Daftar Isi...............................................................................................................................
1
Bab I. Pendahuluan.............................................................................................................
2
Bab II. Laporan Kasus........................................................................................................
4
Bab III. Analisis Kasus........................................................................................................
5
Bab IV. Tinjauan Pustaka...................................................................................................
13
Bab V. Kesimpulan...............................................................................................................
24
Bab VI. Daftar Pustaka.......................................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronik adalah peradangan mukosa telinga tengah
disertai keluarnya cairan dari telinga melalui perforasi membran timpani (gendang
telinga berlubang). Masyarakat mengenal OMSK sebagai penyakit congek, kopok,
toher atau curek. Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus atau hilang
timbul. Kejadian OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa,
jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA/ batuk pilek). ISPA yang tidak tertanggulangi dengan
baik dapat menyebabkan peradangan di telinga tengah (otitis media). Pada keadaan
peradangan tidak teratasi sacara tuntas, daya tahan yang lemah, atau keganasan
kuman yang tinggi (virulensi kuman), peradangan telinga tengah dapat berlanjut
manjadi OMSK. 1
OMSK terdiri atas OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Kedua tipe ini dapat
bersifat aktif(keluar cairan) atau tidak aktif (kering). Penatalaksanaan OMSK dapat
berupa pengobatan atau operasi. Tujuan operasi pada OMSK tipe bahaya terutama
untuk mencegah komplikasi. Gejala OMSK adalah keluar cairan dari telinga yang
berulang, lebih dari 2 bulan, cairan kental, dan berbau. Komplikasi yang dapat
disebabkan oleh OMSK adalah komplikasi ketulian, kelumpuhan saraf wajah, serta
penyebaran infeksi ke otak (7,5%) hingga kematian yang disebabkan oleh OMSK tipe
bahaya (33%). Gejala-gejala komplikasi infeksi otak yang disebabkan oleh OMSK
antara lain sakit kepala hebat, demam, mual, muntah, dan penurunan kesadaran.
Untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas) akibat OMSK diperlukan usaha-usaha penanggulangan OMSK baik
secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha
tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga
Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan. Masyarakat
melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat
promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki
peran yang besar baik di tingkat promotif, kuratif serta deteksi dini timbulnya
komplikasi akibat OMSK.
Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1
2
juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Menurut WHO dari 606
spesialis THT di Indonesia tercatat 30 orang (5%) yang dikategorikan sebagai
Otologist. Angka tersebut jauh berbeda dengan angka di Bangladesh (13,5%), India
(28,5%), dan Thailand (25,5%). Selain itu jumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas
operasi telinga juga masih sangat terbatas. Oleh sebab itu diperlukan usaha agar
masyarakat dapat melakukan usaha-usaha pencegahan OMSK yang berdampak pada
ketulian bekerjasama dengan para kader kesehatan, institusi kesehatan, dan lembagalembaga terkait.
Agar usaha penanggulangan penyakit OMSK dan komplikasinya dapat
mencapai sasaran yaitu menurunnya morbiditas dan mortalitas akibat penyakit
OMSK, maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan penyakit OMSK
oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan
untuk mendiagnosis OMSK dan komplikasi yang ditimbulkan.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak perempuan usia 10 tahun diantar orangtuanya dengan keluhan
keluar cairan kental dari telinga kirinya.
Lima hari sebelum masuk RS, anak tersebut menderita batuk pilek disertai
demam tinggi yang diikuti dengan keluar cairan kental dari telinga kirinya. Pada usia
6 tahun , ia pernah beberapa kali keluar cairan dari telinga kanan terutama jika batuk
pilek atau sehabis berenang. Oleh orangtua, pasien selama ini diberikan obat tetes
telinga yang dibeli bebas, namun tidakt edapat perubahan.
Menurut orangtuanya, akhir-akhir ini jika dipanggil atau diajak bicara sering
kurang dengar dan minta diulang perkataannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Pasien demam 380C. Pada pemeriksaan THT telinga kanan didapatkan liang telinga
lapang dan membran timpani hiperemis. Pada liang telinga kiri terisi lendir
mukopurulen, membran timpani belum dapat dinilai. Retro aurikuler kanan tenang
dan retro aurikuler kiri didapatkan nyeri pada penekanan.
