PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, produksi perikanan tangkap
Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ketiga dunia dengan
tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan
rata-rata produksi sebessar 1,54%. Begitu pula dengan produksi perikanan budidaya
yang mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan
untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya
kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009 (Firman,
2010).
Menurut survey yang dilakukan oleh Pustek Kelautan UGM pada tahun 2006,
potensi sumberdaya ikan perairan laut selatan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar
6.994,80 ton/tahun yang terdiri dari ikan pelagis 6.120 ton/tahun dan ikan demersal
874,80 ton/tahun dengan JBT (Jumlah yang Boleh Ditangkap) sebesar 5.595,84
ton/tahun dengan total produksi perikanan laut DIY sampai tahun 2006 sebesar
1.730,70 ton. Secara umum perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh
usaha perikanan skala kecil. Hanya 15% usaha perikanan di Indonesia merupakan
usaha perikanan skala besar dan sisanya (85%) adalah usaha perikanan skala kecil.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang cukup besar, khususnya di Kabupaten Gunung kidul.
Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2011 mencapai
rata-rata 705,925 ton untuk 4 kuartal dan meningkat menjadi rata-rata sebesar 856,375
ton untuk 4 kuartal pada tahun 2012. Pantai di Gunung Kidul yang memberikan
kontribusi hasil perikanan pada tahun 2012 antara lain Pantai Nampu, Pantai Siung,
Pantai Ngandong, Pantai Gesing, Pantai Drini, Pantai Ngrenehan, Pantai Baron dan
Pantai Sadeng.
Terdapat berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan
di Indonesia baik secara nasional maupun secara lokal administratif pengelolaan.
Berbagai prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan
perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah
belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai
model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik
terhadap permasalahan mendasar yang ada (Ali yahya, 2001).
Masyarakat pesisir yang terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan
pedagang hasil laut, serta masyarakat lainnya dimana kehidupan sosial ekonominya
tergantung pada sumberdaya laut merupakan segmen anak bangsa yang umumnya
masih tergolong miskin. Kesejahteraan masyarakat pesisir memerlukan program
terobosan baru yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap modal, manajemen
dan teknologi serta dapat mentransformasikan struktur dan kultur masyarakat pesisir
dan nelayan secara berkelanjutan. Kemiskinan seolah-olah telah melekat akrab dalam
kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, tingkat pendapatannya hanya
sekitar Rp 300.000/bulan/kepala keluarga (Kusumastanto ,2003). Citra kemiskinan
nelayan sesungguhnya suatu ironi, mengingat Indonesia memiliki wilayah laut yang
sangat luas. Di dalam wilayah laut juga terdapat berbagai sumberdaya yang memiliki
potensi ekonomi tinggi yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk menjamin
kesejateraan nelayan dan keluarganya.
Sumberdaya alam yang terdapat di pantai dan laut adalah modal dasar yang
memberikan kehidupan bangsa disegala bidang (Nanlohy, 1986). Sebagian besar
(98%) masyarakat pesisir pantai merupakan nelayan berpenghasilan rendah, sehingga
perlu dirintis upaya penganekaragaman jenis mata pencaharian, agar tidak
menggantungkan tumpuan hidup satu-satunya pada laut, mengingat kehidupan melaut
ada masa pacekliknya. Untuk itu perlu dikembangkan usaha lain, termasuk usaha
agraris yang mendayagunakan pekarangan dengan tanaman ekonomis, serta usaha
pertanian yang lebih intensif (Wagito dkk., 1982). Untuk itu dilakukan analisis
terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan di wilayah pesisir guna mengetahui profil
nelayan serta masalah yang diahadapinya.
b. Tujuan
Tujuan dari praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan skala kecil di Pantai
Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, yaitu :
1. Mengetahui profil nelayan di Pantai Drini.
2. Mengetahui permasalahan serta tantangan yang dihadapi para nelayan di Pantai
Drini
3. Menganalisis biaya dan pendapatan usaha perikanan tangkap di Pantai Drini.
4. Menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata perikanan di sekitar.
c. Manfaat
Manfaat dari praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan adalah :
1. Dapat mengetahui profil nelayan di Pantai Drini.
2. Dapat mengetahui permasalahan serta tantangan yang dihadapi para nelayan di
Pantai Drini.
3. Dapat menganalisis biaya dan pendapatan usaha perikanan tangkap di Pantai
Drini.
4. Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata perikanan di sekitar.
Penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan atau
organisme lainnya dari perairan. keberhasilan usaha ini ditentukan oleh komponenkomponen pengetahuan tentang behavior, alat tangkap (fishing gear), kapal perikanan
(fishing boat), cara pengoperasian alat (fishing technique), serta sumber ikan dari di
suatu perairan (fishing ground) dan alat bantu penangkapan ikan ( instrumentation)
(Sudirman, 2004).
Kegiatan pengangkapan tidak terlepas dengan adanya musim penangkapan.
Menurut Monintja (2001), pola musim di sautu perarian di pengaruhi oleh pola arus
dan perubahan arah pola angin. Arus permukaan di Indonesia akan selalu berubah tiap
setangah tahun akibat adanya arah angin di setiap musimnya. Berdasarkan arah utama
angin yang bertiup (secara periodik) di atas wilayah Indonesia, maka dikenal dengan
istilah musim barat dan musim timur. Berhubungan dengan musim penangkapan ikan
di Indonesia dikenal dengan adanya empat musim yang sangat mempengaruhi
kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun
dan musim perakihan akhir tahun. Kedua musim peralihan tersebut sering disebut
sebagai musim pancaroba.
Kegiatan penangkapan ikan di lauatan harus mmperhatikan kelestarian dari
lingkungan laut tersebut. Dimana faktor-faktor yang memepengaruhi enangkapan ikan
dan perpengaruh pada lingkungan adalah kontruksi alat tangkap, keterampilan nelayan
dan bahan yang digunakan (Mudztahid, 2004).
III.
METODE
IV.
a. Keadaan umum
Praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan dilakasanakan di Pantai Drini, Desa
Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Pantai
berpasir putih dengan ombak yang besar dan dasar perairan yang berkarang
merupakan ciri khas pantai ini. Disekitar pantai terdapat jajaran tebing karang, dan
didepan pantai terdapat sebuah pulau karang yang dinamakan pulau Drini. Pantai
Drini merupakan kampung nelayan sekaligus sebagai objek wisata. Daerah ini terbagi
menjadi dua, dimana sebelah timur pantai yang memeiliki kemiringan bibir pantai
yang landai dan ombak kecil dikembangkan sebagai ojbjek wisata sedangkan dibagian
barat dengan ombak yang besar dijadikan sebagai pelabuhan kapal nelayan. Banyak
pengunjung yang datang ke pantai ini sekedar untuk berekreasi. Disepanjang pantai
bagian barat, berjajar puluhan perahu kecil milik nelayan. Pada saat praktikum
dilaksanakan, banyak nelayan yang tidak melaut dikarenakan ombak yang terlalu
besar sehingga banyak kapal yang bersandar di tepi pantai. Dikarenakan ombak yang
besar, maka tidak ada nelayan yang melaut dan nelayan yang berda di sekitar
pelabuhan hanya sedikit sehingga dalam mencari responden tidak begitu mudah. Di
pantai ini juga terdapat banyak warung makan, kios penjual es balok dan bahan bakar,
bengkel serta TPI.
b. Sarana dan prasarana
Keberadaan pelabuhan perikanan merupakan salah satu upaya dalam rangka
mempercepat kemajuan kawasan pesisir dengan pengoptimalan sumberdaya pantai
melalui peningkatan sarana dan prasarana di bidang perikanan. Sarana adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dan bahan untuk mencapai maksud dan
tujuan dari suatu proses produksi. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya produksi. Fasilitas transportasi yang
memadai membuat Pantai Drini lebih mudah dikunjungi, dengan jalan yang beraspal
dan dapat dilewati kendaraan umum. Sarana yang terdapat di Pantai Drini untuk
menunjang aktivitas penangkapan antara lain perahu nelayan, mesin perahu dan alat
tangkap serta mobil penarik perahu setelah melakukan penangkapan. Selain itu
terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI), cold storage, kios penyedia bahan bakar dan
bengkel, serta terdapat gedung sekretariat kelompok nelayan Mina Martani yang
mengkoordinasikan anggotanya, dan juga berfungsi untuk menerima bantuan dari
pemerintah pusat maupun daerah.
