Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Dinamis Vol. I, No.

13, Juni 2013

ISSN

0216-7492

Rancang Bangun dan Pengujian Pemasak Surya yang Sesuai


untuk Kondisi Indonesia; Studi Kasus Kota Medan
Himsar Ambarita
Mechanical Engineering, Engineering Faculty, University of Sumatera Utara
Jl. Almamater Kampus USU, Padang Bulan Medan

Abstract
The most abundant renewable energy source is solar energy which is available in
everywhere. In Indonesia, the potency is estimated of 4.8 kWh/m2/day or 17.28 MJ/m2/day. In
Medan city a potency of 3.54 kWh/m2/day has been measured. On of the most promising
application for solar energy resource is cooking. As known, in developing countries, it is believed
that cooking is the most consuming energy. Research and development on a solar cooker can be
consider as a solution. Here a simple direct box type solar cooker has been designed and
fabricated. The solar cooker was tested by exposing to solar radiation in Medan city, the
o
o
coordinate of the tested spot is 3 35' North and 98 40' East. The main dimensions of the solar
cooker are: absorber of 83.5 cm 83.5 cm and 29.5 cm of height. The load here is water which
was varied from 3 kg, 5 kg and 6 kg. Temperatures, radiation, RH, and wind speed were
recorded with an interval of 1 minute. The results show that temperatures of the absorber can be
o
over of 120 C. Thus it can be used to boil water up to 6 kg. The thermal efficiency of the present
solar cooker is about 20.53. It is suggested to optimize this solar cooker by testing it as a solar
rice cooker and coupling with thermal storage. The main conclusion is that it is possible to
develop simple solar cooker in Indonesian climate.
Keywords: Solar Energi, Solar Cooker, Direct System

I.

Pendahuluan

Energi surya merupakan sumber


energi terbarukan yang mempunyai
potensi paling besar. Energi ini berasal
dari matahari yang jaraknya sekitar 150
km dari bumi. Laju energi yang
dipancarkan matahari adalah sebesar
3,8 1020 MW dan yang sampai di
permukaan
bumi
adalah
sekitar
10
10,8 10 MW. Seandainya energi ini
dipanen sebesar 0,1% saja dengan
efisiensi 10% maka akan diperoleh daya
listrik sebesar 10,8 106 MW. Nilai ini
lebih dari empat kali daya listrik yang saat
ini dibangkitkan dunia, sekitar 3000 GW.
Energi yang sampai ke permukaan bumi
dalam satu tahun adalah sekitar
3.400.000 Exajoule (EJ). Sebagai catatan
konsumsi energi dunia pada tahun 2008
adalah sebesar 474 EJ. Berdasarkan
data ini, maka untuk memenuhi konsumsi
energi dunia dalam satu tahun hanya
dibutuhkan energi surya dengan lama

paparan radiasi 1 jam 12 menit [1].


Indonesia sebagai negara yang
terdiri atas gugusan pulau dan berada
pada garis katulistiwa memiliki potensi
energi surya yang cukup besar. Perkiraan
potensi energi surya di Indonesia telah
diterbitkan oleh beberapa badan dan
instansi penelitian. Berdasarkan buku
putih yang diterbitkan oleh Kementerian
Ristek
[2]
daerah
di
Indonesia
mempunyai potensi energi surya sebesar
4,8 kWh/m2/hari atau sebesar 17,28
MJ/m2/hari. Nilai energi ini adalah lebih
dari nilai kalor yang terkandung dalam
1/3 kg minyak tanah. Sementara secara
khusus untuk kota Medan, ada dua data
potensi energi surya yang dapat dijadikan
acuan. Pertama, berdasarkan hasil
penelitian numerik potensi, energi surya
di kota Medan selama 1 tahun bervariasi
mulai dari 4.09 kWh/m2/hari sampai 4.83
kWh/m2/hari [3]. Kedua, Himsar [4] telah
melakukan pengukuran radiasi surya di
kota Medan dan hasilnya adalah radiasi
harian bervariasi mulai dari yang
1

