Anda di halaman 1dari 17

CASE

Low bak Pain e.c Spondylolisthesis

Pembimbing :
dr. Ananda Setiabudi, Sp. S

Disusun oleh :
Metta Maulida Riziqia Haq
03011190
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE 10 Agustus 12 September 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
BAB I
1

PENDAHULUAN

Sakit pinggang merupakan keluhan banyak penderita yang berkunjung ke dokter. Yang
dimaksud dengan istilah sakit pinggang ialah nyeri, pegal, linu, ngilu atau rasa tidak enak di
daerah lumbal berikut sacrum. Dalam dunia kedokteran berbahasa Inggris digunakan istilah low
back pain.1 Nyeri/sakit pinggang dapat merupakan suatu perjalanan yang akut atau kronis.
Penyebab akut diantaranya disebabkan karena trauma, sedangkan penyebab yang menimbulkan
nyeri kronik dapat berupa trauma, infeksi, degeneratif, kongenital dan neoplasma.
Spondilolistesis adalah subluksasi ke depan dari satu korpus vertebrata terhadap korpus
vertebrata lain dibawahnya. Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi pacet superior dan
inferior (pars interartikularis). Spondilosis adalah adanya defek pada pars interartikularis tanpa
subluksasi korpus vertebrata. Spondilosis dan spondilolistesis terjadi pada 5% dari populasi.
Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya hanya minimal, dan sebagian
besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang baik. Spondilolistesis dapat
terjadi pada semua level vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian
bawah.2
Prevalensi nyeri musculoskeletal, termasuk LBP, dideskripsikan sebagai sebuah
epidemik. Sekitar 80 persen dari populasi pernah menderita nyeri punggung bawah paling tidak
sekali dalam hidupnya. Prevalensi penyakit musculoskeletal di Indonesia berdasarkan pernah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu
24,7 persen.3
Low back pain merupakan kasus yang sering muncul dengan etiologi yang bervariasi
diantaranya seperti kelainan kongenital, trauma dan gangguan mekanis, inflamasi, neoplasma,
osteoporosis degeneratif dan psikis. Nyeri pinggang/LBP dapat menimbulkan gangguan fungsi
yang selanjutnya berdampak pada menurunnya quality of life seseorang, karena sifat nyeri yang
menimbulkan keterbatasan gerak pada seseorang dan dapat mengganggu aktifitas kesehariannya.

BAB II
LAPORAN KASUS
2

I.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. D

Jenis Kelamin

: wanita

Usia

: 47 Tahun

Alamat

:Jl. Gondangdia baru RT 03/09 No.12 Pondok Gede

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Status Pernikahan

: Menikah

Tanggal Datang ke RS : 19 Agustus 2015


Nomor CM

II.

: 205391

Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pukul 10.00 di poli saraf RSUD Budhi Asih.

Keluhan Utama

: Nyeri pinggang sejak 2 tahun yang lalu

Keluhan tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang


Os mengeluh nyeri pinggang yang dirasakan sejak Desember 2013. Awal mula nyeri
dirasakan dimulai dari telapak kaki. Os mengatakan apabila berdiri lama dan berjalan jauh terasa
nyeri di telapak kaki serta jari-jari kakinya terasa cenut-cenut. Lalu nyeri dirasakan semakin naik
keatas dari betis bawah lalu selanjutnya ke bagian paha dan sampai dengan daerah pinggang dan
bokong. Nyeri dikatakan seperti terasa kencang/ kaku terutama di sekitar bagian pinggang,
bokong dan paha. Nyeri tersebut mengganggu kegiatan kesehariannya seperti mencuci,
menyetrika, shalat bahkan ketika tidur. Os mengatakan nyeri sering dirasakan juga saat bangun
tidur di pagi hari, selain itu nyeri juga dirasakan saat perubahan posisi tubuh bahkan saat duduk
3

