Jbptunikompp GDL Dennyirawa 14977 3 Bab2 - Ti A
Jbptunikompp GDL Dennyirawa 14977 3 Bab2 - Ti A
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Lahan
Lahan merupakan sumber daya alam karunia dari Tuhan yang bersifat
langka karena bersifat tidak bisa diperbaharui maupun ditambah jumlahnya,
terlebih lagi untuk daerah perkotaan yang memilki lahan yang terbatas. Lahan
ialah suatu permukaan tanah yang menjadi pijakan manusia, hewan, tumbuhtumbuhan dan berbagai macam kegiatan lainnya, sedangkan untuk tanah ialah
lebih mengarah kepada jenis-jenis kimia yang terkandung di dalamnya. Lahan
sendiri mempunyai sifat rentan terhadap konflik, sehingga perlu dikelola oleh
pemerintah sebagai pihak yang berwenang diantara stakeholders lainnya yaitu
pihak masyarakat dan pihak swasta.
Menurut Mochtarram (dalam Ina, 2001) bahwa lahan mempunyai
beberapa ciri, yaitu :
1.
2.
3.
14
15
lingkungan
perkotaan,
seperti
meluasnya
lingkungan
kumuh,
2.
3.
16
17
sistem jaringan jalan, air bersih dan sanitasi serta ruang terbuka, sehingga
penggunaan lahan perkotaan dilakukan dengan sangat efisien dan efektif
berdasarkan aspek produktifitas dan ekonomi (Djohara: 1992; 140).
Yates dan Garner (dalam Ina, 2001) membagi 6 (enam) kategori utama
fungsi lahan perkotaan, yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
kepentingan dan fungsi yang berbeda. Biasanya penetrasi terjadi karena beberapa
hal diantaranya ialah semakin tingginya kegiatan perdagangan dan jasa di suatu
kawasan tertentu sehingga merangsang pertumbuhan kegiatan perdagangan yang
lebih besar lagi, dan terjadi di sepanjang jalur utama.
2.4 Pengertian Perdagangan
Perdagangan memiliki banyak sekali definisi diantaranya ialah kegiatan
atau transaksi jual beli barang antara konsumen dengan penjual, dengan
menggunakan uang sebagai alat alat pembayaran dalam perdagangan modern
(Sukirno, 1984:32). Perdagangan merupakan suatu kegiatan usaha yang
menempatkan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat pada orang
(konsumen) yang tepat dengan waktu, tempat dan promosi yang tepat
(Assouri,1990:1-4). Kegiatan perdagangan merupakan salah satu kegiatan
perkotaan yang memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kota. Menurut UU No. 12 Tahun 2000 pasal 1 ayat 12,
menyebutkan bahwa pengertian perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan
menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang tampa mengubah bentuk atau
sifatnya. Sedangkan di dalam Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan
No. 23/MPP/Kep/1/1998 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa perdagangan adalah
18
kegiatan jual beli barang dan jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan
tujuan pengalihan hak atas barang dan jasa dengan disertai imbalan kompensasi.
Jenis-jenis fasilitas perdagangan berdasarkan fungsi dan lokasinya
diantaranya : (Dirjen Cipta Karya Dep. PU, 1983 : 40-42).
1. Warung
Fungsi utama warung adalah menjual kebutuhan sehari-hari (kebutuhan
primer). Lokasinya terletak di tempat pusat lingkungan yang mudah dicapai dan
mempunyai radius maksimal 500 meter dan minimal jumlah penduduk pendukung
sebesar 250 jiwa.
2. Pertokoan
Fungsi utama pertokoan adalah untuk menjual barang-barang keperluan
sehari-hari berupa toko-toko PD. Lokasi pertokoan sebaiknya berada di pusat dan
tidak menyebrang jalan lingkungan. Minimal jumlah penduduk pendukung
sebesar 2.500 jiwa (skala pelayanan tingkat RW).
3. Pusat Perbelanjaan
Fungsi utama pusat perbelanjaan adalah untuk menjual kebutuhan primer,
sekunder, dan tersier. Lokasinya terletak pada jalan utama lingkungan dan
mengelompok dengan pusat lingkungan. Minimal jumlah penduduk pendukung
sebesar 30.000 jiwa (skala pelayanan tingkat lingkungan).