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013


terendah 0.53 kWh/m2/hari dan yang
tertinggi 5,64 kWh/m2/hari dan nilai
rata-ratanya adalah 3,54 kWh/m2/hari
dan lama penyinaran rata-rata adalah
11.99 jam perhari.
Potensi yang cukup besar ini,
sebagian besar masih terbuang. Hanya
sebagian kecil dari energi yang sudah
dimanfaatkan. Pemanfaatan yang umum
adalah untuk pengeringan baik produk
pertanian, pakaian atau sebagian besar
produk industri. Sementara yang lebih
canggih adalah untuk menghasilkan
listrik dengan menggunakan modul
fotovoltaik.
Pemanfaatan energi surya untuk
mendukung kehidupan umat manusia
bukanlah hal yang baru. Pada tahun
1490 sebelum Masehi, nenek moyang
bangsa Yunani telah memanfaatkan
energi surya untuk mengeringkan buah
anggur menjadi kismis [5]. Sejak saat itu,
telah banyak pemanfaatan energi surya
yang telah dilakukan oleh umat manusia.
Pada saat ini pemanfaatan energi surya
dapat dibagi atas: 1. pemanas air (solar
water heater), 2. pemasak surya (solar
cooker), 3. pengering surya (solar drier),
4. kolam surya (solar ponds), 5. arsitektur
(solar architecture), 6. pengkondisian
udara
(solar
air-conditioning),
7.
cerobong (solar chimney) dan 8. sistem
pembangkit tenaga (solar power plant).
Pada
penelitian
ini
penulis
mengambil tema pemanfaatan energi
surya sebagai sumber energi untuk
memasak. Latar belakang pemilihan
tema ini adalah untuk memberikan
alternatif
usaha
mengurangi
ketergantungan masyarakat di Indonesia
terhadap kebutuhan bahan bakar minyak
untuk memasak. Proses pengembangan
pemasak energi surya sehingga menjadi
paket teknologi yang layak digunakan
masih sangat panjang. Oleh karena itu
penelitian ini hanyalah bagian awal yang
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan positif pengembangan solar
cooker di Indonesia.

II.

Perumusan Masalah

Pada penelitian ini akan dilakukan


proses perancangan, pembuatan dan

ISSN

0216-7492

pengujian sebuah pemasak surya


sederhana. Pada akhirnya nanti target
akhir pengguna produk ini adalah daerah
pedesaan atau darah terpencil yang
kemampuan adapatasi teknologinya
masih relatif rendah. Maka syarat utama
dari sebuah pemasak energi surya harus
sesederhana mungkin. Tetapi, meskipun
sederhana alat memasak ini harus
mampu mencapai temperatur yang cukup
untuk memasak. Target bahan yang akan
dimasak adalah air dan atau beras
menjadi nasi. Berdasarkan survey,
proses memasak ini dapat terpenuhi jika
temperatur produk yang dimasak dapat
mencapai 100oC. Maka temperatur di
dalam pemasak surya harus dapat
mencapai
lebih
dari
100oC.
Permasalahannya
sekarang
adalah
bagaimana membuat pemasak surya
yang sederhana tetapi temperaturnya
dapat melebihi 100oC.
Berdasarkan study literatur yang
dilakukan, telah banyak peneliti yang
melakukan penelitian tentang pemasak
surya. Pemasak surya yang diteliti dapat
dibagi atas pemasak dengan penyimpan
panas dan tanpa penyimpan panas [6].
Yang dimaksud penyimpan panas
(thermal storage) adalah material yang
berfungsi menyimpan energi surya dan
akan digunakan pada saat diperlukan.
Material yang biasa digunakan adalah
jenis phase change material (PCM). Pada
pembagian tersebut jenis pemasak surya
yang paling sederhana adalah pemasak
surya jenis langsung tipe kotak tanpa
disertai oleh pemantul atau box type solar
cooker without reflector.
Ashok [7,8] telah melakukan review
tentang perkembangan pemasak surya
sederhana ini. Beberapa issu yang
menjadi fokus penelitian adalah jumlah
penutup transparan (cover), isolasinya,
bentuk
pemasaknya
(vessel),
dll.
Disebutkan keuntungan utama pemasak
jenis ini adalah: konstruksi dan
pengoperasiannya sangat sederhana,
kehadiran operatornya yang sangat
minim saat pengoperasian, lebih stabil,
dan dapat menjaga makanan tetap
hangat dan lebih lama. Keuntungan
lainnya tidak ada kemungkinan untuk
terbakar. Kelemahan utamanya adalah
proses memasak yang cukup lambat dan
2