c. Profil responden (Umur, pendidikan, pengalaman, jenis pekerjaan nelayan)
Data mengenai profil responden didapatkan dari hasil wawancara dengan
nelayan di Pantai Drini, yang kemudian dikelompokkan dan diolah menjadi tabel dan
diagram. Penglompokan tersebut berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman dan
jenis pekerjaan nelayan. Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai profil
responden yang berprofesi sebagai nelayan di Pantai Drini
20 - 26
27 - 32
45 - 50
3% 3% 6%
519%
- 56
57 -15%
62
33 - 38
39 - 44
63 - 68
69 - 74
18%
24%
75 - 80
21%
Drini ada yang berumur 20 tahun hingga 80 tahun. Nelayan yang terbanyak yaitu
berumur antara 33-38 tahun sebesar 25% dari 33 responden yaitu 8 orang sedangkan
responden yang berumur antara 69-74 tahun hanya 1 orang, begitu pula responden
yang berumur 75-80 tahun. Rentang usia antara 27-50 tahun merupakan usia produktif
dimana banyak orang masih aktif bekerja. Sedangkan nelayan yang sudah berusia tua
sudah sangat sedikit, hal tersebut bisa dikarenakan energi untuk melaut sudah tidak
sekuat saat muda, sehingga memilih unutk beristirahat. Dari sebaran umur tersebut
dapat diketahui bahwa responden yang aktif bekerja dalam usia produktif. Dalam
rentang usia tersebut seorang kepala keluarga harus memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarganya, sehingga banyak orang yang aktif bekerja.
Tabel 2. Tingkat pendidikan nelayan di Pantai Drini
Pendidika Jumla
n
h
%
TS
3
9,09
SD
19
57,58
SLTP
6
18,18
SLTA
5
15,15
PT
0
0,00
Jumlah
33
100,00
40.00
20.00
0.00
TS
SD
SLTP SLTA
Pendidikan
PT
TS
SD
15% 9%
SLTP
SLTA
PT
18%
58%
Pengalaman (th)
Range
-7
10%
8 - 15
20%
8%
16 - 23
24 - 31
45%
32 - 39
18%
Nelayan
Pedagang
Pensiunan
Perangkat Desa
Petambak
Petani
PNS
Polisi
SAR
TNI
Wiraswasta
Jumlah
28
1
0
0
0
4
0
0
0
0
0
33
84,85
3,03
0,00
0,00
0,00
12,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5
3
0
0
0
10
0
0
0
0
0
18
15,15
9,09
0,00
0,00
0,00
30,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5.00
25.00
45.00
65.00
Sampingan
d. Musim penangkapan
ditunjukan oleh grafik diatas tidak terlalu signifikan, hannya selisih beberapa % saja.
Berdasarkan dari wawancara yang telah dilakukan, responden mengatakan bahwa
mereka setiap bulannya melaut kecuali hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon,
berdasarkan tradisi yang diwariskan turun temurun kedua hari tersebut merupakan
hari pantangan untuk melaut. Selain itu nelayan tidak melaut jika cuaca sedang buruk,
ombak besar dan angin kencang. Selain hari-hari tersebut nelayan akan tetap melaut
walaupun sedang tidak musim ikan, hanya saja hasil tangkapan yang dipperoleh
sedikit atau bahkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali. Jenis ikan yang
tertangkap pada saat musim ikan bervariasi, mulai dari tongkol, tengiri, layur, bawal
dan lainnya, sedangkan pada saat tidak musim ikan nelayan biasanya mencari lobster
ataupun udang.
e. Kegiatan penangkapan
Kegiatan penanangkapan di Pantai Drini meliputi kegiatan nelayan saat melaut
maupun saat tidak melaut. Pada kondisi alam yang memungkinkan untuk melaut,
maka nelayan Pantai Drini akan melakukan perjalanan (trip) untuk mencari ikan dan
menangkapanya. Nelayan melaut di daerah dekat dengan Pantai Drini, Baron dan
biasanya hingga daerah Pantai Parangtritis, berangkat pagi hari dan kembali pada
siang harinya. Perbekalan yang dibutuhkkan saat melakuakn trip jauh dan dekat
berbeda, dimana jika trip jauh maka memerlukan biaya yang lebih banyak dan
membutuhkan tambahan es untuk mendinginkan ikan agar tidak mudah rusak.
Nelayan juga membawa perbekalan seperti makanan, makanan ringan dan bagi yang
merokok akan membawa rokok. Alat tangkap yang digunakan nelayan saat melaut
sangat beragam, tergantung jarak dan musim ikan apa. Pada saat sedang musim
tongkol maka nelayan hanya akan membawa jaring untuk menangkap ikan tongkol.
