Anda di halaman 1dari 43

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KAYANGAN


KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA

Yustinus Adityawan Herlambang 1*) - Winto Kurniawan 1) - Gemma Fatahillah 1) - M Arif


Fahrudin Alfana 1) - Hendra Nova H 1) - Arifin Jati Sukma 1).

INTISARI

Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kayangan, Kabupaten Kulon
Progo, D.I. Yogyakarta. Perkembangan suatu wilayah tentunya akan berbeda dengan wilayah
lainnya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sumberdaya alam baik meliputi aspek abiotik,
biotik, dan kultural. Perkembangan suatu wilayah yang tidak berwawasan spasial-lingkungan
tentunya akan mengakibatkan munculnya berbagai dampak bagi kehidupan manusia. Salah
satunya tercermin melalui penurunan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah survei lapangan dengan menggunakan
purposive sampling yang dikorelasikan dengan penelitian sebelumnya maupun dari data instansi
yang terkait. Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan suatu
inventarisasi potensi dan masalah yang terdapat di DAS Kayangan. Dimana, KLHS tersebut
merupakan salah satu media untuk proses perencaan, evaluasi, dan monitoring bagi instansi
daerah.
Hasil dari penelitian ini berupa matriks yang berisi masalah, rumusan strategi pengelolaan
yang meliputi program, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. Berdasarkan hasil penyusunan
matriks mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) DAS Kayangan, diharapkan
menjadi bagian dalam perumusan perencanaan, pengelolaan, perlindungan, dan monitoring bagi
penataan ruang di Kabupaten Kulon Progo.

Kata Kunci : Daerah Aliran Sungai (DAS), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS),
Purposive Sampling, Matriks Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1) Jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan


Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

1*) e-mail : killrockforfun@yahoo.co.id

1
1. Pendahuluan
Perkembangan wilayah dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai pengembangan diberbagai
macam sektor antara lain sektor pertanian, ekonomi, sosial, dan jasa. Tentunya
perkembangan suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lainnya. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia. Perkembangan suatu wilayah diharapkan turut berlandaskan aspek
lingkungan sehingga aspek kerusakan lingkungan hidup dapat diminimalisir.
Lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Undang-Undang Republik
Indonesia nomer 4 Tahun 1982, Pasal 1 butir 1).
Salah satu komponen dari ekosistem yang memiliki hubungan erat dengan
manusia adalah sumberdaya alam. Sumberdaya alam dapat dibagi menjadi 2
bagian menurut bahan penyusunnya yaitu sumberdaya mineral (air, tanah, udara,
jebakan bahan tambang, dan jebakan energi) dan sumberdaya hayati (masyarakat,
hewan, dan tumbuhan) (Tejoyuwono Notohadiningrat, 2006).
Pemanfaatan sumberdaya alam dewasa ini mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Hal ini tentunya menimbulkan berbagai macam permasalahan yang
ditimbulkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam. Oleh sebab itu diperlukan
pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu baik dalam lingkup lokal, regional,
maupun lingkup Daerah Aliran Sungai (DAS) yang multisektoral serta komplek
wilayah yang bervariasi.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah dataran yang dipisahkan
dari wilayah lain disekitarnya oleh pemisah alam topografi, seperti punggung
bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya
melalui sungai utama ke laut/danau (Gintings, 2006).

2
Pola pemanfaatan sumberdaya alam dalam lingkup DAS meliputi pola
produksi dan konsumtif yang agresif, eksploitatif, dan ekspansif baik terhadap
sumberdaya alam vegetasi, tanah, dan air telah menurunkan daya dukung dan
fungsi lingkungan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) baik dari fungsi dan
karakteristik dari Daerah Aliran Sungai itu sendiri.
Karakteristik DAS tersusun sebagai hasil menyeluruh dari interaksi atau
hubungan timbal balik dari aspek penyusun lingkungan hidup itu sendiri meliputi
aspek abiotik, biotik, dan aspek sosial. Inventarisasi perubahan fungsi DAS secara
tidak langsung menggambarkan mengenai informasi degradasi lingkungan hidup
di wilayah DAS itu sendiri. Oleh sebab itu diperlukan adanya pengelolaan
lingkungan hidup yang terpadu baik meliputi proses perencanaan,
pengorganisasian, implementasi dan monitoring, serta proses evaluasi.
Perkembangan DAS seperti telah dikatakan sebelumnya akan memberikan
tekanan di dalamnya. Dari sinilah tentu saja pengelolaan lingkungan mutlak
diperlukan. Pengelolaan lingkungan secara umum bertujuan untuk memastikan
lingkungan tetap lestari dan mewujudkan keberlanjutan fungsional dari
lingkungan tersebut. Pengelolaan lingkungan seperti kita ketahui terbagi menjadi
tiga dasar besar. Ketiga unsur tersebut antara lain antara pengelolaan lingkungan
biotik, abiotik, dan kultural. Setiap unsur akan memberikan daya tarik dan daya
dorong yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sisi positif dan negatif yang
memberikan pengaruh baik langsung dan tidak langsung untuk setiap
pengelolannya.

3
2. Rumusan Masalah
Di setiap tempat setiap permasalahan merupakan hal lazim yang sering
dijumpai. Sub DAS Kayangan merupakan bagian tubuh dari DAS Progo yang
memiliki wilayah yang sangat luas untuk di kaji. Permasalahan yang ada di daerah
tersebut antara lain adalah masalah biotik, abiotik dan kultural. Dari masalah
tersebut di perlukan suatu model yang dapat menggambarkan permasalahan dan
pemecahan yang dapat divisualisasikan. Berdasarkan uraian di atas, maka
perumusan masalah dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Bagaimanakah model sajian matrik yang tersaji dalam pengelolaan di
daerah kajian Sub DAS Kayangan, Kabupaten Kulon Progo?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah Menyajikan model matrik dalam pengelolaan
lingkungan daerah Sub DAS Kayangan, Kabupaten Kulon Progo, D.I.
Yogyakarta.

4. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan langkah-langkah atau prosedur yang akan
dilakukan dalam pengumpulan, pengolahan, dan analisis data untuk mendeskripsi
pemecahan masalah penelitian (Anonim, 2005). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu observasi langsung berupa
survei kerusakan lingkungan.
Pengukuran dan pengambilan data berdasarkan batas satuan pemetaan
satuan geoekosistem di daerah penelitian yang berbasis pada satuan bentuklahan.
Yang kemudian korelasikan dengan data sekunder baik penelitian pada wilayah
kajian maupun data dari instansi yang terkait. Pemaparan mengenai metode
penelitian pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat pada gambar 1.

4
Peta Geologi Lembar Peta Rupa Bumi Citra Landsat TM7
Jogjakarta Indonesia Band 352

Interpretasi Penggunaan Interpretasi Struktur


Interpretasi Struktur Geologi
Geologi Lahan
Interpretasi Morfologi Interpretasi Morfologi
Interpretasi Material Interpretasi Penggunaan
Batuan Interpretasi Kemiringan
Lereng, Pola Aliran Lahan
Interpretasi Kronologi
Bentuklahan Sungai

Satuan Geoekosistem

Survei Instansional
dan Penelitian Survei Lapangan
Terdahulu

Hasil Perumusan Masalah


Lingkungan Hidup di
DAS Kayangan

Matriks Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Lingkup Daerah Aliran
(DAS) Sungai
Kayangan

Gambar 1. Diagram Metode Penelitian


( Hasil Perumusan, 2010)

5
5. Deskripsi Wilayah
5.1. Kondisi Abiotik
5.1.1. Administratif
Secara astronomis DAS Khayangan termasuk kedalam zona 49 M
dengan koordinat 403152.59 - 415460.35 mT dan 9137851.76 -
9149338.15 mU. Secara geografis, Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kayangan melingkupi beberapa wilayah antara lain dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 1. Wilayah Administrasi DAS Kayangan
Kelurahan Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2)
Banjarsari Samigaluh 4,485 0,04485
Kebonharjo Samigaluh 510,403 5,10403
Purwosari Girimulyo 1288,491 12,88491
Pendoworejo Girimulyo 404,035 4,04035
Jatimulyo Girimulyo 245,171 2,45171
Giripurwo Girimulyo 139,621 1,39621
Jatisarono Nanggulan 44,862 0,44862
Tanjungharj
o Nanggulan 230,539 2,30539
Wijimulyo Nanggulan 356,866 3,56866
Donomulyo Nanggulan 40,991 0,40991
Total 3265,464 32,65464
Sumber : PODES, 2003

