Anda di halaman 1dari 19

1.

DEFINISI AMENOREA
Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturutturut.
Amenorea terbagi menjadi amenorea fisiologik dan patologik. Amenorea fisiologik yaitu
terdapat dalam masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah
menopause. Amenorea patologik yaitu amneorea yang terjadi karena sebab tertentu diluar
amenorea fisiologik.
Amenorea dapat dibagi menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder.
1.

Amenorea primer adalah apabila seorang wanita berumur 18 tahun ke atas

tidak pernah mendapatkan menstruasi. Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia
reproduksi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih
sulit diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik.
2.

Amenorea sekunder adalah penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi

kemudian tidak mendapatkan lagi atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus
menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 5%. Adanya amenorea sekunder lebih
menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti
gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi dan lain-lain.

2. ETIOLOGI AMENOREA
Penyebab amenorea sekunder:
a. Penurunan berat badan secara drastis (akibat kemiskinan, diet yang salah, anoreksia
nervosa, bulimia nervosa, aktivitas fisik yang sangat berat dan penyebab lainnya).
b. Obesitas yang ekstrem.
c. Penyakit kronis yang diderita dalam jangka waktu yang lama.
d. Abnormalitas organ genital wanita (tidak adanya uterus, vagina, septum vagina, stenosis
servikal, dan selaput dara yang terlalu tebal).

e. Tubuh mengalami kelainan seperti hipoglikemia (kadar gula darah secara abnormal
rendah), hipotiroidisme (kelenjar tiroid kurang aktif), hipertiroidisme (kelenjar tiroid
bekerja secara berlebihan), cystic fibrosis (penyakit yang diturunkan atau diwariskan dari
kelenjar-kelenjar lendir dan keringat), atau cushings disease (kadar kortikosteroid
berlebihan).
f.

Wanita yang pernah mengalami kelainan penyakit polikistik ovarium mempunyai risiko
tinggi terhadap penyakit Amenorrhea.

g. Adanya penyakit akibat kelainan kromosom seperti Sindrom Turner atau Sindrom
Sawyer.
h. Kadar hormone prolaktin di dalam tubuh cukup tinggi (hiperprolaktinemia).
i.

Kehamilan.

j.

Stres.

k. Ketidakseimbangan mekanisme sistem hormon reproduksi wanita.


Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:

Pubertas terlambat

Kegagalan dari fungsi indung telur

Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)

Gangguan pada susunan saraf pusat

Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat


dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal.

Penyebab amenore sekunder:


1. Penurunan berat badan yang drastis
2. Olah raga yang berlebihan
3. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
4. Mengkonsumsi hormon tambahan
5. Obesitas
6. Stres emosional
7. Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan sejumlah besar
hormon kortisol oleh kelenjar adrenal)
8. Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB, fenotiazid)
9. Prosedur dilatasi dan kuretase
10.Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan sindrom Asherman
(pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim akibat infeksi atau pembedahan).

3. TANDA DAN GEJALA AMENOREA


Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan
atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut
pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal
sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang
menyebabkan terjadinya amenorea.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore:

Sakit kepala

Galaktore (pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang
menyusui)

Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa)

Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti

Vagina yang kering

Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria), perubahan
suara dan perubahan ukuran payudara.

4. PATOFISIOLOGI AMENOREA
Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium

membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormon
dan reaksi umpan balik, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah.
Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan progesteron
dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari hipotalamus dan
hipofisis. estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan endometrium. Progesteron yang
diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi merubah endometrium proliferasi menjadi
endometrium sekretori. Jika kehamilan tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama
periode menstruasi.

Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal
sebagai axis HPO, dengan regulasi hormonal dan reaksi umpan balik.
Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di mana ia mengikat
reseptor GnRH untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai respon terhadap rangsangan oleh
GnRH, sel-sel ini mengeluarkan gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH). Selanjutnya, hormon ini merangsang ovarium untuk mensintesis dan
mengeluarkan hormon steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO) hipotalamus-hipofisisovarium diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada gonadotropin di hipofisis
anterior dan inhibisi langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi negatif