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013


temperatur yang relatif rendah. Dengan
demikian diperlukan proses perancangan
yang sangat baik.

ISSN

0216-7492

koefisien konduksinya sangat rendah.


Sementara kayu di bagian luar hanya
karena alasan kekuatan dan estetika.
Demikian juga koefisien perpindahan
panas konduksinya termasuk rendah.

III. Perancangan dan Pembuatan


Penelitian ini dilakukan di kota
Medan dengan kordinat 3o35' Lintang
Utara dan 98o40' Bujur Timur. Pada
proses perancangan hasil pengukuran
intensitas
matahahari
di
lokasi
pembuatan akan dijadikan acuan. Pada
bagian awal dilakukan pengukuran
intensitas radiasi dan temperatur harian
selama satu minggu, pada pukul 8.30 16.00 WIB. Berdasarkan hasil intensitas
ini, dilakukan perancangan.
Bentuk hasil rancangan pemasak
surya ditunjukkan pada Gambar 1. Pada
gambar dapat dilihat bahwa bentuk
dasarnya adalah sebuah kotak (box).
Agar dapat menjaga temperatur di dalam
kotak mencapai lebih dari 100oC, maka
susunan
dan
material
komponen
pemasak surya harus dirancang dan
dibuat dengan tepat. Pada bagian lantai,
digunakan plat aluminium yang dicat
dengan warna hitam. Hal ini berfungsi
untuk dapat menyerap seluruh energi
radiasi yang datang ke permukaan. Plat
ini akan disebbut absorber.
Pada bagian atas dibuat dua lapisan
kaca yang dipisahkan udara (double
glass). Tujuannya adalah untuk menjamin
energi radiasi surya dapat masuk ke
dalam kotak, tetapi panas yang sudah
masuk ditahan untuk tidak keluar terlalu
banyak. Dengan kata lain fungsi lapisan
udara di antara kedua plat kaca adalah
sebagai material penahan panas. Bagian
dinding terbuat dari tiga lapisan, yaitu:
lapisan seng di bagian dalam, lapisan
isolasi yang terbuat dari rock wool, dan
kayu pada bagian luar. Fungsi lapisan
seng yang dibuat mengkilap di bagian
dalam
adalah
untuk
mengurangi
perpindahan
panas
radiasi
dari
permukaan absorber ke dinding. Warna
mengkilap mempunyai efek refleksi yang
cukup baik. Fungsi lapisan rock wool
adalah mengurangi laju perpindahan
panas secara konduksi dari permukaan
dalam ke permukaan luar. Rock wool
mempunyai sifat isolasi yang baik karena

Q1

Q2

Q3

Gambar 1 Diagram pemasak surya yang


dirancang
Dengan menggunakan material dan
susunan yang telah disebutkan di bagian
atas, maka pemasak surya ini dibuat
secara manual. Dimensi utama pemasak
surya ini adalah sebagai berikut:

Ukuran kotak pemasak surya


panjang,
lebar,
dan
tinggi
masing-masing adalah 100 cm, 100
cm, dan 29,5 cm.