4. Pusat Perbelanjaan dan Niaga
Fungsi utama pusat perbelanjaan adalah untuk menjual kebutuhan primer,
sekunder, dan tersier dilengkapi dengan sarana niaga lainnya seperti kantor, bank,
industri kecil, dan lain sebagainya. Lokasinya mengelompok dengan pusat
kecamatan. Minimum jumlah penduduk pendukung sebesar 120.000 jiwa (skala
pelayanan tingkat kecamatan).
5. Pusat Perbelanjaan dan Niaga
Fungsi utama pusat perbelanjaan adalah untuk menjual kebutuhan primer,
sekunder, dan tersier dilengkapi dengan sarana niaga lainnya seperti kantor, bank,
industri kecil, dan lain sebagainya tetapi skalanya lebih besar. Lokasinya
mengelompok dengan pusat wilayah. Minimum penduduk pendukung sebesar
480.000 jiwa (skala pelayanan tingkat wilayah).
19
100-250
jiwa/ha
250-500
jiwa/ha
>500
jiwa/ha
27.000
20.250
13.500
10.125
72.000
54.000
36.000
27.000
192.000
144.000
96.000
72.000
Seperti halnya pada pusat pelayanan lain, pada pusat belanja juga terdapat
stuktur wilayah perdagangan yang merupakan tingkatan wilayah perdagangan dari
aktifitas eceran dalam menarik konsumen dengan jarak atau wilayah konsumen
yang berbeda. Adapun struktur wilayah perdagangan dapat dibagi atas tiga
kelompok :
1.
20
super market sekitar lima menit sedang untuk pusat belanja yang lebih
besar mempunyai waktu tempuh sekitas 20 30 menit.
Menarik 60 70% dari total pengunjung yang datang ke
c)
B. Perdagangan Eceran
Perdagangan eceran adalah semua aktivitas yang dilakukan untuk menjual
barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir bagi penggunaan pribadi, dan
bukan untuk bisnis. Pengecer adalah bisnis yang penjualannya terutama berasal
dari perdagangan eceran. Perdagangan eceran dapat dilakukan di perdagangan
eceran toko dan perdagangan eceran bukan toko seperti; lewat pos, telepon,
kontak dari rumah ke rumah, mesin penjual dan berbagai cara elektronik (Kotler,
21
2.
2.
3.
4.
Menerapkan
manajemen
modern
dalam
pengelolaan
usahanya.
22
pabrik dan biasanya menjual kelebihan produksi pabrik, barang yang sudah tidak
diproduksi lagi, atau barang yang tidak selalu diproduksi. Di Amerika Serikat,
outlet-outlet seperti itu kadang-kadang disatukan menjadi mal outlet pabrik dan
pusat eceran bernilai tinggi, disitu puluhan toko menawarkan harga sampai 50
persen lebih murah dari harga eceran normal dari berbagai produk. Mall outlet
terutama terdiri dari outlet pabrik, pusat eceran bernilai tinggi merupakan
gabungan outlet pabrik dengan outlet toko eceran murah dan toserba yang sedang
cuci gudang.
2.
dijalankan oleh wiraswasta atau merupakan divisi dari perusahaan pengecer yang
lebih besar. Walaupun banyak pengecer murah dijalankan oleh pengusaha kecil
indipenden, kebanyakan pengecer murah berukuran besar dimiliki oleh rangkaian
pengecer besar.
3.
Klub gudang (Warehouse club atau klub pedagang besar atau keanggotaan
gudang/warehouse membership)
Klub Gudang (atau klub pedagang besar) adalah pengecer murah yang
menjual barang dagangan bermerek, peralatan rumah tangga, pakaian, dan aneka
macam barang lain dalam jenis terbatas dengan potongan harga besar bagi
anggota yang membayar iuran keanggotaan selama tahunan.
Klub pedagang besar, dengan biaya umum rendah serta menawarkan
beberapa tambahan. Sering kali, toko kosong dimusim dingin dan penuh di musim
panas. Pelanggan harus berjuang sendiri membawa mebel, peralatan yang berat,
dan barang besar lainnya ke tempat pembayaran. Klub seperti ini tidak bersedia
23
mengantarkan barang ke rumah dan tidak menerima kartu kredit, tetapi harga
yang dipasang benar-benar rendah.