melengkapi jalur antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini dapat
mengakibatkan amenorea.
Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan patofisiologi
amenore.
Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi
gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi
kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorrhea juga dapat terjadi jika
ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin
normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenore dapat terjadi karena kelainan uterus
seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks, septum uteri, dan hymen
imperforata.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK AMENOREA
Dari klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai pada penyakitpenyakit atau gangguan-gangguan yang bermacam-macam. Sudah jelas bahwa untuk
menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaanpemeriksaan yang beraneka ragam, rumit dan mahal harganya.
Dalam kebanyakan kasus, variabel klinis saja tidak cukup untuk menentukan
mekanisme patofisiologis mengganggu siklus haid. Semua wanita yang hadir dengan 3 bulan
amenore sekunder harus memiliki penilaian diagnostik dimulai pada kunjungan pertama.
Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting.
1. apakah amenorea itu primer atau sekunder;
2. apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan gangguan emosional;
3. apakah ada kemungkinan kehamilan;
4. riwayat menstruasi sebelumnya, usia saat pertama kali menstruasi, lama
menstruasi, banyaknya perdarahan, periode menstruasi terakhir;
5. apakah

ada riwayat

infeksi rongga panggul,

riwayat

trauma, operasi,

pengobatan;
6. apakah anggota keluarga lain (ibu atau saudara wanita) ada yang mendapatkan
menstruasi berselang 1 tahun;
7. apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun;

8. apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik;


9. kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, olahraga, diet, situasi di rumah,
ada tidaknya kelainan psikis;
10. apakah terdapat gejala-gejala klinis seperti gejala vasomotor, panas badan,
galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan
pada penglihatan, dan lain-lain.
Mengambil sejarah pasien sangat penting untuk menguraikan etiologi potensial amenore
sekunder. Sering kali, keterbatasan waktu tidak mengizinkan praktisi untuk memperoleh riwayat
menyeluruh dan review gejala pada kunjungan pertama. Penjadwalan kunjungan ulang
terhadap evaluasi yang lebih menyeluruh mungkin diperlukan.
Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama.
1. keadaan umum :
a.

BB/ TB (IMT)

b.

Anoreksia-cacheksia

2. apakah ciri-ciri kelamin sekunder tumbuh dan berkembang dengan baik atau tidak
3. apakah ada tanda hirsutisme
pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui :
1. adanya aplasia vaginae,
2. keadaan klitoris,
3. aplasia uteri,
4. adanya tumor,
5. keadaan ovarium, dan sebagainya.
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus
amenorea dapat diketahui sebabnya.
Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea,
maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan foto roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella
tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut. Dengan

pemeriksaan foto roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya tumor
hipofisis.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan
berkat pengaruhnya.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan visus jika
ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya
endometritis tuberkulosa.
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3, dan T4
untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
1. Biopsi endometrium
2. Progestin withdrawal
3. Kadar prolaktin
Kadar prolaktin lebih dari 200 ng / mL tidak diamati, kecuali dalam kasus adenoma
hipofisis prolaktin-mensekresi (prolaktinoma). Secara umum, kadar prolaktin serum
berkorelasi dengan ukuran tumor.
4. Kadar hormon (misalnya testosteron)
Testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfat: Mendapatkan tes-tes ini tidak
diperlukan pada wanita dengan tidak ada bukti kelebihan androgen.
5. Tes fungsi tiroid
6. Tes kehamilan
7. Kadar FSH (follicle stimulating hormone) < LH (luteinizing hormone), TSH (thyroid
stimulating hormone)
Tingkat FSH dalam kisaran menopause merupakan indikasi dari ketidakcukupan
ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur. Periksa rentang referensi untuk
laboratorium dimana tes dilakukan.
Kemungkinan kecil, kadar FSH yang sangat tinggi adalah karena adenoma, hipofisis
fungsional FSH-mensekresi.Jika hal ini terjadi, kadar estradiol serum akan ditinggikan
(bukan menurun, seperti yang terlihat pada insufisiensi ovarium primer atau kegagalan
ovarium prematur) dan hiperstimulasi ovarium dengan pembesaran, ovarium kistik
mungkin ada.

LH meningkat pada defisiensi 17-20-lyase, defisiensi 17-hydroxylase, dan kegagalan


ovarium premature.
8. Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
9. CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :
1. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat,
aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (sindrom SteinLeventhal) dan sebagainya.
2. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang
wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang
bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif
dijumpai pula pada gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik
seperti XX/XO, XXXY atau XXYY.
3. Pembuatan

kariogram

dengan

pembiakan

sel-sel guna

mempelajari

hal-ihwal

kromosom, antara lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan genotipe.


