Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ORAL CANDIDIASIS

DAN CHEILITIS
Disusun Oleh:
Syamsinar
101611101082

Pembimbing:
drg. Lenny R Dewi, Sp. PM
BAGIAN ORAL MEDICINE
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oral Candidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh
candida.

kandida

merupakan

mikroflora

normal

pada

rongga

mulut,

mikroorganisme ini mencapai 40 60 % dari populasi (Silverman S, 2001).


Walaupun demikian jamur tersebut dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu
atau pada orang orang yang mempunyai penyakit penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh sehingga menimbulkan suatu penyakit misalnya, sering
ditemukan pada penderita AIDS (Farlane .M, 2002)
Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh candida. kandida
merupakan mikroflora normal pada rongga mulut, mikroorganisme ini mencapai
40 60 % dari populasi (Silverman S, 2001). Walaupun demikian jamur tersebut
dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu atau pada orang orang yang
mempunyai penyakit penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh sehingga
menimbulkan suatu penyakit misalnya, sering ditemukan padapenderita AIDS
(Farlane .M, 2002)
Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh candida. kandida
merupakan mikroflora normal pada rongga mulut, mikroorganisme ini mencapai
40 60 % dari populasi (Silverman S, 2001). Walaupun demikian jamur tersebut
dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu atau pada orang orang yang
mempunyai penyakit penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh sehingga
menimbulkan suatu penyakit misalnya, sering ditemukan pada penderita AIDS
(Farlane .M, 2002)
Pada umumnya infeksi tersebut dapat di tanggulangi dengan menggunakan
obat anti jamur baik secara topikal atau sistemik dengan mempertimbangkan
kondisi atau penyakit penyakit yang menyertainya. (Silverman S, 2001).
Cheilitis adalah suatu peradangan pada bibir, biasanya menyebabkan
pengelupasan, bibir pecah-pecah, dan bengkak. Banyak kondisi dan faktor yang

dapat menyebabkan cheilitis, kronis ataupun sementara, termasuk paparan


matahari berlebih, kekurangan gizi, alergi, obat-obatan, dehidrasi, makanan, dan
penyakit sistemik tertentu.
Cheilitis adalah suatu istilah yang luas yang menggambarkan keradangan pada
bibir yang mempunyai gejala klinis bibir terlihat kering,deskuamasi, berfissure
dan kemerahan. Pada umumnya cheilitis dapat disebabkan karena sinar matahari
atau cuaca kering yang menyebabkan bibir terkelupas. Demikian juga dengan
halnya reaksi alergi terhadap lipstik, makanan dan minuman. Bisa juga
disebabkan

karena

pertumbuhan

berlebihan

dari

jamur

candida,

yang

menghasilkan pecah-pecah dan sakit pada mulut.


Cheilitis dibedakan menjadi lima macam yaitu cheilitis eksfoliatif, cheilitis
actinic, cheilitis monoliasis, cheilitis glandularis, cheilitis granulomatosa.
Pada makalah ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai gambaran klinis
berbagai kandidiasis rongga mulut dan terapinya dan macam klasifakasi dari
cheilitis.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Oral Candidiasis
2.1.1 Definisi dan Etiologi Oral Candidiasis
Oral candidiasis merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa
lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis C. albicans. Oral
candidiasis pertama kali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377 SM, yang
melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan oleh genus Candida.
Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya
(C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan
C.guilliermondii) dapat menjadi patogen, dan C. albican merupakan jamur
terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora normal dan penyebab
infeksi oportunistik. Terdapat sekitar 30-40% C. albicans pada rongga mulut
orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65%
pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang
mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang
menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS (Langlais, 1998).
Oral candidiasis dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Meningkatnya prevalensi infeksi C. albicans ini dihubungkan dengan kelompok
penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi
maligna. Odds dkk (1990) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545
penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis (Langlais, 1998).
2.1.2 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya oral candidiasis terdiri atas faktor lokal dan
sistemik. Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan,
xerostomia, dan kebiasaan merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan
lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Candida yaitu lingkungan
dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob. Faktor lokal

