Anda di halaman 1dari 6

Pembiakan Sapi Lokal Sebagai Upaya Swasembada Daging Sapi

Dewi Anggun (13010044049)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan tekad
bersama. Hal ini merupakan upaya ketahanan pangan hewani ternak sapi potong.
Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat. Agar ketergantungan
terhadap impor sapi semakin menurun. Caranya dengan mengembangkan potensi dalam
negeri.
Dengan berswasembada daging sapi tersebut akan diperoleh keuntungan dan nilai
tambah yaitu : (1) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2)
penyerapan tambahan tenaga kerja baru; (3) penghematan devisa negara; (4)
optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; dan (5) semakin meningkatnya
peyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga
ketentraman lebih terjamin.
Keberhasilan program swasembada sapi 2014 akan bergantung pada partisipasi penuh
peternak sapi. Sehingga bagaimanapun baiknya program yang disusun pemerintah. Tidak
akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat peternak. Dan para pelaku peternakan sapi
potong lainnya.
Dalam makalah ini akan dibahas upaya pemerintah. Dalam meningkatkan pembiakan
sapi agar tercipta Swasembada Daging Sapi pada tahun 2014.
Rumusan Masalah
1. Apa saja upaya pemerintah dalam mewujudkan Swasembada Daging Sapi?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait impor sapi?

BAB II
Pembahasan

Pemerintah RI sejak 13 tahun yang lalu berencana berswasembada daging namun hingga
saat ini belum tercapai. Syarat untuk swasembada daging adalah minimal 90 % konsumsi
daging sapi dipasok dari sapi domestik. Sisanya 10 % dipenuhi melalui impor, baik dalam
bentuk sapi bakalan maupun daging beku. Sampai saat ini, Indonesia masih kekurangan 85
ribu ton atau 17,5% dari total kebutuhan dalam negeri. Padahal, total kebutuhan daging sapi
domestik mencapai 484 ribu ton, sementara total produksi daging sapi dalam negeri hanya
mencapai 399 ribu ton.
Guru Besar Bagian Ilmu Reproduksi Hewan Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof.
drh. Aris Junaidi, Ph.D., mengatakan Indonesia memiliki potensi untuk usaha peternakan sapi
potong dilihat kemampuannya dalam penyediaan pakan. Bahkan saat ini masih tersedia
kawasan perkebunan yang relatif kosong ternak seluas lebih dari 15 juta hektar. Tiap hektar
kawasan perkebunan dan pertanian sedikitnya mampu menyediakan bahan pakan untuk 1-2
ekor sapi sepanjang tahun, kata Aris Junaidi dalam Pidato Ilmiah Dies Natalis ke-67 FKH
UGM, Jumat (20/9).
Dalam pidato yang berjudul Menggagas Terwujudnya Swasembada Daging Sapi di
Indonesia, Aris Junaidi mengatakan beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya pencapaian
swasembada daging sapi disebabkan sebagian besar pelaku usaha peternakan adalah petani
kecil dengan skala kepemilikan 1-3 ekor sapi yang hanya sebagai tabungan bukan pendapatan
utama. Rendahanya tingkat pendidikan peternak yang mencapai 25 % tidak tamat SD dan
37% lulusan SD. Minimnya tenaga penyuluh pertanian, tenaga medis dan paramedis veteriner
yang menangani reproduksi dan kesehatan hewan.
Selain itu, belum optimalnya peran Balai Pembibitan Ternak Unggul sebagai pusat
pembibitan sapi secara nasional serta sulitnya mengontrol pemotongan sapi betina produktif.
Untuk mewujudkan program swasembada daging sapi yang berkelanjutan, Aris
Junaidi mendesak pemerintah untuk segera merevisi blue print Program Swasembada Daging
Sapi (PSDS) 2014 dan merevisi pengaturan impor sapi bibit dengan memasukkan sapi betina
produktif dalam permentan yang baru. Program jangka pendek adalah pendataan jumlah

betina produktif dan impor sapi bibit kategori I untuk Pusat Pembibitan Ternak Unggul yang
akan digunakan sebagai penyuplai bibit sapi secara nasional. Sedangkan untuk mempercepat
populasi adalah dengan impor bibit kategori 3 dan 4 untuk peremajaan di kelompok ternak
atau integrasi peternakan dengan perkebunan, katanya.
Diakui oleh Aris, dari sejarah impor sapi hidup asal Australia yang berlangsung sejak
1980-an, Indonesia memang belum pernah mengimpor sapi bibit asal Australia, melainkan
sapi bakalan dan sapi betina bunting yang bukan kategori betina produktif. Indonesia
memang tidak pernah mengimpor sapi bibit yang mendapatkan sertifikat pedigree, sehingga
sapi-sapi yang diekspor Australia untuk keperluan breeding sebenarnya bukan sapi bibit tapi
sapi Swasembada daging sapi menjadi program utama pemerintah terutama Kementerian
Pertanian. Sejak rencana ini dijadikan salah satu capaian strategis negara untuk lepas dari impor
daging, pemerintah selalu berusaha menurunkan kuota impor daging sapi secara bertahap.