4. Pemeriksaan kadar hormon.
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid
mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar FSH rendah,
sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada
hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-kelosteroid meningkat.
Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder
maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (ovarium, uterus, perlekatan dalam
rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka
diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah kemungkinan kehamilan
disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam
tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Dilakukan pula tes
progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila hasil positif pada kadar prolaktin dan

tiroid yang normal maka amenore yang terjadi disebabkan karena siklus anovulasi. Bila kadar
prolaktin tinggi diagnosisnya hiperprolaktinemia, bila TSH tinggi maka diagnosisnya adalah
hipotiroidisme. Bila hasil tes progesterone negatif dan diagnosis belum jelas dilakukan tes
estrogen dan progesterone (yaitu minum obat hormone estrogen selama 21 hari) dan hormone
progesterone 10 hari terakhir ) bila setelah obat habis timbul haid lanjutkan pemeriksaan
hormone FSH. Jika FSH tinggi dan pasien berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk pemeriksaan
kromosom. Jika didapati mosaik dengan kromosom Y, peluang 25% tumor ganas ovarium. Jika
FSH normal atau rendah lakukan CT-Scan kepala adalah tumor hipofisis. Bila tidak timbul haid,
permasalahan pada rahim. Sindrom asherman adalah yang paling mungkin. Apabila kadar
hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen atau Progestogen Challenge Test adalah
pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim.
Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
6.PENATALAKSANAAN AMENOREA
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami,
apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk
mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi
amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi, penyebab ovarium, dan
penyebab susunan saraf pusat.
A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa
vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki
ovarium normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil
atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat
kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari
tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru
menggunakan skin graft

4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan
memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien
ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur,
rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai
penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine
(dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret,
operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini
dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen
dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut.
Pemberian

dosis

estrogen

setelah

operasi

terkadang

diberikan

untuk

optimalisasi

penyembuhan lapisan dalam rahim


B. Gangguan Ovarium
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung
telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian
hormon pertumbuhan dan hormon seksual
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur
sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau
proses autoimun
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
C. Gangguan Susunan Saraf Pusat
1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea.
Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat
mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan
agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan
tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau
terapi bedah berupa pengangkatan tumor.

2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom
Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai
dengan penyebabnya.
3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan
fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional
membutuhkan bantuan psikiater.
Farmakologis
Agonis Dopamin merupakan satunya terapi medis khusus disetujui untuk membalikkan
sebuah patologi yang mendasari yang mengarah ke amenore. Dalam kebanyakan kasus,
agonis dopamin efektif mengurangi hiperprolaktinemia.
Terapi gonadotropin atau terapi GnRH pulsatile ditujukan pada wanita yang
menginginkan kesuburan namun tetap anovulasi karena gangguan hipotalamus atau hipofisis.
Setelah diagnosis ditegakkan, untuk beberapa wanita dengan oligomenore atau
amenore yang tidak ingin menjadi hamil, oral kontrasepsi dapat menjadi pilihan yang baik untuk
memulihkan siklus menstruasi dan diberikan penggantian estrogen. Tidak adanya kehamilan
harus didokumentasikan sebelum kontrasepsi oral terapi dimulai.
Pada pasien dengan amenore atau oligomenorrhea withdrawal bleeding harus diinduksi
dengan suntikan progesteron atau mg 5-10 medroksiprogesteron selama 10 hari.
Terapi penggantian hormon, yang terdiri dari estrogen dan progestin, diperlukan untuk
perempuan

dengan

defisiensi

estrogen

tetap

karena

fungsi

ovarium

tidak

dapat

dipulihkan. Peran pengganti androgen saat ini tidak jelas dan merupakan subjek investigasi
yang sedang berlangsung.

PENGKAJIAN
1. Data subyektif
a. Biodata
Umur :
- Usia reproduktif 20-35 tahun, wanita yang pernah mendapat haid, tapi kemudian tidak
dapat haid selama 3 bulan (Manuaba, 1998 : 399).

- Pubertas, ibu hamil, ibu meneteki, menopause (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 31)
Pekerjaan :
- Beresiko terhadap wanita-wanita yang bekerja sering terpapar radiasi (radiologi) (Sulaiman
Sastrawinata, 1981 : 31)
Pergantian lingkungan dapat menimbulkan amnore karena stress (Sulaiman Sastrawinata,
1981 : 29)
b. Keluhan utama
Tidak adanya haid selama 3x siklus berturut-turut atau lebih (Pusdiknakes, 1992 : 2).
c. Riwayat kesehatan
- Adanya gangguan pankreas (DM), adanya tumor, radang, distruksi, hipotyroidea, kretinisme
(Sarwono, 2006 : 206-208).
- Adanya kelainan gizi, gangguan pada hepar dan ginjal (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 32)
d. Riwayat kebidanan
1) Haid
- Pola haid sebelumnya teratur, kemudian tidak datang haid selama 3 bulan/lebih (Sarwono,
2006 : 202).
2) Kehamilan dan persalinan
- Pernah mengalami histerektomi (sarwono, 2006 : 208)
- Pada wanita yang tidak hamil, tapi ingin sekali hamil (Sarwono, 2006 : 212).
- Dapat untuk membantu menentukan amenore primer atau sekunder (Sarwono, 1999 : 208)
e. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Kelainan organik pada serebrum berupa radang (encephalitis), tumor, trauma dan
sebagainya dapat disertai amenore, tetapi peranan gejala ini kecil. Penting untuk diagnosis
ialah anamnesis dan gambaran klinik yang bersangkutan dengan kelainan-kelainan itu
(Sarwono, 2006 : 211).
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi : Amenore bisa terjadi pada anoreksia nervosa, tidak ada nafsu makan, gangguan gizi
berat, tetapi tanpa letargi dan rasa nyeri diepigastrium (Sarwono, 2006 : 211).
Aktifitas : Pada amenore yang disebabkan anoreksia nervosa penderita masih tetap aktif
(Sarwono, 2006 : 212).
Istirahat : Pada wanita dengan stressor yang tinggi dapat mengganggu pola istirahat/tidur
(Sarwono, 2006 : 213)
Seksual : Pada amenore karena insufisiensi hipotesis biasanya disertai adanya penurunan
libido (Sarwono, 2006 : 214)
g. Riwayat ketergantungan
Pada sindrom amenore galaktore ditemukan pada kasus-kasus wanita yang memakai alat
penenang (Phonothiazine) dalam jangka lama (Sarwono, 2006 : 213).
h. Riwayat psikososial
Keadaan kejiwaan dengan syock emosional karena trauma atau kejadian yang menyedihkan
serta pergantian lingkungan dapat menimbulkan amenore. Psikosis yang paling sering
ditemukan bersama amenore adalah penyakit yang disertai depresi (Sarwono, 2006 : 211).
i. Riwayat KB

Pada wanita dengan sindrom amenore galakfore dapat pola ditemukan pada wanita-wanita
yang telah menghentikan minum pil kontrasepsi (Sarwono, 2006 : 213).
2. Data obyektif
a. Keadaan umum : baik
b. Tanda-tanda vital
Pada amenore karena anoreksia nervosa dapat terjadi bradikardi dan suhu yang lebih
rendah dari normal (Sarwono : 211).
c. Berat badan
Amenore sering memyertai pada wanita yang mengalami obesitas (kelebihan berat badan)
(Sarwono, 2006 : 208).
d. Tinggi badan
Pada sindrom turner dapat dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm (Sarwono,
2006 : 218).
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Sarwono P, 2006 : 211-218
Mata : Mengetahui keadaan retina, luas lapang panjang, virus, jika ada kemungkinan tumor
hipofisis yang dapat menyebabkan amenore.
Thorax : - Amenore pada sindrom turner disertai adanya dada berbentuk perisai dengan
puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak sedikit/tidak
ada.
- Terjadi pula pada sindrom feminisasi, yaitu hipoplasia puting susu, rambut ketiak
sedikit/tidak ada.
- Mammae mengeluarkan cairan seperti air susu pada kasus sindrom amenore
galakkore
Abdomen : Pada amenore karena cushing sindrom didapatkan adanya striae terutama pada
dinding perut.
Genetalia : - Rambut pubis bisa normal/sedikit/tidak ada
- Alat-alat genetalia mengalami antrifi pada anoreksia nervosa, sindrom amenore
galaktore dan insufisiensi hipofisis.
- Amenore pada sindrom feminisasi testikuler vagina tidak ada dan pendek atau
buntu, serviks dan uterus tidak ada.
- Amenore pada tumor ovarium dan sindrom adreno genital didapatkan
pembekuan klitoris
Ekstremitas : Pada amenore karena sindrom turner disertai tanda ruas tulang tangan dan
kaki pendek, osteoporosis.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Apabila pemeriksaan klinik tidak dapat memberi gambaran yang jelas mengenai sebab
amenore, maka dapat dilakukan pemeriksaan, sebagai berikut :
- Foto rontgen thorax : apakah ada TBC pulmonum, apakah ada perubahan pada sella
tursika.

- Pemeriksaan sitologi vagina : untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan
berkat pengaruhnya.
- Pemeriksaan sitologi vagina : untuk mengetahui adanya DM.
- Kerokan uterus : untuk mengetahui keadaan endometrium adanya endometritis
tuberkulosa.
- Pemeriksaan metabolik basal : jika perlu pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui
fungsi glandola tiroidea
- Pemeriksaan mata : keadaan retina dan lapang panjang, virus jika ada kemungkinan
tumor hipofisis (Hanifa W, 2006 : 209).
2) Uji laboratorium pertama adalah terhadap peta HCG
- Jika positif, maka wanita hamil
- Jika negatif, dapatkan nilainya TSH, prolaktin dan uji tantangan progesteron (provera 5-10
mg per os tiap hari selama 5-10 hari)
- Kadar TSH dan prolaktin normal yang bergabung dengan darah yang diambil dari uji
tantangan progesteron anovulasi (Varney, 2002 : 55).

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.

Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

b.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik, tahap perkembangan, perseptual,


dan penyakit

c.

Harga diri rendah situasional berhubungkan dengan gangguan fungsional (amenorrhea


primer)

d.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentang


penyakitnya (amenorrhea)

INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Diagnosa
1

Tujuan dan KH
Setelah

dilakukan

Intervensi
asuhan 1. Kaji tingkat kecemasan : ringan, sedang,

keperawatan selama .. x 24 jam


cemas

pasien

dapat

dengan kriteria hasil :


Cemas berkurang

Tidak

menunjukan

berat, panic
2. Berikan kenyamanan dan ketentraman hati
teratasi
3. Beri dorongan pada pasien untuk
mengungkapkan

pikiran

dan

perasaan

untuk mengeksternalisasikan kecemasan


perilaku 4. Anjurkan distraksi seperti nonton tv,

agresif

dengarkan

radio,

permainan

untuk

mengurangi kecemasan.
5. Singkirkan stimulasi yang berlebihan
2

Setelah

diberikan

asuhan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan


2. Berikan informasi factual mengenai
keperawatan selama .. x 24 jam
diagnosis, tindakan prognosis
pasien
diharapkan
tidak
3. Dengarkan dengan penuh perhatin
mengalami gangguan citra tubuh 4. Identifikasi tingkat kecemasan
dengan kriteria hasil :

Mengidentifikasi

dan

mengungkapkan

gejala

cemas

Mengungkapkan

tehnik

mengontrol cemas
Setelah
diberikan

asuhan

keperawatan selama .. x 24 jam


pasien

diharapkan

mengalami

harga

diri

tidak
rendah

dengan kriteria hasil :

Mengungkapkan penerimaan
diri secara verbal

1. Tetapkan

hubungan

saling

perawat dan pasien


2. Ciptakan
batasan

percaya
terhadap

pengungkapan negative
3. Bantu untuk mengidentifikasi

respon

positif terhadap orang lain


4. Bantu penyusunan tujuan yang realitas
untuk mencapai harga diri rendah yang
tinggi
5. Berikan penghargaan dan pujian terhadap
pengembangan pasien dalam pencapaian
tujuan

Setelah

dilakukan

asuhan

keperawatan selama .. x 24 jam


pasien

mampu

menjelaskan

penyakit dan mampu mengenal


penyakitnya dengan kriteria hasil:

pasien

mengetahui

penyakitnya

tentang

1. Mengkaji

tingkat

pengetahuan

pasien

tentang penyakit yang dideritanya


2. Memberikan pengajaran sesuai dengan
tingkat pemahaman pasien
3. Memberikan informasi dari
sumber

yang

akurat

dipertanggungjawabkan

dan

sumberdapat

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Difa Danis. Kamus Kedokteran. Gitamedia Press.
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.
Jakarta : EGC
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai