Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin
maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan
memproduksi toksin Jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan
gejala, bukan bakterinya.
Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui
intoksikasi adalah:
1. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Grampositif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika
seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan
menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah
mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang
menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare,
maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa
mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah
mengkonsumsi pangan.
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah,
gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran
pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar.
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras,
kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri
penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu
yang efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak tersedia
lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk
segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten
terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan
menghancurkan toksin tersebut.
2. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora
tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan
dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan
paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800 C
selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten
terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan
pembekuan.
Gejala keracunan:
Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda,
tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada
beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah
toksin tertelan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Penanganan:
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh
yang hilang.
Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru
(khususnya di rumah atau indutri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi,
pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri
ini dapat mencemari produk pangan dalan kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap,
kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi,
seafood, dan madu
Bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit
pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan
makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk
selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang
dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi
pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
3. Staphilococcus aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri
yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan.
Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam
bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin
yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu
memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat
rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein,
misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan
dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan
yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada
lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan
yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih
dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal,
demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot,
dan perubahan tekanan darah. 4
Penanganan
Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk
menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang
banyak dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan leboih
lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Infeksi
Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam
hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam
tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan
penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi.
Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga
menimbulkan sakit adalah:
1. Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan
tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti
telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak
sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis.
Cara penularan
yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan
hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yanng
terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene
yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan:
Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare,
kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat
berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi
infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang
lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.
Penanganan:
Untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang
hilang. Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
2. Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk
endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan
hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat
menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi,
tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus.
Gastroenteritis ini disebabkan karena memakan makanan yang tercemar oleh toksin
(racun) yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium perfringens. Beberapa strain
Etiologi:
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif
bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit.
Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala
dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung
selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
Diagnosa :
Diduga suatu keracunan makanan karena Clostridium perfringens, jika terjadi wabah
lokal di suatu daerah. Diagnosis ini diperkuat dengan melakukan pemeriksaan pada
makanan yang tercemar.
Penanganan:
Tidak ada penanganan spesifik, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang.
Tindakan pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi rumah
tangga atau pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dan
penyimpanan dingin produk pangan matang yang cukup dan pemanasan ulang yang
benar dari masakan yang disimpan sebelum dikonsumsi. Penderita juga dapat diberi
cairan dan dianjurkan untuk istirahat. Pada kasus yang berat, diberikan penicillin. Jika
penyakit ini sudah merusak bagian dari usus halus, mungkin perlu diangkat melalui
pembedahan.
3. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan
berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela,
ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat
memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada
pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia
coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan
berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat.
E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang
tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah,
dan cemaran fekal pada air dan pangan
Gejala keracunan:
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa
kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar
3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
Gejala Keracunan Pangan dan Penatalaksanaannya
Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Gejala
keracunan pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar. Namun, waktunya bisa lebih panjang (setelah
beberapa hari) atau lebih pendek, tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang
mungkin timbul antara lain mual dan muntah; kram perut; diare (dapat disertai darah);
demam dan menggigil; rasa lemah dan lelah; serta sakit kepala.
Untuk keracunan pangan yang umum, biasanya korban akan pulih setelah beberapa hari.
Namun demikian ada beberapa kasus keracunan pangan yang cukup berbahaya. Korban
keracunan yang mengalami muntah dan diare yang berlangsung kurang dari 24 jam
biasanya dapat dirawat di rumah saja. Hal penting yang harus diperhatikan adalah
mencegah terjadinya dehidrasi dengan cara segera memberikan air minum pada korban
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena muntah dan diare. Pada korban yang
masih mengalami mual dan muntah sebaiknya tidak diberikan makanan padat. Alkohol,
minuman berkafein, dan minuman yang mengandung gula juga sebaiknya dihindarkan.
Untuk penanganan lebih lanjut, sebaiknya segera bawa korban ke puskesmas atau
rumah sakit terdekat.
Korban keracunan yang mengalami diare dan tidak dapat minum (misalnya karena mual
dan muntah) akan memerlukan cairan yang yang diberikan melalui intravena.
Pada penanganan keracunan pangan jarang diperlukan antibiotika. Pada beberapa kasus,
pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan.
Jika korban keracunan pangan adalah bayi, anak kecil, orang lanjut usia, wanita hamil,
dan orang yang mengalami gangguan sistem pertahanan tubuh (imun) maka perlu
segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
Pencegahan Keracunan Pangan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat
bakteri patogen adalah:
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan. .
b. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan
setelah digunakan.
d. Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan
mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
f. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang
kalengnya telah rusak atau menggembung.
g. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
h. Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk
mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
i. Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
j. Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat
terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan
mencapai suhu aman (> 700C) selama minimal 20 menit.
k. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin
(sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
l. Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba
dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
m. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan
menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat
atau terhenti.
n. Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi,
keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
o. Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng
tepung beku, dll dalam freezer.
p. Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
q. Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
Contohnya
antara
lain
keracunan
singkong,
hilang timbul yang berupa dengan kolik ureter,rasa sakit bila buang air
kecil dan urin berbau jengkol, selain dapat menyebabkan uremia dan
kematian.
Keracunan jamur beracun: di Indonesia, terdapat ratusan jamur terkenal
dan dapat di konsumsi, seperti jamur merang, jamur sampinyo dan
sebagainya. Namun, tidak semua jenis jamur dapat di konsumsi karena
ada beberapa jenis yang mengandung racun. Jenis racun biasa yang di
temukan adalah Amanitin dan muskarin. Apabila tanpa sengaja
mengkonsumsi jamur beracun, racun jamur itu akan bekerja sangat cepat
dan mengakibatkan rasa mual, muntah, sakit perut, penguaran banyak
ludah dan keringat, miosis, diplopia, bradikardi, dan bahkan konvulsi
(kejang-kejang).
Atropa Belladonna yang berisi alkaloid dari belladonna: Gejala
keracunan akibat mengonsumsi subtansi teersebut serupa dengan gejala
keracunan atropine, yaitu mulut kering, kulit kering, pandangan mata
kabur, dilatasi pupil, takikardi, dan halusinasi.
Datura Stronomium (apel): Datura Stonomium mengandung stronomium
alkkoloid. Gejala klinis akibat kereacunan stronomium ini seperti dengan
gejala klinis keracunan Atropin. Tidak ada terapi yang spesifik untuk
keeracunan zat tersebut. Gejala klinis berupa gangguan pada susunan
saraf perifer dapat dinetralisasikan dengan pemberian pilokarpin, tetapi
obat ini tidak dapat menetralisasikan gangguan pada sistem saraf pusat.
Penguaran racun pada korban keracunan dapat di lakukan dengan induksi
muntah untuk mengosongkan lambung atau dengan bilasan lambung
.
b) Keracunan akibat kerangdan ikan laut
Kasus keracunan kerang dan ikan laut memiliki gejala yang dapat
terjadi secara langsung dalam menit atau bahkan kurang dari itu setelah
mengonsumsi kerang atau ikan laut.Gejala yang muncul, antara lain,
kemerah-merahan, pada muka, dada, dan lengan, gatal-gatal , urtikarya,
anggioderma, edema, takikardi, palpitasi, sakit perut dan diare. Pada
kasus yang berat dapat terjadi gangguan pernapasan.
Keracunan akibat bahan kimia
Definisi :
Penyebab :
Racun dari bakteri Staphylococcus. Resiko untuk terjadinya penyakit ini tinggi bila
pengelola makanan yang menderita infeksi mencemari makanan, yang kemudian
dibiarkan dalam suhu ruangan, sehingga memungkinkan bakteri tumbuh dan
menghasilkan racunnya dalam makanan tersebut. Makanan yang sering tercemar adalah
puding, kue-kue kecil yang mengandung krim, susu, daging olahan dan ikan.
Gejala :
Gejala biasanya dimulai secara tiba-tiba dengan mual yang hebat dan muntah-muntah,
sekitar 2-8 jam setelah makan makanan yang tercemar. Gejala lainnya berupa kram
perut, diare dan kadang-kadang sakit kepala dan demam. Kehilangan cairan dan
elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan tekanan darah yang rendah (syok).