Saat sedang tidak musim ikan maka nelayan akan membawa jaring lobster untuk
menangkap lobster dan sebagainya. Selain jaring, nelayan juga akan membawa
pelampung, pemberat dan tali tambang yang telah dirangkai menjadi satu dengan
jaring.
Setelah nelayan mendapatkan hasil tangkapan, maka nelayan akan kembali
berlabuh di pelabuhan pendaratan ikan Pantai Drini. Kapal yang akan bersandar
setelah melaut ditarik oleh mobil penarik untuk memudahkan menaikkan kapal karena
kemiringan pantai yang cukup curam dan ombak yang relatif besar. Ikan hasil
tangkapan yang diperoleh bervariasi antara lain, tongkol, tengiri, bawal dan kadang
lobster. Hasil tangkapan yang telah diperoleh akan di bawa ke TPI yang kemudian
nelayan akan mendapatkan uang sebagai upah akan hasil tangkapan yang
diperolehnya. Pada saat nelayan tidak melaut, banyak nelayan yang memperbaiki alat
tangkap yang masih bisa diperbaiki atau merakit jaring yang baru, memperbaiki kapal
jika terjadi kebocoran dan masih banyak lagi. Namun ada beberapa nelayan yang
memilih melakukan pekerjaan sampingan seperti bertani untuk mendapatkan
tambahan penghasilan saat tidak melaut.
f. Hubungan rerata hasil tangkap, rerata harga, dan total pendapatan per tahun
Hasil tangkapan ikan yang diperoleh oleh nelayan jumlahnya tidak menentu.
Hasil tangkapan ikan terbanyak adalah 205 kg dan yang paling sedikit adalah 8,5 kg
dengan rerata hasil tangkapan sebesar 65 kg. Tinggi rendahnya hasil tangkapan sangat
dipengaruhi oleh musim, diamana saat sedang musim ikan maka para nelayan akan
mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, sedangkan saat tidak musim ikan nelayan
akan mendapatkan hasil yang sedikit atau bahkan tidak mendapatkan hasil apapun.
Nelayan di Pantai Drini merupakan nelayan tradisional, sehingga belum bisa
memprediksikan dimana dan kapan waktu yang tepat untuk menangkap ikan. Mereka
masih bekerja ala kadarnya, yang terpenting mereka bisa melaut, mendapatkan hasil
tangkapan dan mendapatkan uang.
Hasil tangkapan ikan yang didapatkan akan dijual ke TPI atau ke pengepul
langsung. Rearat harga yang ditentukan berbeda-beda, dimana harga terendah adalah
Rp 6500,00dan yang tertinggi bisa mencapai Rp 275000,00. Perbedaan harga yang
sangat jauh tersebut bisa diikarenakan perbedaan jenis ikan yang didapatkan. Jika ikan
memiliki kualitas baik dan bernilai ekonomis tinggi maka ikan tersebut akan dihargai
dengan harga yang tinggi. Namun jual ikan yang didapatkan berkualitas kurang baik
dan bernilai ekonomis rendah maka harganyapun akan rendah. Ikan yang memiliki
nilai ekonomis tinggi antara lain tengiri dengan harga per kilonya sekitar Rp
60.000,00 dan bawal dengan kisaran harga Rp 80.000,00 serta lobster dengan kisaran
harga Rp 500.000,00 per ekor tergantung dari ukuran lobster tersebut. Sedangkan
harga ikan tongkol per kilonya sekitar Rp 20.000,00 dan pada saat musim ikan
harganya bisa turun menjadi Rp 15.000,00. Selain nilai ekonomis dari ikan tersebut,
musim pengangkapan juga mempengaruhi, jika sedang tidak musim ikan maka harga
bisa melambung tinggi namun saat musim ikan harganya biasa saja.
Total pendapatan pertahun nelayan di Pantai Drini tertinggi mencapai Rp
2.083.160.000,00 dan pendapatan terendah sekitar Rp 29.250.000,00 dan rata-ratanya
sebesar Rp 468.047.994,00. Pendapatan tersebut termasuk tinggi jika dihitung tiap
bualnnya. Namun itu bukan merupakan pendapatan bersih bagi nelayan. Tinggi
rendahnya pendapatan nelayan tergantung dari nelayan tersebut menjabat sebagai apa,
antara pemilik kapal, ABK dan nahkoda (tekong) memeiliki bagian-bagiannya sendiri,
dimana sistem tersebut merupakan sistem bagi hasil sehingga pembagian pendapatan
tersebut berdasarkan kesepakatan antara pemilik kapal dan ABK nya. Selain itu
nelayan perlu mengeluarkan biaya untuk perawatan kapal yang biayanya tidak sedikit.