Daerah penelitian menggunakan batas wilayah Daerah Aliran


Sungai (DAS). Hasil interpretasi berdasarkan peta administrasi daerah
penelitian, maka batas administrasi daerah penelitian, yaitu:
Utara : Kabupaten Purworejo-Provinsi Jawa Tengah, Kecamatan
Samigaluh, Desa Banjarsari, Kecamatan Girmulyo.
Timur : Desa Pondoworejo, Desa Banjararum, Desa Jatisarono
Barat : Desa Jatimulto, Kabupaten Purworejo-Provinsi Jawa
Tengah
Selatan : Desa Giripurwo, Desa Tanjungharjo, Desa Jatimulyo.
5.1.2. Geologi

6
Geologi adalah ilmu yang mempelajari komposisi, struktur, dan
sejarah bumi; meliputi bahan-bahan yang membentuk bumi, kekuatan-
kekuatan yang mempengaruhi bahan tersebut, serta struktur yang menjadi
akibatnya terhadap lingkungannya (Panizza, 1996).
Menurut Bemmelen (1949) pada bagian dari sungai Progo terdapat
formasi Sentolo yang terdari dari batu gamping berumur Meiosen Tengah.
Pegunungan Kulonprogo merupakan kubah yang memanjang, Secara
ringkas pembentukan geologi Pegunungan Kulonprogo adalah sebagai
berikut: setelah priode Eosen, magma naik ke permukaan membentuk
Gunung Gajah dengan disertai aliran lava dan breksi membentuk basaltic
piroksin andesit.

Gambar 2. Singkapan Batuan


(Sumber : Survei Lapangan, 2010)

Pembentuk lain selain Gunung Gajah di pegunungan Kulon Progo adalah


Gunungapi Ijo, Gunung api Menoreh dengan aktivitas Gunungapinya sehingga
mmbentuk pegunungan Kulonprogo seperti sekarang ini. Berdasarkan Peta
Geologi Lembar Yogyakarta skala 1:100.000, formasi gologi dan jenis batuan
yang menyusun DAS Kayangan adalah sebagai berikut:

7
1. Endapan Koluvial (Qc)

Endapan koluvial dijumpai di kaki prbukitan yang berasal dari bahan


rombakan tak terpilahkan Formasi Andsit Tua Bemmelen. Terletak pada
kaki perbukitan karena bahan endapan ini berasal dari endapan koluvial
material di atasnya. Dalam peta geologi terletak di bagian tengah DAS
Kayangan.
2. Endapan Vulkanik Gunungapi Merapi Muda (Qmi)

Formasi ini berumur kuarter dan terdiri dari material lepas sebagai hasil
kegiatan letusan Gunungapi Merapi. Endapan Gnungapi Merapi Muda ini
materialnya antara lain berupa tuff, abu, breksi, aglomerat, dan leleran lava
tak terpilahkan. Dalam peta geologi, endapan ini terletak di bagian hilir
DAS Kayangan yaitu pada bentuklahan dataran alluvial.
3. Formasi Sentolo

Formasi Sentolo berumur Miosen Tengah dan tersusun atas batu gamping
(limstone) dan batu pasir napalan (marly sandstone). Dalam peta geologi
formasi ini terletak di bagian hilir DAS kayangan dengan bentuk lahan
bergelombang denudasional.
4. Formasi Andesit Tua (Tmok)

Formasi Andesit Tua berumur oligosen akhir sampai Meiose awal yang
tersusun atas breksi andesit, tuff,, tuff lapili, aglomerat, dan sisipan lava
andesit. Formasi ini menyusun sebagian besar wilayah DAS Kayangan dan
tersebar banyak di bagian hulu DAS.
5. Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan merupakan formasi tertua yang tersingkap di


Pegunungan Kulonprogo. Pada peta geologi DAS Kayangan hanya
terdapat sdikit formasi ini yaitu pada bagian tengah DAS Kayangan.

8
Gambar 3. Singkapan Batuan Andesit (Survei Lapangan, 2010)

6. Formasi Jonggrangan

Fomasi Jonggrangan merupakan formasi dengan material


konglomerat, napal tuff, dan batu pasir gampingan. Terdapat di bagian
selatan dan utara DAS Kayangan bagian hulu.

5.1.3. Geomorfologi
Geomorfologi ilmu pengetahuan yang mempelajari bentuklahan
(landform) yang berada di permukaan bumi, baik yang berada di bawah
atau di atas permukaan air laut dengan penekanan pada genesa dan
perkembangan di masa mendatang kaitannya dengan konteks lingkungan
dan material penyusunnya (Verstappen, 1977).
Objek kajian geomorfologi adalah bentuklahan yang merupakan
hasil dari proses-proses yang bekerja didalamnya. Bentuklahan adalah
bagian dari permukaan bumi yang mempunyai bentuk yang khas sebagai
akibat dari proses dan struktur batuan selama periode tertentu
(Dibyosaputro, 1997).

9
Secara umum DAS Kayangan mempunyai topografi yang
bervariasi dari dataran hingga bergunung. DAS Kayangan membentang
dari barat laut hingga tenggara dengan relief terjal di bagian barat laut dan
berangsur-angsur turun menuju tenggara. Sebagian besar DAS Kayangan
didominasi oleh topografi berbukit hingga bergunung yang dapat dijumpai
pada bagian hulu dan bagian tengah DAS. Sedangkan topografi datar
hingga bergelombang relative lebih sedikit dan terdapat di bagiah hilir
DAS. Pada daerah dengan topografi berbukit hingga bergunung proses
erosi terjadi dengan cukup intensif. Sedangkan pada daratannya sebagian
besar terdapat proses pengendapan dari aktivitas sungai.

Gambar 4. Pengukuran displacement saluran air akibat soil creep.


(Survei Lapangan, 2010)

Proses geomorfologis yang terjadi di DAS Kayangan adalah proses


dnudasi, struktural, dan fluvial. Proses denudasional dapat dijumpai
hampir di sbagian besar wilayah DAS Kayangan terutama di bagian hulu
dan tengah. Proses struktural dijumpai di bagian tengah dan selatan DAS,
dan pada bagian hilir DAS didominasi proses fluvial.

10
Proses denudasional selalu berkaitan dengan proses pelapukan,
erosi, gerak masa batuan, dan pengndapan. Proses stuktural terait dengan
proses tktonism yaitu pngangkatan, penurunan dan perlipatan. Sedangkan
proses fluvial terkait dengan proses pengikisan, pengangkatan dan
sedimentasi.

Gambar 5. Kenampakan Dataran alluvial dan perbukitan terisolasi


(Survei Lapangan, 2010)

DAS Kayangan mempunyai morfologi yang beragan mulai dari


datar sampai bergunung. Hal tersebut dapat dilihat pada peta lereng yang
disajikan. Sedangkan menurut peta bentuklahan DAS Kayangan dapat
dilihat jika bentukan denudasional mendominasi di sebagian besar DAS
Kayangan. Kemudian bentukan asal proses fluvial yang terjadi dari adanya
aktivitas sungai dan bentukan asal struktural.
Bentukan asal proses dnudasional menghasilkan bentukan yang
bermacam-macam pada berbagai macam batuan induk. Proses erosi di
daerah ini, menyebabkan timbulnya brbagai macam prbukitan dngan
tingkat pengikisan yang berbeda-beda.