dalam waktu cukup lama juga terasa sangat nyeri. Saat bangun tidur os harus bangun dari posisi
tidur secara sangat perlahan karena pinggangnya terasa sangat sakit. Selain itu os juga merasa
seperti ngilu dan terasa berat di bagian sekitar pinggang. Kesehariannya apabila pinggangnya
sedang sakit, os tidak meminum obat (seperti pereda nyeri) karena menurutnya nyeri masih bisa
ditahan. Terkadang nyeri terasa apabila batuk atau mengejan. Sebelumnya kira-kira tahun 2010
os pernah mengalami keluhan yang sama berupa nyeri pinggang, namun nyeri masih bersifat
ringan dan os memeriksakan ke puskesmas lalu mendapatkan terapi berupa ibuprofen. Dengan
penggunaan ibuprofen nyeri berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os memiliki riwayat trauma akibat jatuh dari motor pada tahun 2007. Os sempat
memeriksakan keadaannya ke bagian orthopedi, namun dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan
adanya kelainan. Dari pasca kejadian jatuh dari motor tahun 2007 hingga sebelum nyeri
pinggang timbul, os tidak mengatakan adanya keluhan yang dirasakannya. Selain itu terdapat
riwayat hipertensi terkontrol dengan meminum obat Amlodipin dan riwayat DM II terkontrol
dengan meminum obat Metformin dan Glibenclamid.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Sebelumnya os pernah bekerja di Bank dari tahun 1989-2001 sebagai teller dan tenaga
administrasi. Lalu selanjutnya os pernah menjadi wiraswasta dengan membuka usaha makanan
dari tahun 2004-2008. Kemudian os bekerja di suatu proyek konstruksi sebagai tenaga supervisor
di lapangan. Saat ini os sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya lebih banyak dirumah
mengerjakan perkejaan-pekerjaan rumah tangga.
III. Pemeriksaan fisik
Status generalis :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital
: Tekanan darah : 120/80

RR

: 20 x/menit
4

Nadi
: 80 x/menit
TB : 159cm BMI : 30,9

Suhu : 36,2 C

BB : 78 kg
Kepala
- Bentuk : Normocephali
- Wajah : Simetris
Mata
- konjungtiva : anemis -/- sklera
: ikterik -/- pupil
: pupil bulat isokor 3 mm, refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+
- kedudukan bola mata : ortoforia
Hidung : tidak terdapat deviasi septum, mukosa hidung merah muda, tidak terdapat kelainan
Telinga : dalam batas normal, tidak terdapat kelainan
Mulut : Simetris, dalam batas normal, tidak terdapat kelainan
Leher : trakea terletak di tengah, bentuk simetris, tidak terdapat KGB membesar, dan tidak
terdapat kelenjar tiroid membesar.
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk simetris kanan-kiri baik saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Cor : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : inspeksi bentuk abdomen datar, auskultasi BU (+), palpasi abdomen supel, NT (-)
Ekstremitas : - Ekstremitas atas, bentuk simetris dalam batas normal tidak terdapat kelainan
- Ekstremitas bawah, regio kaki kanan tampak sedikit flexi dibanding regio kaki
kiri.
Status Neurologis
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
- Mata
: Pupil bulat isokor 3 mm, refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+,
kedudukan bola mata ortoforia.
- Leher
: dapat bergerak dalam batas normal, sikap baik
- Tanda rangsang meningeal : Tidak dilakukan
- Nervus kranialis

Nervus kranialis

Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

N. I (Olfactorius)

Tidak dilakukan

N.II (opticus)

Visus bed side

Tidak dilakukan

Lapang pandang

Tidak dilakukan

Ukuran pupil

Pupil bulat isokor 3 mm

Fundus okuli

Tidak dilakukan
5

N.III,

IV,

VI Nistagmus

(Okulomotorik,
Trochlearis, Abduscen
)

N.V (Trigeminus)

