Anda di halaman 1dari 4

Surfaktan adalah suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent)

yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam satu struktur molekul
yang sama. Senyawa ini dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa cairan yang
berbeda kepolarannya seperti minyak/air atau air/minyak.
Deterjen selain mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Dua bahan terpenting dari
bahan pembentuk deterjen yaknik surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya. Sisa bahan surfaktan yang
terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinasi pengolahan air
minum PDAM. Clorbenzene merupakan senyawa yang bersifat racun dan berbahaya bagi
kesehatan. Limbah yang dihasilkan oleh detergen mengandung pospat yang tinggi. Pospat ini
berasal dari Sodium Tripolyphospate (STPP) yang merupakan salah satu bahan yang
kadarnya besar dalam detergen (HERA, 2003). Dalam detergen, STPP ini berfungsi sebagai
builder yang merupakan unsur terpenting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya
menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal.
STPP ini akan terhidrolisa menjadi PO4 dan P2O7 yang selanjutnya juga terhidrolisa menjasi
PO4 (HERA, 2003). Reaksinya adalah sebagai berikut
P3O105- + H2O PO43- + P2O74- + 2H+
P2O74- + H2O 2PO43- + 2H+
Senyawa fosfat sebagai zat additive digunakan oleh smua merk deterjen memberikan andil
yang cukup besar terhadap terjadinya proses eutrofikasi yang menyebabkan booming algae.

Kandungan limbah deterjen

Deterjen tidak dapat diuraikan dalam jangka waktu lama secara alami. Oleh karena tidak
terdapdapaat mekanisme alamiah yang dapat menguraikan zat tersebut, maka akan terjadi
akumulasi dalam badan air. Deterjen juga menimbulkan busa di perairan yang tidak dapat
diterima oleh estetika dan menimbulkan kesulitan dalam pengolahan air. Dalam air minum,
deterjen dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak serta menggangu kesehatan
manusia.

Biosurfaktan
Banyak organisme menghasilkan surfaktan saat tumbuh dalam media yang terdiri dari sumber
karbon. Senyawa ini disebut biosurfaktan (bioS), terdiri dari lemak kompleks atau sederhana
atau turunannya. Bagian hidrofobik biasanya merupakan rantai karbon asam karboksilat yang
secara kovalen disambung oleh ester atau ikatan amida pada bagian hidrofilik yang ditarik
dari range yang luas dari gugus fungsi organik (nonionik, bermuatan positif, bermuatan
negatif atau amfoter).
BioS disintetis secara ekstraseluler atau bersamaan dengan dinding selnya. Jika ekstraseluler
maka akan menyebabkan emulsifikasi dari sumber karbon, dan jika bersamaan dengan
dinding sel maka akan memfasilitasi penembusan sumber karbon ke ruang periplasmik
dengan merubah struktur dari dinding sel.
Berdasarkan struktur dari bagian hidrofilik, biosurfaktan diklasifikasikan ke dalam lima tipe,
yaitu: lipopeptida, glikolipid, lipopolisakarida, lipid netral dan asam lemak atau fosfolipida.
Yang sering digunakan sebagai indikasi keberadaan dari bioS adalah tegangan permukaan,
tegangan antarmuka dan konsentrasi kritis missel.
BioS disintetis dari bakteri, ragi, dan jamur. Ragi dan jamur lebih suka menggunakan nalkana linear dan jenuh sementara penambahan bakteri mendegradasi isoalkana dan
sikloalkana seperti senyawa aromatik tidak jenuh.
Biosurfaktan dapat diproduksi dari berbagai substrat yang dapat diperbaharui. Beberapa
mikroorganisme menghasilkan biosurfaktan dan sementara yang lainnya membutuhkan
substrat yang larut dalam air seperti karbohidrat dan asam amino untuk membentuk suaru
biosurfaktan. Minyak, lemak dan asam lemak juga digunakan.
Beberapa jenis biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan karakternya :

Contoh :
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan lingkungan yang baik,
permintaan surfaktan yang mudah terdegradasi dan berbasis tumbuhan juga semakin
meningkat, maka diperlukan kajian untuk memperoleh surfaktan yang mempunyai dua
kriteria tersebut yaitu diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui dan bersifat
degradatif di alam sehingga dapat diterima secara ekologis. Salah satu surfaktan yang
memenuhi kedua kriteria tersebut adalah surfaktan alkanolamida.
Alkanolamida dapat diperoleh dari hasil reaksi antara alkanolamina dengan asam lemak
minyak nabati, dan banyak digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan.
Surfaktan alkanolamida yang mempunyai ikatan amida banyak dikembangkan dalam industri
pembuatan surfaktan karena ikatan amida secara kimia sangat stabil pada media yang bersifat
alkali. Alkanolamida yang digunakan untuk formula pangan, kosmetika dan obatobatan
haruslah bebas dari bahan beracun, pelarut, asam lemak bebas, amina yang berlebih serta
harus tidak berbau dan bentuknya menarik. Namun penelitian untuk memproduksi
alkanolamida pada skala industri masih kurang karena penghilangan pelarut dan warna yang
tidak diinginkan memerlukan tahapan yang rumit dan biaya yang tinggi.
Selama ini alkanolamida banyak diproduksi menggunakan katalis kimia melalui reaksi
Schotten Baumann antara asam lemak atau metil ester asam lemak dengan monoetanolamina
atau dietanolamina menggunakan katalis seng oksida (ZnO) pada suhu 150oC selama 6 - 12
jam. Sintesis secara kimia memerlukan tahap reaksi yang rumit yaitu tahap proteksi dan
deproteksi gugus hidroksil untuk mencegah terjadinya karbonasi amina dengan CO 2. Sintesis
pada suhu tinggi ini juga menghasilkan warna yang tidak diharapkan pada produk akhir.
Selain itu, sintesis secara kimia menghasilkan produk samping berupa garam dan

menggunakan pelarut bersifat toksik (DMF, metanol) yang harus dihilangkan dari proses agar
diperoleh produk yang murni.
Sintesis alkanolamida menggunakan katalis kimia dari metil ester asam laurat dan N-metil
glukamina telah dipatenkan pada European Patent Application (EP-A) nomor 285,768 tahun
1994 dengan judul Preparation of N-methyl-coconut fatty acid glucamide. Sintesis dilakukan
di dalam skala laboratorium dengan mencampur 3 mol metil ester asam laurat minyak kelapa
dengan 3 mol N-metil glukamina serta penambahan 3,3 gram katalis natrium metoksida
secara

bertahap. Temperatur

reaksi

adalah

135oC dan

metanol

yang

terbentuk

dikondensasikan pada kondisi vakum pada 100 hingga 15 mbar. Setelah metanol dihilangkan,
campuran reaksi dilarutkan dengan isopropanol, kemudian disaring dan dikristalkan.
Alternatif yang menarik dibandingkan dengan menggunakan bahan yang bersifat toksik
seperti tersebut di atas adalah sintesis alkanolamida secara enzimatik menggunakan
biokatalis. Sintesis secara enzimatik mempunyai beberapa keunggulan seperti bekerja pada
suhu yang lebih rendah dan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik non-toksik
seperti tert-amil alkohol dan n-heksan yang secara ekologis lebih aman. Sintesis enzimatik
juga tidak memerlukan proteksi/deproteksi reagen karena enzim bersifat regio dan stereo
maupun kemoselektif. Pada sintesis enzimatik, pelarut dan biokatalis juga mudah dipisahkan
dari produk. Pelarut dipisahkan dengan penguapan pada tekanan rendah sementara biokatalis,
karena bentuknya yang granula atau terimobilisasi, dapat dipisahkan dari produk mentah
secara filtrasi.

Anda mungkin juga menyukai