11
Gambar 6. Kenampakan longsor berupa rockfall.
(Survei Lapangan, 2010)

Batuan dengan tingkat pengikisan yang paling kuat akan


menghasilkan perbukitan dengan igir yang tajam dan lereng yang terjal.
Sedangkan batuan dengan tingkat erosi yang lmah akan menghasilkan
perbukitan dengan igir yang lebih membulat dan lereng yang relative lebih
landai. Sebagian besar DAS Kayangan didominasi oleh proses pengikisan
yang kuat sehingga prbukitannya berigir tajam dan berlereng terjal. Selain
itu didapati pula dari gambar seperti lembah bentuk V yang cukup dalam
sebagai akibat dari proses erosi yang terjadi pada wilayah tersebut.
Bentukan asal pross fluvial banyak dijumpai pada bagian hilir
sungai. Bentukan tersebut meliputi dataran alluvial yang paling dominan
mendominasi dan bentukan yang diidentifikasi sebagai teras sungai.

12
Gambar 7. Peta Satuan Bentuklahan DAS Kayangan
(Sumber : Laporan ESLA, 2009)

13
5.1.4. Hidrologi
Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai air yang
berada dibumi, termasuk keberadaannya, sirkulasi, kualitasnya atau
sebagai agen alami yang menyebabkan terjadinya perubahan di bumi,
dengan menginvestigasi dan mengumpulkan data air yang berada di
atmosfer, permukaan, dan dibawah permukaan bumi (Sharp, 2007).

Hidrologi Permukaan
Hidrologi permukaan merupakan salah satu cabang ilmu hidrologi
yang mempelajari aliran permukaan dalam hal ini ialah aliran sungai.
Siklus hidrologi merupakan konsep dasar dalam mempelajari hidrologi
permukaan. Air hujan yang yang jatuh menuju permukaan bumi akan
mengalami berbagai macam proses yaitu proses interpsepsi, throughfall,
streamflow, infiltrasi, perkolasi, dan overlandflow. Debit aliran sungai
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain masukan (input) dari limpasan
permukaan, kondisi morfometri sungai, tipe sungai (effluent atau influent),
adanya vegetasi penutup, dan aktivitas manusia.
Berikut ini disajikan pengukuran debit aliran sungai menggunakan
metode pelampung yang merupakan hasil pengukuran lapangan Oktober
2009 (Adit dan Udin).

Gambar 8. Lokasi Pengukuran Debit Aliran Sungai (2009)

14
C B A 0 cm
180 cm
280 cm

130 cm 130 cm

260 cm

Gambar 9. Profil Penampang Sungai

2.6 m 7.9 m
C
B
A

Gambar 10. Morfometri Sungai meliputi pajang dan lebar

11 cm 11 cm

180 cm 280 cm

Gambar 11. Kedalaman Pelampung

15
Tabel 2.Tabel Waktu Tempuh Pelampung
t Tempuh AB t Tempuh BC
t1 38 t1 40,04
t2 29,6 t2 38
t3 35,43 t3 28,52
t4 35,6 t4 40,42
t5 45 t5 35,39
t6 36,04 t6 34,47
t7 35,48 t7 36,57
t8 28,52 t8 35,53
t9 34,68 t9 29,58
t10 29,09 t10 33,8
Sumber : Pengukuran Lapangan (Oktober, 2009)

Waktu Tempuh jarak AB (Sabtu, 24 Oktober 2009)

50

40
Waktu (detik)

30

20

10

0
0 2 4 6 8 10 12
Waktu Pengukuran

Waktu Tempuh jarak AB

Gambar 12 . Waktu Tempuh jarak AB

16
Waktu Tempuh jarak BC (Sabtu, 24 Oktober 2009)

45
40
35
Waktu (detik)

30
25
20
15
10
5
0
0 2 4 6 8 10 12
Waktu Pengukuran

Waktu Tempuh jarak BC

Gambar 13 . Waktu Tempuh jarak BC

Berdasarkan hasil pengukuran debit aliran sungai diperoleh debit


sebesar 0,425 m3/s. Tentunya berdasarkan nilai debit yang diperoleh, debit
alirannya relatif cukup rendah. Hal ini tentunya berkaitan dengan kondisi
iklim yang terdapat pada lokasi kajian. Dimana curah hujan yang terjadi
diwilayah kajian relatif kecil.

Hidrometeorologi
Hidrometeorologi ialah ilmu yang mengkaji bagian atmosfer dan
lahan dari siklus hidrologi dengan penekanan pada hubungan antara
keduanya (Nurjani, 2008). Dalam ilmu hidrometeorologi, terdapat
berbagai faktor yang berkaitan dengan kondisi air yang berada di atmosfer,
faktor tersebut antara lain ialah iklim, curah hujan, dan temperatur.
Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam periode yang
panjang, menekankan pada keadaan atmosfer yang menyelubungi
permukaan bumi (Bayong, 1995). Unsur-unsur iklim adalah kecepatan
angin, curah hujan, dan temperatur.

17
Penentuan tipe iklim ditentukan dengan klasifikasi menurut Mohr
(1933), berdasarkan data curah hujan dan temperatur, sedangkan untuk
penentuan tipe curah hujan digunakan klasifikasi tipe curah hujan menurut
Schmidt & Fergusson (1951), berdasarkan jumlah rerata bulan basah dan
jumlah rerata bulan kering.
Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang sangat
menentukan masukan (input) sistem airtanah dalam suatu siklus hidrologi.
Menurut Bayong (1995); Faktor iklim yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk membedakan iklim di suatu tempat adalah radiasi matahari yang
disebut sebagai kendali iklim.
Matahari sebagai kendali iklim sangat penting dan sumber energi
di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut. Kendali iklim yang
lain, misalnya distribusi radiasi matahari darat dan air, tekanan tinggi dan
tekanan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut, dan badai.

Tipe Iklim
Klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia seluruhnya
dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai krieteria
utamanya. Hal ini dikarenakan keragaman (variasi) curah hujan untuk
wilayah ini sangat nyata sedangkan unsure-unsur iklim yang lainnya tidak
berfluktuasi secara nyata sepanjang tahun.
Curah hujan sangat penting artinya, karena unsure iklim ini
merupakan faktor penentu juga pembatas bagi kegiatan budidaya pertanian
secara umum. Penentuan tipe iklim dalam penelitian ini didasarkan pada
data unsure iklim yaitu curah hujan. Data curah hujan yang digunakan
yaitu data curah hujan bulanan dan tahunan selama 17 tahun dari tahun
1990 hingga 2006 diperoleh dari stasiun hujan Nanggulan, Girimulyo,
Samigaluh dan Kalijoho.

18
Deskripsi tipe iklim menurut F. H. Schmidit dan J. H. A Ferguson
didasarkan atas nisbah antara jumlah bulan kering dengan jumlah bulan
basah dalam 1 tahun (Lakitan, 1994). Nisbah ini diberi simbol Q sesuai
dengan rumus berikut ini :

Q = Jumlah rata-rata bulan kering


Jumlah rata-rata bulan basah

Bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif >100 mm
Bulan kering adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif <60 mm
Bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan rata-rata antara 60-100 mm

Berdasarkan nilai Q ini, maka wilayah Indonesia mungkin untuk


dibedakan menjadi 8 zona iklim yang dapat dilihat pada table di bawah ini

Tabel 3. Zona Iklim Berdasarkan Klasifikasi Schmidit-Ferguson


Zona Nilai Q Kondisi Iklim
A < 0,14 Sangat basah
B 0,14-0,33 Basah
C 0,33-0,60 Agak Basah
D 0,60-1,00 Sedang
E 1,00-1,67 Agak Kering
F 1,67-3,00 Kering
G 3,00-7,00 Sangat Kering
H >7,00 Luar biasa Kering
Sumber : Lakitan, 1994

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh selama 17 tahun


stasiun hujan Nannggulan mempunyai curah hujan rata-rata tahunan
sebesar 1502 mm/tahun dengan elevasi sebesar 60 mdpal, stasiun hujan
Girimulyo mempunyai curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2025