N. VII (Facialis)

N.VIII

Pergerakan bola mata

Baik ke segala arah

Kedudukan bola mata

Ortoforia

Diplopia

Refleks cahaya langsung/tidak langsung

RCL +/+ RCTL +/+

Membuka mulut

Baik

Menggerakkan rahang

Baik

Oftalmika

Baik

Maksilaris

Baik

Mandibularis

Baik

Motorik okipitofrontal

Baik

Motorik orbikularis okuli

Baik

Motorik obikularis oris

Baik

Tes Pendengaran

Tidak dilakukan

Tes Keseimbangan

Tidak dilakukan

Perasaan lidah 1/3 belakang

Tidak dilakukan

Refleks menelan

Tidak dilakukan

Refleks muntah

Tidak dilakukan

Mengangkat bahu

Baik

Menoleh

Baik

Pergerakan lidah

Baik

Disartria

(vestibulocochlearis)

N.IX,X
(glosopharyngeus,
Vagus)

N.XI (accessorius)

N.XII (hypoglosus)

- Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

dekstra

sinistra

dekstra

sinistra

Atrofi otot

eutrofi

eutrofi

eutrofi

eutrofi

Tonus otot

normal

normal

normal

normal

Gerakan involunter

Kekuatan otot

5555

5555

5555

5555

Bisep/Trisep
Refleks fisiologis

+/+

Refleks Patologis

Patela/ Achiles
+/+

+/+

+/+

Babinski

Chaddock

Gordon

Oppenheim

Schaefer

- Pemeriksaan Sensorik : Baik, tidak terdapat hipestesi


Pemeriksaan khusus:

Tes Laseque : -/-

Tes Kernig : -/-

Tes Patrick : -/-

Tes kontra-Patrick : -/-

Tes Braggard : -/-

Tes Siccard :-/-

Tes valsava: -/7

Range of Motion : (ekstremitas bawah)


Gerakan

IV.

Dekstra

Sinistra

Fleksi regio genu

keterbatasan gerak

keterbatasan gerak

Ekstensi regio genu

keterbatasan gerak

keterbatasan gerak

Fleksi regio coxae

keterbatasan gerak

keterbatasan gerak

Hiperekstensi hip regio

keterbatasan gerak

keterbatasan gerak

Dorsofleksi

keterbatasan gerak

keterbatasan gerak

Plantarfleksi

keterbatasan gerak

keterbatasan gerak

Pemeriksaan penunjang:
Foto regio torako-lumbal

Kesan : Spondilolistesis et spondilosis lumbal, susp HNP Lumbal 3-4; 4-5 pedikel et
caput intak.
V.

Resume
Os datang ke poli saraf RSUD BA dengan mengeluh nyeri pinggang yang
dirasakan sejak Desember 2013. Awal mula nyeri dirasakan dimulai dari telapak kaki. Os
8

mengatakan apabila berdiri lama dan berjalan jauh terasa nyeri di telapak kaki serta jarijari kakinya terasa cenut-cenut. Lalu nyeri dirasakan semakin naik keatas dari betis
bawah lalu selanjutnya ke bagian paha dan sampai dengan daerah pinggang dan bokong.
Nyeri dikatakan seperti terasa kencang/ kaku terutama di sekitar bagian pinggang,
bokong dan paha. Os memiliki riwayat hipertensi terkontrol dan riwayat DM terkontrol.
Pada pemeriksaan fisikbaik status generalis maupun neurologis didapatkan hasil dalam
batas normal, namun pada hasil pemeriksaan penunjang berupa radiologi foto
torakolumbal dengan kesan terdapat spondilolistesis.
VI.

Diagnosis
Diagnosis klinis : Low back pain
Diagnosis topis : radiks L3-S1
Diagnosis etiologi : degeneratif, traumatik
Diagnosis patologi : Spondilolistesis, spondilosis
Diagnosis fungsional :
- impairment : Nyeri pinggang regio L3-S1
- Disability : Gangguan aktifitas sehari-hari (perubahan posisi tidur-bangun, duduk
lama, berdiri lama).

VII.

