrotik

DIAGNOSIS BANDING

Glomerulonefritis Akut
Gagal Jantung Kongestif

RENCANA TINDAKAN
A. Tindakan Terapi (di IGD)
- Infus RL 10 tpm ~ Aminofluid 1 fl sehari
- Inj. Furosemide 2 x I amp iv
- Inj. Dexamethasone 3 x I amp iv
- Inj. Ranitidine 2 x I amp iv
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv (skintest)
- Tab. Captopril 12.5 mg 2 x tab
- Tab. Antasid 3 x I tab ac
- Tab. Curcuma 2 x I tab pc
B. Tindakan Terapi (di Bangsal)
- Hidrasi Infus RL 20 tpm
- Steroid Inj. Metilprednisolon 1 x 62.5 mg iv
- Antihipertensi Tab. Diovan 80 mg 1 x tab
- Antikolesterolemia Tab. Simvastatin 20 mg 0-0-1
- Diuretic Tab. Furosemid 1-0-0
- PPI Cap. OMZ 1-0-1
- Pelindung mukosa lambung Tab. Sucralfat 3 x I tab
- Pengganti albumin Tranfusi Albumin 2 kolf + inj. Furosemide II
amp iv
C. Rencana Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium Darah
- Urin Rutin

X.

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


-

Laboratorium Darah
Hemoglobin
Leukosit
Hematocrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Diff Count
Eosinophil
Basophil
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Kolesterol total
Trigliserida
Natrium
Kalium
Klorida
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin
Albumin

Darah Rutin
15.9
9.1
48
5.7
216
28
33
65
3
1
67
21
9

mg/dL
x 103 / L
%
x 106 / L
x 103 / L
pg
g/dL
fL
%
%
%
%
%

Kimia Klinik
467
92

mg/dL
mg/dL

Elektrolit
128.0
4.2
102.0

mmol/L
mmol/L
mmol/L

122.5
20.3
0.58
1.6

mg/dL
mg/dL
mg/dL
g/dL

Urin Rutin
Warna
Kekeruhan
Reaksi/ pH
Protein
Reduksi

Lengkap
Kuning tua
Agak keruh
6 (asam)
+++ (positif 3)
(negatif)
Sedimen

Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri

+ (8-10) / LPB
++ (10-15) / LPB
(negatif)
(negatif)
+ (positif 1) / LPB
(negatif)

SINDROM NEFROTIK
7

A. DEFINISI
Menurut Price and Wilson (2006), Sindroma Nefrotik merupakan
keadaan

klinis

dengan

adanya

proteinuria

massif

(>

3.5

g/hari),

hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia.


Menurut Sudoyo, dkk (2009), Sindrom Nefrotik (SN) merupakan
manifestasi klinis dari glomerulonephritis yang ditandai dengan edema
anasarka, proteinuria massif 3.5 g/hari, hipoalbuminemia < 3.5 g/dL,
hiperkolesterolemia, dan lipiduria.
B. ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonephritis (GN) primer
dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat
atau toksin, dan penyakit sistemik. Glomerulonephritis primer atau idiopatik
merupakan penyebab SN yang paling sering. Sedangkan glomerulonephritis
sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pascainfeksi
streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat
antiinflamasi nonsteroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit
sistemik misalnya pada lupus eritematosus sistemik dan diabetes mellitus
(Sudoyo dkk., 2009).
Menurut Price and Wilson (2006), penyakit glomerulonephritis primer
yang menyertai sindrom

nefrotik contohnya antara lain GN perubahan

minimal, GN membranosa, glomerosklerosis fokal, GN proliferative


mesangial, dan GN membranoproliferatif. Contoh penyakit sistemik yang
berhubungan dengan sindrom nefrotik adalah diabetes glomerulo-sklerosis,
SLE,

amyloidosis,

purpura

Henoch-Schonlein,

obat-obatan,

penyakit

kompleks imun lain yang disebabkan oleh infeksi kronis (misal hepatitis B,
endocarditis), neoplasma, dan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS).

C. PATOGENESIS
Perubahan patologis

yang

mendasari

sindrom

nefrotik

adalah

proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler


glomerulus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negative pada dinding
8

kapiler. Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh


hipoalbuminemia akibat proteinuria.
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal, membrane basal
glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran
molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada sindrom nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu. Selain itu, konfigurasi protein juga menentukan lolos tidaknya
protein melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan nonselektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Disebut proteinuria selektif
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil, misalnya albumin,
sedangkan disebut proteinuria nonselektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan
oleh keutuhan struktur MBG.
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hepar, dan kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia pada
sindrom nefrotik disebabkan oleh proteinuria massif dengan akibat penurunan
tekanan onkotik plasma. Penurunan tekanan onkotik plasma tersebut
menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari kompartemen intravascular ke
ruangan interstisial. Penurunan volume intravascular menyebabkan penurunan
perfusi ginjal sehingga mengaktivasi system renin-angiotensin-aldosteron
yang selanjutnya menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal.
Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hepar berusaha
meningkatkan sintesis albumin, namun tidak begitu membantu. Diet tinggi
protein dapat meningkatkan sintesis albumin hepar, tetapi dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin.
Edema pada sindrom nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill
dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan
factor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular
menuju interstisial dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik
plasma dan bergesernya cairan plasma, maka terjadi hipovolemia dan ginjal

akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.


Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi
juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema
semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal


utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua
mekanisme tersebut ditemukan bersama-sama pada pasien SN.

10

Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom


nefrotik. Kadar kolesterol umumnya meningkat, sedangkan trigliserida
bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol
disebabkan karena meningkatnya LDL, lipoprotein utama pengangkut
kolesterol. Kadar kolesterol yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL.
Mekanisme hiperlipidemia dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid,
lipoprotein hepar dan menurunnya katabolisme. Peningkatan kadar kolesterol
berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada pasien SN dengan kadar albumin
mendekati normal dan sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia, kadar
kolesterol dapat normal.
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida pada SN
akibat dua faktor. Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di
hepar termasuk lipoprotein. Kedua, katabolisme lemak terganggu sebagai
akibat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang
memecah lemak di plasma darah).

11

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik antara
lain:
Sembab, yang merupakan keluhan utama. Timbulnya terutama pada pagi
hari dan hilang pada siang hari. Setelah beberapa minggu atau bulan,
sembab akan menetap. Lokasi sembab biasanya mengenai kelopak mata,

tungkai, perut, thoraks, dan genitalia.


Pada SN berat, sembab akan mengenai seluruh tubuh (edema anasarka)
dan disertai sesak nafas, kaki terasa berat dan dingin, dan diare.
12

Pada SN berat dan berlangsung lama, disertai tanda-tanda malnutrisi


seperti perubahan rambut dan kulit, pembesaran kelenjar parotis, garis

Muercke pada kuku.


Keluhan mirip akut abdomen, yaitu nyeri perut hebat, mual, muntah,

dinding perut menegang nephrotic crisis


Produksi urin berkurang (BAK sedikit)

E. DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom nefrotik didasarkan pada:
Edema
Proteinuria massif (++ atau dengan kuantitatif > 40 mg/m 2/jam) atau 1

gram/L dalam 24 jam


Hipoalbuminemia ( 3.5 g/dL)
Hiperkolesterolemia (> 250 mg/dL)

F. TATALAKSANA
Tatalaksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan
imunosupresif dan/atau imunomodulator, dan pengobatan suportif/simtomatik.
Penatalaksanaan ini meliputi terapi spesifik yang ditujukan terhadap penyakit
dasar,

mengurangi

proteinuria,

memperbaiki

hipoalbuminemia,

serta

mencegah atau mengatasi komplikasi.


Terapi kortikosteroid. Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN
bermacam-macam,

di

antaranya

pada

orang

dewasa

adalah

prednison/prednisolon 11.5 mg/kg BB/hari selama 48 minggu diikuti 1


mg/kg BB selang 1 hari selama 412 minggu, tappering di 4 bulan berikutnya.
Hingga 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 2024 minggu,
namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid
dihentikan.
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi
lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria
minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum > 3 g/dL, kolesterol serum < 300
mg/dL, diuresis lancar, dan edema hilang. Dikatakan remisi parsial jika
proteinuria < 3.5 g/hari, albumin serum > 2.5 g/dL, kolesterol serum < 350
mg/dL, diuresis kurang lancar, dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis
dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah
pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.
13

Pengobatan

lain

adalah

menggunakan

terapi

nonsteroid,

yaitu

Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif


lain, dan ACE inhibitor. Obat-obat ini terutama digunakan untuk pasien yang
nonresponsif terhadap steroid.
Terapi suportif/simtomatik.
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik
dan glomerular serta proteinuria.
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat
diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena
pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut. Pada edema sedang
atau edema persisten, dapat diberikan Furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg
BB/hari. Pemberian Spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian
Furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg
BB/hari. Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan
kombinasi diuretik dengan infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti
dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg BB intravena. Albumin biasanya
diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler
dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload). Penderita yang mendapat
infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.
Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein
dan kalori yang adekuat. Pembatasan asupan protein 0.8 1.0 gram/kg
BB/hari dapat membantu mengurangi proteinuria.
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin
G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia
itu sendiri. Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.
Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan. Selulitis

14

umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis pada SN sering


disebabkan oleh kuman gram negatif. Peritonitis primer umumnya disebabkan
oleh kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu
diterapi dengan Penisilin parenteral dikombinasikan dengan Sefalosporin
generasi ketiga, seperti Cefotaxim atau Ceftriaxone selama 10-14 hari. Di
Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan
antibiotik profilaksis berupa Penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali
sehari sampai asites berkurang.
Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus,
atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada
SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel
blockers, atau beta adrenergic blocker.
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik
yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare,
dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral
dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma.
Hipovolemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak
15-20 ml/kg BB dengan cepat, atau albumin 1 g/kg BB.
Hiperlipidemia
Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat
asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.

15

Anda mungkin juga menyukai