Gejala biasanya berlangsung selama kurang dari 12 jam dan penyembuhannya
sempurna. Kadang-kadang keracunan makanan dapat berakibat fatal, terutama bila
terjadi pada anak-anak, orang tua dan orang dengan kondisi lemah karena sakit
menahun.
Diagnosa :
Pengobatan :
Pengobatan biasanya terdiri dari minum banyak cairan. Bila gejalanya berat, dapat
diberikan suntikan atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur) untuk
mengendalikan rasa mual. Bila infus cairan dan elektrolit diberikan segera,
penyembuhan akan cepat terjadi.
Pencegahan :
ada.
Kekuatan
racunnya
bervariasi
tergantung
kepada:
jenis
musim
jamur
pertumbuhan
jamur
peningkatan
produksi
air
pupil
mata
yang
dan
air
liur
mengecil
berkeringat
muntah
kram
perut
diare
pusing
linglung
koma
- kejang (kadang-kadang).
Dengan pengobatan yang tepat, biasanya akan terjadi penyembuhan dalam waktu 24
jam, meskipun bisa terjadi kematian dalam waktu beberapa jam. Keracunan faloidin
yang disebabkan karena memakan Amanita phalloides, gejalanya timbul dalam 6-24
jam. Gejala-gejala saluran pencernaan yang timbul mirip dengan keracunan muskarin,
dan kerusakan ginjal bisa menyebabkan berkurangnya produksi air kemih atau tidak ada
sama sekali. Sakit kuning karena kerusakan hati akan muncul dalam 2-3 hari. Kadangkadang gejala akan hilang dengan sendirinya, tetapi hampir 50% penderita akan
meniggal dalam 5-8 hari.
2. Keracunan Tanaman Dan Semak-Semak
Keracunan akibat tanaman dan semak-semak terjadi karena makan daun-daunan dan
buah-buahan dari tanaman dan semak-semak liar. Akar hijau dan akar yang bertunas
mengandung solanin, yang bisa menyebabkan mual ringan, muntah, diare dan
kelemahan. Fava beans menyebabkan pemecahan sel-sel darah merah (favisme),
biasanya merupakan kelainan yang diturunkan.
Keracunan ergot dapat disebabkan karena makan gandum yang tercemar oleh jamur
Claviceps purpures. Buah dari pohon Koenig menyebabkan muntah Jamaika.
selama 6-17 jam. Selanjutnya akan timbul gatal-gatal, perasaan seperti tertusuk jarum,
sakit kepala, nyeri otot, perasaan panas dan dingin yang silih berganti dan nyeri di
daerah wajah.
Gejala dari keracunan tetraodon dari ikan puffer, yang paling banyak ditemukan di
perairan Jepang, sama dengan keracunan siguareta. Kematian dapat terjadi akibat dari
kelumpuhan otot-otot pernafasan. Keracunan histamin dari ikan makerel, tuna dan
lumba-lumba biru (mahimahi), terjadi jika jaringan ikan yang rusak setelah ditangkap,
menghasilkan
histamin
dalam
jumlah
yang
besar.
Jika dimakan, histamin akan segera menyebabkan kemerahan di muka. Juga bisa timbul
mual, muntah, nyeri perut dan kaligata (urtikaria) yang terjadi beberapa menit setelah
makan ikan tersebut. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung kurang dari 24 jam.
Dari Juni sampai Oktober, terutama di pantai Pasifik dan New England, kerangkerangan (remis, remis besar, tiram) dapat memakan dinoflagelata yang mengandung
racun. Dinoflagelata ini ditemukan dalam jumlah besar di lautan pada waktu-waktu
tertentu, dimana air tampak berwarna merah, dan disebut pasang merah. Mereka
menghasilkan toksin yang menyerang saraf (neurotoksin) dan menyebabkan keracunan
kerang paralitik. Toksin ini akan tetap ada, bahkan setelah kerang tersebut dimasak.