19
mm/tahun dengan elevasi sebesar 96 mdpal, stasiun hujan Samigaluh
mempunyai curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2466 mm/tahun dengan
elevasi 515 mdpal, sedangkan stasiun hujan Kalijoho mempunyai curah
hujan rata –rata tahunan sebesar 1832 mm/tahun.
Dari data curah hujan rata-rata bulanan dalam satu tahun, maka
stasiun hujan Nanggulan mempunyai jumlah bulan kering sebanyak 4 dan
bulan basah sebanyak 6 sehingga akan didapatkan nilai Q sebesar 0,67 dan
menurut klasifikasi Schmidit –Ferguson termasuk dalam tipe iklim D atau
sedang. Stasiun hujan Girimulyo mempunyai jumlah byulan kering
sebanyak 4 dan bulan basah sebanyak 7 sehingga akan didapatkan nilai Q
sebesar 0,57 dan termasuk kedalam tipe iklim C atau agak basah
berdasarkan Scmidit Ferguson.
Stasiun hujan Samigaluh mempunyai jumlah bulan kering
sebanyak 3 dan bulan basah sebanyak 8 sehingga akan didapatkan nilai Q
sebesar 0,375 dan berdasarkan klasifikasi Schmidit-Ferguson termasuk
dalam tipe iklim C atau agak basah. Sedangkan stasiun hujan Kalijoho
mempunyai jumlah bulan kering sebanyak 4 dan bulan basah sebanyak 7
sehingga akan didapatkan nilai Q sebesar 0,57 dan termasuk dalam tipe
iklim C atau agak basah berdasarkan klasifikasi iklim Schmidit Ferguson.
Menurut ke 4 stasiun hujan tersebut, wilayah das Kayangan
sebagian besar memiliki klasifikasi iklim Schmidit Ferguson tipe iklim C
yaitu tipe iklim agak basah ( stasiun hujan Girimulyo, Samigaluh dan
Kalijoho). Sedangkan pada stasiuh hujan Nanggulan termasuk pada iklim
D yaitu sedang. Untuk lebih jelasnya penentuan tipe iklim daerah
penelitian menurut Schmidit-Ferguson disajikan dalam table di bawah ini.

Tabel 4. Penentuan Tipe Iklim Daerah Penelitian Menurut Schmidit-Ferguson


Stasiun Curah Hujan Jumlah Jumlah Nilai Q Tipe Iklim
(mm/thn) bulan kering bulan basah
Nanggulan 1502 4 6 0,67 Sedang

20
Girimulyo 2025 4 7 0,57 Agak
Basah
Samigaluh 2466 3 8 0,375 Agak
Basah
Kalijoho 1832 4 7 0,57 Agak
Basah
Sumber : Hasil pengolahaan dan perhitungan data curah hujan, 2010

Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu dalam siklus hidrologi, dimana
merupakan sumber input bagi sumberdaya air permukaan dan air bawah
permukaan. Berdasarkan hasil perhitungan data curah hujan yang terdapat
di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kayangan, Stasiun Samigaluh memiliki
curah hujan tahunan sebesar 2466 mm/tahun. Hal ini tentunya akan
berpengaruh terhadap kondisi iklim di lokasi kajian. Berdasarkan hasil
pengamatan lapangan, suhu udara dilokasi kajian relatif sejuk, dimana tipe
iklimnya Agak Basah dengan menggunakan pendekatan Schmidit-
Ferguson.
Curah hujan tahunan yang memiliki nilai kecil berada pada stasiun
meteorologi Nanggulan. Berdasarkan curah hujan tahunan yang bernilai
1502 mm/tahun, kondisi suhu yang ada dilokasi kajian relatif panas. Tipe
Iklim menurut Schmidit-Ferguson, daerah kajian termasuk tipe iklim
sedang.
Distribusi hujan wilayah dapat digambarkan dengan berbagai
metode antara lain metode polygon thiesen, garis isoyeth, dan aritmatik.
Distribusi hujan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Kayangan dapat
direpresentasikan dalam gambar 2.15. dibawah.

21
PETA ISOYETH TAHUNAN SUB DAS KHAYANGAN, KAB. KULONPROGO, D.I.YOGYAKARTA

U Proyeksi
Sistem Grid
Purwoharjo
: Transverse Mercator
: Universal Transverse Mercator Banjars ari
Datum Horizontal : WGS 84
9148000 mU

9148000 mU
Kec. Samigaluh Zone : 49 S
Banjars ari
P RO VINSI J AW A TENG AH

0.6 5 0 0.6 5 1.3 1.9 5 KM


Kabupaten Purworejo

Kebon Harjo
Kebon Harjo

Banjararum

Kec. Girimulyo
Purwosari

Sendangagung

J atimulyo

0
170
Giripurwo
9144000 mU

9144000 mU
Kembang
1740

0
Pendoworejo
162

J atimulyo
1660

J atisarono
Jati S arono
Giripurwo

Tanjungharjo
9140000 mU

9140000 mU
Sumberarum
Kec. Nanggulan

Sidomulyo

Wijimulyo

Hargowilis

Kali Khayangan

Sub DAS Khayangan


Donomulyo
Banyuroto

Donomulyo

Sendangsari
404000 mT 408000 mT 412000 mT

Legenda Kecamatan

Sub Das Khayangan Kec Girimulyo

Kec Nanggulan
Sungai

Kec Samigaluh
Garis Isoyeth

Batas admin
Desa

Kecamatan

J alan

Dibuat oleh : 1. Y ustinus Adityawan (6054)


2. Anggraini Arumsari (5881) Su mbe r : 1. P e ta Rup a Bumi In do nes ia t ahun 19 99 , sk ala 1: 25 .00 0
2. I nte rp re tas i Kelo mpok da n An alis is Da ta Huja n
3. Widyastuti N urchayati (5917)

Gambar 14. Peta Isoyeth Tahunan DAS Kayangan


(Sumber : Laporan ESLA, 2009)

22
Neraca Air Meteorologis
Hujan adalah salah satu bentuk air yang merupakan bagian dari
presipitasi. Pengolahan data hujan cukup penting untuk diketahui dalam
hidrologi, karena sebagian besar asal (suplay) air permukaan maupun air
tanah adalah hujan.
Hujan yang jatuh di permukaan bumi dapat diukur dengan rain
gauge, dan akan diperolah data hujan titik yang dapat diolah menjadi data
wilayah. Pengukuran neraca air meteorologis menggunakan metode
Thornwaite, dimana pengukuran curah hujan membutuhkan suhu sehingga
nantinya diperkirakan nilai evapotranspirasinya.
Berdasarkan hasil perhitungan neraca air stasiun meteorologi
Samigaluh tahun 2002 dan 2006. Ketersediaan air secara meteorologis,
dapat dikatakan memenuhi. Hal ini dikarenakan data curah hujan yang
terjadi pada kondisi tersebut relatif cukup tinggi.

Ne raca air Stasiun Samigaluh 2002

600

500

400

300 P
CH

200 EP

100 EA

0
se gu st li

-100
ei
r il

ni
et
fe uari

m ri

se er
ve er

r
ok ber
pt u s
a ju

be
m
ua

ju
ar
ap

de mb
no tob

m
em
jan
br

Gambar 15. Neraca Air Meteorologis Stasiun Samigaluh Tahun 2002


(Hasil Perhitungan 2010)

23
Neraca air Stasiun Samigaluh 2005

600

500

400
CH

300 P
EP
200
EA

100

ag li
r il

ei

ni

se r
i

et

r
ok r
r
se tu s
ar

ar

be

be
be
ju

be
m

ju
ar

ap
nu

ru

m
to

m
em
us
m
b
ja

ve
fe

pt

de
no

Gambar 16. Neraca Air Meteorologis Stasiun Samigaluh Tahun 2005


(Hasil Perhitungan, 2010)

Hidrologi Bawah Permukaan


Hidrologi bawah permukaan merupakan salah satu cabang dari
ilmu hidrologi yang mempelajari keberadaan dan distribusi air yang
berada dibawah permukaan bumi. Air bawah permukaan bumi dapat
dibagi menjadi 2 yaitu air lengas tanah dan airtanah.
Berdasarkan kondisi litologi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kayangan maka kondisi hidrostratigrafinya dapat dibagi menjadi 4 jenis
yaitu akuifer, bukan akuifer yang potensial, akuifug, dan akuiklud. Tipe
akuifer yang terdapat di lokasi kajian dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu
akuifer sistem percelahan (Porous) yang terdapat secara lokal dengan
material batugamping.
Sedangkan untuk tipe hidrostratigrafi yang berupa akuifug,
material batuannya berupa andesit yang merupakan hasil erupsi
Gunungapi Merapi.