Penatalaksanaan
- Gabapentin 2x300mg
-Ketoprofan 2x1
-Amlodipine 1x5mg

VIII. Prognosis
Ad vitam
Ad fungtionam
Ad sanationam

:dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini seorang wanita usia 47 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang
yang dirasakannya sejak 2 tahun lalu yaitu sejak Desember 2013. Dalam hal ini, pasien ini
9

memiliki faktor resiko untuk LBP yaitu usia, dimana proses degeneratif yang berjalan sesuai usia
yang bertambah. Selain itu BMI pada pasien ini 30,9 yang termasuk kedalam kategori obes I
menurut WHO. Selain itu didapatkan riwayat trauma jatuh dari kendaraan bermotor 8 tahun yang
lalu, mungkin dapat dianggap salah satu yang menambah resiko terjadinya spondilolistesis.
Untuk angka kejadian menurut salah satu penelitian pada wanita lebih banyak menderita dan
mengalami keluhan LBP karena kemampuan otot musculoskeletal yang lebih rendah dibanding
pria.4 Nyeri pinggang pada kasus ini tergolong kedalam kategori nyeri kronik yang salah satunya
dapt disebabkan oleh proses degeneratif dari diskus intervertebralis.
Pinggang merupakan bagian belakang badan yang mengemban bagian tubuh dari toraks
keatas, penopang utama bagian ini yaitu tulang belakang lumbal dan keseluruhan tulang
belakang. Tiap ruas tulang belakang berikut dengan diskus intervertebralis sepanjang kolumna
vertebralis merupakan satuan anatomi dan fisiologi. Bagian depan terdiri atas korpus vertebralis
dan diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai pengemban yang kuat, tetapi cukup fleksibel
serta bisa tahan terhadap tekanan-tekanan menurut porosnya. Yang menahan tekanan tersebut
adalah nucleus pulposus. Fleksibilitas dari tulang belakang didukung oleh ligamentum dan fasia
yang mengikat dan membungkus korpus serta diskus intervertebralis. Dari berbagai jenis keluhan
mengenai pinggang, nyeri adalah yang paling sering dan mempunyai arti penting, nyeri pinggang
dapat dibedakan dalam5:
a. Nyeri setempat karena iritasi ujung-ujung saraf penghantar impuls nyeri
b. Referred pain
c. Nyeri radikular
d. Nyeri akibat kontraksi otot sebagai tindakanprotektif.
Awal mula nyeri dirasakan dimulai dari telapak kaki. Os mengatakan apabila berdiri
lama dan berjalan jauh terasa nyeri di telapak kaki serta jari-jari kakinya terasa cenut-cenut.
Lalu nyeri dirasakan semakin naik keatas dari betis bawah lalu selanjutnya ke bagian paha dan
sampai dengan daerah pinggang dan bokong. Nyeri dikatakan seperti terasa kencang/ kaku
terutama di sekitar bagian pinggang, bokong dan paha. Hal ini berkaitan dengan tipe nyeri yang
timbul dari keluhan nyeri pinggang itu sendiri. Dalam hal ini, dapat dikaitkan dengan nyeri
radikular. Nyeri radikular sepintas menyerupai referred pain. Nyeri radikular menjalar secara
tegas, terbatas pada dermatomnya dan sifat nyerinya lebih keras serta terasa pada permukaan
tubuh. Nyeri radikular timbul karena perangsangan terhadap radiks, baik yang bersifat
penekanan, sentuhan, peregangan, tarikan atau jepitan. Hal ini berarti ada suatu proses patologi
10

yang menimbulkan nyeri radikular di sekitar foramen intervertebralis. Apabila nyeri radikular
timbul menjalar sesuai perjalanan radiks dorsalis L5-S1 maka sesuai dengan penjalaran dari
Nervus Ischiadicus yang mempersarafi bagian tersebut. Apabila batuk/bersin