Gejala awalnya berupa rasa tertusuk-tusuk jarum di sekitar mulut, dimulai dalam 5-30
menit setelah makan. Selanjutnya timbul mual, muntah dan kram perut. Sekitar 25%
penderita mengalami kelemahan otot dalam beberapa jam berikutnya. Kadang-kadang
kelemahan ini berkembang menjadi kelumpuhan pada lengan dan tungkai. Kelemahan
pada otot-otot pernafasan, kadang sedemikian beratnya sehingga menyebabkan
kematian.
4. Keracunan Bahan-Bahan Pencemar
Keracunan bahan-bahan pencemar bisa menyerang orang-orang yang memakan :
- buah-buahan dan sayur-sayuran yang tidak dicuci, yang disemprot dengan arsen, timah
hitam
atau
insektisida
organik
- larutan asam yang disimpan dalam wadah tembikar yang dilapisi timah hitam
- makanan yang disimpan dalam wadah yang dilapisi kadmium.
Pengobatan
Untuk mengeluarkan racun dari tubuh, biasanya dilakukan pencucian lambung (lavase
lambung, bilas lambung). Obat-obatan seperti sirup ipekak dapat digunakan untuk
merangsang muntah dan obat pencahar digunakan untuk mengosongkan usus. Jika
muntah dan mual berlangsung terus menerus, maka diberikan cairan intravena (melalui
pembuluh darah) yang mengandung gula dan garam untuk memperbaiki dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit.
Pereda nyeri mungkin diperlukan bila kram perut sangat hebat.Mungkin juga diperlukan
alat bantu nafas dan perawatan di ruang intensif. Siapapun yang menjadi sakit setelah
makan jamur yang tidak dikenal, harus mencoba untuk segera muntah dan
memeriksakan muntahannya ke laboratorium, karena jamur yang berbeda memerlukan
penanganan yang berbeda pula. Atropin diberikan untuk keracunan muskarin.
Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang mengandung banyak karbohidrat dan
infus cairan dekstrosa dan natrium klorida, yang akan membantu memperbaiki kadar
gula yang rendah dalam darah (hipoglikemia) yang disebabkan oleh kerusakan hati.
Manitol, yang diberikan melalui infus, kadang-kadang digunakan untuk mengatasi
keracunan siguatera yang berat. Anti-histamin (penghalang histamin) diberikan untuk
mengurangi gejala-gejala karena keracunan histamin dari ikan
Laktobasil,
Padaususbesar :
-
Jumlah mikroorganisme
Bifidobacteria,
Eubacteria,
Lactobacillus,
bakteri
coliform,
AGROMEDIS
Penyakit saluran pencernaan di Agroindustri
Ada beberapa penyakit saluran cerna yang sering berhubungan dengan daerah
agroindustri, antara lain hepatitis, pankreatitis, kolera, kanker usus, dan yang paling
sering adalah keracunan.
1. Kolera
Kolera adalah suatu infeksi usus kecil karena bakteri Vibrio Cholerae. Bakteri
kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah besar
cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena bakteri sensitif terhadap
asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung cenderung menderita
penyakit ini. Kolera menyebar melalui air minum, makanan laut dan makanan lainnya
yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
e. Prognosis
- Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diatasi meninggal dunia.
- Kurang dari 1% penderita yang mendapat penggantian cairan yang adekuat
meninggal dunia.
f. Pencegahan
Penjernihan cadangan air dan pembuangan tinja yang memenuhi standar
kesehatan sangan penting dalam mencegah. Usaha lain yaitu meminum air yang
sudah dimasak terlebih dahulu dan menghindari sayuran mentah atau ikan dan
kerang yang dimasak tidak sampai matang. Pemberian antibiotik Tetrasiklin bisa
membantu mencegah penyakit pada orang-orang yang sama-sama menggunakan
perabotan rumah tangga dengan ornag yang terkena infeksi.
2. Kanker Usus
Kanker adalah salah satu penyakit yang mematikan bila tidak dideteksi sejak
dini. Mengonsumsi bahan makanan yang mengandung pestisida bisa membuat tubuh
rentan terkena beragam jenis kanker karena pestisida sendiri merupakan zat toksin yang
bersifat karsinogenik. Kanker yang bisa disebabkan oleh pestisida antara lain kanker
tulang, kanker otak, kanker oayudara, kanker tiroid, kanker hati, leukemia, kanker usus,
kanker prostat, limfoma, dan kanker kandung kemih.