24
Ditinjau dari segi materialnya, tingkat porositas dan
permeabilitasnya relatif kecil sehingga pada formasi batuan ini tidak dapat
mengalirkan dan menyimpan airtanah.
Akuifer yang mengandung airtanah yang relatif potensial terdapat
di dataran alluvial dengan morfologi dataran yang agak bergelombang.
Material yang terdapat didaerah tersebut merupakan hasil endapan
material gunungapi Merapi yang ditransportasikan dan diendapkan oleh
aliran sungai.
Untuk tipe hidrostratigrafi dataran rombakan berupa akuiklud.
Akuiklud merupakan perlapisan material batuan yang dapat menyimpan
dan tidak dapat meluluskan airtanah. Material batuan yang terdapat pada
satuan bentuklahan dataran rombakan berupa sisipan lignit, lempung, dan
napal pasiran.

Gambar 17. Kenampakan Mata Air (Survei Lapangan, 2010)

25
PETA HIDROGEOLOGI SUB DAS KHAYANGAN, KAB. KULONPROGO, D.I.YOGYAKARTA

U Proyeksi
Sistem Grid
Purwoharjo
: Transverse Mercator
: Universal Transverse Mercator Banjarsari
Datum Horizontal : WGS 84
9148000 mU

9148000 mU
Zone : 49 S
Kec. Samigaluh Banjarsari
P ROVINSI J AWA TENGAH

0.65 0 0.65 1.3 1.95 KM


Kabupaten Purworejo

Kebon Harjo
Kebon Harjo

Tmj

Tmj Banjararum

Kec. Girimulyo
Purwosari

Sendangagung

J atimulyo

Giripurwo
9144000 mU

9144000 mU
Kembang

Pendoworejo

J atimulyo

J atisarono
J ati Sarono
Giripurwo

Tanjungharjo
9140000 mU

9140000 mU
Sumberarum
Kec. Nanggulan

Sidomulyo

Wijimulyo
Hargowilis

Kali Khayangan

Sub DAS Khayangan


Donomulyo
Banyuroto

Donomulyo

Sendangsari
404000 mT 408000 mT 412000 mT

Legenda
J enis Akuifer
Sub Das Khayangan Akuifer
Akuifer Sistem P ercelahan
Sungai Akuifer Tipis
Akuifuge
Akuiklud
Batas admin Bukan Akuifer P otensial
Desa

Kecamatan

J alan

Dibuat oleh : 1. Yustinus Adityawan (6054)


2. Anggraini Arumsari (5881) Sumber : 1. P eta Rupa Bumi Indonesia tahun 1999, skala 1: 25.000
2. P eta Geologi J ogjakarta skala 1:100.000
3. W idyastuti Nurchayati (5917) 2. Interpretasi Kelompok

Gambar 18. Peta Hidrogeologi DAS Kayangan


(Sumber: Laporan ESLA, 2009).

26
5.1.5. Tanah
Tanah adalah dapat diidentifikasikan sebagai bnda alam yang tersusun atas
padatan, cairan dan gas yang menmpati prmukaan dataran dan dicirikan horizon-
horizon atau lapisan-lapisan yang dapat dibdakan dari bahan asalnya sebagai suatu
hasil proses pnambahan, kehilangan, pemindahan, transformasi energi dan matri,
atau kemampuan mendukung tanaman berakar di dalam lingkungan alami.
Tanah dapat dibntuk dari bahan induk tanah yang berupa batuan induk atau
bahan organik (Soil Survey Staf .1998). Sebagian besar mineral tanah berasal dari
batuan beku, sedimen dan metamorf. Jenis batuan ini akan menentukan jenis dan
jumlah kandungan mineral tanah, sifat kimia tanah, dan tekstur tanah.

Gambar 5.1.5.1. Pengukuran Tekstur Tanah


(tekstur liat dengan persentase lempung cukup tinggi, Survei Lapangan,
2010)

Bahan organik merupakan bahan induk tanah yang berasal dari tumbuhan,
hewan dan kotorannya. Proses pembentukan tanah juga tak lepas dari faktor iklim,
relief, vegetasi dan organism tanah, manusia dan waktu. Bahan induk tanah
mempunyai peranan penting dalam pross pembentukan tanah. Di sub-DAS
Kayangan ini terdapat beberapa macam bahan induk, antara lain:
a. Bahan endapan sungai

b. Bahan koluvium

27
c. Bahan endapan vulkan

d. Batuan gamping

e. Batuan sediment

Gambar 2.8. Kenampakan Pedestal akibat Splash Erosion.

(Survei Lapangan, 2010)

Sedangkan menurut jenis tanahnya tanah dibagi menjadi 4 ordo antara lain adalah:
1. Inceptisols

Merupakan tanah yang belum matang dan masih berkembang.


Biasanya terdapat di daerah yang tidak terlalu curam. Tanah ini
berkembang dari bahan induk breksi andesit, napal, tuff dan batu
kapur.
2. Alfisols

28
Merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan dengan
ditandai adanya horizon eluviasi besi dan magnesium didalamnya.
Biasanya tanah ini terdapat di sekitar lembah antar perbukitan.
3. Vertisols

Merupakan tanah dengan bahan induk batuan gamping. Tanah ini


berkembang di kompleks perbukitan dengan bahan induk induksi
breksi andesit, tuff, dan gamping koral formasi Jonggrangan.

4. Entisols

Merupakan tanah yang masih muda, belum mmperlihatkan horizon-


horizonnya dan sifatnya masih mirip dengan batuan induknya. Tanah
di daerah perbukitan ini biasanya memiliki lapisan yang sangat tipis.
Tanah ini terletak di sebagian besar tanah bagian tenggara yang
terletak dekat dngan hilir DAS yang berelief datar.

5.2. Kondisi Sosial


5.2.1. Kondisi Kependudukan
Berdasarkan jumlah penduduknya, Kabupaten Kulon Progo
termasuk ke dalam kabupaten yang memiliki jumlah penduduk yang
banyak Kondisi kependudukan daerah kajian termasuk dalam piramida
tua. Hal ini dikarenakan kuantitas penduduk tua jauh lebih besar daripada
kuantitas penduduk mudanya.
Daerah kajian memiliki jumlah penduduk yang tergolong tinggi.
Dengan jumlah yang demikian besar, ibarat sebuah pisau bermata dua.
Artinya bahwa di lain sisi penduduk tinggi merupakan suatu modal
pembangunan yang sangat besar yang jika dikelola dengan tepat akan
menjadikan kemakmuran sebagai target yang mutlak terpenuhi.
Akan tetapi di sisi lain, permasalah kependudukan akan siap
menunggu di belakang jika sumber daya manusia yang begitu besar tidak

29
dapat diklola. Masalah tersebut dapat berupa masalah kemiskinan,
pngangguran, degradasi moral, maupun lainnya.
Hal itulah mengapa dikatakan ibarat pisau bermata dua.
Kependudukan merupakan suatu hal yang mendasari dimana adanya
masalah di daerah DAS Kayangan, sebagai contoh masalah longsor
disebabkan karena kerusakan daerah tangkapan hujan ditas permukiman,
penambangan liar disebabkan oleh faktor dari manusia, semua ini juga
berdampak langsung bagi manusia seperti akibat semua bencana ini akan
mengakibatkan kemiskinan setelah terjadi kerusakan tersebut, namun
masalah yang mendasari manusia mengolah lahan yang mengakibatkan
kerusakan lahan ini adalah masalah kemiskinan, jadi masalah ini
merupakan masalah yang tidak adanya habisnya.
Masyarakat DAS Kayangan mayoritas bekerja pada sektor
pertanian. Pada sektor pertanian ini masih banyak dikuasai oleh masyrakat
tua, karena kalangan muda di sana lebih memilih mencari pekerjaan di luar
daerah untuk merubah nasib. Faktor yang menyebabkan hal itu adalah
sudah majunya teknologi dan datangnya budaya barat yang
memperlihatkan kemewahan dikota dibanding dengan desa sehingga
timbul keinginan pemuda untuk bekerja di kota.
Masalah ini harus diperbaiki dengan lebih menanamkan nilai- nalai
luhur budaya indonesia. Perlu juga stimulus untuk menumbuhkan
keinginan membangun daerah asal oleh pemuda.