menimbulkan

nyeri radikular, menandakan ada proses patologi yang menekan atau menyentuh/meregang radiks
dorsalis. Hal ini disebabkan karena pada batuk/bersin tekanan ruang subarachnoid melonjak
sejenak dan memperhebat penekanan atau peregangan pada radiks dorsalis yang sedang
terganggu. Jika nyeri radikular sepanjang perjalanan nervus ischiadicus (dari plexus L4-S3)
timbul pada waktu batuk/bersin maka disebut nyeri pseudoradikular. Namun pada kasus ini tidak
didapatkan nyeri pseudoradikular karena hasil tes valsava negatif.
Sebelumnya nyeri dirasakan oleh pasien saat batuk atau mengejan, hal ini dapat
dikatergorikan nyeri diskogenik daerah lumbar dieksaserbasi oleh batuk, bersin atau mengejan,
akibat terjadinya peninggian tekanan intraabdominal. Hal ini disebabkan adanya hubungan
antara vena epidural tanpa katup dan kanal spinal terhadap perubahan tekanan intra abdominal
dan intratorakal. Nyeri dapat bertambah saat membungkuk atau duduk di kursi malas, atau saat
bangun dari keadaan duduk. Sesuai dengan yang dirasakan pasien, nyeri sangat terasa apabila
membungkuk dan duduk dalam waktu yang lama serta perubahan posisi. Nyeri diskogenik
biasanya terjadi akibat herniasi L4-L5-Sl. Hal ini dapat mengindikasikan kearah HNP.

Dari keluhan nyeri pada kaki yang dirasakan pada awal mula keluhan nyeri piggang
timbul dapat dikaitkan dengan sifat nyeri yang disebabkan oleh spondilolistesis yang bersifat
11

radikular. Dalam hal ini radiks dorsalis terjepit oleh artikulus inferior yang tergeser kedepan.
Oleh karena spondilolistesis yang paling sering dijumpai pada tingkat L5-S1 maka nyeri
radikular yang terasa menjalar sepanjang N. Isiadikus dan daerah ujungnya menuju ke kulit yang
menutupi jari kaki ke-empat.5

Spondilolistesis tidak selalu menimbulkan gejala, gejala dapat baru timbul saat usia
lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan sekunder selama proses selama masa usianya
yang mungkin dapat disebabkan oleh beberapa hal yang termasuk dalam klasifikasi berikut
menurut WiIltse-Newman-Mcnab classification2 :
1.Displastik
Dijumpai kelainan kongenital pada sakrum bagian atas atau neral arch L5. Permukaan
sakrum superior biasanya bulat (rounded) dan kadang disertai dengan spina bifida .
2. Isthmik
Tipe ini disebabkan oleh karena adanya lesi pada pars interartikularis. Tipe ini merupakan
tipe spondilolistesis yang paling sering. Tipe ini mempunyai tiga sub:
- Lytic: ditemukan pemisahan (separation) dari pars, terjadi karena fatique fracture dan paling
sering ditemukan pada usia dibawah 50 tahun
- Elongated pars interarticularis: terjadi oleh karena mikro fraktur dan tanpa pemisahan pars
- Acute pars fracture: terjadi setelah suatu trauma yang hebat.
12

3. Degeneratif
Secara patologis dijumpai proses degenerasi. Lebih sering terjadi pada level L4-L5
daripada L5-S1. Ditemukan pada usia sesudah 40 tahun. Pada wanita terjadi empat kali lebih
sering dibandingkan pria. Pada kulit hitam terjadi tiga kali lebih sering dibandingkan kulit putih .
4. Traumatik
Tipe ini terjadinya bersifat skunder terhadap suatu proses trauma pada vertebrata yang
menyebabkan fraktur pada sebagian pars interartikularis. Tipe ini terjadi sesudah periode satu
minggu atau lebih dari trauma. Acute pars fracture tidak termasuk tipe ini.
5. Patologik
Pada tipe ini terjadi penipisan atau destruksi pada pars interartikularis, pedikel, pacet
dan terjadi pergeseran vertebrata. Tipe ini mempunyai dua sub tipe:
- Generalized: gambaran patologis bersifat umum. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan
tipe ini: Pagets disease, hyperthyroidism.
- Lokal: gambaran patologis bersifat lokal. Tipe ini terjadi oleh karena infeksi lokal, tumor atau
proses destruksi lainnya.
Perubahan tersebut dapat menjadi hal yang mendasari timbulnya keluhan nyeri pinggang
yang dirasakan sebagai pegal difus di pinggang bagian bawah yang bertambah tidak enak saat
digerakkan dan mereda saat istirahat.
Pemeriksaan fisik
Pada sikap berdiri kedua lutut dapat tampak sedikit fleksi. Dalam kasus ini pada
pemerikssan fisik pada pasien tampak regio tungkai bawah kanan tampak sedikit fleksi
dibandingkan sebelah kiri. Hal ini dapat merupakan sikap kompensatorik untuk mengurangi
peregangan N. isiadikus. Pada palpasi prosesus spinosus daerah lumbal bawah dapat diraba
adanya suatu prosesus spinosus yang terbenam yang teraba sebagai cekungan. Namun, pada
kasus pasien ini, tidak bergitu teraba adanya cekungan dari prosesus spinosus yang terbenam.
Pada kasus ini pemeriksaan khusus neurologis seperti pemeriksaan tes Laseque, Kernig, Patrick,
kontra-Patrick didapatkan hasil negative dan Range Of Motion (ROM) pada pasien ini tidak
terdapat hambatan gerak. Hal ini dapat disebabkan karena pasien telah menjalani pengobatan
dengan mendapatkan terapi antiinflamasi dan pereda nyeri neuropatik. Sehingga pasien tidak
13