seperti xerostomia juga dapat menimbulkan oral candidiasis. Xerostomia


merupakan suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi),
terapi radiasi dan kemoterapi. Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan
iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi
kelenjar liur. Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti
Candida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila
produksi saliva berkurang seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka
Candida dapat mudah berkembang (Andryani, 2011).
Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi
imun (HIV/AIDS), kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan
steroid juga dapat menyebabkan timbulnya oral candidiasis. Pada penderita
HIV/AIDS terjadi defisiensi imun yang mengakibatkan infeksi oportunistik
seperti oral candidiasis mudah terjadi. Di samping itu, terapi radiasi daerah
kepala dan leher mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi kelenjar saliva
mayor dan minor sehingga memudahkan terjadinya xerostomia. Prevalensi
xerostomia setelah terapi radiasi dijumpai melebihi 90%. Pengobatan kemoterapi
juga dapat berdampak pada berkurangnya aliran saliva. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, keadaan xerostomia yang dapat timbul akibat radioterapi
dan kemoterapi bisa memudahkanperkembangan jamur Candida. Penggunaan
obat antibiotik dan steroid juga dihubungkan dengan terjadinya oral candidiasis
(Andryani, 2011).
2.1.3 Patogenesis
Oral candidiasis merupakan infeksi oportunistik di rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari jamur C. albicans (Tahitian, 2010).
Oral candidiasis dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Meningkatnya prevalensi infeksi C. albicans ini dihubungkan dengan kelompok
penderita HIV/AIDS, dan penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi
maligna (Irfana, 2011).

Oral candidiasis telah dinyatakan sebagai penyakit dari penyakit karena


oral candidiasis seringkali mengindikasikan adanya penyakit yang mendasari
timbulnya proliferasi komponen Candida dari flora mulut. Spektrum spesies
Candida yang dapat terbentuk di dalam rongga mulut meliputi C. albicans,
Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida
guillerimondi serta Candidakrusei. Walaupun setiap spesies Candida dapat
menimbulkan infeksi mulut, sebagian besar kasus disebabkan oleh C. albicans,
karena C. albicans mampu membentuk lapisan biofilm yang dapat melindunginya
dari respon pertahanan host, sehingga C.albicans merupakan spesies Candida
yang paling infeksius (Lewis, 1998).
Infeksi oral candidiasis sering terjadi pada bayi, terjadi pada mulut, lidah
dan selaput mukosa pipi. Tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebagian
besar terdiri atas pseudomiselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat
erosi minimal pada selaput. Bila bercak-bercak putih diangkat akan tampak dasar
yang kemerahan dan erosive. Pertumbuhan C. albicans di dalam mulut akan lebih
subur bila disertai kortikosteroid, antibiotika, kadar glukosa tinggi, dan
immunodefisiensi (Indahyani, 2009).
Adapun mekanisme infeksi C. albicans pada sel inang sangat kompleks.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah
adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi
enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel C.
albicans ke sel inang. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan
patogenitas dan proses penyerangan Candida terhadap sel inang yang diikuti
pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara spesies Candida untuk
mempertahankan diri dari obat antifungi. Ada keyakinan bahwa bentuk hifa
adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk ragi tidak bersifat patogen.
Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering
dihubungkan dengan patogenitas C. albicans (Andryani, 2011).

2.1.4 Klasifikasi dan Gambaran Klinis Candidiasis


Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda,
pada umumnya berupa lesi-lesi putih atau area eritema difus (Silverman, 2001).
Infeksi karena jamur C. albicans dalam rongga mulut menyerang lapisan luar
epidermis dan mempunyai empat keadaan klinis yang berbeda-beda (Gayford dan
Haskel, 1990).
Adapun tanda-tanda klinis oral candidiasis yaitu:
1. Akut
a. Thrush (kandidiasis pseudomembranous akut)
Kandidiasis pseudomembranous akut adalah suatu infeksi opportunistik
yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur C. albicans superfisial.
Kandidiasis pseudomembranous akut merupakan bentuk kandidiasis yang paling
sering timbul pada bayi dan orang yang sangat lemah. Pada bayi, keadaan tersebut
timbul pada hari ke 2-5 kehidupan dan tampak berupa bercak putih pada pipi,
bibir,

palatum

dan

lidah.