5.2.2. Kesehatan
Kesehatan merupakan unsur potensi dasar dan alami yang
diperlukan sejak awal kehidupan dan masa pertumbuhan. Jika unsur
kesehatan kurang memadai maka akan mengakibatkan terhambatnya
perkembangan fisik dan mental manusia.Indikator kesehatan juga sangat
penting bagi indikator kemajuan bangsa.
Pembangunan kesehatan yang diarahkan kepada peningkatan
sumber daya manusia, kualitas hidup, memperpanjang umur harapan

30
hidup, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Pada
hakekatnya merupakan upaya peningkatan kualitas sebagai sumber daya
insani yang secara terus menerus dapat ditingkatkan baik dari aspek
jasmani, spiritual dan kepribadian. Sejalan dengan tujuan pembangunan
kesehatan yakni tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.

Kesehatan masyarakat yang bermukim di Daerah Aliran Sungai


(DAS) Kayangan dapat dikategorikan mendekati nilai rendah hingga
sedang. Hal ini tentunya didasarkan pada berbagai faktor yang
berpengaruh antara lain ialah kurangnya sarana dan prasarana MCK,
tempat pembuangan sampah, pola kultur sosial masyarakat dalam
membuang sampah, dan pendapatan masyarakat yang relatif sedikit. Selain
hal tersebut, sarana dan prasarana kesehatan yang relatif kurang turut
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan kondisi
topografi yang berbukit sehingga aksesbilitas dan waktu dalam mengakses
fasilitas kesehatan lama.
Masalah kesehatan yang timbul di DAS Kayangan memang tidak
terlalu menonjol artinya kebanyakan masyarakatnya sehat, namun fasilitas
kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit sengat jauh dan fasilitas
pembantunya kurang. Jadi sangat perlu bila ditambah fasilitasnya untuk
upaya kuratif apabila ada maslah kesehatan di DAS Kayangan

5.2.3. Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi awal dari pembangunan manusia.
Oleh karena itu peranan pendidikan sangat penting untuk menunjang
pembangunan. Pentingnya peranan pendidikan dalam pembangunan dapat
di awali dengan adanya motivasi bagi setiap manusia agar menuntut ilmu
pengetahuan tanpa batas sehingga diharapkan dengan pendidikan ini setiap

31
warga negara menjadi warga negara yang cakap dan mampu berpartisipasi
dalam pembangunan menurut profesi masing – masing.
Untuk mencapai tujuan dan cita – cita bersama yaitu tersedianya
kader pembangunan yang cakap dan mampu berpartisipasi dalam
pembangunan nasional menurut profesinya masing – masing maka
hendaknya perlu ditingkatkan mutu pendidikan terutama dalam rangka
mempersiapkan generasi muda yang lebih berkompeten dalam peranan
pembangunan. Semua komponen bangsa harus bahu membahu dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan.

Tabel 5. Rasio Jumlah Murid:guru, Jumlah Murid:Sekolah


Kabupaten Kulon Progo
Rasio Murid:Guru Rasio Murid:Sekolah

tahun Negeri Swasta Negeri Swasta


tahun2005 10.79 4.12 300.51 70.52
tahun2007 8.72 4.45 357.49 69.61
Sumber : BPS, Kulon Progo dalam Angka 2008

DAS Kayangan memiliki masalah yang cukup pelik akibat dari


kondisi geografisnya yang berbukit. Akibat dari kondisi tersebut DAS
Kayangan ini seperti terbelakang, dilihat dari ketersediaan fasilitas
Sekolah dan Kesehatan. DAS Kayangan masih kurang akses terhadap

32
pendidikan dengan jumlah sekolah yang sedikit dan jauh jangkauannya
dari permukiman.

5.2.4. Ketenagakerjaan dan Ekonomi


Meningkatnya kebutuhan hidup manusia yang tidak terbatas
menuntut manusia untuk bekerja guna memperoleh
penghasilan/pendapatan. Keadaan inilah yang mendorong manusia aktif
dalam kegiatan ekonomi dan terlibat dalam kesempatan kerja. Kesempatan
kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan
penyerapan tenaga kerja.
Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi
yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat
menyerap pertambahan angkatan kerja.
Di daerah kajian seperti kita ketahui berdasarkan profil
kependudukan di atas, masyarakat di daerah kajian di dominasi oleh
kelompok umur tua. Hal ini dikarenakan masyarakat usia muda
meninggalkan desa atau bermigrasi ke daerah lain, misalnya daerah kota
Yogyakarta atau ke Jakarta untuk bekerja. Hal itu dilakukan karena dalam
pikiran para pemuda, daerah desa tidak mampu mencukupi kebutuhan
ekonomi mereka. Maka dari itu, migrasi dilakukan.
Motif ekonomi merupakan alasan utama para pemuda untuk
melakukan migrasi tersebut. Seperti kita ketahui bahwa kondisi ekonomi
daerah kajian tergolong sedang. Maka hal itu sangat berkorelasi jika kita
mengaitkan keduanya

5.3. Kondisi Biotik


5.3.1. Kondisi Fauna
Kondisi fisiografis Sub DAS Kayangan yang sebagian besar
merupakan daerah lereng, mengakibatkan belum banyaknya pemanfaatan
lahan oleh penduduk sehingga penutup lahannya sebagian besar masih
berupa tanaman liar yang tumbuh didaerah tersebut. Hal ini

33
mengakibatkan masih banyaknya hewan liar yang menjadikan tanaman
atau daerah yang masih belum terjamah manusia sebagai tempat
tinggalnya.
Hewan liar yang masih banyak terdapat didaerah Sub DAS
Kayangan diantaranya adalah musang dan landak. Kedua hewan tersebut
tidak mendapatkan musuh alami yang begitu berarti dalam kehidupannya
didaerah tersebut. Perburuan elang ataupun alap-alap yang dulunya banyak
terdapat didaerah tersebut sebagai musuh alami musang mengakibatkan
musang tidak memiliki musuh alami yang cukup berarti, sehingga populasi
pada beberapa daerah di Sub DAS Kayangan menjadi over populasi.
Populasi musang yang berlebihan memaksa mereka untuk
memasuki kawasan permukiman penduduk dimana pada permukiman
penduduk terdapat hewan peliharaan seperti ayam yang menjadi makanan
utama musang tersebut. Fakta ini didapatkan dari kesaksian penduduk
sekitar.

Selain hewan peliharaan yang berupa ayam kampung, banyak


penduduk yang memelihara sapi dan kambing Ettawa sebagai investasi.
Permasalahan yang timbul dalam pemeliharaan sapi dan kambing adalah
adanya cathak(hewan sejenis lalat yang menghisap darah dari luka sapi
dan kambing). Cathak tersebut mengakibatkan luka pada sapi dan kambing
menjadi lebih besar dan dapat mengakibatkan infeksi.
Populasi cathak tersebut diakibatkan dari kotoran sapi dan kambing
yang hanya dibuang disebelah kandang dan tidak dibersihkan, dimana
tumpukan kotoran tersebut ditambah dengan kelembaban yang pas
menjadikan habitat yang potensial untuk berkembang biang cathak. Hal ini
dapat dicegah dengan pembersiahan kandang secara periodik dan
pemanfaatan kotoran hewan sehingga tidak menumpuk. Kebersihan
ataupun sanitasi kandang sangat penting untuk kesehatan hewan ternak.
Selain kebersihan hewan ternak juga harus diberikan suplemen sehingga
tahan terhadap serangan penyakit atau virus.