Luas bersih kolektornya adalah


83,5 cm 83,5 cm.

Tebal dinding sampingnya 8,25 cm

Tebal lapisan kaca 0,6 cm

Jarak kedua kaca 1,8 cm

Jarak plat absorber dengan kaca


paling bawah 22,5 cm
Setelah proses perancangan, maka
dilakukan proses pembuatan atau
pabrikasi. Proses pembuatan dilakukan
di Laboratorium Teknologi Mekanik,
3

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013


Fakultas Teknik USU. Gambar pemasak
surya yang telah selesai dibuat
ditampilkan pada Gambar 2.

ISSN

yang digunakan dalam analysis akan


dirumuskan
dengan
menggunakan
asumsi-asumsi berikut:
Temperatur udara dan benda yang
dimasak di dalam solar box dianggap
seragam sebesar Ta

Gambar 2 Pemasak surya sederhana


yang selesai dibuat

0216-7492

Temperatur udara luar berubah sesuai


dengan temperatur harian udara yang
diukur oleh alat HOBO data logger.
Intensitas sinar matahari sesuai
dengan hasil pengukuran HOBO data
logger
Intensitas radiasi yang masuk ke
absorber sebagian terhalang oleh
double glass dan yang dianggap yang
berubah menjadi panas sebesar 90%.
Biasanya transmisivitas kaca adalah
95%. Karena ada dua kaca maka
menjadi 90%.

Pemasak surya yang telah selesai


dibuat akan diuji dengan melakukan
proses pemasakan langsung. Pada
pengujian ini pemasak ini akan
digunakan untuk memasak air sampai
mendidih.
Proses
pengujian
dan
persamaan-persamaan yang digunakan
untuk analysis ditampilkan pada bab
berikutnya.

Dengan menggunakan asumsi yang


disebutkan proses perpindahan panas
dihitung dengan persamaan-persamaan
berikut. Sebagai catatan masing-masing
temperatur dibedakan antara temperatur
saat perhitungan T dan temperatur
sebelumnya T .
Energi radiasi yang masuk ke dalam
pemasak (box) adalah:
Qrad = I A t 90%
(1)

IV. Pengujian Pemasak Surya

Dimana t adalah interval perhitunga


dan A adalah luas absorber. Energi
memanaskan udara di dalam solar box
Qu = mu cu (Ta ' Ta )
(2)

Prinsip kerja dari pemasak ini


adalah sebagai berikut: energi surya
yang datang dari radiasi matahari akan
diserap oleh absorber. Pada absorber
energi ini akan berubah menjadi panas
karena temperatur plat akan naik.
Temperatur plat absorber yang tinggi
akan digunakan untuk memasak atau
menaikkan temperatur benda yang
dimasak. Dengan kata lain energi surya
akan masuk ke benda yang dimasak
sebagai energi yang berguna. Karena
temperaturnya naik, sebagian energi
yang telah diabsorb tersebut akan
dipancarkan lagi ke luar secara radiasi.
Sementara sebagian lagi mengalir ke
lingkungan secara gabungan konveksi
dan konduksi melalui dinding, lantai, dan
lapisan kaca.
Persamaan perpindahan panas

mu adalah massa udara di dalam solar


box dan cu adalah panas jenis udara.
Karena perbedaan temperatur setelah
t dianggap kecil, maka sifat dapat
dievaluasi pada temperatur awal Ta .
Energi yang digunakan untuk
memasak atau memanaskan benda yang
dimasak adalah:
Q p = m p c p (Ta 'Ta )
(3)
Dimana m massa yang benda yang
dimasak dan melebur dan c p adalah
panas jenis benda yang dimasak.
Energi untuk memanaskan material
dinding solar box
Qm = mm c pm (Tra 'Tra )
(4)

Karena

material

terdiri

dari

seng,
4

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013

ISSN

0216-7492

di sini

Tu , A = Luar total keempat sisi dinding.

harus dijumlahkan maasing-masing m


dan c p . Sementara Tra adalah

Semua persamaan ini dihitung dengan


menggunakan rumus bilangan Nusselt.
Panas yang hilang dari dasar
pemasak dihitung dengan:
(11)
Q3 = UA(Ta ' Ta )

rockwool, dan kayu, maka arti

temperatur rata-rata material tersebut,


dihitung dengan persamaan:
Tra = 12 (Ta + Tu ) dan Tra ' = 12 (Ta '+Tu ' )
(5)
Hal ini terjadi karena temperatur dinding
tidak sama dengan temperatur udara di
dalam solar box tetapi bervariasi dintara
Ta dan Tu .
Energi memanaskan plat absorber
dihitung dengan persamaan:
Qa = ma ca (Ta 'Ta )
(6)

m a dan ca adalah massa dan panas


jenis bahan plat absorber yang
digunakan. Sementara panas yang hilang
dari atap double glass dihitung dengan:
Q1 = UA(Ta ' Ta )
(7)
1
1 d 1 d 1
(8)
= + + + +
U hi k hc k h0
Dimana hi = koefisien konveksi di
permukaan dalam (konveksi alamiah
bagian bawah plat horizontal ), hc =
koefisien konveksi udara di antara glass
(konveksi alamiah pada ruang tertutup),
h0 = koefisien konveksi di permukaan luar
(konveksi alamiah bagian atas plat
horizontal). Semua persamaan ini
dihitung dengan menggunakan rumus
bilangan Nusselt dan agar penyelesaian
bukan trial and error sebaiknya sifat fisik
dianalisis pada temperatur Ta .
Panas yang hilang dari dinding dari
pemsak surya ini dihitung dengan
persamaan:
Q2 = UA(Ta 'Ta )
(9)

1
1 d
d
d
1
= +
+
+
+
U hi k seng k rockwool k kayu h0
(10)
Dimana, hi = koefisien konveksi di
permukaan dalam (konveksi alamiah
pada plat vertikal) dan dihitung pada sifat
udara di temperatur Ta , h0 = koefisien
konveksi di permukaan luar (konveksi
alamiah pada plat vertikal) dan dihitung
pada sifat udara di temperatur udara luar

1
1 d
d
d
d
1
= +
+
+
+
+
U hi k abs k s k roc k ky h0

(12)

Dan kesetimbangan Energi pada pemsak


surya ini dapat dituliskan:
Qmasuk = mct + Q loses (13)

Jika dijabarkan:

Qrad = [Qu + Q p + Qm + Qa ] + [Q1 + Q2 + Q3 ]

(14)
Persamaan-persamaan inilah yang harus
diselesaikan
setiap
menit
untuk
mendapatkan temperatur di ruang solar
box setiap menit.
Efisiensi termal pemasak surya ini
didefenisikan sebagai perbandingan
panas yang dapat dimanfaatkan, yaitu
panas untuk memaskan material yang
dimasak, dengan panas radiasi yang
masuk ke dalam solar box. Secara
matematik, efisiensi ini dirumuskan
dengan persamaan berikut:

th =

V.

Qp
Qrad

(15)

Peralatan Eksperiment

Agar dapat melakukan analysis


seperti yang telah dirumuskan pada
persamaan (1) s.d. persamaan (14) perlu
dilakukan pengujian dan mencatat semua
temperatur pada setiap interval 1 menit.
Untuk itu pada penelitian ini digunakan
sistem akuisisi data. Sistem akuisisi data
yang digunakan terdiri dari dua bagian
utama, yaitu Hobo microsation untuk
melakukan pengukuran radiasi, RH,
kecepatan angin dan temperatur harian
kedua Agilent yang terdiri dari 20 channel
dengan masing-masing therocouple type
J untuk mengukur temperatur kerja
pemanas air. Kedua sistem pengukuran
ini dihubungkan dengan komputer untuk
me-record hasil pengukuran.
Susunan alat ukur dengan pemasak
surya yang sudah difabrikasi ditampilkan
pada Gambar 3.
5