Mukosa

disekitarnya

tidak

meradang

dan

pseudomembran sukar dikelupas, terlihat sebagian daerah mukosa yang tererosi.


Penyebaran dapat terjadi ke pharynx dan oesophagus yang mempersulit
pemberian makanan, muntah dan menurunnya berat badan. Pada orang dewasa
thrush timbul pada orang yang lemah dengan kelainan-kelainan seperti
penyebaran tumor ganas, operasi atau perawatan dengan antibiotik, steroid atau
antibiotik dan kombinasi keadaan-keadaan tersebut (Gayford dan Haskel, 1990).

Gambar 2.1 : Oral thrush

Diagnosis dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau


pemeriksaan mikroskopik secara langsung dari kerokan jaringan. Usap sitologik
dengan pewarnaan potasium hidroksida (KOH), Gram atau periodic acid-Schiff
PAS) akan menunjukkan organisme yang sedang berbenih dengan pseudohife
yang bercabang-cabang. Pemakaian topikal dari obat-obat antijamur selama 2
minggu biasanya memberikan kesembuhan (Langlais, 1998). Perawatan thrush
pada bayi dapat dilakukan dengan mudah dengan larutan Nystatin 1 ml (100.000
IU) 4 kali perhari. Pada orang dewasa, faktor predisposisi harus dihilangkan dan
dilakukan perawatan lokal dengan tablet Nystatin (500.000 IU) yang diisap 4 kali
perhari. Obat lain untuk pengganti Nystatin yang mempunyai
rasa kurang enak adalah amphoterisin B 10 mg yang digunakan dengan cara yang
sama (Gayford dan Haskel, 1990).
b. Akut atropik kandidiasis (antibiotik stomatitis)
Merupakan thrush tanpa pseudomembran dan timbul terutama dalam
hubungannya dengan terapi antibiotik dan dahulu sering disebut sebagai antibiotik
stomatitis atau glositis (Gayford dan Haskel, 1990).

Gambar 2.2 : Akut atropik kandidiasis


Penggunaan antibiotik spektrum luas, terutama tetrasiklin, dapat
mengakibatkan kondisi mulut yang disebut akut atropik kandidiasis. Infeksi

jamur ini adalah akibat dari ketidakseimbangan dalam ekosistem oral antara
lactobacillus acidophilus dan candida albicans. Antibiotik yang diterima oleh
pasien mengurangi populasi Lactobacillus dan memungkinkan organisme candida
tumbuh subur. Infeksi tersebut membuat daerah-daerah mukosa permukaan
mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang tidak menimbul.
Sakit seperti terbakar adalah keluhan utama yang paling sering. Distribusi dari
bercak-bercak kandidiasis atropik akut seringkali menunjukkan penyebabnya.
Lesi yang mengenai mukosa pipi, bibir dan orofaring seringkali menunjukkan
adanya pemakaian antibiotik secara sistemik, sedangkan merahnya lidah dan
palatum lebih umum setelah penggunaan antibiotik isap. Jika mengenai lidah,
maka permukaan yang tanpa papila-papila filiformis adalah umum. Jarang suatu
kandidiasis mengenai gusi cekat. Jika ini merupakan temuan klinis, maka supresi
imun yang parah adalah kemungkinan yang paling besar. Diagnosis infeksi
candida

harus

berkembang

dipastikan

atau

dengan

bentuk-bentuk

adanya

hife

pada

organisme-organisme
pewarnaan

usap

sedang
sitologik.