Sehingga pendapatan yang diperoleh akan menjadi lebih sedikit.
Hubungan antara ketiga komponen tersebut seharusnya berbanding lurus,
dimana jika hasil tangkapan banyak, harga tinggi maka pendapatn naik. Namun
kenyataanya tidak seperti itu, banyak nelayan di pesisir Drini yang penghasilannya
rendah. Hal tersebut bisa dikarenakan sistem bagi hasil yang menyebabkan nelayan
yang menjadi buruh upahnya lebih sedikit dari pemilik kapal. Jenis hasil tangkapan
juga akan mempengaruhi pendapatan, pendapatan yang rendah bisa dikarenakan hasil
tangkapan bernilai ekonomis tinggi tapi nelayan hanya menangkap sedikit ataupun
nelayan memperoleh hasil tangkaan banyak namun harganya rendah. Kedua faktor
tersebut akan mepengaruhi pendapatan nelayan. Selain itu faktor yang bisa
mempengaruhi kesejahteraan nelayan yaitu kurang tepatnya nelayan dalam mengelola
jauhnya melaut, jika trip semakin lama dan jauh maka biaya operasional akan
bertambah. Dari data yang telah diolah, ada beberapa nelayan yang tidak
mengeluarkan biaya operasional yang dikarenakan nelayan tersebut merupakan ABK
yang biaya operasionalnya ditanggung oleh pemilik kapal.
Biaya perawatan yang digunakan untuk perawatan kapal, mesin kapal maupun
alat tangkap berkisar dari Rp 20.000,00 hingga biaya tertinggi sebesar Rp
1.150.000,00 dan rata-ratanya sebesar Rp 430.300,00. Biaya tersebut tidak menetu
setiap bulannya. Nelayan hanya akan mengeluarkan biaya perawatan bila ada
kerusakan pada kapal, mesin, bambu maupun alat tangkap. Biaya yang sering
dikeluarkan oleh nelayan di Pantai Drini adalah biaya untuk mengganti busi mesin
yang biayanya tidak terlalu tinggi, namun jika mesin mengalami kerusakan parah
biaya yang dikeluarkan semakin banyak. Untuk baiaya perawatan kapal dikeluarkan
jika kapal mengalami kebocoran dan harus ditembel, biaya ini juga termasuk tinggi
tergantung seberapa besar kerusakan kapal. Untuk pergantian bambu, nalayan akan
mengganti bambu jika bambu yang ada di kapal mengalami kerusakan. Sedangkan
jika alat tangkap ada yang rusak, nelayan akan memperbaiki jika masih
memungkinkan atau akan mengganti yang baru. Beberapa nelayan tidak
mengeluarkan biaya perwatan karena yang menggung biaya ini adalah pemilik kapal.
h. Hambatan usaha dan solusinya
Hambatan yang dialami nekayan di Pantai Drini antara lain kurangnya modal
usaha, pengeluaran biaya bahan bakar yang tinggi, sarana prasaran yang masih
sederhana, pengetahuan tentang teknologi dan informasi yang masih rendah serta
musim tangkapan ikan yang kadang tidak menentu.
Kurangnya modal usaha merupakan hambatan bagi sebagian besar nelayan di
Pantai Drini, nelayan yang tidak mempunyai kapal sendiri sangat bergantung besar
pada pemilik kapal. dimana pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan dari
sistem bagi hasil. Pemilik kapal akan mendapatkan pendapatan lebih tinggi sedangkan
nelayan yang menjadi ABK akan memperoleh pendapatan yang lebih rendah. Hal
tersebut merupakan hambatan tercapainya kesejahteraan nelayan kecil. Solusinya
adalah pemerintah memberikan bantuan berupa kapal dengan mesin dan alat
tangkapnya per 3 orang nelayan, sehingga nelayan memiliki kapal sendiri sehingga
sistem bagi hasilnya merata dan pendapatan nelayan tidak terlalu rendah.
Pengeluaran biaya operasional yang tinggi disebabkan karena harga bahan
bakar yang naik, dimana bahan bakar merupakan komponen paling pokok untuk
melaut dan sebagian besar dari biaya operasional adalah biaya bahan bakar. Harga
bahan yang naik menyebabkan pengeluaran juga menjadi meningkat sedangkan hasil
yang diperoleh belum menentu, tentu saja ini menjadi sebuah hambatan bagi usaha
penangkapan. Solusinya adalah pemerintah memberikan subsidi khusus bahan bakar
bagi nelayan, sehingga memudahkan nelayan dan kesejahteraan nelayan bisa tercapai.