Selain kedua gaya tersebut, ada faktor lain yang merupakan hak manusia
untuk memilih, yaitu faktor persamaan manusia (human equation). Faktor ini
24
dapat bekerja sebagai gaya sentripetal maupun sentrifugal. Misalnya; Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) di pusat kota yang tinggi dapat membuat seseorang pindah
dari pusat kota (gaya sentrifugal) karena kegiatannya tidak ekonomis, tetapi dapat
menahan dan menarik orang lainnya untuk tinggal (gaya sentripetal) karena
keuntungan yang diperoleh dari kegiatannya masih lebih besar dari pajak yang
harus dibayar (Charles C.Colby dalam Bourne,ed, 1971).
Terdapat tiga faktor yang memberikan pengaruh kuat dalam pergeseran
dan perubahan penggunaan lahan yaitu:
a. Faktor Ekonomi
Dari segi pandang ahli ekonomi, lahan dipandang dalam konteks teori
ekonomi. Pandangan ini menyatakan bahwa penggunaan lahan perkotaan
ditentukan oleh pasar lahan perkotaan. Hal ini berarti lahan dilihat sebagai
komoditi yang dapat diperdagangkan sehingga penggunaan sebidang lahan
ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran. Sesuai dengan teori
pertimbangan klasik harga lahan menjadi fungsi dari biaya untuk
menjadikan lahan tersebut produktif dan fungsi dari pendapatan yang
dihasilkan melalui pengembangan sebidang lahan.
b. Faktor Sosial
Berpengaruh sebagai perubahan penggunaan lahan sebagai akibat dari
proses ekologi dalam konteks fisik kota dan proses organisasi dalam
konteks struktur sosial masyarakat. Proses-proses yang membawa
konsekuensi dari dominasi, gradasi, segresasi, sentralisasi, invasi, suksesi.
c. Faktor Kepentingan Umum
Berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan karena pengaruh
aspek-aspek berikut:
-
25
Faktor Sosial
Faktor ini akan menerangkan sejauh mana faktor sosial diperhitungkan oleh
pengusaha dalam memilih suatu lokasi bagi kegiatan uasaha, kegiatan usaha
perdagangan merupakan pasar yaitu terjadinya transaksi antara konsumen dan
prodesen, oleh karenanya (konsumen) dan keadaan perumahan yang ada di
sekitarnya. Disisi lain kegiatan usaha mempunyai kecenderungan untuk
berlokasi di tempat yang kondisi lingkungan sekitarnya cukup baik, sehingga
mempunyai daya tarik tersendiri (Priohutomo, 1988).
b.
Faktor Ekonomi
Faktor ini akan menerangkan sejau mana faktor ekonomi yang terdapat dalam
suatu lokasi akan berpengaruh terhadap pemilihan suatu lokasi kegiatan
usaha. Faktor situasi tapak yang lebih berkaitan dengan faktor ekonomi dapat
ditunjukan oleh adanya sarana-sarana dan fasilitas ekonomi seperti pusat
pertokooan, sekolah, perkantoran dan tempat-tempat rekreasi.
c.
Faktor Fisik
Faktor ini lebih banyak berkaitan dengan daya dukung lahan, yaitu
kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Semakin besar kemampuan lahan untuk mendukung
perikehidupan manusia, semakin besar kemungkinan dareh tersebut untuk
dipilih ( Prihutomo, 1988 : 50).
26
Faktor ini lebih banyak berkaitan dengan konsep tata ruang yang
mampunyai beberapa elemen atau unsur yang dapat dilihat secara terpisah, tetapi
bila dilihat secara bersama dapat digunakan untuk lingkungan yang lebih luas
yaitu tata ruang kegiatan manusia, unsur-unsur tata ruang yang penting antara lain
jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala dimana unsur-unsur ini akan
membentuk suatu wilayah (Nasution, 1983:16)
Kemudahan pencapaiaan (aksesibilitas) dari suatu lokasi terhadap lokasi
lainnya dapat dijadikan suatu indikator tentang kemampuan lokasi tersebut untuk
berkembang. Suatu daerah yang memiliki faktor kemudahan pencapaian dan
ketersediaan fasilitas perangkutan yang tinggi akan lebih cepat berkembang bila
dibandingkan dengan daerah lain yang lebih rendah (Sukmawati 1984:74).
Berpengaruhnya tingkat pencapaiaan terhadap kemungkinan perkembangan suatu
daerah akan menyebabkan daya tarik daerah tersebut yang terpengaruh.
Kemudahan pencapaian suatu lokasi akan dipengaruhi oleh keadaan
sisitem perangkutannya. Baik yang menyangkut kapasitas jalan, lebar jalan,
kondisi jalan maupun banyak kendaraan umum yang melalui lokasi tersebut.