Perawatannya dengan obat-obat antijamur (Langlais, 1998).


2. Kronis
a. Atropik kandidiasis kronik (denture sore mouth)
Merupakan manifestasi kandidiasis yang paling sering terjadi, ditemukan
pertama kali oleh Cahn pada tahun 1963 dan disebabkan oleh infeksi candida,
pada mukosa mulut yang dipengaruhi oleh protesa yang menutupi daerah tersebut.
Daerah yang biasa terserang adalah palatum dibawah gigi tiruan sebagian atau
penuh atas; tetapi lebih jarang terjadi pada jaringan dibawah gigi tiruan sebagian
bawah dan sangat jarang timbul pada gigi tiruan penuh bawah. Lebih sering
mengenai wanita daripada pria, terjadi pada seperempat wanita pemakai gigi
tiruan dan sepersepuluh pada pria. Faktor terpenting bila dilihat dari gigi tiruan
adalah trauma dan kegagalan melepas gigi tiruan pada malam hari. Trauma
meningkat dengan adanya gigi tiruan yang longgar, hubungan oklusi tidak tepat
dan permukaan jaringan gigi tiruan yang kasar (mungkin dipengaruhi oleh bahan
cetak alginat). Faktor predisposisi sistemik yang penting adalah diabetes, anemia,

dan terapi steroid. Walaupun lesi berupa bercak tetapi lesi biasanya mengenai
seluruh permukaan jaringan dibawah gigi tiruan atas, sampai puncak ridge tetapi
jarang meluas sampai ke permukaan bukal atau labial dari alveolar. Mukosa
berwarna merah terang dan kenyal, seperti bila seluruh permukaan tertutup oleh
kelompok lesi yang berdiameter 12 mm. Pada celah antar lesi terdapat cairan
berwarna keputihan dan bercakbercak thrush.

Gambar 2.3 : Kandidiasis atropik kronik


Cara perawatan denture stomatitis adalah dengan melepas gigi tiruan dan
memberikan tablet Nystatin atau Amphoterisin B, seperti pada thrush. Selain itu,
diperlukan kerja sama dengan prostetist untuk mendapat dasar pencegahan yang
baik; biasanya perlu dibuatkan gigi tiruan baru. Tetapi ada beberapa pasien yang
menolak untuk melepas gigi tiruan pada siang hari sehingga cara perawatan
tersebut harus dimodifikasi dengan merelining gigi tiruan dan memperbaiki
kelainan oklusinya. Gigi tiruan harus dilepas selama mungkin, terutama pada
malam hari dimana gigi harus direndam dalam larutan cetrimide 1%. Pada siang
hari, larutan Nystatin dapat dioleskan pada permukaan jaringan gigi tiruan atas 3
kali perhari (Gayford dan Haskel, 1990).
b. Hiperplastik kandidiasis kronis (kandida leukoplakia)
Terlihat bercak putih yang berhubungan dengan infeksi candida pada
lapisan epitelialnya, tetapi setelah jamur dihilangkan, bercak hiperplastik

epitelium eukoplakia) akan tetap ada. Cawson, pertama kali mendefinisikan


keadaan ini dan menganggap jamur berperan sangat penting pada etiologi
hiperplasia epitelial.

Gambar 2.4 : Kandidiasis hiperplastik kronik


Histopatologi sangat berbeda dengan leukoplakia yaitu bahwa epitelium
selalu mengalami parakeratinisasi dan terlihat akantosis yang hebat yang
mengalami perubahan, dengan ketebalan beberapa sel saja. Epitelium permukaan
mengalami edema interseluler yang memisahkan sel-sel individual dan perluasan
polimorph ke epitelium. Lapisan epitelial bagian dalam mengalami proliferasi
yang hebat dengan mitosis dan diskeratosis.
Secara klinis, bentuk kandidiasis ini tidak dapat dibedakan dari
lekukoplakia, walaupun mempunyai hubungan dengan bercak leukoplakia yang
timbul paling sering berupa bercak segitiga dalam commisura bibir bilateral.
Daerah-daerah lain seperti pipi, lidah atau palatum juga dapat terserang. Lesi
hanya dapat didiagnosa dengan pemeriksaan biopsi dan timbul pada orang dewasa
tanpa

faktor

predisposisi

terhadap

infeksi

candida.

