Anda di halaman 1dari 7

Defenisi Lymphadema

Lymphedema adalah kumpulan cairan yang tidak normal kaya akan protein di dalam
interstitium akibat obstruksi drainase limfatik.1
Penyakit yang Menyebabkan Edema Tungkai
Edema Tungkai Unilateral2
Bengkak tungkai satu sisi seringkali memiliki penyebab lokal, seperti :
1. Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis [DVT]) pada tungkai
menyebabkan nyeri tungkai unilateral dengan onset lambat (berjam-jam), bengkak
dengan kulit yang hangat, dan mungkin nyeri lokal di betis dan sepanjang vena,
khususnya vena safena magna. Karena gejala/tanda tidak bisa dijadikan patokan
dalam menegakkan diagnosis, semua pasien dengan dugaan DVT harus menjalani
pemeriksaan penunjang(ultrasonografi vena atau venografi) dan diperiksa untuk
menyingkirkan kemungkinan komplikasi emboli paru (pulmonary embolism [PE])
2. Rupturnya kista Baker : kista Baker adalah bursa sendi lutut yang menonjol ke fosa
popliteadan biasanya terjadi pada artritis reumatoid. Kista ini bisa ruptur dan
menyebabkan nyeri tungkai dan pembengkakan betis dengan onset mendadak.
Ultrasonografi bisa membantu menegakkan diagnosis.
3. Selulitis : terdiri dari eritema yang menyebar, kadang-kadang berbatas tegas, biasanya
mengikutin garis limfatik. Seringkali terasa sangat nyeri, dan kenaikan laju endap
darah (LED), protein reaktif-C (C-creative protein [CRP]) dan hitung jenis leukosit.
Organisme penyebab biasanya salah satu jenis stafilokokus atau streptokokus, dan
biasanya tumbuh pada kultur darah, walaupun jarang didapatkan dari apusan kulit.
4. Obstruksi limfatik menyebabkan bentuk edema unilateral, kadang-kadang disebut
edema non pitting. Obstruksi limfatik sering dijumpai disebabkan oleh infestasi
filaria.
5. Tumor pelvis bisa menekan vena unilateral, menyebabkan edema unilateral.
6. Imobilitas lokal bisa menyebabkan edema tungkai unilateral, misalnya pada
hemiparesis yang berlangsung lama.
Edema Tungkai Bilateral2
Pada edema tungkai bilateral, diagnosis ditegakkan dengan menentukan ada tidaknya
peningkatan tekanan vena dan ada tidaknya tanda penyakit hati, imobilitas berat atau
malnutrisi.
1. Gagal Jantung : edema tungkai terjadi dari gagal jantung kanan dan selalu disertai
peningkatan tekanan vena jugularis (JVP). Sering ditemukan hepatomegali sebagai

tanda kelainan jantung yang mendasarinya. Jika edema nampak sedikit di tungkai, dan
berat di abdomen, harus dipertimbangkan adanya konstriksi perikardial.
2. Penyakit Hati : edema tungkai disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum
(biasanya < 20 g/dL ). Bisa ditemukan tanda penyakit hati kronis, seperti spider nevi,
leukonika (liver nail), ginekomastia, dilatasi vena abdomen yang menunjukkan
adanya hipertensi portal, dan memar (kerusakan fungsi sintesis hati). JVP tidak
meningkat. Pada penyakit hati kronis berat (misalnya sirosis), pemeriksaan enzim hati
mungkin hanya sedikit terganggu, walaupun rasio normalisasi internasional (INR)
sering memanjang (> 20 dtk). Pada gagal hati akut, pasien biasanya sakit berat,
terdapat gejala gangguan otak yang menonjol dan tes fungsi hati biasanya abnormal.
3. Gagal Ginjal : edema disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (sindrom
nefrotik, di mana urin berbusa dan mengandung 3-4 + protein pada tes dipstick) atau
ketidakmampuan mengeksresikan cairan (sindrom nefritik, berhubungan dengan
hipertensi dan rendahnya output urin). Tes yang perlu dilakukan untuk konfirmasi
adalah pengukuran kadar albumin serum (biasanya < 30g/dL), protein urin (biasanya
> 4 g/24 jam), dan kreatinin serta ureum serum.
4. Imobilitas Umum : pasien biasanya berusia tua dan jelas imobil karena lemah atau
penyakit serebrovaskular. JVP menurun, dan tidak ada tanda penyakit hati ataupun
ginjal.
5. Malnutrisi : penyakit kronis bisa berhubungan dengan keadaan katabolik dan derajat
malnutrisi yang bisa cukup berat untuk menurunkan kadar albumin serum dan
menyebabkan edema tungkai. Walaupun jarang, edema tungkai bilateral juga bisa
disebabkan oleh penekanan vena kava inferior(IVC). Diagnosis ini bisa ditegakkan
dengan ultrasonografi abdomen, menggunakan Doppler berwarna untuk menentukan
aliran darah dan CT. Biasanya itu terjadi :
a. Pada obesitas berat
b. Pada asites berat (tegang) apapun penyebabnya
c. Dengan trombosis vena luas di IVC, seperti pada keganasan, atau komplikasi sindrom
nefrotik.