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013

ISSN

0216-7492

temperatur plat, dan temperatur di air


sebagai benda yang dimasak ditampilkan
pada Gambar 4. Pada gambar tersebut,
sumbu-x
menyatakan
waktu
saat
pengujian
sementara
sumbu-y
menyatakan temperatur. Temperatur
yang ditampilkan ada 4, yaitu: T1 yang
menyatakan temperatur air yang dimasak,
T2 menyatakan temperatur permukaan

Gambar 3 Susunan alat ukur dengan


pemasak surya
Menggunakan alat ukur yang
disebutkan di atas, pengujian dilakukan
dengan paparan langsung sinar matahari
di kota Medan.
VI. Hasil dan Diskusi
Pengujian telah dilakukan pada
bulan Maret 2012 di kota Medan. Pada
pengujian pertama, pemasak surya
digunakan untuk memasak air sebanyak
3 kg. Temperatur di dalam box,

kaca penutuk solar box, T3 dan T4


menyatakan temperatur plat.
Beberapa fakta yang sesuai
dengan yang diharapkan dapat dilihat
pada gambar tersebut. Pada gambar
dapat dilihat bahwa semua temperatur
akan naik seiring dengan bertambahnya
waktu. Hal ini dikarenakan terjadinya
penambaran energi radiasi ke dalam
solar box. Temperatur plat, T3 dan T4 ,
naik secara signifikan dan dapat
mencapai lebih dari 120oC. Temperatur
setinggi ini dirasakan cukup untuk
membuat air mendidih. Sebagai hasilnya,
temperatur air naik terus dan akhirnya
dapat mendidih (mencapai 100oC). Fakta
ini menunjukkan bahwa pemanas surya
sederhana yang dirancang dan dibuat
secara sederhana dapat digunakan
memasak air sebanyak 3 liter.
Untuk melihat efek dari kehilangan
panas, dapat dilihat pada temperatur
permukaan
kaca.
Pada
gambar,
temperatur pada plat kaca masih cukup
tinggi. Hal ini membuktikan bahwa panas
yang terbuang ke lingkungan melalui
kaca masih cukup tinggi dan sebaiknya
menjadi perhatian untuk memperbaiki
hasil rancangan ini. Kemudian panas
yang hilang melalui dinding dan lantai
juga telah dihitung, tetapi tidak
ditampilkan pada tulisan ini. Dengan
menggunakan kehilangan panas, panas
untuk memasak air, dan besarnya panas
yang masuk ke solar box dilakukan
perhitungan efisiensi termal dan hasilnya
adalah 20,58%.

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013

ISSN

0216-7492

Gambar 4 Temperatur permukaan kaca, benda yang dimasak, dan temperatur plat pada
saat pengujian

Gambar 4 Temperatur air yang dimasak pada beberapa beberapa kapasitas


pembebanan
Untuk mengetahui seberapa besar
air yang dapat dipanaskan oleh pemasak
surya hasil rancangan ini, dilakukan
beberapa
pengujian
lagi
dengan

memvariasikan jumlah air dari 3 kg, 4 kg,


dan 6 kg. Temperatur air yang dimasak
untuk
masing-masing
jumlah
ini
ditampilkan pada Gambar 5. Pada
7

Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013


gambar dapat dilihat bahwa air yang
dimasak masih dapat mendidih meskipun
bebannya sudah sampai 6 kg. Semakin
besar jumlah air yang dimasak, semakin
lama waktu yang dibutuhkan untuk
mendidih. Pada saat massa air 3kg, air
tersebut sudah mendidih pada pukul
13.00, sementara pada saat massa air
sebesar 5 kg, baru dapat mendidih
sekitar pukul 14,25. Dan yang untuk air
dengan massa 6 kg baru dapat mendidih
mendekati pukul 15.00. Hasil ini
menunjukkan bahwa air masih dapat
dididihkan sampai 6 kg, tetapi waktunya
sudah cukup lama.
VII. Kesimpulan dan Saran
Telah
dilakukan
perancangan,
pembuatan, dan pengujian sebuah
pemasak tenaga surya jenis kotak (solar
cooker box type).
Kesimpulan yang didapat antara
lain:
Sistem isolasi termal yang digunakan
mampu menahan panas radiasi yang
masuk ke dalam kolektor dan
membuat
permukaannya
cukup
panas sampai mencapai di atas
120oC.
Panas yang tinggi pada plat kolektor
mampu digunakan untuk memasak
air sampai mendidih.
Efisiensi termal pemasak hasil
rancangan ini adalah sekitar 20,53%.
Masih terdapat kehilangan panas
yang cukup signifikan dari pemasak,
sehingga efisiensi termalnya masih
cukup rendah.
Saran yang perlu dipertimbangkan
untuk pemasak ini adalah:
Kehilangan panas perlu dikurangi
agar
efisiensi
termal
dapat
ditingkatkan
Pemasak ini agar divariasikan untuk
digunakan memasak beras menjadi
nasi
Perlu
dipertimbangkan
untuk
melengkapi pemasak ini dengan
thermal storage jenis PCM.

ISSN

0216-7492

Daftar Pustaka
1. M. Thirugnanasambandam, S. Iniyan,
dan R. Goic, A review of solar thermal
technologies,
Renewable
and
Sustainable Energi Reviews 14
(2010) 312-322.
2. Kementerian Negara Riset dan
Teknologi Republik Indonesia, Buku
Putih Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Bidang Sumber Energi
Baru
dan
Terbarukan
untuk
Mendukung Keamanan Ketersediaan
Energi Tahun 2025, Jakarta 2006.
3. M. Rumbayan, A. Abudureyimu, dan
K. Nagasaka, Mapping of solar energi
potential in Indonesia using artificial
neural network and geographical
information system, Renewable and
Sustainable Energi Reviews 16
(2012) 1437 - 1449.
4. H. Ambarita, Karakteristik Energi
Surya Kota Medan Sebagai Sumber
Energi Siklus Refrigerasi Untuk
Pengkondisian Udara (AC), Prosiding
Seminar Nasional Sains & Teknologi
dan Pameran Mendukung MP3EI,
Aula FT. USU, 23 Nopember 2012.
5. Sharma, A.K. and Adulse, P.G.,
Raisin production in India. NRC for
Grapes, (2007) Pune.
6. R.M. Muthusivagami, R. Velraj, dan R.
Sethumadhavan, Solar cookers with
and without thermal storage - A
review, Renewable and Sustainable
Energy Reviews 14 (2010) 691-701.
7. Ashok, K., A review of solar cooker
designs, TIDE 8 (1998), 1-37.
8. Funk P.A. dan Larson D.L.,
Parametric model of solar cooker
performance, Solar Energy 62 (1998)
63-68.
9. Incropera, F.P., DeWitt, Bergman,
Lavine. (2006). Fundamentals of Heat
and Mass Transfer, 6th Edition.
10. Cengel, Y.A. (2006). Heat and Mass
Transfer: A Practical Approach.

Anda mungkin juga menyukai

  • Persamaan MF
    Persamaan MF
    Dokumen12 halaman
    Persamaan MF
    HarIz ElVan
    Belum ada peringkat
  • VB
    VB
    Dokumen57 halaman
    VB
    HarIz ElVan
    Belum ada peringkat
  • VB
    VB
    Dokumen57 halaman
    VB
    HarIz ElVan
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Fisis
    Pembahasan Fisis
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan Fisis
    HarIz ElVan
    Belum ada peringkat