Anda di halaman 1dari 21

Regio capitis

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Frontalis (dahi, ubun-ubun)


Orbitalis
Nasalis
Infraorbital
Oralis
Mentalis
Buccalis
Zygomatical
Temporalis
Parietalis
Occipitalis

Regio Colli

1.
2.
3.
4.
5.

Sternocleidomastoideus
Trigonum Submentale
Trigonum Submandibulare
Trigonum Caroticum
Cervicalis Lateralis

Regio thorax

1.
2.
3.
4.

Pectoralis
Parasternalis
Clavipectorale
Axillaris

Regio Abdominal

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Epigastrica
Hipochondriaca
Umbilica
Lumbal
Hipogastric
Inguinalis

Regio Ekstremitas Superior

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Deltoidea
Brachialis
Cubitalis
Antebrachialis
Carpalis
Dorsum manus
Digiti

Regio Ekstremitas inferior


Anterior

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Femoralis Anterior
Trigonum femorale
Patella (genus anterior)
Cruralis anterior
Dorsum pedis
Digiti

Posterior

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Glutealis
Femoralis posterior
Patella/genus posterior
Cruralis posterior
Calcamea
Pedis

Tes undulasi : minta pasien menekan kedua tangan pada midline abdomennya (kanan kiri)
ketuklah satu sisi abdomen dengan jari dan rasakan pada sisi yang lain dengan tangan yang lain,
adanya getaran yang diteruskan cairan asites.

Pemeriksaan Lab

Hb Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan bertugas untuk
mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada darah ditentukan oleh kadar
Hemoglobin.
Nilai normal Hb :
Wanita

12-16 gr/dL

Pria

14-18 gr/dL

Anak

10-16 gr/dL

Bayi baru lahir

12-24gr/dL

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan intravena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan
tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik, indometasin.

Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD),
gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb yaitu
metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada
kulit

TROMBOSIT (PLATELET)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan
perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi perdarahan
dan hambatan perm- bekuan darah. Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000400.ooo/Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.

HEMATOKRIT (HMT)
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan Iain-Iain)
dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT berarti konsentrasi darah
makin kental. Hal ini terjadi karena adanya perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari
pembuluh darah sementara jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih
kental.Diagnosa DBD (Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.
Nilai normal HMT :

Anak

33 -38%

Pria dewasa

40 48 %

Wanita dewasa

37 43 %

Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan
darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik,
mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak
lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada
kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.

LDH (LAKTAT DEHIDROGENASE)


Merupakan salah satu enzim yang melepas hidrogen, dan tersebar luas pada jaringan
terutama ginjal, rangka, hati, dan otot jantung.
Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai
puncaknya 24-48 jam setelah infark miokard (serangan jantung) dan tetap normal 1-3
minggu kemudian. Nilai normal: 80 240 U/L

LAJU ENDAP DARAH (LED)


LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan menggambarkan
komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit (sel darah merah) dan plasma.
LED dapat digunakan sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan
penyakit, terutama pada penyakit kronis seperti Arthritis Rheumatoid (rematik), dan TBC.
Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik (menyeluruh), trauma,
kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis, kanker, operasi, luka bakar.Penurunan LED
terjadi pada gagal jantung kongestif, anemia sel sabit, kekurangan faktor pembekuan, dan
angina pektoris (serangan jantung).Selain itu penurunan LED juga dapat disebabkan oleh
penggunaan obat seperti aspirin, kortison, quinine, etambutol.

C-Reactive Protein (CRP) merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan oleh hati,
yakni protein yang konsentrasinya akan meningkat bila terjadi cedera akut,
peradangan/inflamasi atau infeksi. CRP merupakan penanda inflamasi yang sudah
dikenal secara luas dan memiliki peran penting dalam proses Aterosklerosis. Hasil
penelitian menunjukan bahwa peningkatan CRP (walaupun masih dalam batas normal)
merupakan prediktor yang kuat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. High

Sensitivity CRP (hS-CRP) adalah pemeriksaan untuk mengukur konsentrasi CRP yang
sangat kecil hingga bersifat lebih sensitif.
Manfaat Pemeriksaan:
Memprediksi faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung
koroner; memantau kondisi post-operasi, PID (Pelvic Inflammantory Disease), sepsis
pada pasien kritis; dan mendiagnosis apendistis akut.