datang dalam keadaan pinggang yang sedang nyeri dan memberikan hasil negative dari
pemeriksaan yang telah dilakukan. Namun pasien mengatakan sebelum dilakukannya proses
terapi pengobatan, terdapat keterbatasan gerak terutama saat fleksi regio coxae, selain itu posisi
duduk lama dan perubahan posisi menyebabkan nyeri timbul kembali. Selain itu penggunaan
korset di bagian torakolumbal juga sangat membantu pemulihan dari nyeri pinggang pada pasien
di kasus ini. Hal ini terkait fungsi korset sebagai fiksasi dari daerah torakolumbal sehingga
mengurangi nyeri yang ditimbulkan dari regio tersebut.
Pada spondilolistesis terdapat penggeseran ke depan dari suatu ruas tulang belakang.
Yang sering tergeser adalah lumbal ke lima. Kelainan ini dapat terjadi pada kelainan yang
bersifat kongenital yaitu dari masa perkembangan intrauterine. Meskipun demikian keluhan
nyeri pinggang dapat timbul pada usia 35 tahun keatas. Karena spondilolistesis, radiks L5 dapat
tertekuk dan menimbulkan nyeri radikular. Pada kasus ini pada pasien tidak didapatkan adanya
hipestesia yang biasanya juga menyertai nyeri radikular sesuai dermatomnya.
Pada awal 2013 ketika pasien pertama kali datang untuk memeriksakan keluhan nyerinya, berdsarkan gejala nyeri yang timbul dimulai dari telapak kaki dan naik keatas hingga betis,
paha dan bokong hingga mencapai pinggang hal ini dapat dikaitkan dengan riwayat DM yang
telah lama diderita oleh pasien pada kasus ini, atau dapat disebut neuropati. Neuropati dapat
didefinisikan sebagai perubahan struktur dan fungsi saraf perifer baik motorik, sensorik, maupun
otonom, yang menyebabkan gejala dan tanda neuropati.

Neuropati dapat disebabkan oleh

banyak faktor termasuk penuaan, diabetes (gangguan metabolik), proses pengobatan, trauma
infeksi, gangguan nutrisi, imunitas. Neuropati umumnya dialami oleh sekitar 26% atau 1 dari 4
orang yang berusia 40 tahun keatas. Pada penderita DM angka ini meningkat menjadi 50% atau 1
dari 2 penderita. Neuropati juga dapat menyerang mereka yang mengalami defisiensi vitamin B1,
B6 dan B12. Gejala yang ditimbulkan pada neuropati bisa berupa seperti rasa kesemutan baal,
mati rasa, kaku otot, kram, dan kelemahan otot. Selain itu dapat pula menimbulkan gangguan
pengeluaran keringat sehingga kulit tampak kering. Resiko untuk timbulnya gejala neuropati
meningkat pada usia diatas 40 tahun dan pada orang yang menderita diabetes.6
Pemeriksaan penunjang