Sarana dan prasarana yang menunjang produksi penangkapan di Drini juga
masih sederhana. Hanya bermodalkan perahu kecil nelayan melaut dengan membawa
bekal seadanya unuk mencari ikan. TPI, bengkel dan gedung sekretariat juga masih
sederhana. Sebaiknya sarana seperti itu lebih dikembangkan sehingga bisa menjadi
daya tarik wisatawan untuk membeli ikan hasil tangkapan. Lahan yang digunakan
untuk pendaratan perahu juga masih tergolong sempit, sebaiknya bisa lebih luas lagi
perahu yang bersandar tidak terlalu berdesakan.
Pengetahuan akan teknologi dan informasi para nelayan juga masih rendah,
dikarenakan nelayan di drini tingkat pendidikannya relatif rendah. Dengan menguasai
teknologi yang ada nelayan bisa mencari tempat penangkapan ikan yang tepat dan
waktu yang tepat. Selain itu dapat mengetahui prakiraan cuaca dengan lebih akurat
serta penngunaan alat-alat lain yang dapat membantu proses penangkapan. Sebaiknya
pemerintah atau lembaga yang terkait bisa memberikan penyuluhan cara pemakaian
alat-alat tersebut, dan jika penyuluhan sudah dirasa berhasil maka diberiakn bantuan
alat-alat tersebut. Walaupun nelayan tradisional, jika memiliki alat-alat yang mampu
membantu meningkatkan hasil tangkapan maka akan lebih baik.
Hambatan terakhir yang kurang bisa di prediksi adalah musim. Sekarang
musim ikan tidak menentu akibat iklim yang tidak menentu pula. Pada saat sedng
tidak musim ikan para nelayan tetap banyak yang melaut namun mendapatakan hasil
tangkapan yang sedikit atau bahnkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali.
Hal tersebut tentung mengurangi pendapatan mereka. Solusinya adalah dengan cara
meberikan penyuluhan keterampilan yang lain sehingga saat nelayan tidak melaut
mereka bisa melakukan hal yang lain untuk mendapatkan uang. sebagian besar
nelayan di Drini mengandalkan pekerjaan sebagai nelayan karena mereka hanya bisa
melakukan pekerjaan tersebut. Namun juka diberi pelatihan, maka kemungkinan
mereka bisa melakukan hal lain yang bisa menambah pendapatan saat musim
paceklik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Mayoritas pendidikan terakhir nelayan Pantai Drini adalah Sekolah Dasar (SD).
Rentang umur nelayan Pantai Drini pada usia produktif berkisar antara 33-38
tahun. Mayoritas penduduk Desa Banjarejo memiliki pekerjaan pokok menjadi
nelayan, dengan pengalaman mayoritas kurang dari 7 tahun.
Beberapa masalah yang dihadapi nelayan Drini adalah musim ikan, iklim dan
cuaca yang tidak menentu, kurangnya pengetahuan akan teknologi dan informasi,
modal yang kurang, naiknya harga bahan bakar, serta hasil tangkapan dan harga
ikan yang tidak tetap.
Biaya perikanan tangkap yang ada di Pantai Drini dibedakan menjadi 3, yaitu biaya
investasi (kepemilikan alat tangkap), biaya operasional dan biaya perawatan.
Pendapatan nelayan Pantai Drini sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan dan
harga ikan.
Kondisi perikanan tangkap di Pantai Drini termasuk dalam usaha penangkapan
skala kecil, yang semua nelayannya termasuk nelayan tradisional. Banyak masalah
dan hambatan yang dihadapi oleh nelayan yang menjadikan kesejahteraan nelayan
belum tercapai.
b. Saran
Sebaiknya pemerintah maupun lembaga yang terkait dengan perikanan
tangkap bisa memberi pelatihan dan bantuan modal untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan nelayan di Pantai Drini.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Ali yahya, muhamad. 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. [cited 2015 Juni 08,
19.21]. Available at : http://tumoutou.net/3_sem1_012/ali_yahya.htm
Anggoro, D.T. 2011.Potensi dan Pengembangan Pantai Drini sebagai Obyek Wisata
VII.
LAMPIRAN
Sekretariatan Kelompok