Anti-nuklir antibodi (juga dikenal sebagai anti-nuclear factor atau ANF) adalah
autoantibodi yang mempunyai kemampuan mengikat pada struktur-struktur tertentu
didalam inti (nukleus) dari sel-sel lekosit. ANA yang merupakan imunoglobulin (IgM,
IgG, dan IgA) bereaksi dengan inti lekosit menyebabkan terbentuknya antibodi, yaitu
anti-DNA dan anti-D-nukleoprotein (anti-DNP). Anti-DNA dan anti-DNP hampir selalu
dijumpai pada penderita SLE. Temuan anti-DNA akan berfluktuasi bergantung pada
proses penyakit ini, yang disertai dengan remisi dan eksaserbasi. Anti-DNA 95% dapat
ditemukan pada penderita nefritis lupus.
Uji ANA merupakan skrining untuk lupus eritematosus sistemik (SLE) dan
penyakit kolagen lainnya. Kadar total ANA juga dapat meningkat pada penyakit
skleroderma, rheumatoid arthritis, sirosis, leukemia, mononukleosis infeksiosa, dan
malignansi. Untuk mendiagnosis lupus, temuan uji ANA harus dibandingkan dengan hasil
uji lupus lainnya.
HASIL

NORMAL : Negatif (

kurang

dari

20

Units)

HASIL ABNORMAL : Equivocal : 20 60 Units,


Positif : lebih dari 60 Units atau titer 1/160 atau lebih.

Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi dengan
molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk
autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi
komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting

pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF
positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.
RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang sangat
tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan
kemungkinan komplikasi sistemik.
RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma,
dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik
arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang
tua (di atas 65 tahun).
Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering
dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan
waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA
sering digunakan tes CRP dan ANA.

Nilai Rujukan
DEWASA : penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan rheumatoid
arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.
ANAK : biasanya tidak dilakukan
LANSIA :

sedikit

meningkat

*Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium, tergantung metode yang
digunakan.

Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama
oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari
usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air
susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila

ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan
pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel
hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit
hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara
kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa
kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang
keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).
Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal)
pada sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada
penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik.
Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan
peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis
kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas
osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika
ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal
ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan
untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan
penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2 menandakan
penyakit tulang.
Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari
isoenzim-isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi
oleh kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5nukleotidase
(5NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh
pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam
hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.
Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan
menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia
otomatis. Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan
tulang. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.

Nilai Rujukan
DEWASA : 42 136 U/L, ALP1 : 20 130 U/L, ALP2 : 20 120 U/L,Lansia : agak
lebih tinggi dari dewasa
ANAK-ANAK : Bayi dan anak (usia 0 20 th) : 40 115 U/L), Anak berusia lebih tua
(13 18 th) : 50 230 U/L.

Masalah Klinis

PENINGKATAN KADAR : obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel


hati, hepatitis, hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia,
penyakit Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple,
osteomalasia,

kehamilan

trimester

akhir,

arthritis

rheumatoid

(aktif),

ulkus. Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin,


penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang,
indometasin (Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid,
isoniazid, asam para-aminosalisilat.

PENURUNAN
(kekurangan

KADAR :
vit

C),

hipotiroidisme,

hipofosfatasia,

malnutrisi,

anemia

sariawan/skorbut

pernisiosa,

isufisiensi

plasenta. Pengaruh obat : oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)

Magnetic Resosultion imaging


Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari: a. Sistem magnet yang berfungsi
membentuk medan magnet. Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui
tentang : tipe magnet, efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari pesawat MRI
tersebut ; b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan
koil, yaitu : 1.Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal. 2 Gardien koil Y, untuk

membuat citra potongan koronal. 3.Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial . Bila
gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik; c. Sistem
frequensi radio berfungsi mem-bangkitkan dan memberikan radio frequensi serta mendeteksi
sinyal ; d. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol semua
komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra; e. Sistem pencetakan citra,
berfungsinya untuk mencetak gambar pada film rongent atau untuk menyimpan citra.
Aplikasi
Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morpologik yaitu lokasi,
ukuran, bentuk, perluasan dan lain lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat
diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh akial,
sagittal, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologinya.
Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya : 1.
Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar hipofisis, lobang telinga
dalam , rongga mata , sinus ; 2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark,
gambaran fungsi otak, perdarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh
darah seperti aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi; 3. Pemeriksaan tulang
belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP), tumor, infeksi, trauma, kelainan
bawaan. 4. Pemeriksaan Muskuloskeletal untuk organ : lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan, pergelangan kaki, kaki, untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon, ligamen,
tumor, infeksi/abses dan lain lain ;5. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati , ginjal,
kantong dan saluran empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli 6.
Pemeriksaan Thorax untuk melihat paru dan jantung.
MRI sebagai salah satu modalitas diagnostik
MRI adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi,
yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan
menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss)
dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang
dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan

oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk
diagnostic jaringan lunak.
Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas
gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang
kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat
diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik
penggambaran MRI, antara lain : a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien
yang baik, b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya. Saat ini tersedia
beberapa perangkat diagnostik, seperti Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Perangkat ini merupakan modalitas yang dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit. MRI lebih unggul dibandingkan dengan alat pencitra
radiologi yang lain, seperti pesawat sinar-X konvensional, ultrasonografi, dan CT scan
karena dapat menampilkan secara detail anatomi suatu organ berdasarkan kemampuannya
yang lebih baik dalam mendeteksi jaringan lunak. Selain itu, MRI tidak menggunakan
sinar-X sehingga tidak ada kekhawatiran timbulnya efek biologis, mutasi gen, dan
terjadinya keganasan akibat radiasi pengion, di kemudian hari dapat dihindarkan.
Secara spesifik kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan
adalah: 1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak
seperti otak, sumsum tulang, serta muskuloskeletal. MRI memberikan resolusi yang
tinggi dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam untuk
mendeteksi lesi-lesi patologis di daerah white matter. 2. MRI mampu memberi gambaran
detail anatomi dengan lebih jelas. 3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti
pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT
Scan. 4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa
merubah posisi pasien. 5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion. MRI bersasaran
(targeted MRI) sebagai salah satu imejing molekuler Molekuler imejing adalah
karakterisasi dan pengukuran invivo proses biologis pada tingkat molekuler dan seluler
dimana teknik imejing ini mengajukan untuk memprobe abnormalitas molekuler yang

merupakan dasar penyakit dan bukan menggambarkan efek akhir dari perubahan
molekuler. Untuk membuat image molekul spesifik in vivo beberapa kriteria kunci secara
umum

harus

dipenuhi

yaitu

(a)

ketersediaan

probe

afinitas

tinggi

dengan

farmakodinamika yang reasonable (b) kemampuan probe ini untuk mengatasi hambatan
pengiriman biologis (vaskuler, interstitiel, dan membran sel) (c) pemakaian strategi
amflipikasi (kimiawi dan biologis) dan (d) ketersediaan teknik imejing yang sensitif,
cepat dan beresolusi tinggi. MRI merupakan salah satu modalitas dalam imejing yang
paling mungkin masuk dalam skenario tersebut melalui penggunaan senyawa
pengontras bertarget disertai amplifikasi biologis. Prinsip kerja MRI adalah interaksi
antara gelombang frekuensi radio dan spin inti hidrogen jaringan tubuh ketika
dimasukkan ke dalam medan magnit yang kuat. Apabila radio frekuensi dihidupkan (on),
dengan frekuensi yang sama dengan atom hidrogen, energi yang dipancarkan akan
diserap oleh inti atom hidrogen sehingga terjadi magnetisasi longitudinal dan transversal,
dengan perkataan lain terjadi resonanasi.
Apabila radio frekuensi dimatikan maka energi yang diserap akan dilepaskan
kembali dan inti atam hidrogen yang mengalami resonansi tadi akan kembali kepada
keadaan semula atau mengalami relaksasi. Waktu yang diperlukan untuk kembali kepada
keadaan semula disebut waktu relaksasi. Waktu untuk kembali kepada keadaan semula
longitudinal magnitisasi disebut waktu relaksasi T1. Waktu untuk kembali kepada
keadaan semula trasversal magnetisasi disebut waktu relaksasi T2. Kualitas citra MRI
ditentukan oleh intensitas sinyal yang dipancarkan oleh jaringan tubuh setelah masuk ke
dalam medan magnit. Intensitas sinyal ditentukan oleh berbagai hal yaitu besarnya medan
magnit, jumlah atom hidrogen yang ada pada jaringan, apabila jaringan mempunyai atom
hidrogen yang banyak maka intensitas sinyal yang dikeluarkan juga kuat. Selain itu
intensitas sinyal juga dipengaruhi oleh waktu relaksasi longitudinal T1, dan waktu
relaksasi tranversal T2. Kekuatan medan magnet MRI yang biasa dipakai di klinik antara
0,3 sampai 1,5 Tesla. Besarnya medan magnit tersebut sangat memengaruhi hasil
pencitraan. Bila medan magnit MRI yang dipakai rendah akan memberikan citra yang
kurang baik dan waktu pemeriksaan akan lebih lama serta cakupan pemeriksaan sangat
terbatas bila dibandingkan medan magnet yang tinggi. Senyawa pengontras (contrast

agent) yang biasa dipakai untuk MRI adalah kompleks dari Gadoliniun (Gd) yaitu
kompleks senyawa gadolinium dengan asam dietilen triamin pentaasetik (DTPA) dan
1,4,7,10 tetraazasiklododekan (DOTA). Senyawa pengontras GdDTPA mempunyai
keterbatasan yaitu Gd-DTPA mempunyai berat molekul yang kecil sehingga cepat keluar
dari tubuh melalui ginjal/urin dan melalui feses. Lebih jauh senyawa pengontras GdDTPA tidak dapat masuk ke dalam sel sasaran sehingga citra yang dihasilkan tidak
spesifik, yaitu tidak dapat membedakan dengan jelas suatu kelainan apakah suatu tumor
ganas, tumor jinak, atau inflamasi.
Agar mendapatkan pencitraan yang spesifik senyawa pengontras yang biasa
dipakai yaitu Gd-DTPA dikonyugasikan dengan antibodi supaya terjadi pengikatan antara
antigen reseptor dengan antibodi yang ada pada senyawa pengontras. Untuk memperkuat
ikatan senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan senyawa kimia lain,
yaitu dendrimer merupakan senyawa kimia yang secara fisik berbentuk seperti pohon
mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino sehingga dapat mengikat kompleks
Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat antibodi. Dengan adanya dendrimer ini
ikatan senyawa pengontras menjadi suatu senyawa makromolekul sehingga senyawa
pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh dan mempunyai relaksivitas yang tinggi. Karena
mempunyai relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat
dibandingkan dengan Gd DTPA. Untuk memperkuat ikatan senyawa pengontras GdDTPA dan antibodi ditambahkan dendrimer yang merupakan senyawa kimia yang secara
fisik berbentuk seperti pohon mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino
sehingga dapat mengikat kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat
antibodi. Dengan adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras menjadi suatu
senyawa makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh dan
mempunyai relaksivitas yang tinggi dibandingkan dengan Gd-DTPA. Karena mempunyai
relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat. Secara
populer senyawa pengontras yang bersasaran atau bertarget dengan memakai MRI
disebut targeted MRI. Penyangatan citra yang diartikan sebagai peningkatan kualitas citra
dari suatu senyawa pengontras harus mempunyai sifat-sifat tertentu supaya dapat
dipergunakan dalam klinik. Sifat-sifat yang harus dipunyai senyawa pengontras

bersasaran adalah tidak cepat ke luar dari tubuh, afinitas pengikatan (binding affinity)
yang selektif dan kuat pada sasaran yang diinginkan, sinyal latar belakang yang rendah
(target-to-background ratio yang tinggi), sehingga diperoleh penyangatan citra yang kuat,
sifat farmakologi yang dapat diterima dan kemudahan untuk produksi dalam jumlah yang
banyak. Senyawa pengontras yang dipertimbangkan untuk mencapai target sel tumor
adalah GdDTPA yang dihimpun oleh dendrimer sebagai scaffold multivalent dan
sekaligus dapat mengikat antibodi. Dendrimer selain berperan menghimpun kompleks
Gd-DTPA dalam jumlah yang banyak, juga membatasi rotasi molekul Gd-DTPA karena
konyugasi antara GdDTPA dengan jumlah yang banyak dan dendrimer merupakan
senyawa makromolekul dan dapat meningkatkan relaksivitas senyawa pengontras
sehingga penyangatan citra akan lebih kuat. Antibodi yang terkonyugasi memberikan
afinitas pengikatan yang tinggi dengan reseptor yang ada pada sel glioma, dan akhirnya
juga memberikan senyawa pengontras yang spesifik terhadap sasaran. Senyawa
pengontras berbasis gadolinium seluruhnya nonspesifik bahkan distribusi dalam tubuh
tidak dapat dikatakan homogen karena tidak terakumulasi dalam sel. Begitu juga
efektivitasnya dalam meningkatkan kontras hanya berasal dari distribusi dalam aliran
darah karena seluruh senyawa pengontras tersebut bersifat hidrofilik, dan masuk ke
dalam jaringan intertisial. Senyawa pengontras baru dengan performa yang meningkatkan
efektivitas, distribusi dalam darah yang agak lama, dan mencapai target merupakan
beberapa properti menggembirakan dari molekul molekul baru yang dikembangkan
beberapa tahun terakir. Kompleks Gd (III) saat ini merupakan objek penelitian intensif
sebagai senyawa pengontras untuk MRI. Senyawa pengontras diarahkan kepada
pencitraan molukuler yang memungkinkan pencapaian diagnosis dini berdasarkan
pengenalan reseptor spesifik pada keadaan patologis. Oleh karena itu kompleks Gd (III)
harus memiliki kemampuan mencapai sasaran dengan mengkonyugasikan senyawa
pengenalan pada permukaan target. Lebih jauh lagi teknik MRI untuk mengimplikasikan
kebutuhan tersebut dengan mengirimkan sejumlah besar senyawa pengontras ke target
agar memperoleh visualisasi yang lebih baik dalam citra yang dihasilkan. Kesimpulan
MRI dapat menghasilkan gambar tiga dimensi dengan resolusi tinggi yang
menggambarkan ciri-ciri morfologi suatu spesimen. Perbedaan kontras pada jaringan
lunak bergantung pada perbedaan kandungan air endogenous, waktu relaksasi dan atau

karakter difusi dari jaringan yang diamati. Kespesifikan MRI dapat lebih ditingkatkan
dengan menambahkan senyawa pengontras (SP) seperti kelat gadolinium yang dapat
mencitrakan parameter-parameter hemodinamik yang meliputi blood perfusion dan
permeabilitas pembuluh darah (vascular permeability). Penggunaan senyawa pengontras
memungkinkan MRI menjadi salah satu modalitas imejing molekuler. Pengembangan
senyawa pengontras terarah untuk MRI (targeted MRI) yang diarahkan pada entitas
molekul tertentu dapat secara dramatis memperluas rentang penggunaan MRI dengan
menggabungkan teknik MRI resolusi tinggi non-invasif dengan lokalisasi target molekul
yang spesifik.
CEA (Carcino Embryonic Antigen)
Ditemukan tahun 1965 oleh Gold & Freedman Glikoprotein dengan BM 180.000 dalton
CEA di bentuk di saluran gastro-intertinal dan pancreas sebagai antigen pada permukaan sel
yang selanjutnya di sekresikan ke dalam cairan tubuh CEA sebagai petanda tumor untuk kanker
kolorektal, oesofagus, pankreas, lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru. Pemeriksaan
CEA untuk pemantauan terapi dan meramalkan prognosis. CEA > 20 ng/mL preoperasi
keganasan tinggi (pronosis Kurang baik CEA > 2.5 ng/ml Postoperasi adanya kekambuhan 80 %
(18 bln mendatang CEA < 20 ng/ml Metastase.
AFP (ALFA FETO PROTEIN)
Glikoprotein BM 70.000 dalton. Digunakan untuk deteksi dan pemantauan cancer hati, testis dan
ovarium > 95 % hepatome menunjukkan kenaikan kadar AFP AFP > 1000 ng/mL dipastikan
hepatoma.
CA 15-3 (Cancer Antigen)
Glikoprotein BM 300.000 450.000 dalton. CA 15-3 meningkat pada kanker payudara
Digunakan untuk diagnosis dan pemantauan therapy Peningkatan Ca 15-3 ditemukan pada
pasien sirosis, hepatitis, kelainan Autoimun dan kelainan kelenjar ovarium.
CA 125 (Cancer Antigen 125)

Glikoprotein BM 200.000 dalton. Digunakan untuk diagnosis dan pemantauan cancer ovarium
Peningkatan CA 125 terjadi pada penyakit hati kronis, pankreatitis, peritonitis, tetapi kadarnya <
100 U/mL Sensitifitas tinggi pada karsinoma epitel ovarium.
CA 19-9
Digunakan untuk diagnosis kanker pankreas. Membantu membedakan kanker pankreas dan
saluran empedu, serta kondisi non kanker seperti pancreatitis.Memonitor respon terhadap therapy
Memonitor prognosis kanker pankreas. Pemeriksaan pendukung : CEA, Bilirubin, Fungsi Liver
Gejala : Sakit abdomen, berat badan turun, dan ikterik.
PSA (Prostate Spesifik Antigen)
PSA ada 3 bentuk :

PSA komplek (berikatan dengan serine protease inhibitor alpha 1

antichymotrypsin (PSA-Act) dan berikatan dengan Alpha 2 Macroglobulin

PSA Unkomplek (Free PSA)

Pemeriksaan PSA secara tradisional : DRE (Digital Rectal Examination) hanya 30 40 % dapat
terdeteksi

Nilai Normall < 4 ng/mL.


> 10 ng/mL : indikasi kemungkinan besar kanker prostate.
4 10 : Indikasi BPH.

NILAI NORMAL
CEA : 0 5 ng/mL (CMIA)
AFP : < 13.4 ng/mL (CMIA)
Ca 15-3 : < 31.3 U/mL (MEIA)
Ca 125 : 0 35 U/mL (ELFA)
Ca 19-9 : < 37 U/mL (ELFA)
PSA : <= 4 ng/mL (MEIA)
ASTO
Deskripsi:
Antistreptolysin O merupakan antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen yang dihasilkan
oleh bakteri Streptococcus. Antibodi ini dapat bereaksi silang dengan antigen manusia (terutama
kolagen) dan dengan demikian menyerang berbagai matriks selular berbagai organ terutama
jantung, sendi, kulit, otak, dst.
Manfaat Pemeriksaan:
Untuk mendeteksi penyakit jaringan sendi, seperti demam rematik akut.

Anda mungkin juga menyukai