3. Keracunan Pestisida
Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengan
sempurna. Jenis yang paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia adalah
golongan organofosfat dan organoklorin. Golongan karbamat efeknya mirip efek
organofosfat, tetapi jarang menimbulkan kasus keracunan. Masih terdapat jenis
pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan dan seng fosfit) dan herbisida (parakuat)
yang juga sangat toksik. Kasus keracunan golongan ini jarang terjadi.
Keracunan Organofosfat
Golongan organofosfat bekerja selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak
menyebabkan resistensi pada serangga. Golongan organofosfat bekerja dengan
cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak
terhidrolisa.
Etiologi
Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang
berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan
nikotinik.
Gambaran klinik
Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur
Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salviasi dan
Penatalaksanaan
Keracunan akut
Tindakan gawat darurat :
Buat saluran udara.
Pantau tanda-tanda vital.
Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.
Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 8 menit sampai gejala
1.
2.
3.
4.
Keracunan kronik :
Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase menurun, maka perlu
dihindari kontak lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.
-
Keracunan Organoklorin
Pestisida golongan organoklorin pada umumnya merupakan racun perut dan racun
kontak yang efektif terhadap larva, serangga dewasa dan kadang-kadang juga
terhadap kepompong dan telurnya. Penggunaan pestisida golongan organoklorin
makin berkurang karena pada penggunaan dalam waktu lama residunya persisten
dalam tanah, tubuh hewan dan jaringan tanaman.
Gambaran klinis
Gejala keracunan turunan halobenzen dan analog, terutama muntah, tremor dan
konvulsi.
Pada keracunan akut melalui mulut disebabkan oleh 5 g DDT akan menyebabkan
muntah-muntah berat setelah 0,5 1 jam, selain kelemahan dan mati rasa pada
anggota badan yang terjadi secara bertahap, rasa takut, tegang dan diare juga
dapat terjadi.
Dengan 20 g DDT dalam waktu 8 12 jam kelopak mata akan bergerak-gerak
disetai tremor otot mulai dari kepal dan leher, selanjutnya konvulsi klonik kaki
dan tangan seperti gejala keracunan pada strichnin. Nadi normal, pernapasan
mula-mula cepat kemudian perlahan.
Penatalaksanaan
- Tindakan pencegahan :
a. Pestisida sebaiknya disimpan dalam tempat aslinya dengan etiket yang jelas dan
disimpan di tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak, serta jauh dari
makanan dan minuman.
b. Pada waktu menggunakan pestisida, perlu diikuti dengan cermat dan tepat,
sesuai prosedur dan petunjuk lain yang telah ditentukan.
c. Hindari kontak atau menghisap pestisida.
d. Pada waktu bekerja dengan pestisida, sebaiknya tidak sambil makan,
minum atau merokok.
e. Tempat atau wadah pestisida yang telah kosong, sebaiknya dibuang atau
dimusnahkan, demikian juga pestisida yang tidak berlabel atau etiketnya sudah
rusak, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti.
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsure kesengajaan sama
sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya
memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar
pestisida.
d. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
seseorang.
Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam
pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi
dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu efek
sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik,
terjadi apabila pestisida tersebut masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah
sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.
2. Mekanisme fisiologis keracunan
Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbedabeda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat
melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan.
Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki
pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut
minyak (polar).Tanda dan gejala awal keracunan organofosfat adalah stimulasi
berlebihan kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Keracunan
organofosfat pada sistem respirasi mengakibatkan
bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Pada umumnya
gejala ini timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan
daapt menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
a. Racun kronis
Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena
kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh.
Racun ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu
yang sangat sulit untuk dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena
kuatnya ikatan kimianya. Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi
tanah tapi hasil rombakan masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada
yang dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit
yang juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisida organoklorin, Dieldrin yang
disemprotkan dipermukaan tanah untuk menghindari serangan rayap tidak akan berubah
selama 50 tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk berpuluh-puluh
tahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di tempat ini dan bila
rumput ini dimakan oleh ternak misalnya sapi perah maka dieldrin dapat menumpuk
dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu perah. Manusia yang
minum susu ini selanjutnya akan menumpuk dieldrin dalam lemak tubuhnya dan
kemudian akan keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari lingkungan ini tidak akan
hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang sangat lama.
b. Racun akut
Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut air dan dapat
menimbulkan gejala keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad
hidup. Contoh yang paling nyata dari racun akut adalah Baygon yang terdiri dari
senyawa organofosfat (insektisida atau racun serangga) yang seringkali disalahgunakan
untuk meracuni manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit setelah
racun masuk ke dalam tubuh. Walaupun semua racun akut ini dapat menyebabkan gejala
sakit atau kematian hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh,
namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi, pencucian oleh air
hujan dan sungai serta faktor-faktor fisik dan biologis lainnya menyebabkan racun ini
tidak memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan.
Cara Pencegahan Keracunan Pestisida
Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat
menghindari petani/penyemprot dari keracunan. Ada beberapa cara untuk meghindari
keracunan antara lain.
1. Pembelian pestisida
Dalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan
ada label petunjuknya
2. Perlakuan sisa kemasan
Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk
mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan
pestisida untuk tempat makanan dan minuman.
3. Penyimpanan
Walaupun jarang terjadi Namun akibat yang ditimbulkan akan lebih parah, hal ini bisa
terjadi makanan yang tidak sengaja terkontaminasi dengan racun, hal ini dapat dihindari
dengan cara :
Apabila terjadi terhirup segera hindari sumber pencemar dan segera berobat ke
rumah sakit atau balai pengobatan terdekat.
Mata - iritasi, mata merah, penglihatan kabur, mata berair, pupil melebar atau
menyempit.
Penanganan Keracunan
Adalah menjaga fungsi organ dan menghindarai absorpsi lebih lanjut, mempercepat
eliminasi, dan menormalkan fungsi tubuh.
a. Melalui mulut :
1. mengurangi absorbsi dengan merangsang muntah (sirup ipeca).
2. menguras lambung (air hangat dengan tube nasogantrik)
3. karbon aktif, membersihkan usus ( laksan)
4. pemberian antidotum.
5. meningkatkan eliminasi ( diuretic asam atau basa)
6. transfuse penukar.
7. dialysis.
8. hemodialisis.
9. hemoperfusi.
b. Melalui hidung:
1. memindahkan
penderita
trakeotomi,resuscitator.
c. Kontaminasi kulit : siram dengan air.
d. Kontaminasi mata : dibilas dengan air/laritam Na Cl fisiologis.
e. Sengatan/gigitan binatang berbisa : diikat didaerah luka gigitan, beri antidotum,
pendinginan local, mengisap dari luka.
Antidotum keracunan
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan racun, dapat
mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun.Jenis antidotum yang
digunakan pada keracunan :
a) Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine, reaktivator
b)
c)
d)
e)
f)
g)
dikobal edetat,pralidoksin.
Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll
Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen, nalokson.
Memblokade reseptor esensial : atropine.
Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon.
Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran urin
g)
h)
i)
j)
k)
l)
berat, glikosida.
m) Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium, Zn,
digitalis, Hg, strihnin.
n) Serum
anti
bisa
ular
neurotoksis,
Penanganan keracunan :
1. Tindakan untuk penegakan fungsi vital
- Bebaskan jalan nafas.
- Nafas buatan.
- Menjaga sirkulasi.
2. Tindakan primer untuk eliminasi racun ( yang belum diabsorpsi)
- Timbulkan muntah : sirup ipeca.
- Bilas lambung.
- Berikan zat absorben : karbon aktif.
- Pengosongan usus (diare paksa) : laksan.
- Pada kontaminasi mata : bilas dengan air hangat.
- Pada kontaminasi kulit : bilas dengan air.
- Terpapar gas beracun : beri udara segar/oksigen.
- Inhalasi racun : beri inhalasi glukokortikoid.
3. Tindakan sekunder untuk eliminasi racun ( yang sudah diabsorpsi)
hemotoksis.
dilakukan).
h) Transfusi pertukaran : pada intoksikasi berat (CO, methemoglobin, hemolisis).