Lesi

mempunyai

kecenderungan yang besar untuk berubah menjadi ganas, bahkan pada tahap awal
sekalipun, tetap terlihat displatik epitelium pada biopsi atau bahkan karsinoma.
Nystatindan Amphoterisin B dapat diberikan untuk diisap 4 kali perhari, tetapi
tampaknya kurang bermanfaat (Gayford dan Haskel, 1990).

3. Kandidiasis mukokutaneus kronis


Merupakan kelompok kelainan yang jarang timbul, dimana terdapat
beberapa faktor predisposing sistemis terhadap infeksi candida yang hebat pada
mukosa, kuku jari dan kulit; keadaan mulut biasanya merupakan tanda klinis
yang paling penting. Bentuk-bentuk mukokutaneus kronis ini berhubungan
dengan insiden squamos sel karsinoma mulut yang tinggi. Tanda mulut dari
keadaan tersebut adalah thrush kronis-hiperplasia epitel mulut seperti pada
hiperplastik kandidiasis kronis (Gayford dan Haskel, 1990).
2.1.5

Terapi
Kandidiasis

pada rongga mulut

umumnya

ditanggulangi dengan

menggunakan obat antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau


penyakit yang menyertainya,hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan
pengobatan atau penyembuhan.( Silverman 2001)
Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu:
(Tripathi M.D 2001)
1. Antibiotik
a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin
2. Antimetabolite: Flucytosine (5 Fe)
3. Azoles
a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) :
ketokonazole
b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole
4. Allylamine Terbinafine
5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.

Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus
kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin,
miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc
cullough, 2005).
Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja
obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap
ginjal seringkali menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat
digunakan sebanyak 4 kali /hari.
Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini
dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran
sel. Sediaan berupa suspensi oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g,
digunakan untuk kasus denture stomatitis.
Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim
cytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan
sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membran sel. Sediaan
dalam bentuk gel oral (20 mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan,
ditaruh diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan.
Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuk sediaannya
berupa troche 10 mg, sehari 3 4 kali.
Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya
dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan
permeabilitas membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar.Efek sampingnya
berupa mual / muntah, sakit kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk
tablet 200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan.
Itrakonazole,

efektif

untuk

pengobatan

kandidiasis

penderita

immunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3


hari.,bentuk suspensi (100-200 mg) / hari,selama

2 minggu. (Greenberg,

2003).Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian


perut (abdomen),dan hypokalemi .
Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk
pada penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit

kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi


Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi
tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50,mg,100mg,
150mg dam 200mg Single dose dan intra vena. Kontra indikasi pada wanita hamil
dan menyusui.

2.2 Cheilitis
2.2.1 Depenisi
Cheilitis adalah suatu istilah yang luas yang menggambarkan keradangan
pada bibir yang mempunyai gejala klinis bibir terlihat kering,deskuamasi,
berfissure dan kemerahan. Pada umumnya cheilitis dapat disebabkan karena sinar
matahari atau cuaca kering yang menyebabkan bibir terkelupas. Demikian juga
dengan halnya reaksi alergi terhadap lipstik, makanan dan minuman. Bisa juga
disebabkan

karena

pertumbuhan

berlebihan

dari

jamur

candida,

yang

menghasilkan pecah-pecah dan sakit pada mulut. (Taniguchi,1998).


