Anda di halaman 1dari 3

AKHIR PESAN ATMO RINDU IBU

oleh Aryzon3
Sebuah dusun yang terletak di daerah pegunungan, jauh dari hiruk pikuknya
keramaian dan modernisasi manusia, hiduplah disebuah gubuk reot sepasang
suami istri yang sangat menderita dan bahkan mungkin orang yang melihatnya akan
menganggapnya hina. Pak Ardjo dan Bu Ardjo bertahun tahun tidak mempunyai
anak. Meski hidupnya hanya makan Singkong dan ketela tetapi mereka tetap rajin
berdoa dan memohon kepada Tuhan agar diberikan anak yang soleha.
Tidak terasa setahun berjalan Bu Ardjo menampakkan tanda tanda bahwa
dia mengandung seorang anak. Senang bercampur gembira Pak Ardjo
menyambutnya. Dikala bulan sabit menyinarkan cahaya di langit lahirlah seorang
putra yang sangat tampan. Atmo, nama anak itu terlahirkan. Senyum dan tawa
mewarnai keluarga Ardjo. Tidak terlepas tangan Pak Ardjo untuk menimang,
mengusap dan mencium keningnya. Seakan itulah karunia dari Tuhan karena telah
diberikan seorang putra yang tampan.
Satu, dua, tiga tahun berjalan Bu Ardjo tampak heran karena menandakan
ada tingkah yang aneh dengan anaknya. Memang setelah beranjak usia tiga tahun
ini Atmo terlihat seperti anak yang tidak normal. Perubahan ini juga tampak kepada
Bu Ardjo yang tidak terlalu memperhatikan kehidupan anaknya lagi. Sedangkan Pak
Ardjo jarang berada dirumah karena harus membanting tulang sebagai buruh tani di
salah satu sawah milik seorang juragan di kampung sebelah sehingga kurang
memperhatikan sekali anaknya.
Setahun kemudian lahirlah seorang putri yang cantik, mungil dan lucu. Bu
Ardjo memberikan nama Asih. Jika dibandingkan dengan Atmo perkembangan Asih
lebih cerdas dan pintar. Ini terlihat sejak Asih sudah berusia dua tahun.
Atmo yang terlihat semakin menampakkan idiotnya bertambah menjadi
tersisihkan dari kehidupan keluarganya. Setiap Pak Ardjo mau membelikan baju
baru untuk Atmo selalu dicegah oleh Bu Ardjo dengan alasan baju itu tidak cocok
untuk Atmo. Semasa kecil sampai usia lima tahun Atmo hanya memiliki dua pasang
pakaian lusuh, termasuk yang menempel dikulitnya itu. Sedangkan Asih sudah
banyak memiliki baju baru dan bagus dalam ukuran sebagai anak orang miskin.
Semenjak muda Pak Ardjo memang sudah mengidap penyakit paru paru
yang semakin hari bertambah parah. Keretakan keluarga ini bertambah runtuh
dikarenakan Pak Ardjo mencapai parah sakitnya. Sebagai tulang punggung
keluarga praktis segala kebutuhan keluarga menjadi terpuruk. Bertambahnya
kesusahan ini berlanjut lagi dengan kedukaan meninggalnya Pak Ardjo karena
penyakitanya yang telah kronis. Kedukaan selama satu bulan menggugahkan hati
Bu Ardjo untuk meninggalkan gubuk tua itu menuju kota mengadu nasib.
Saat siang hari tiba Atmo disuruh tidur dan Bu Ardjo menyelimutkan sehelai
selendang kusut ditubuhnya. Berangkatlah Bu Ardjo menuju kota bersama Asih
meninggalkan Atmo yang telah tidur terlelap.
Dikota Bu Ardjo bertemu dengan Pak Asmo yang baik hati dan taat
beribadah. Meskipun Bu Ardjo janda beranak satu tetapi Pak Asmo mau menerima
Bu Ardjo apa adanya. Setelah menikah dengan Pak Asmo yang hidup serba cukup
dari hasil kerjanya sebagai wiraswastawan segala kebutuhan keluarga dapat