Pemeriksaan hidung, cavum nasi sempit terisi lendir mukopurulen konka inferior
edema dan hiperemis dan tidak terdapat deviasi septum.
Pemeriksaan rongga mulut tidak terdapat trismus. Arkus faring simetris tepi
hiperemis. Uvula terletak di tengah, tonsil T3-T3 hiperemis, terdapat detritus dan
kripta melebar. Dinding posterior faring hiperemis namun tidak menonjol. Kelenjar
getah bening leher tidak membesar.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sebagai berikut:
Mastoid kanan: diploik
Mastoid kiri: sklerotik
BAB III
ANALISA KASUS
Status Pasien
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
2. Anamnesis
Keluhan utama
Keluhan tambahan
:: 10 tahun
: perempuan
:: keluar cairan kental dari telinga kiri
: akhir-akhir ini jika diajak bicara sering kurang
Anamnesis Tambahan
- adakah riwayat batuk pilek pada pasien ?
- apakah pasien mengalami gangguan tidur ?
- apakah ada nyeri ?
- sekret yang keluar dari telinga pasien berbau? Dan warnanya ?
- adakah riwayat naik pesawat ?
- sejak kapan pasien mengeluarkan sekret dari telinganya ?
- apakah pasien memiliki kebiasaan untuk membersihkan telinga ?
- apakah sebelumnya pasien menjalankan pengobatan ?
3. Hipotesis
a. Otitis Media Supuratif Kronis
Otitis media supuratif kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
6
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah. OMSK berawal dari otitis media akut dengan perforasi
yang jika prosesnya melebihi 2 bulan, maka sudah disebut OMSK.
b. Otitis Media Akut
Otitis media akut (OMA) terjadi karena menurunnya pertahanan tubuh yang
mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Sumbatan tuba
Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Dikatakan
juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas. Pada
stadium perforasi, membran timpani telah ruptur sehingga nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
c. Otitis Media Non Supuratif
Otitis media non supuratif atau yang sering juga disebut otitis media serosa
adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga tengah,
sedangkan membran timpani utuh. Keadaan tersebut jika tanpa disertai tandatanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut
encer maka disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti
lem disebut otitis media mukoid (glue ear).
4. Pemeriksaan Fisik
Berikut ini adalah tabel hasil pemeriksaan fisik pasien beserta interpretasinya:
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Berat badan
Tinggi badan
38C pada
-
36,5-37,2C
-
Infeksi
-
Telinga kiri
Telinga kanan
Data Pasien
Data Pasien
telinga terisi
Nilai Normal
Interpretasi
Interpretasi
lendir sekret yang dihasilkan oleh otitis media
Liang
membran timpani
Terdapat nyeri pada penekanan kemungkinan telah terjadi mastoiditis
retroaurikuler
Liang telinga lapang
N
7
Hidung
Rongga Mulut
mukopurulen
Konka inferior
hiperemis
N
Tidak terdapat deviasi septum
N
Tidak terdapat trismus
Arkus faring simetris tepi terjadi peradangan
hiperemis
Uvula di tengah, tonsil T3-T3 terjadi tonsillitis bakteri
edema
kripta melebar
Dinding
posterior
hiperemis
Leher
namun
menonjol.
KGB tidak membesar
5. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sebagai berikut:
Mastoid kanan: diploik
Mastoid kiri: sklerotik
Telinga Kiri
Tuli campur derajat berat.
AC terdapat gap.
6. Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien mengalami otitis media
akuta stadium hiperemis auris kanan dengan tuli konduktif derajat ringan , otitis
media supuratif kronis aktif tipe benigna auris kiri dengan mastoiditis dan tuli
campur derajat berat , rhinitis simpleks, dan tonsilitis kronik.
7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
9
10
meningitis.
Labirinitis
Terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Gejala dapat berupa
dengan
jaringan
granulasi
dan
kolesteatoma
yang
tromboflebitis.
Hidrosefalus otitis
Ditandai dengan peninggian tekanan lokuor serebrospinal yang hebat
tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor tersebut. Gejalanya diplopia,
nyeri kepala menetap, pandangan kabur, mual dan muntah.
9. Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
berupa tuli perspektif (organ saraf pendengaran sudah terkena) yang irreversible
11
Ad sanationam
besar bila higienitas tidak terjaga serta resiko anak kecil untuk terkena infeksi
saluran napas atas masih relatif mudah.
12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun
dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
Di sebelah anterior ruang ini berhubungan dengan rongga prosesus mastoid yang
berisikan udara di tulang temporal. Telinga tengah dilapisi epitel selapis gepeng yang
berada diatas lamina propria tipis, yang melekat pada periosteum dibawahnya. Di
dekat tuba auditorius dan bagian dalamnya, epitel selapis yang melapisi telinga tengah
secara berangsur berubah menjadi epitel bertingkat silindris bersilia. Pada dinding
tulang telinga tengah bagian medial terdapat 2 area segiempat berlapis membran dan
tak berulang. Area-area ini adalah tingkap lonjong dan tingkap bundar.
Membran timpani berhubungan dengan tingkap lonjong melalui maleus, inkus, dan
stapes. Tulang-tulang ini memiliki sendi sinovial, ditutupi epitel selapis gepeng.4
14
15
tersumbatnya
saluran
menyebabkan
transudasi,
pembengkakan
jaringan
sekitar
saluran
(bisikan
halus). 4 Namun
menyebabkangangguan
cairan
pendengaran
yang
hingga
lebih
45
banyak
desibel
dapat
(kisaran
16
pada
mukosatelinga
tengah
dan
hancurnya
sel
epitel
Definisi
Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terusmenerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Otitis media supuratisf kronis selian merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat
juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit
sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna
karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik.
Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang
dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga
tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi
telinga tengah yang terus menerus ( hilang timbul ) dan gangguan kedua adalah
kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara
dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung. 5
Etiologi dan Patogenesis
18
Organisme
dari
nasofaring
diantaranya
streptococcus
viridans
19
sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani
merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.5
OMSK tipe Maligna dengan Kolesteatoma
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil,
berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans
akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatom.5
Tonsilitis Kronis
Definisi
Tonsilitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil
yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya
sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis
Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulangulang atau infeksi subklinis
Insiden
Di Indonesia 3,8% setelah nasofaring akut yaitu tahun 1994-1996 berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Suwento dan sering terjadi pada anak-anak, terutama
berusia 5 tahun dan 10 tahun.
21
Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of
the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :
22
Diagnosis
Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kemudian kripta terlihat
melebar dan beberapa kripta terisi oleh debritus. Terasa ada yang mengganjal di
tenggorokan, kemudian pasien merasa tenggorokan kering dan nafas berbau
Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck
Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :
1. Indikasi absolut
abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,
kecuali jika dilakukan fase akut.
2. Indikasi relatif
Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medik yang adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan
medic
BAB V
KESIMPULAN
23
24
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff. Otitis Media Supuratif Kronis. Available at:
www.klinikindonesia.com/tht-kl/otitis-media-kronik.php. Accessed on: 12
September 2012.
2. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin J. & Restuti R.D. TPemeriksaan
Hidung, Telinga, Tenggorok. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010. p.1-6
3. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin J. & Restuti R.D. Gangguan
Pendengaran dan Kelainan Telinga. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010.p.21
4. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Histologi Telinga. Penuntun Praktikum
Kumpulan Foto Mikroskopik Histologi. Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti;2009.p.58
5. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin J. & Restuti R.D. Kelainan telinga
Tengah. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010. p.64-74
6. Staff. Otitis _ Media _ (Ear _ Infection). Available at:
http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp. Accessed on: 12 September
2012
7. S t a f f . C h r o n i c O t i t i s M e d i a ( M i d d l e E a r I n f e c t i o n ) a n d
H e a r i n g L o s s . Ava i l a b l e a t :
http://www.entnet.org/KidsENT/hearing_loss.cfm Accessed on: 12 Sepetmber 2012
8. Adams, G.L.Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. In: Harjanto, E.
Editor. Boies Buku Ajar Penyakit TH. 6th ed. Jakarta: EGC;1997. 121-4
25
LAPORAN KASUS II
SEORANG ANAK DENGAN KELUHAN KELUAR CAIRAN
KENTAL DARI TELINGA
KELOMPOK IV
030.09.252 Teresa Shinta
Jakarta
13 September 2012
26