2.2.2 Klasifikasi cheilitis
Cheilitis terdiri dari beberapa jenis tergantung dari etiologinya yaitu :
1. Cheilis eksfoliatif
Cheilis eksfoliatif merupakan suatu peradangan superfisial yang bersifat
kronis pada permukaan bibir yang ditandai dengan terbentuknya sisik yang
persisten. Pendarahan dapat terjadi , Orang dengan kondisi ini mungkin memiliki
beberapa derajat nyeri, dan kesulitan berbicara , makan atau tersenyum. Karena
penampilan mereka tidak menyenangkan, orang dengan cheilitis eksfoliatif
mungkin menghindari bersosialisasi (Taniguchi,1998).
2. Cheilitis Actinic
Cheilitis

actinic

adalah

kondisi

patologis

yang

paling

sering

mempengaruhi vermilion border dari bibir bawah. suatu lesi klinis dari bibir
bawah akibat dari kerusakan paparan sinar matahari yang berlebihan. aktinik
cheilosis" adalah bentuk cheilitis yang merupakan counterpart actinic keratosis
kulit dan dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa (Rossi,2007).

Pada cheilitis actinic terdapat bintik-bintik dari bibir dengan daerah atrofi
atau erosi dangkal dan kasar , bersisik, ada penebalan warna keputihan dari bibir
di perbatasan bibir dan kulit. Ada juga hilangnya perbatasan biasanya tajam antara
bibir merah dan kulit normal, yang dikenal sebagai perbatasan vermillion. Bibir
tersebut dapat menjadi bersisik dan indurated sebagai cheilitis actinic
berlangsung. Lesi biasanya tidak nyeri lebih umum pada laki-laki yang lebih tua,
dan lebih umum pada orang dengan kulit ringan dengan riwayat kronis paparan
sinar matahari. Orang albinisme sanagt beresiko terhadap actinic cheilitis.
3.Cheilitis monoliasis
Cheilitis monoliasis adalah peradangan pada bibir yang berkaitan dengan
candida albicans dan kebiasaan menjilat bibir. Candida dapat masuk kelapisan
lapisan permukaan epitel pada bibir setelah mukosa rusak ,yang disebabkan oleh
keaadaan basah dan kering yang berulang ulang dari jaringan bibir. Akibatnya
terjadi pengelupasan epitel permukaan dan dapat terlihat sisik keputihan halus
yang terdiri atas mukus saliva yang kering. Keadaan yang kronis ditandai dengan
oleh fissura verikal yang sakit dan berulserasi serta lambat sembuhnya.
4. Cheilitis Glanduralis
Cheilitis glandularis (CG) adalah sebuah diagnosa klinis yang menunjuk
pada penyakit inflammatory lunak yang esensial, tidak umum dan belum
dipahami dengan baik pada kelenjar-kelenjar sub-mukosa di bibir bawah. Kondisi
ini ditandai dengan pembesaran dan penonjolan mukosa labial bawah yang
menyebabkan tidak jelasnya batas antara mukosa dan vermilion (bagian bibir
yang berwarna merah). Penyebab dari cheilitis glanduralis ini susah dipastikan
namun beberapa hali menyatakan bahwa infeksi bakteri, radiasi matahari,
tembakau, kebersihan mulut yang buruk dan faktor keturunan juga merupakan
penyebab terjadinya cheilitis glnduralis. Dengan adanya pengaruh eksternal dan
paparan kronis, membran mucus bawah yang lembut akan mengalami perubahan
akibat pengaruh lingkungan, mengakibatkan erosi, pembisulan, pengerasan kulit,
dan terkadang infeksi. Yang paling penting, kerentanan terhadap injury akibat