terpenuhi. Mulai kebutuhan moral dan material tercukupi. Patut disyukuri Bu Ardjo
bertemu dengan Pak Asmo yang dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Begitu
juga dengan Asih semakin tumbuh besar dan semakin terlihat kecerdasannya.
Dibandingkan dengan Atmo kakak kandungnya jauh sekali perbedaannya. Bila
dinilai dengan dengan itungan mungkin bisa dikatakan Asih bernilai sembilan tapi
bila Atmo hanya terhitung empat karena kemampuan berpikirnya yang lambat dan
keliatan sekali seperti anak yang terbelakang.
Kesehariannya Bu Ardjo hanya disibukkan oleh pekerjaan rumah tangga,
mulai mengurus kebutuhan rumah tangga, suami dan anak. Pekerjaan itu tidak ada
yang terlewatkan. Bu Ardjo termasuk rajin orangnya dengan sudah lamanya hidup
menderita di desa tapi perasaan itu masih melekat dijiwanya. Jadi jika usaha bisnis
Pak Asmo mengalami krisis, Bu Ardjo dapat mengatur segala kebutuhan keluarga
dengan seirit-iritnya.
Diluar batas batas kehidupan Bu Ardjo dikota ada yang terlupakan. Siapa
lagi kalo bukan anaknya yang idiot si Atmo ditinggalkan begitu saja karena malu
menanggung malu untuk mempunyai anak seperti dia. Suatu malam yang gelap dan
hujan rintik rintik diikuti suara petir yang bersahut sahutan Pak Asmo mengajak
Asih dan Bu Ardjo untuk tidur. Meskipun suasana malam itu enak untuk bertidur
lelap bagi Pak Asmo, akan tetapi lain halnya dengan Bu Ardjo, terasa susah sekali
untuk dapat memejamkan matanya. Ada sesuatu hal yang menghantui hidup dan
perasaannya selama ini. Apa lagi kalau bukan karena mengapa dia tega
meninggalkan Atmo hanya dengan sehelai selimut dalam tidur lelapnya sepuluh
tahun yang lalu. Bagaimanakah keadaan Atmo saat ini, terbenak dalam hatinya.
Terhentak Bu Ardjo dari tempat tidurnya disertai terbangunnya Pak Asmo dan
menanyakan ada apa. Bu Ardjo menangis tersedu - sedu menceritakan semua masa
lalu buruknya kepada Pak Asmo apabila dia masih mempunyai satu anak lagi. Bu
Ardjo bersikeras untuk mencari Atmo malam hari itu juga tapi keinginan itu ditahan
oleh Pak Asmo agar mencarinya di desa besok pagi saja. Bu Ardjo meratapi
penyesalannya sepanjang malam itu. Pak Asmo berusaha menenangkannya dengan
mengajak Bu Ardjo untuk sholat malam minta petunjuk kepadaNYA bahwa tidak ada
manusia yang tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan. Setelah hati Bu Ardjo
agak tenang Pak Asmo mengajak Buk Asmo untuk tidur kembali. Meskipun sudah
agak tenang setelah melakukan sholat malam, sepanjang malam Bu Ardjo tetap
tidak bisa memejamkan matanya sampai pagi hari.
Sehabis sholat shubuh Bu Ardjo bergegas menyiapkan perjalanannya
kembali ke desa diikuti dengan Pak Asmo. Dengan manaiki mobil pribadi Pak Asmo
menuju desa yang berjarak ratusan kilometer, pagi pagi buta itu juga Bu Ardjo
dan Pak Asmo berangkat ke desa. Asih pun ditipkan kepada saudara Pak Asmo.
Selama perjalanan Bu Ardjo gelisah memikirkan seperti apa Atmo sekarang. Pak
Asmo sekali lagi berusaha membesarkan hatinya agar bersabar dan berdoa semoga
Atmo baik baik saja.
Satu hari satu malam perjalanan ditempuh menuju ke desa dimana Keluarga
Ardjo berasal. Setibanya di rumah yang sepertinya telah tidak dirawat dan
berpenghuni lagi, Bu Ardjo turun dari mobil memasuki rumah penderitaannya
berusaha mencari masihkan ada orang yang menempatinya. Tatanan rumah itu
masih seperti dikala ditinggalkannya dulu. Dia melihat sehelai kain selimut yang dia
tinggalkan bersama Atmo diatas ranjang terbuat dari bambu. Meskipun kain selimut
itu terlihat, terpikir oleh Bu Ardjo bahwa Atmo masih ada. Berlari dia mengelilingi
halaman disekitar rumah mencari dimana dirimu Atmo. Terisak menangis Bu Ardjo
memegangi kain selimut itu karena tidak juga menemukan keberadaan Atmo. Pak
Asmo memeluk Bu Ardjo agar jangan bersedih dulu bahwa kemungkinan Atmo tidak

tinggal dirumah ini lagi dan mungkin tinggal bersama salah satu penduduk desa.
Pak Asmo mengajak Bu Ardjo kembali ke mobil dan mencari Atmo keliling desa.
Saat menyusuri jalan desa mereka berpapasan dengan seorang nenek tua
Mbah Ratmo. Bu Ardjo bertanya kepadanya apakah nenek pernah melihat seorang
anak kecil dirumah yang ditinggalkannya. Mbah Ratmo-pun bertanya anda ini
siapa. Bu Ardjo menjawab bahwa dia adalah ibunya. Mbah Ratmo mendadak
berubah mimik wajahnya yang sebelumnya ramah menjadi agak marah. Mbah
Ratmo mengatakan bahwa Bu Ardjo adalah ibu terkeji di dunia. Tega meninggalkan
Atmo seperti itu. Mbah Ratmo juga mengatakan bahwa meskipun dia hidupnya
miskin akan tetapi semenjak ditinggalkan ibunya, setiap pagi dirinya memberikan
makan. Atmo setiap hari hanya duduk didepan pintu. Meski hujan panas dia hanya
menunggu kedatangan ibunya dan dia tidak mau meninggalkan tempatnya dalam
sesaatpun, dia takut jika tiba - tiba nanti ibunya datang. Dari hasil belajar menulis
dari Mbah Ratmo, Atmo meninggalkan pesan tulisan dalam secarik kertas apabila
tiba tiba nanti ibunya datang dan Atmo tidak ada. Mbah Ratmo memberikan pesan
Atmo kepada Bu Ardjo. Pesan itu berisi IBU, ATMO SUDAH BISA MENULIS. ATMO
BERHARAP IBU BISA MEMBACA TULISAN ATMO JIKA IBU PULANG. ATMO RINDU
IBU DAN ASIH. ATMO KESEPIAN, IBU. ATMO MENUNGGU IBU DATANG SETIAP
HARI. TAPI IBU TIDAK DATANG DATANG. ATMO CINTA IBU DAN JUGA ASIH .
Menangis tersedu sedu Bu Ardjo membacanya serta dia menanyakan dimana
keberadaan Atmo sekarang. Mbah Ratmo menjawab bahwa kedatangannya
terlambat. Atmo meninggalkan pesan ini kamaren saat dia telah menghembuskan
nafas terakhirnya di depan pintu rumahnya saat menunggu nunggu kedatangan
ibundanya.
Menjerit histeris Bu Ardjo menggema dikeheningan desa seakan dia tidak
bisa menebus semua penyesalannya.

Anda mungkin juga menyukai