Swasembada daging sapi menjadi program utama pemerintah terutama Kementerian


Pertanian. Sejak rencana ini dijadikan salah satu capaian strategis negara untuk lepas dari
impor daging, pemerintah selalu berusaha menurunkan kuota impor daging sapi secara
bertahap.
Sayangnya, kebijakan ini dinilai tak tepat. Selain kondisi jumlah daging sapi dalam
negeri yang belum mencukupi kebutuhan masyarakat, pemerintah terkesan salah hitung atas
kebutuhan akan daging sapi di dalam negeri dengan jumlah penduduk serta jumlah
ketersediaan daging sapi itu sendiri.
"Kebijakan swasembada kacau. Kalau pemerintah sudah menghitung secara benar
terkait swasembada ini dan mengecek dilapangan, lalu kenapa harga dipasaran makin tinggi,"
kata Anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi.
Selain itu, Viva mengkritik upaya pemerintah dalam merealisasikan program
swasembada daging sapi. Pasalnya, sejak rencana ini mulai dijalankan, pemerintah tak
memiliki upaya guna mencegah terjadinya kartel daging sapi. Akibatnya, kenaikan harga
daging sapi terus terjadi tiap tahun.
Viva mengusulkan agar pemerintah membangun sentra-sentra produk ternak sapi di
daerah-daerah yang mengkonsumsi daging sapi paling besar. Dari total kuota daging sapi
yang dianggarkan, 60 persen dialokasikan untuk konsumsi pulau Jawa.

Hal senada diutarakan oleh Anton Sihombing. Dia menyoalkan tata kerja pemerintah
terkait

swasembada

daging

sapi.

Anton

berpendapat,

seharusnya

pemerintah

mempertimbangkan faktor lapangan dan kemampuan ketersediaan daging sapi lokal sebelum
program swasembada dilaksanakan.
Anggota Komisi IV lainnya, Wan Abu Bakar menambahkan, rencana swasembada
tidak konsisten dan amburadul. Persediaan daging lokal yang tidak mencukupi menimbulkan
permasalahan baru.
Menurut Abu Bakar, pengelolaan daging sapi yang telah dibagi-bagikan kepada
perusahaan impor tetap harus diintervensi oleh pemerintah. Hal ini untuk mengatasi praktik
kartel oleh sekelompok pengusaha yang nakal.
Setelah kelangkaan daging sapi terjadi, antar Kementerian dinilai saling tuding
menuding. I Made Urip menyayangkan hal tersebut terjadi. "Seharusnya, antar Kementerian
memperkuat koordinasi untuk menyelesaikan problematika kartel pangan yang terjadi di
Indonesia,"

kata

Anggota

Komisi

IV

dari

PDIP

ini.

Sementara itu, Kementerian Pertanian melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan


Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan bahwa persoalan daging tidak
hanya sekedar komoditi tetapi menyangkut sosial dan politik.
Menurut Syukur, proses pelaksanaan swasembada memang masih terkendala berbagai
hal. Meski rencana tersebut sudah mulai tercetus sejak tahun 2000 lalu, beberapa kendala
menyebabkan usaha ini molor, hingga 2014 ditetapkan sebagai waktu yang tepat.
Namun, ia meyakini swasembada daging tetap akan dilaksanakan 2014 nanti. Hal ini
dipertegas dengan angka statistik dari Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik yang
memperlihatkan peningkatan jumlah hewan ternak di Indonesia. Berdasarkan sensus
Kementan dan BPS tahun 2011, sebanyak 14,8 juta untuk sapi potong, sapi perah 0,6 juta
ekor, kerbau 1,1 juta ekor.
Selain itu, usaha-usaha Kementerian Pertanian seperti kerjasama pengangkutan
dengan Pelni dan rencana merevitalisasi 14 RPH menjadi RPH modern.

Akan tetapi dikarenakan beberapa faktor seperti Sapi lokal yang terjangkit Antrax dan
berbagai penyakit lainnya. Serta minimnya produksi sapi lokal yang bertolak belakang pada
jumlah sapi lokal yang dibutuhkan di pasaran maka pemerintah akhirnya meningkatkan
jumlah sapi impor.
Seperti pada berita dari JPNN pada tanggal 26 November 2014. Bahwa Presiden
Jokowi memuluskan impor 264.000 ekor sapi dari Australia. Hal ini dinilai sebagai langkah
yang inkonsisten. Dikarenakan tidak sesuai dengan rencana swasembada sapi.
Hal ini dinilai melukai peternak sapi dalam negeri yang mau berusaha untuk program
swasembada sapi. Sehingga banyak politikus mencela kebijakan dari Jokowi.

KESIMPULAN
Program Swasembada Sapi yang direncanakan pada tahun 2014 dianggap gagal. Hal
ini terjadi dikarenakan pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan sapi lokal di pasar
Indonesi. Dan pada akhirnya pemerintah yang sebelumnya akan menghentikan impor sapi.
Malah meningkatkan jumlah impor sapi di negara Australia menjadi 264.000 ekor sapi.
SARAN
Sebaiknya pemerintah mengkaji dulu kebijakan terkait impor sapi. Ada baiknya
meskipun sekaran pemerintah meningkatkan impor sapi tapi pemerintah juga harus
meningkatkan pembiakan sapi lokal.
Hal ini harus dilakukan agar pada beberapa tahun ke depan Indonesia mampu
memenuhi kebutuhan akan sapi lokal. Tanpa harus mengimpor dari negara lain. Sehingga
terciptalah Swasembada daging sapi seperti yang diimpikan.

Anda mungkin juga menyukai