Patogenesis Filariasis3
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk

tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau binatang


reservoar yang mengandung mikrofilaria.
Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika
menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak
menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut
larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3. L3 kemudian bergerak
menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia,
maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap
selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh
menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga
bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan
pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk di suatu
lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan
maupun alat kelamin.
Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu terhadap
parasit, seringnya mendapat tusukan nyamuk, banyaknya larva infektif yang masuk ke dalam
tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Secara umum perkembangan
klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan fase lanjut. Pada fase dini timbul gejala
klinis akut
karena infeksi cacing dewasa bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri dan jamur. Pada fase
lanjut terjadi kerusakan saluran limfe kecil yang terdapat di kulit. Pada dasarnya
perkembangan klinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing filaria dewasa yang tinggal
dalam saluran limfe menimbulkan pelebaran (dilatasi) saluran limfe dan penyumbatan
(obstruksi), sehingga terjadi gangguan fungsi sistem limfatik:
1. Penimbunan cairan limfe menyebabkan aliran limfe menjadi lambat dan tekanan
hidrostatiknya meningkat, sehingga cairan limfe masuk ke jaringan menimbulkan
edema jaringan. Adanya edema jaringan akan meningkatkan kerentanan kulit terhadap
infeksi bakteri dan jamur yang masuk melalui luka-luka kecil maupun besar. Keadaan
ini dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack).
2. Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran limfe ke
kelenjar limfe. Akibatnya bakteri tidak dapat dihancurkan (fagositosis) oleh sel
Reticulo Endothelial System (RES), bahkan mudah berkembang biak dapat
menimbulkan peradangan akut (acute attack).

3. Kelenjar limfe tidak dapat menyaring bakteri yang masuk dalam kulit. Sehingga
bakteri mudah berkembang biak yang dapat menimbulkan peradangan akut (acute
attack).
4. Infeksi bakteri berulang menyebabkan serangan akut berulang (recurrent attack)
sehingga menimbulkan berbagai gejala klinis sebagai berikut:
a. Gejala peradangan lokal, berupa peradangan oleh cacing dewasa bersama-sama
dengan bakteri, yaitu :
a. Limfangitis, peradangan di saluran limfe.
b. Limfadenitis, peradangan di kelenjar limfe
c. Adeno limfangitis, peradangan saluran dan kelenjar limfe.
d. Abses
e. Peradangan oleh spesies W. bancrofti di daerah genital (alat kelamin) dapat
menimbulkan epididimitis, funikulitis dan orkitis.
f. Gejala peradangan umum, berupa; demam, sakit kepala, sakit otot, rasa lemah dan
lain-lainnya.
5. Kerusakan sistem limfatik, termasuk kerusakan saluran limfe kecil yang ada di kulit,
menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengalirkan cairan limfe dari kulit dan
jaringan ke kelenjar limfe sehingga dapat terjadi limfedema.
6. Pada penderita limfedema, adanya serangan akut berulang oleh bakteri atau jamur
akan menyebabkan penebalan dan pengerasan kulit, hiperpigmentasi, hiperkeratosis
dan peningkatan pembentukan jaringan ikat (fibrouse tissue formation) sehingga
terjadi peningkatan stadium limfedema, dimana pembengkakan yang semula terjadi
hilang timbul (pitting) akan menjadi pembengkakan menetap (non pitting).

Sumber gambar:4 http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology_b_malayi.html


dan http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology_w_bancrofti.html

Tatalaksana Filariasis5
Pengoabatan
1. Pengobatan Massal
Pengobatan massal dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl
Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan albendazole, sekali setahun
selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengoabatan seperti demam,
diberikan paracetamol.
Pengoabatan massal diikuti seluruh penduduk di daerah endemis yang berusia 2 tahun
ke atas. Pengoabatan ditunda pada orang yang sakit, anak dibawah usia 2 tahun dan
wanita hamil.
Tabel. Takaran Obat Untuk Pengoabatan Massal Filariasis Berdasarkan Umur5
Umur (Tahun)
2-5
6-14
>14

DEC
(100 mg - Tablet)
1
2
3

Albendazole
(400 mg Tablet)
1
1
1

Paracetamol
(500 mg Tablet)
0,25
0,5
1

2. Selektif
Dilakukan pada orang yang mengidap mikrofilaria dan anggota keluarga yang tinggal
di serumah (non endemis).
Penatalaksanaan Khusus
1. Dilakukan pada semua kasus klinis baik di daerah endemis maupun diluar
endemis
2. Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari untuk
pengoabatan individual.
3. Semua kasus klinis ditatalaksana dengan 5 komponen dasar, yaitu: pencucian,
pengoabatan dan perawatan luka, melatih otot-otot (exercise), meninggikan bagian
yang bengkak (elevasi), memakai alas kaki yang nyaman.
Strategi Pengendalian Filariasis yang Dilakukan Pemerintah6
Indonesia sepakat untuk memberantas filariasis sebagai bagian dari eliminasi filariasis global
melalui dua pilar kegiatan yaitu :
1. Memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan Pemberian Obat Pencegahan
Massal (POPM) Filariasis di daerah endemis Sekali setahun selama 5 tahun berturut
turut. Obat yang dipakai: DEC (Diethylcarbamazine Citrate) 6 mg/kg BB
dikombinasikan dengan Albendazole 400 mg.
2. Mencegah membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis mandiri.

Grafik.1. Grafik Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis Tahun


2010 sd 2014
Grafik diatas menunjukan adanya peningkatan cakupan pada tahun 2014
dibandingkan tahun 2013. Laporan sementara tahun 2014, target POPM filariasis adalah
25.984.057 cakupan yang dicapai adalah 19.204.373 (73,9%) untuk meningkatkan cakupan
perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya minum obat pencegahan
filariasis yang diberikan setahun sekali pada daerah endemis.

Anda mungkin juga menyukai