radiasi akan meningkat. Dengan demikian, CG bisa dianggap sebagai faktor


predisposisi yang potensial untuk terjadinya cheilitis actinic dan squamous cell
carcinoma (Nesbit,2010)
Secara historis, penyakit ini dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
suppuratif (pernanahan) sederhana, suppuratif dangkal, dan suppuratif dalam. Tipe
pernanahan (suppurative) dalam juga biasa disebut sebagai myxadenitis labialis
atau cheilitis paostematosa, dan tipe pernanahan (suppuratif) dangkal disebut
sebagai penyakit Baelz. Banyak yang meyakini bahwa jenis-jenis di atas
merupakan sebuah rangkaian penyakit dimana tipe yang sederhana, jika tidak
diobati, bisa menjadi terinfeksi dan berkembang menjadi tipe pernanahan
(suppurative) dangkal dan akhirnya menjadi tipe pernanahan yang dalam
(Weir,1997)
5. Cheilitis Granulomatosa
Cheilitis Granulomatosa merupakan bibir kronis yang merupakan
inflamasi granulomatosa tanpa diketahui penyebab pastinya. secara klinis ditandi
oleh adanya difus , pembengkakan pada salah satu atau kedua bibir . Cheilitis
Granulomatosa sering dikaitkan dengan penyakit lainnya misalnya Sarkoidosis ,
penyakit Crohn , Atypical Tuberculosis , penyakit Anderson - Fabry dan reaksi
alergi . Hal ini juga dianggap sebagai bentuk gejala atau monosymptomatic hypochondriacal oligo dari Sindrom Melkersson Rosenthal (MRS). Cheilitis
glanduralis biasanya dapatterjadi pada orang dewasa muda (Goel, 2010)

KESIMPULAN
Kandidiasis rongga mulut secara klinis dapat ditemukan lima tipe, dengan
gambaran klinis yang berbeda beda, dapat menimbulkan gejala sakit atau tidak.
Oral candidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur, sehingga
terapi yang dilakukan adalah dengan memberikan antifungi seperti nistatin,
amfoterisin dan golongan imidazol.
Cheilitis adalah suatu istilah yang luas yang menggambarkan keradangan
pada bibir yang mempunyai gejala klinis bibir terlihat kering,deskuamasi,
berfissure dan kemerahan.
Cheilitis dibedakan menjadi lima macam yaitu cheilitis eksfoliatif, cheilitis
actinic, cheilitis monoliasis, cheilitis glandularis, cheilitis granulomatosa.

BAB 5. Daftar Pustaka


Andryani, Suli. 2011. Kandidiasis Oral Pada Pasien Tuberkulosis Paru Akibat
Pemakaian
Obat
Antibiotik
Dan
Steroid
(Laporan
Kasus).
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23362 [27 April 2011].
Gayford, J.J ; Haskel, R. 1990. Penyakit Mulut. Cetakan I. Diterjemahkan oleh
Yuwono, Lilian, drg. Judul Asli : Clinical Oral Medicine. Jakarta : EGC. 40-43.
Goel,surab., 2010, Cheilitis Granulomatosa - An Uncommon Clinicopathological
Entity. Journal of Cancer Science & Therapy. Volume 2(4): 086.
Greenberg. M.S et al,2003 Burkets Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc,
Hamilton Ontario, h. 94-8
Indahyani, dkk. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi Mulut II. Jember. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember. 10-13.
Irfana, Alfa Zahra. 2011. Efek Xylitol Terhadap Jumlah Spora dan Hifa Candida
albicans pada Tikus Wistar Jantan yang Dipapar Candida albicans. Skripsi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. 9-15.
Langlais, Robert P. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta : Hipokrates. 58-94.
Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort , New
york, h. 287
Nesbitt RA., Marley JJ., James J. Cheilitis glandularis: Report of an unusual case
affecting the upper lip. Oral Surg 2010;3:32-5.
Nico MMS, Rivitti EA, Laurenco SV. Actinic chelitis: histologic study of the
entire vermilion and comparison with previous biopsy. J Cutan Pathol.
2007;34:309314.
Rossi R, Mor M, Lott T. Actinic keratosis. Int J Dermatol. 2007;46:895904.
Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton,
london, h. 170 177

Taniguchi S, Kono T. Exfoliative cheilitis: a case report and review of the


literature. Dermatology 1998; 196(2):253-5
Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771-2,
775 8.
Weir TW., Jhonson WC. Cheilitis Glandularis. Arch Dermatol 1971;103:433-37.

Anda mungkin juga menyukai