34
Seperti waktu perubahan cuaca, dimana hal tersebut sangat
berpotensi menyebabkan virus, perubahan iklim global ini mengakibatkan
banyaknya hama yang makin meningkat populasinya seperti ulat dan
serangga. Ulat dan serangga menyerang pada tiap tanaman baik tanaman
keras maupun pertanian terutama memakan daun. Di DAS Kayangan
kasus hama ini cukup banyak terjadi di pertanian padi dan banyak juga di
jumpai pada tanaman jati. Upaya yang sering dilakukan adalah
pemberantasan dengan pestisida dan dengan dibunuh secara langsung

5.3.2. Kondisi Flora


Hama dan Gulma merupakan suatu hama bagi tanaman pertanian.
Hama biasanya adalah serangga seperti walang dan juga hama perusak
tanaman persawahan yaitu tikus. Hama ini menyebabkan produksi
pertanian yang menurun. Semua kasus hama ini terjadi di seluruh
pertanian di DAS kayangan. Penaggulangan masalah ini semua dilakukan
dengan cara kuratif yaitu pemberantasan dengan insektisida.
Masalah lain yang ada adalah tidak sesuainya pola tanam dengan
musim tanamnya sehingga produktifitas tanamannya kurang baik. Kasus
ini terjadi di daerah Girimulyo. Upaya yang baik dilakukan adalah
sosialisasi penanaman sesuai dengan musimnya agar produksinya dapat
maksimal. Tanaman tidak akan berproduksi dengan baik jika tempatnya
tidak tepat. Masalah ini terjadi pada kecamatan Nanggulan, upaya yang
baik dilakukan adalah memberikan pengertian pada masyarakat untuk
menanam pada lahannya yang tepat.
Masalah selanjutnya yang terjadi di daerah kajian sebagian Sub
DAS Kayangan adalah ketidaksesuaiannya tempat tanaman dengan
tempatnya. Maksudnya di sini misalnya ditanaminnya tanaman keras pada
tanah lapisan tipis. Secara visual kenampakan ini dapat terlihat pada
daerah perbukitan yang berada di sepanjang daerah hulu Sub DAS ini.
Dapat dilihat bahwa sebagian masyarakat di daearah ini memanfaatkan

35
lahan di daearah perbukitan untuk menanam tanaman kayu keras atau
tanaman tahunan.
Tanaman tahunan yang umumnya ditanami di daearah tersebut
adalah tanaman jati, tanaman sengon, mahoni, dan lain sebagainya. Seperti
kita ketahui bersama bahwasanya tanaman keras yang ditanam pada tanah
yang tipis akan menambah massa tanah yang harus ditahan. Akibatnya
tanah akan mudah tergelincir jika tanah terkena hujan deras ketika musim
penghujan tiba. Masyarakat masih beranggapan bahwa tanah tersebut
adalah tanah kosong dan belum mengetahui bahwasanya pada tanah tipis
seperti itu tidak boleh ditanami tanaman keras yang bermassa berat. Hal
tersebut harus disadarkan bagi masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah sekitar.
Program pengelolaan yang bisa dilakukan adalah mengadakan
sosialisasi tentang masalah tersebut. Saat tanaman diberikan kepada
masyarakat sosialisasi dapat sekalian dilakukan. Tidak ada kata terlambat
untuk itu, karena jika program tersebut tidak segera dilakukan pola
tanaman yang salah semacam itu akan tetap terjadi terus-menerus

6. Matriks Pengelolaan Lingkungan Hidup


Berikut ini ialah tabel pengelolaan lingkungan hidup yang berisi rancangan
strategis, program pelaksanaan, instansi yang berkepentingan, serta waktu
pelaksanaan program yang dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini.

7. Daftar Pustaka
Alfana, M.A.A., Fatahillah, G.G., Sukma, A.J., Kurniawan, W., 2009.
Laporan Akhir Sumber Daya Air dan Lahan DAS Kayangan, Yogyakarta:
Fakultas Geografi, UGM.
Bemellen, R.W. Van., 1970, Geology of Indonesia, Netherland: The
Hague Govt. Printing Office.
Dibyosaputro, S., 1997, Catatan Kuliah Geomorfologi Dasar, Yogyakarta:
Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.

36
Herlambang,Y.A., Restianingsih,W., Anggreani., 2009. Laporan Akhir
Sumber Daya Air dan Lahan Daerah Aliran Sungai Kayangan, Yogyakarta:
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Mantra, I.B., 1995, Demografi Umum, Yogyakarta: PT. Bumi Aksara.
Purnama, Ig. S., 2000, Bahan Ajar Geohidrologi, Yogyakarta: Fakultas
Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Suyono., 2000, Kajian Geografis Airtanah Di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Laporan Penelitian, Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada.
Verstappen, H.Th., 1983, Applied Geomorphology (Geomorphological
Surveys for Environmental Development), Netherlands : Elsevier Science
Publishers B.V.
Yunus, H. S., 2004, Pendekatan Utama Geografi Acuan Khusus pada Pendekatan
Keruangan, Ekologis, dan Kompleks Wilayah, Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

37
TABEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAS KAYANGAN

Implementasi
Masalah Akar Masalah Distribusi Program Instansi 5-10 > 10
Strategi < 5 Tahun tahun Tahun
ABIOTIK AIR Kuantitas Air Formasi Batuan Ds. Kebonharjo, Pengadaan Air Pembuatan Tandon
tanah Berkurang Impermeabel Purwosari, Bersih Air
Pekerjaan Umum
Berkurangnya Bulan Tawangsari, Pembuatan Sarana
Hujan Banjarsari, Saluran Air
Jatimulyo,
Bentukan Morfologi Pendoworejo, Penghijauan di
Relatif Curam Tanjungharjo Lereng Kehutanan
di Sepanjang
Aliran Sub DAS Sosialisasi
Sedimentasi Pembukaan Lahan Kayangan Penghijauan Masyarakat Pemkab. KP Berkelanjutan
Pendidikan Usia
Dini Dinas Pendidikan Berkelanjutan
Pembuangan Sampah dan
Kualitas Air Limbah RT Pembuatan TPA PU dan Pemkab
di Sepanjang Pembuatan MCK Pemkab. Dan Masyarakat
Hilir Aliran Sub Pengukuran
DAS Kayangan Kualitas Air
Meliputi Air Tanah
dan Permukaan Pemkab. Dan Dinas LH Berkelanjutan
Pelatihan dan
Penambahan
Kurangnya Data Perbaikan Sarana Kualitas Pegawai
Air Kurangnya Pemantauan dan Prasarana Yang Terkait
Perencanaan
pembelian
di Sepanjang
Kurangnya Ahli yang peralatan
Aliran Sub DAS
Berkompeten Pengukuran SD Air
Kayangan

Tidak Adanya Koordinasi Perbaikan Rencana


Antar Instansi Kerja Birokrasi
Inventarisasi Data
Mahalnya Peralatan Air
Formasi Batuan Ds. Kebonharjo, Pengadaan Air Pembuatan Tandon
Pekerjaan Umum
Impermeabel Purwosari, Bersih Air
Berkurangnya Bulan Tawangsari, Pembuatan Sarana
Kuantitas Air
Hujan Banjarsari, Saluran Air
tanah Berkurang
Jatimulyo,
Bentukan Morfologi Pendoworejo, Penghijauan di
Relatif Curam Tanjungharjo Lereng Kehutanan Berkelanjutan
Sedimentasi Pembukaan Lahan Seluruh Area Penghijauan Sosialisasi Pemkab. KP Berkelanjutan

1
Masyarakat
Sub DAS
Pendidikan Usia
Kayangan
Dini Dinas Pendidikan Berkelanjutan
Pembuangan Sampah dan Daerah Hilir Sub
Limbah RT DAS Kayangan Pembuatan TPA PU dan Pemkab
Seluruh Area
Sub DAS
Peningkatan Kualitas
Kualitas Air Proses Erosi Kayangan Pembuatan MCK Pemkab. Dan Masyarakat
Air
Pengukuran
Seluruh Area Kualitas Air
Sub DAS Meliputi Air Tanah
Aktivitas Manusia Kayangan dan Permukaan Pemkab. Dan Dinas LH Berkelanjutan
Pelatihan dan
Perbaikan Sarana
Kurangnya Pemantauan Peningkatan Pemkab, Dinas Pengairan
dan Prasarana
Kinerja Pegawai
Perencanaan
Seluruh Area pembelian
Kurangnya Ahli yang Sub DAS peralatan
Berkompeten Kayangan Pengukuran SD Air Dinas Pengairan
Kurangnya Tidak Adanya Koordinasi Perbaikan Rencana
Pemantauan dan Antar Instansi Kerja Birokrasi Pemkab
Inventarisasi Data Inventarisasi Data
Sumberdaya Air Mahalnya Peralatan Air Pemkab, Dinas Pengairan
LAHAN Pemkab, Dinas Lingkungan Hidup
Sosialisasi bencana dan PU
Kemiringan Lereng longsor, pembuatan
Purwosari
Curam terasering,
pembuatan talut
Bencana Longsor
Hampir di
Litologi Batuan yang
seluruh bagian
beragam
hulu sub DAS Pembuatan saluran drainase
Intensitas Hujan yang
tinggi
Penggunaan lahan
Hampir di
sesuai dengan
Alih Fungsi Lahan seluruh bagian
Hampir di seluruh bagian peruntukannya Pemkab, PU, Kehutanan, Dinas
yang tidak sesuai hulu sub DAS
hulu sub DAS dengan mengacu Tata Kota
peruntukannya
pada peraturan tata
ruang lahan
Belum adanya Hampir di
Pencemaran
manajemen pembuangan seluruh bagian Pembuatan TPA Dinas Kebersihan Kota
Tanah
sampah plastik hilir sub DAS
Penanaman
Kandungan Pb disekitar Ruas jalan Dinas Kehutanan, Bepedas Serayu
tanaman kayu keras
ruas jalan Kabupaten Opak Progo.
dipinggir jalan
Pertambangan Eksploitasi tambang Hulu sub Das Manajemen reklamasi Lahan. Dinas Pertambangan, Dinas
Liar andesit Kayangan lingkungan AMDAL dan Lingkungan Hidup

2
pengetatan
peraturan daerah
tentang ambang
batas penggalian
bahan galian
dengan
memperhatikan
land sustainability
Gas buang kendaraan
bermotor(masih banyak
Pencemaran menggunakan kendaraan
Dinas Lingkungan Hidup
Udara 2 tak karena daerah
curam dan tidak
menggunakan filter)
Asap dapur(kebanyakan
masih menggunakan Dinas Lingkungan Hidup
kayu bakar)
Udara Daerah hulu Sub Penghentian
Kebisingan Suara gergaji mesin Dinas Lingkungan Hidup
DAS Kayangan pembalakan liar
Pemasangan filter
pada kendaraan 2
tak dan penggantian
Suara kendaraan(banyak Jalan didaerah
kendaraan 4 tak,
kendaraan 2 tak tidak hulu Sub DAS Dinas Lingkungan Hidup
serta penanaman
menggunakan filter) Kayangan
tanaman kayu keras
sebagai peredam
suara.
BIOTIK Pemberian
Hama menurunkan Semua daerah di insektisida pada
Penanggulangan
Hama dan Gulma tingkat produktivitas sepanjang sub tanaman produksi, Dinas Pertanian
Hama
tanaman DAS Kayangan Memberikan lawan
alami hama
Pemberian
sosialisasi
Tanaman Tidak sesuai pola Sosialisasi cara mengenai pola
Hasil produksi berkurang Kec. Girimulyo
tanam tanam tanam yang baru
menyesuaikan
Dinas Pertanian
perubahan iklim
Tanaman kayu keras pada
Tanaman tidak
lereng yang curan dan
sesuai dengan Kec. Nanggulan
memiliki lapisan tanah
tempat
dangkal.
Hewan Pada daerah Dinas Peternakan dan Pertanian
Pembersihan
Hewan ternak menjadi tengah dan hilir
Cathak Sanitasi kandang kandang secara
luka Sub DAS
rutin
Kayangan
Banyaknya tikus Mengurangi hasil Pada daerah Perburuan tikus
tanah produksi tanaman tengah dan hilir tanah dan

3
Sub DAS pemeliharaan
Kayangan musuh alami tikus
Musang dan Semua daerah di
Pembuatan
landak yang over Hilangnya ternak ayam sepanjang sub
kandang ayam.
populasi DAS Kayangan
Pembersihan
Virus piler, flu Matinya beberapa hewan Pada daerah hilir kandang secara
burung, kuku dan ternak seperti ayam dan Sub DAS Sanitasi kandang rutin, penggunaan
mulut sakitnya sapi kambing. Kayangan disinfektan dan
antiseptik
Dinas Pertanian dan Peternakan
Pada daerah hulu
Kurangnya air Variasi perikanan yang dan daerah
yang mengalir sedikit , kebanyakan lereng tengah
untuk perikanan hanya lele Sub DAS
Kayangan.
Pada daerah hulu Penggunaan
Rusaknya daun jati dan
Ulat dan serangga dan hilir Sub Pemusnahan hama pestisida ramah Dinas Pertanian
padi karena dimakan.
DAS Kayangan. lingkungan
Kondisi Alam Yang Pendidikan Seks
Menunjang Usia Dini Dinas Kesehatan Berkelanjutan
Degradasi Moral
Kualitas Pendidikan Daerah Hulu Perbaikan Moral Optimalisasi
Pemudi dan
Agama yang Kurang DAS Kayangan Generasi Muda Pendidikan Agama Dinas Pendidikan
Pemuda
Kurangnya Pengawasan Pengawasan
Orang Tua Daerah Rawan Organisasi Kemasyarakatan Berkelanjutan
Sosialisasi
Pengembangan
Kurangnya Membuka Lapangan Kawasan Desa Disnaker
Tenaga Kerja Kerja di Kawasan Memberikan
Produktif Pedesaan Kemudahan
Migrasi Penduduk Usia Seluruh DAS Stimulus Usaha
Muda Kayangan Kerja Pemkab, Dinsos, Disnaker
Memperbaiki
Fasilitas
KULTURAL MANUSIA
Kurangnya Fasilitas Pendidikan misal:
Pendidikan Ruang Kelas
Memperbanyak
Rendahnya Kurangnya Tenaga Tenaga Pengajar di
Daerah Hulu Peningkatkan
Kualitas Pengajar Daerah Pedesaan Dinas Pendidikan Berkelanjutan
DAS Kayangan Kualitas Pendidikan
Pendidikan Sertifikasi Khusus
Rendahnya Kesejahteraan Bagi Pengajar
Pengajar Pedesaan
Perbaikan
Aksesibilitas
Minimnya Aksesibilitas Bidang Pendidikan
Kurangnya Fasilitas Perbaikan Fasilitas
Rendahnya
Kesehatan Hulu DAS Meningkatnya Kesehatan
Kualitas Dinas Kesehatan Berkelanjutan
Kurangnya tenaga Kayangan Kualitas Kesehatan Perbaikan Layanan
Kesehatan
Kesehatan Kesehatan

4
Penambahan
Aksesibilitas
Minimnya Aksesibilitas Pendidikan
Memberikan
Kemudahan
Kurangnya Lapangan Stimulus Usaha
Kerja Kerja Dinas Sosial, Pemkab
Tingkat Pendidikan Seluruh DAS Pengambangan Pengadaan
Ekonomi Berkelanjutan
Rendah Kayangan Ekonomi masyarakat Beasiswa Dinas Pendidikan, Pihak Swasta
Sosialisasi
Kesadaran masyarakat Pengembangan
dalam pengambangan Potensi Kawasan
daerah Desa Pemkab
sosialisai Budaya
Kurangnya lokal pada kalangan Dinas Pendidikan, Pemkab, dan
Pengetahuan Seluruh DAS Pelestarian Budaya muda ormas
Berkelanjutan
kalangan muda Kayangan Lokal Mengadakan even
terhadap budaya budaya lokal Dinas Pendidikan, Pemkab, dan
asli daerah Perkembangan Teknologi tahunan ormas

5
1

Anda mungkin juga menyukai