14

Untuk mengetahui derajat dari spondilolistesis dapat menggunakan teknik Meyerding :


ini melibatkan membagi aspek superior dari vertebra di bawah slip menjadi 4 divisi yang sama.
Menilai mana lengkungan posterior tubuh vertebral tergelincir terletak sehubungan dengan ini 4
kuadran2 .
Grade 1 : Kurang dari 25 % slip
Grade 2: Antara 25 % dan 50 % slip
Grade 3 : Antara 50 % dan 75 % slip
Grade 4 : Antara 75 % dan 100 % slip
Grade 5 : Lebih besar dari 100 % slip ( juga disebut spondyloptosis )

Pada kasus pasien ini berdasarkan hasil foto torakolumbal, maka disimpulkan L4 dan
L5 mengalami pergeseran/slip kurang lebih 20% sehingga termasuk dalam kategori Grade 1.
Selain itu juga didapatkan penyempitan celah sendi atau diskus intervertebralis pada daerah L3L4; L4-L5;L5-S1

Selain pemeriksaan radiologi foto torakolombal CT scan juga dapat dilakukan. CT scan
menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering
15

digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan
lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Elektroneuromiografi (ENMG) Dapat dilihat adanya fibrilasi serta dapat pula dihitung kecepatan
hantar sarf tepi dan latensi distal, juga dapat diketahui adanya serabut otot yang mengalami
kelainan. Tujuan ENMG yaitu untuk mengetahui radiks yang terkena dan melihat ada tidaknya
polineuropati.

Penatalaksanaan
Non operatif
Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservatif. Pengobatan non operatif
diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit neurologis yang stabil. Hal
ini dapat merupakan pengurangan berat badan, stretching exercise, pemakaian brace, pemakain
obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah
motivasi pasien.
Dalam kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa Gabapentin yang efektif meredakan
nyeri yang bersifat neuropatik. Selain itu penggunaan ketoprofan yang termasuk kedalam
golongan AINS berfungsi untuk menghambat proses inflamasi yang terjadi akibat proses
patologis dari radiks saraf yang kemungkinan terjepit oleh abnormalitas susunan lumbal yang
mengalami subluksasi.
B. Operatif
Pasien dengan defisit neurologis atau pain yang mengganggu aktifitas, yang gagal dengan
non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila radiologis tidak stabil atau terjadi
progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip
menjadi lebih 50% atau jika slip 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high
grade spondilolistesis walaupun tanpa gejala fusi harus dilakukan, teknik yang digunakan adalah
Posterior Lumbar Interbody Fussion (PLIF). Bila manajemen operatif dilakukan pada
adolescent, dewasa muda maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang
bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda,
16

progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada
fleksi/ekstensi lateral x-ray.2
Selain itu untuk memperbaiki kualitas hidup agar dapat menunjang kegiatan sehari-hari
dapat dilakukan exercise seperti: Lying supine hamstring stretch, knee to chest, pelvic tilt, sitting
leg stretch, hip and quadriceps stretch. Selain itu fisioterapi dengan menggunakan modalitas
panas juga dapat membantu mengurangi rasa nyeri. Penggunaan brace secara teratur dapat sangat
membantu untuk menunjang kebutuhan sehari-hari tanpa disertai rasa nyeri
DAFTAR PUSTAKA

1. Soemarmo M. Penuntun Neurologi. 2010. Jakarta: Bina rupa aksara


2. Iskandar J. Spondilolistesis. Dept. Bedah FK Universitas Sumatra Utara. Accessed on 1 st
September

2015.

Available

at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1945/1/bedah-iskandar%20japardi47.pdf
3. Riskesdas. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta; 2013
4. Hoy D, Brooks P, Blyth F, Buchbinder R. The epidemiology oflow back pain. Best Pract
Res Clin Rheumatol 2010;24: 769-81.
5. Priguna S. Neurologi klinis dalam praktek umum.2012. Jakarta: Dian Rakyat.
6. Perdossi.
Siaran
pers
Neuropati.
2012.
Jakarta.
Available

at:

http://www.merck.co.id/country.id/id/images/Siaran%20Pers
%20N5000%20Makassar_4Oct_tcm663_104054.pdf?Version=.

Accessed

on

nd

September 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai