Lapkas CHF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

PURPURA TROMBOSITOPENIA IMUN

PEMBIMBING

dr. M Fahmi Hidayat


dr. Diana Purba
dr. Frenky Jones
dr. Andi Raga Ginting

PENYAJI

- Mukhsin Daulay
- Rizki Hariansyah
- Riska Meutiarani
- Shaanta Rubini
- Dheeba Kumaraveloo

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUD DR PIRNGADI MEDAN
2015

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judulPurpura
Trombositopenia Imun.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang
telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan
kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah
laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 April 2015

Penulis

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. 2
Daftar Isi............................................................................................................................. 3
Bab 1 Pendahuluan............................................................................................................ 4
Bab 2 Purpura Trombositopenia Imun........................................................................... 6
2.1.1. Definisi............................................................................................... 6
2.1.2. Epidemiologi...................................................................................... 6
2.1.3. klasifikasi............................................................................................ 6
2.1.4. Fisiologi.............................................................................................. 8
2.1.5. Patofisiologi........................................................................................ 11
2.1.6. Diagnosis............................................................................................ 13
2.1.7. Diagnosis Banding............................................................................. 14
2.1.8. Komplikasi......................................................................................... 15
2.1.9. Tatalaksana..........................................................................................15
2.1.10. Prognosis............................................................................................ 17
Daftar Pustaka................................................................................................................... 18
Bab 3 Laporan Kasus........................................................................................................ 19
Bab 4 Penutup.................................................................................................................... 28
Lampiran

4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang1
Gagal jantung kongestif atau dalam bahasa inggris disebut Congestive Heart Failure
merupakan sindrom klinis kompleks yang di dapat dri hasil gangguan jantung fungsional atau
structural yang menggang kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah.
Tidak ada tes diagnostik yang akurat untuk Gagal Jantung Kongestive. Diagnosis GJK yang
digunakan sebagian besar dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik serta didukung oleh
pemeriksaan tambahan seperti rontgen dada, EKG, ECG (Figueroa & Peters, 2006).
Gagal jantung menjadi penyakit yang umu diderita didunia. Sekitar lima juta orang
Amerika Serikat menderita GJK, dimana jumlah tersebut didominasi oleh orang tua, dengan
hampir 80% kasus terjadi pada pasien diatas 65 tahun. Namun demikian, beberapa studi
menemukan bahawa GJK dikaitkan dengan angka kematian sekitar 45-50% selama kurun
waktu dua tahun terakhir.
Terapi yang diberikan pada pasien dengan GJK yaitu terapi farmakologi seperti
Diuretics, Angiostensin-converting enzyme (ACE) inhibitors, Beta-blocker, Angiostensin
Reseptor Blocker (ARB), Aldosteron agonist, dan Digoxin. Hanya mampu mengembalikan
remodeling ventricular pada jantung, dan mengurangi gejala pada gagal jantung congestive .
Namun pasien dengan GJK masih menunjukan gejala kelemahan tubuh, dyspnea, dan pasien
masih membatasi aktifitas untuk menghindari terjadinya kekambuhan sehingga pasien belum
mampu beradaptasi dengan kondisi fisiknya, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup
pasien.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana
gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami
Congestive Heart Failure?
1.3. TujuanPenulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1

Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis Congestive Heart Failure

Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Congestive Heart Failure


pada pasien secara langsung.

5
3

Melaporkan kasus Congestive Heart Failure di RSUD DR Pirngadi Medan

1.4. Manfaat Penulisan


Berdasarkan manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam,
khususnya mengenai Congestive Heart Failure.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik
topik yang berkaitan dengan Congestive Heart Failure.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gagal Jantung Kongestif2
2.1.1. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan gterhadap oksigen dan nutrient.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mamppu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism
jaringan atau kemapuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secra
abnormal.
2.1.2 Etiologi3
Gagal jantung kongestif disebabkan oleh ;
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelaian otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi ini yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot menckup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degenerative.
2) Ateriosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung)

biasanya mendahului terjadinya gagal

jnatung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan


gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik dan pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebakan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat

7
mencakup gangguan aliran darah yang masuk ke jantung, ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah, peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sitemik
Terdapat sejumlah besar factor yang bereperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism, hipoksia, dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia
dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
2.1.3 Epidemiologi4
Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskular termasuk didalamnya
CHF masih menduduki peringkat yang tinggi, data WHO menyebutkan bahwa sekitar 3000
penduduk Amerika menderita CHF, dimana hanya ditemukan sekitar 55,3% pasien yang
meninggal dunia akibat CHF. Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia,
tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan
jumlah penderita gagal jantung akan meningkat setiap tahunnya. Menurut America Heart
Asociation 5,3 juta warga Amerika mengalami CHF dan 600.000 kasus baru didiagnosa
setiap tahun, dengan kejadian mendekati 10 per 1000 penduduk dengan usia lebih dari 65
tahun.
Di inggris sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah sakit setiap tahun untuk gagal
jantung, mempresentasikan 5 % dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari
1% dana perawatan kesehatan nasional di Negara tersebut. Menurut organisasi kesehatan
dunia dunia (WHO) , penyakit kardiovaskular akan segera menjadi penyebab terbanyak kasus
kematian di dunia.
Saat ini CHF merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskular yang terus meningkat
insidensi dan prevalensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10%
pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal
jantung berat. Selain itu, CHF merupakan penyakit yang paling sering memerlukan
pengobatan ulang di Rumah Sakit. Meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara
optimal. Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit menunjukan case fatality rate
tertinggi terjadi pada gagal jantung sebesar 13,42%.
Di Indonesia penyakit ini akan terus meningkat dan akan memberikan beban
kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi bagi bagi keluarga penderita, msyarakat, dan

8
Negara. Prevalensi penyakit Gagal Jantung Kongestif di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis dokter sebesar 0,5%. Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter gejala sebesar 1,55.
2.1.3. Klasifikasi5
Klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association
Kelas NYHA
I
II
III
IV

Sesak napas
Tidak ada
Pada aktivitas berat
Pada aktivitas sedang
Saat istirahat

2.1.4. Patofisiologi5,6
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan
satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak
normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan
untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer
dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme
kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
sistem saraf adrenergik.
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri
yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung

9
yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan
fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas
(misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.
2.1.5. Diagnosis7
1. Framingham Kriteria untuk diagnosa Gagal Jantung Kongestif
KRITERIA MAJOR

KRITERIA MINOR

Paroksismal nokturnal dispnea

Edema ekstremitas

Distensi vena leher

Batuk malam hari

Ronki paru

Dispnea d 'effort

Kardiomegali

Hepatomegali

Edema paru akut

Efusi pleura

Gallop S3

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Peninggian TVJ

Takikardia ( >120/menit)

Refluks hepatojugular

Major atau minor


Penurunan BB4.5kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal
ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Toraks8
Ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%),
gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis
Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran
batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula
tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena
adalah bagian kanan.
b) Elektrokardiogram (EKG)9
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh
penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.

10
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi
ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada
keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
c) Ekokardiografi9
Pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi
dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang
perlu dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah
bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium,
serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak
terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik,
fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
d) Pemeriksaan Laboratorium9,10
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal
jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul
hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung
yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan
serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis
tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada
pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia
timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor
serta obat potassium sparring.
Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya
abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid
dianjurkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaaan biomarka: Brain natriuretic peptide (BNP) dan pro-BNP sebagai
penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP 100pg/ml atau NT-proBNP 300pg/ml.
e) Pemeriksaan Radionuklide9
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventriculography dapat mengetahui fraksi
ejeksi, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan
dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi

11
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan

arteri pulmonalis) serta

pulmonary artery capillary wedge pressure.


2.1.7 Diagnosa Banding11
-

Bronchiectasis
Bronchitis
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Edema Paru
Tumor paru
Chronic Kidney Disease

2.1.8. Komplikasi12,13
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau
deep venous thrombosis) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat.
2. Komplikasi f ibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis.
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac
death( 25-50% kematian CHF).
2.1.9 Penatalaksanaan13
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan

tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan

memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi


dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut
jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan
harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan
dapat

memperburuk

hipertensi.

Penghentian

konsumsi

memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

alcohol

12
2. Terapi obat-obatan
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung . Diuterik yang
sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide.

Diuretik Loop

(bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal


dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan
secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs
usus.

Diuretik

ini

menyebabkan

hiperurisemia.

Diuretik

Thiazide

(bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).


Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi
kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan
sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.
Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis.
Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat
menyebabkan intoleransi karbohidrat.
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan
dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil. Digoksin
tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena
curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh
beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki
kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang
dapat menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding
ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau
memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator
menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat
menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada
gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan

13
biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada
gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan
tekanan darah .
d. Beta Blocker

(carvedilol,

bisoprolol,

metoprolol).

Penyekat

beta

adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik


negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal
jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan
memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat
meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung
yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi.
Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari
metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan
ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obat- obatan tersebut dapat
mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan
fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga
perlu dipergunakan dengan hati-hati.
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang
meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian
obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang
oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk
meningkatkan harapan hidup penderita.
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak
juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obatobatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia . Obat
antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan
keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif
dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi
bila AF tetap ada.

2.1.10 Prognosis3

14
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa
hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada PTI biasanya
disebabkan oleh perdarahan intra kranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih
dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Figueroa and Peters. Quality-Based Procedures in Clinical Handbook for Congestive


Heart Failure, 2013.p.4-20.
2. American Heart Association. Congestive Heart Failure : Insight from Epidemiology,
Implication for Treatment, 2006.
3. American Heart Association. Congestive Heart Failure, Update. Dallas, Texas : AHA
2013.
4. Mirzaei M. Epidemiology of Chronic Heart Failure. In: Serious and Continuing
Illness Policy and Practice Study, 2007.p.4-12.
5. Patrick Davey. Gagal Jantung. In: At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 2005:
150-151.
6. Philip IA, Jeremy PT, Charles MW, et.al. Chronic Heart Failure. In: Cardiovascular
System At a Glance, 2000:90-92.
7. Marulam MP. Gagal Jantung. Dalam: A. W. Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Kelima Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2009.pp. 1584
8. Chatterjee.NA., and Fifer.MA., 2011. Heart Failure. Dalam: Leonard S. Lilly, editor.
Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. Pp 234-235
9. Paniselvam.P., 2011. Hubungan Derajat Gagal Jantung Kronis dengan Derajat Anemia
Di RSUP H. Adam Malik. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan. Hal 8-9.
10. Wijaya.I dan Liwang.F., 2014. Gagal Jantung. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Keempat.
11. Carbajal E dan Deedwania P, 2002. Congestive Heart Failure. Dalam : Michael H,
editor. current diagnosis & treatment in cardiology 2nd edition. pp.131
12. Swanton R, 2003. Cardiac failure. Dalam : pocket consultant cardiology 5th edition.
blackwell. Pp.189
13. Kumalasari E Y, 2013. Angka Kematian Pasien Gagal Jantung Kongestif di HCU dan
ICU RSUP DR. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. pp. 14

16
BAB 3
LAPORAN KASUS

No. Reg. RS : 00.96.03.67


Nama Lengkap : Iva Melida Purba
Jenis Kelamin :
Perempuan

Tanggal Lahir : 31 Mei 1986

Umur : 28Thn

Alamat : Gur-Gur Sawah 1 Panohpeian


Pane Simalungun

No. Telepon : 081397319726

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status: Menikah

Pendidikan : SMA

Jenis Suku : Batak

Agama : Protestan

Dokter Muda : Dokter


: dr.
Tanggal Masuk: 20 April 2015 jam 03:50
ANAMNESIS
Automentesis

Alloanamnes
e
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Gusi Berdarah
Deskripsi :

Hal inisudahdialamiossejak2 mingguini, secara tiba-tiba, sukar berhenti.


Os juga mengeluhkan BAB berdarah selama 2 minggu ini dan haid yang
memanjang yakni selama 1 minggu dengan ganti pembalut mencapai 4-5
x/hari. Lebam (+) pada daerah tangan, kaki, dan perut selama 1 minggu.
Trauma (-), demam (-), Riwayat keluarga (-), riwayat kontak kimia (-),
riwayat penggunaan obat (-), sesak nafas (-), batuk (+)
Os mengeluhkan lemah yang dirasakan Os sejak 2 minggu ini, pucat (+),
sakit kepala (+). Riwayat hipertiroid (+) 2014, riwayat penyakit gula (-),
riwayat darah tinggi (-), riwayat sakit kuning (-)

17
RPT

:-

RPO

:-

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi
Umum :
Keadaan umum compos mentis
Kulit:
Petechie di abdomen
Kepala dan leher:
Struma membesar
Mata:
Conjunctiva anemis (+)
Telinga:
Tidak ada keluhan
Hidung:
Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan:
Gusi berdarah
Pernapasan :
Normal
Jantung :
Normal

Abdomen :
Normal
Alat kelamin perempuan :
Tidakadakeluhan
Ginjal dan saluran kencing :
Kuning jernih
Hematologi:
Petechie, Ekimosis
Endokrin/metabolik:
Penurunanberatbadan
Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan
Sistem saraf:
Tidak ada keluhan
Emosi :
Terkontrol
Vaskuler :
Tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit

Ringan

Sedang

GiziBB : 58 Kg,TB : 160cm


IMT= 22,6 kg/m2Normoweight

TANDA VITAL

Berat

18

Kesadaran

CM

Nadi

Frekuensi 100x/i
Berbaring:
Tungkai kanan: 120/70 mmHg
Tungkai kiri : 120/70 mmHg
Aksila: 37,5C
Frekuensi: 24 x/menit, kesan
Normal

Tekanan darah
Temperatur
Pernafasan

Deskripsi:
Komunikasi Baik
Reguler, t/v: cukup
Duduk:
Tungkai kanan: -mmHg
Tungkai kiri : - mmHg
Rektal : tdp
Deskripsi: Torakal abdominal

Penilaian Nyeri :

Intensitas Nyeri : Tidak nyeri


Lokasi Nyeri : KULIT : Petechie (+) , ekimosis (+)
KEPALA DAN LEHER : simetris, TVJ R-2 cmH2O, struma membesar, trakea medial,
pembesaran KGB(-).
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN : Gusi berdarah
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (+), sclera ikterik (-),odema palpebra (-)/(-)
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, 3mm

19
THORAX
Depan
Inspeksi
Simetris fusiformis
Palpasi
Sf ka=ki
Perkusi
Sonor
Auskultasi SP: vesikuler
ST: -

Belakang
Simetris fusiformis
Sf ka=ki
Sonor
SP: vesikuler
ST: -

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas

: ICR3 sinistra

Kanan : Linea Parasternalis dextra


Kiri

: 1 cm medial LMCS, ICR V

Jantung : HR : 100x/i,reguler, desah (-), gallop (-)


ABDOMEN
Inspeksi

: simetris, petechie

Palpasi

: soepel, H/L/R tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+) N

PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: petechie (+), ekimosis (+), edema (-)
Inferior : petechie (+), ekimosis (+), edema (-)
ALAT KELAMIN:
Perempuan

NEUROLOGI:

20
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Komunikasi baik
Hasil Lab IGD Tgl 11 Maret 2014
Darah rutin:
Hb:

9,1

g/dl;

Leukosit:

Trombosit:20.000/mm3;

7.200/mm3;

Eritrosit:

3.760.000/mm3;

28,2%;

MCV: 75fL;MCH: 24,2g; MCHC 32,3 g/dl; RDW:15,3%;

MPV:0fL; PDW:0fL;
Neutrofil:75%; Limfosit:24%; Monosit:0%; Eosinofil:1%; Basofil:0%
Kesan: trombositopenia dan anemia

Elektrolit
Natrium : 141 mEq/L, kalium : 3,5 mEq/L, klorida : 117 mEq/L
Kesan : normal
Urinalisa : reduksi (-), protein (-), bilirubin (-), urobilinogen (+)
Kesan : normal

Ht:

21
RESUME DATA DASAR
(Diisidenganhalpositif)

KeluhanUtama : Gingival bleeding


Anamnesis :
Hal inisudahdialamiossejak 2 mingguini,Spontan (+), sukar berhenti (+), Hematochezia (+) 2
minggu ini, menorrhagia (+) selama 1 minggu, ganti pembalut 4-5x/hari. petechie (+) di
ekstremitas atas dan bawah serta abdominal, Ecchymosis (+) di ekstremitas atas dan bawah
Anemis (+), cephalgia (+), Riwayat hipertiroid (+).

PemeriksaanFisik
Kepala : Mata : conjunctiva anemis (+)/(+), ikterik (-)/(-)
Leher : Struma membesar, TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB(-)
1. Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) normal
2. Ekstremitas
Sup : Petechie (+), ecchymosis (+)
Inf : Petechie (+), ecchymosis (+)
Laboratorium Rutin
1. Darah : trombositopenia
2. Kemih : normal
3. Tinja : normal

22

Tanggal
20/4/201
5

S
Gusi berdarah

O
Sens : Compos Mentis
TD : 110/60 mmHg
Pols : 88 x/i
RR : 22 x/i
T : 36

A
-

ITP +
anemia e.c
perdarahan

ITP +
anemia e.c
perdarahan

BT : 24 menit
Hb: 9,1 g/dl
Trombosit:20.000/mm3
MCV: 75fL;MCH: 24,2g;
MCHC 32,3 g/dl
IgG anti dengue : negatif
IgM anti dengue : negatif

21/4/201
5

Gusi berdarah

Sens : Compos Mentis


TD : 120/80 mmHg
Pols : 80 x/i
RR : 24 x/i
T : 36,7C
BT : 14,5 menit
Hb : 9,4 g/dL
Trombosit: 18.000/mm3
SI : 35 ug/dL
TIBC : 330 mg/dL
Retikulosit: 1,2 %

22/4/201
5

Gusi Berdarah

Sens: Compos Mentis


TD : 140/80 mmHg
Pols : 80 x/i
RR : 24 x/i
T : 37 oC

ITP + Anemia e.c


Perdarahan

P
Terapi
Tirah Baring
Diet MB
IVFD Nacl 0,9%
20 gtt/i makro
transfusi
trombosit 4 bag
@ 50 cc
Inj
metilprednisolon
250 mg/ 12 jam
InjRanitidin 1
amp /12 jam
Inj Transamine
500 mg/ 8 jam

Diagnostik
BT
23
DR
Morfologi darah
tepi
Serologi test
HST
SI, TIBC
Retikulosit

Tirah Baring
Diet MB
IVFD Nacl 0,9%
20 gtt/i makro
Transfusi
trombosit 3 bag
Inj
metilprednisolon
250 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin 1
amp /12 jam
Inj Transamine
500 mg/ 8 jam
Parasetamol
3x500 mg (KP)

- BT
- DR ulang
- HST

Tirah Baring
Diet MB
IVFD Nacl 0,9%
20 gtt/i makro
Inj
metilprednisolon
250 mg/ 12 jam

- BT
- DR ulang
-HST

24

Masih rawat inap

25
BAB 4
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Perempuan, 28 tahunmenderita ITP + Anemia e.c Perarahan dan memperoleh trombosit
4 bag + Metilprednisolon sebagai tatalaksana awal

Anda mungkin juga menyukai