Adanya sarana angkutan umum yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lain akan meningkatkan pergerakan penduduk, sehingga akan menunjang daerah
tersebut yuntuk berkembang. Kondisi prasarana perangkutan yang baik akan
memudahkan penduduk dalam melakukan pergerakan. Semakin banyak daerah
yang memiliki penjang jalan, kondisi jalan yang baik semakin besar pula
kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal dan melakukan kegiatan pada
daerah tersebut (Sukmawati, 1984 : 75).
Dilain pihak, pentingnya keterhubungan suatu lokasi dengan pusat kota
patut pula dipertimbangkan mengingat fungsi kota sendiri sebagai pusat
pelayanan utama kota. Dalam penelitian ini faktor aksesibilitas dan perangkutan
ditunjukan oleh:
1. Kapasitas jalan
2. Kondisi jalan
3. Lintasan kendaraan umum
4. Jarak terhadap pusat kota
27
28
seluruh
luas
lantai
seluruh
bangunan
terhadap
luas
29
30
Tabel II.2
Hubungan Rencana Pemanfaatan Lahan Dan Tuntutan Pelaku Pasar Dalam
Perubahan Pemanfaatan Lahan
Tuntutan Pemanfaatan Lahan Dari Pelaku Pasar
Berubah
Tidak Berubah
Rencana
Peruntukan Lahan
Berubah
pelaku
Tidak Berubah
pelaku
Kasus tipe 3:
Kasus tipe 4:
perubahan pemanfaatan
peruntukan lahan
Kasus tipe 2 dan 3 lebih menarik untuk diamati karena tingkat kesulitan
pengendalian hampir sama. Kasus tipe 1a dan 4 umumnya tidak menimbulkan
konflik dalam pengendaliannya, sedangkan sifat kasus tipe 1b pada dasarnya
mirip dengan kasus 2, yaitu adanya konflik karena peruntukan tidak sesuai dengan
tuntutan pelaku pasar. Selain itu kasus tipe 1b, tipe 2 dan tipe 3 akan lebih banyak
31
Perda
peruntukan
lahan
tersebut
dicantumkan
dispensasi
yang
32
2. Pencabutan Izin
Berdasarkan pasal 26 UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang izin
pemanfaatan ruang (tempat usaha, lokasi, mendirikan bangunan, dll) yang
tidak sesuai dengan rencana ruang yang ditetapkan dapat dinyatakan batal atau
dicabut oleh Kepala Daerah yang bersangkutan. Pembatalan izin ini dapat
dimintakan penggantian yang layak bila dapat di buktikan bahwa izin tersebut
diperoleh dengan itikad baik. Pencabutan izin yang tidak sesuai ini merupakan
penerapan dari prinsip penyembuhan (curative). Tindakan yang lebih moderat
adalah dengan menghentikan pembangunan untuk dievaluasi. Hasil evaluasi
dapat berupa pencabutan izin atau bentuk penertiban lainnya yang lebih
ringan.
3. Insentif dan Disinsentif
Dalam hal perubahan pemanfaatan lahan kota, Departemen Dalam Negeri
telah mengeluarkan Permendagri No. 4/1996 tentang Pedoman Perubahan
Lahan Kota. Pedoman ini mengadopsi konsep pengendalian perubahan
pemanfaatan lahan yang awalnya diterapkan di Jakarta. Dalam peraturan
tersebut, perubahan pemanfaatan lahan dikenai biaya yang besarnya dapat
ditentukan secara terukur. Terlepas dari kelemahan cakupan pengaturannya,
peraturan ini merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan atau
mendorong perubahan pemanfaatan lahan dengan mengenakan biaya
pembangunan sesuai dengan strategi dan tujuan pembangunan daerah. Aturan
ini merupakan disinsentif bila diterapkan untuk menghambat perubahan
pemanfaatan lahan, tetapi dapat menjadi insentif bila diterapkan untuk
mendorong pemanfaatan lahan yang diharapkan. Besarnya biaya yang
dikenakan diatur dalam Peraturan Daerah sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan daerah. Bagi perubahan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana, maka indeks biaya pembangunan dapat diperbesar agar
menjadi faktor penghambat perubahan pemanfaatan lahan, sedangkan bagi
perubahan
pemanfaatan
ruang
yang
didorong
maka
indeks
biaya
33