Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN TEORI
A. Konsep ISPA
1. Definisi ISPA
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut dengan
perhatian khusus pada radang paru (pneumonia) dan bukan
penyakit telinga dan tenggorokan
( Wdiyono, 2008). Menurut Hartono dalam Rahmawati (2008)
ISPA adalah infeksi pada sistem dideskripsikan sesuai dengan
areanya,
saluran
pernafasan
atas
(upper
airway)
yang
diagnosa
ini
berdasarkan
umur.
Batasan
< 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1
samapai < 4 tahun adalah 40 kali permenit.
c. Pneumonia berat
Didasarkan pada adanya batuk dan
kerusakan
Bakteri
Streptococcus,
penyebabnya
Stafilococcus,
antara
lain
Pnemococcus,
dari
genus
Hemofilus,
golongan
Micsovirus,
Adenovirus,
Coronavirus,
membengkak.
Infeksi
lebih
lanjut
membuat
sekret
Komplikasi
yang
mungkin
terjadi
adalah
sinusitis,
dengan
penderita
maupun
dengan
benda
terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula
menular
melalui
kontak
langsung,
namun
tidak
jarang
karena
dahak
sedangkan
prosedur
memberikan
hasil
yang
biasanya
pemeriksaan
memuaskan
sukar
diperoleh,
imunologi
untuk
belum
menentukan
menegakkan
diagnosis
etiologi
pneumonia.
(Isbagio, 2006).
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan
dan menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada
balita, namun disisi lain dianggap prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk
tujuan
penelitian).
Berdasarkan
pertimbangan
tersebut,
internal
merupakan
suatu
keadaan
didalam
diri
hasil
penelitian
Kartasasmita
(1993
Dewa,
dkk
di
Kabupaten
Kota
Baru
(2005),
didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada anak lakilaki sebesar 58,97%, sementara untuk anak perempuan
sebesar 41,03%.
3) Status Gizi
Di
banyak
negara
di
dunia,
penyakit
infeksi
masih
sangat
memudahkan
dan
mempercepat
besar
dibandingkan
dengan
anak
yang
berstatus
gizi
baik/normal.
Hasil penelitian Mustafa di Kota Banda Aceh (2006),
dengan desai cross sectional, berdasarkan hasil analisis
bivariat antara penyakit ISPA dengan status gizi anak balita
menunjukkan bahwa anak balita yang menderita penyakit
ISPA didapatkan 2,19 kali mempunyai status gizi tidak baik
dibandingkan dengan anak
balita yang tidak menderita penyakit ISPA (p = 0.038).
Salah satu penentuan status gizi adalah klasifikasi
menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
(PSG) anak
balita
dengan mengukur
berat badan
promosi
penanggulangan
pnemonia
balita
mendukung
pelaksanaan
penanggulangan
pnemonia balita.
2) Melaksanakan penemuan penderita melalui saran kesehatan
dasar (pelayanan kesehatan di desa, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas dan Sarana Rawat Jalan Rumah Sakit) dibantu oleh
kegiatan Posyandu dan Kader Posyandu.
3) Melaksanakan tatalaksana standard penderita ISPA dengan
deteksi dini, pengobatan yang tepat dan segera, pencegahan
komplikasi dan rujukan ke sarana kesehatan yang lebih
memadai.
4) Melaksanakan surveilans kesakitan dan kema tian pneumonia
balita serta faktor resikonya termasuk faktor resiko lingkungan
dan kependudukan.
b. Strategi
Rumusan umum strategi pemberantasan penyakit ISPA adalah
sebagai berikut: (Depkes, 2004).
10
atau
penanggulangan
faktor
dengan
upaya
resiko
melalui
11
infeksi
yang
serius
seperti
campak
dengan
ini
menyebabkan
keratinasi
membrane
mukosa
12
dari
petugas
13
B. Konsep IMUNISASI
1. Definisi
Imunisasi menurut ikatan dokter anak indonesia (IDAI) adalah suatu cara
untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktifterhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak terpapar pada antigen serupa, tidak terjadi
penyakit. Imunisasi dilakukan dengan memberikan vaksin yang merupakan
kuman penyakit yang telah dibuat lemah kepada seseorang agar tubuh dapat
membuat antibodi sendiri terhadap kuman penyakit yang sama (WHO, 2002
dan IDAI, 2008). Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama, Padahal
tidaklah sama, imunisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.
2. Tujuan imunisasi
14
15
penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan
penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit seperti, POLIO
(lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati), tetanus, pertusis.
Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakitpenyakit tersebut. Jadwal pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam
Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan,
Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan.
Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1x adalah 4 minggu (Dewi,
2006). Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit. Imunisasi yang tidak
memadai merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden ISPA
terutama pneumonia, sehingga faktor anak yang diimunisasi sangat
menentukan dalam tingginya angka insidens pneumonia. Anak yang belum
pernah diimunisasi lebih berisiko terhadap terjadinya kematian karena ISPA
pada balita yang menderita ISPA (Dewi, 2006).
C. Konsep GIZI
1. Definisi
16
17
lemak diantaranya adalah: kelapa, sawit, daging, keju dll. Kekurangan lemak
diantaranya dapat menyebabkan timbulnya gejala penyakit akibat kekurangan
vitamin larut lemak.
d. Vitamin
Vitamin dikelompokkan menjadi; vitamin yang larut dalam air, meliputi
vitamin B dan C dan vitamin yang larut dalam lemak/minyak meliputi A, D,
E, dan K. Di Indonesia saat ini anak kelompok balita menunjukkan prevalensi
tinggi untuk defisiensi vitamin A. Vitamin A (Aseroftol) berfungsi : penting
bagi pertumbuhan sel-sel epitel dan penting dalam proses oksidasi dalam
tubuh serta sebagai pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf mata.
e. Mineral
Mineral merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang
sangat sedikit. Contoh mineral adalah zat besi/Fe, zat fosfor (P), zat kapur
(Ca), zat fluor (F), natrium (Na), chlor (Cl), dan kalium (K). Umumnya
mineral terdapat cukup di dalam makanan sehari-hari. Mineral mempunyai
fungsi : sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang, hormon, dan
enzim, sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme, keseimbangan
cairan tubuh, proses pembekuan darah. Zat besi atau Fe berfungsi sebagai
komponen sitokrom yang penting dalam pernafasan dan sebagai komponen
dalam hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam sel darah
merah ( Proverawati, 2010).
18
Tabel 2.2 Kebutuhan zat gizi berdasarkan Angka Kecukupan gizi (AKG)
Balita/ hari. Sumber ( Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2004)
Usia
Berat
Tinggi
1-3 tahun
badan
12 kg
badan
90
(Kkal) gr)
1250
23
A
350
(mg)
8
3-6 tahun
18 kg
110
1750
450
39
FE
19
usia.
Untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan
balita
20
21
ambang
batas,
penentuan
ambang
batas
diperlukan
kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara
yaitu, Persen terhadap Median, Persentil dan Standar deviasi unit namun
dalam penelitian ini penulis menjelaskan tentang indikator BB/U yang
mengacu pada Tabel Angka Kecukupan Gizi yang di setarakan oleh WHO
dan digunakan di setiap institusi kesehatan seperti puskesmas dan rumah
sakit.
22
Faktor internal
Status Gizi
Imunisasi
Usia
Kejadian ISPA
Jenis Kelamin
Faktor Eksternal
Ekonomi
Lingkungan
Ekonomi