Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, produksi perikanan tangkap
Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ketiga dunia dengan
tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan
rata-rata produksi sebessar 1,54%. Begitu pula dengan produksi perikanan budidaya
yang mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan
untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya
kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009 (Firman,
2010).
Menurut survey yang dilakukan oleh Pustek Kelautan UGM pada tahun 2006,
potensi sumberdaya ikan perairan laut selatan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar
6.994,80 ton/tahun yang terdiri dari ikan pelagis 6.120 ton/tahun dan ikan demersal
874,80 ton/tahun dengan JBT (Jumlah yang Boleh Ditangkap) sebesar 5.595,84
ton/tahun dengan total produksi perikanan laut DIY sampai tahun 2006 sebesar
1.730,70 ton. Secara umum perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh
usaha perikanan skala kecil. Hanya 15% usaha perikanan di Indonesia merupakan
usaha perikanan skala besar dan sisanya (85%) adalah usaha perikanan skala kecil.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang cukup besar, khususnya di Kabupaten Gunung kidul.
Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2011 mencapai
rata-rata 705,925 ton untuk 4 kuartal dan meningkat menjadi rata-rata sebesar 856,375
ton untuk 4 kuartal pada tahun 2012. Pantai di Gunung Kidul yang memberikan
kontribusi hasil perikanan pada tahun 2012 antara lain Pantai Nampu, Pantai Siung,
Pantai Ngandong, Pantai Gesing, Pantai Drini, Pantai Ngrenehan, Pantai Baron dan
Pantai Sadeng.
Terdapat berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan
di Indonesia baik secara nasional maupun secara lokal administratif pengelolaan.
Berbagai prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan
perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah
belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai
model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik
terhadap permasalahan mendasar yang ada (Ali yahya, 2001).
Masyarakat pesisir yang terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan
pedagang hasil laut, serta masyarakat lainnya dimana kehidupan sosial ekonominya
tergantung pada sumberdaya laut merupakan segmen anak bangsa yang umumnya
masih tergolong miskin. Kesejahteraan masyarakat pesisir memerlukan program
terobosan baru yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap modal, manajemen
dan teknologi serta dapat mentransformasikan struktur dan kultur masyarakat pesisir
dan nelayan secara berkelanjutan. Kemiskinan seolah-olah telah melekat akrab dalam
kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, tingkat pendapatannya hanya
sekitar Rp 300.000/bulan/kepala keluarga (Kusumastanto ,2003). Citra kemiskinan
nelayan sesungguhnya suatu ironi, mengingat Indonesia memiliki wilayah laut yang

sangat luas. Di dalam wilayah laut juga terdapat berbagai sumberdaya yang memiliki
potensi ekonomi tinggi yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk menjamin
kesejateraan nelayan dan keluarganya.
Sumberdaya alam yang terdapat di pantai dan laut adalah modal dasar yang
memberikan kehidupan bangsa disegala bidang (Nanlohy, 1986). Sebagian besar
(98%) masyarakat pesisir pantai merupakan nelayan berpenghasilan rendah, sehingga
perlu dirintis upaya penganekaragaman jenis mata pencaharian, agar tidak
menggantungkan tumpuan hidup satu-satunya pada laut, mengingat kehidupan melaut
ada masa pacekliknya. Untuk itu perlu dikembangkan usaha lain, termasuk usaha
agraris yang mendayagunakan pekarangan dengan tanaman ekonomis, serta usaha
pertanian yang lebih intensif (Wagito dkk., 1982). Untuk itu dilakukan analisis
terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan di wilayah pesisir guna mengetahui profil
nelayan serta masalah yang diahadapinya.
b. Tujuan
Tujuan dari praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan skala kecil di Pantai
Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, yaitu :
1. Mengetahui profil nelayan di Pantai Drini.
2. Mengetahui permasalahan serta tantangan yang dihadapi para nelayan di Pantai
Drini
3. Menganalisis biaya dan pendapatan usaha perikanan tangkap di Pantai Drini.
4. Menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata perikanan di sekitar.
c. Manfaat
Manfaat dari praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan adalah :
1. Dapat mengetahui profil nelayan di Pantai Drini.
2. Dapat mengetahui permasalahan serta tantangan yang dihadapi para nelayan di
Pantai Drini.
3. Dapat menganalisis biaya dan pendapatan usaha perikanan tangkap di Pantai
Drini.
4. Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata perikanan di sekitar.

II. TINJAUAN PUSTAKA


a. Kondisi umum lokasi Praktikum
Pangkalan Pendaratan Ikan Drini berlokasi di Drini, Banjarejo, Kecamatan
Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Secara geografis terletak di 080839,6 LS
dan 1103438,3 BT. Pantai Drini adalah salah satu objek wisata alam yang terletak
di sebelah timur Pantai Sepanjang. Pantai yang mempunyai karakterisitik sebagai
penghasil tangkapan laut paling tinggi diantara pantai yang lain serta perkampungan
nelayan tradisional, objek wisata ini juga mempunyai tempat bagi wisatawan untuk
menikmati panorama alam di atas hamparan pasir putih ataupun naik di atas Pulau
Drini yang letaknya di depan pantai dan berbagai aktifitas wisata lainnya.
Pada dasarnya Objek Wisata Kampung Nelayan Pantai Drini awalnya
merupakan tanah milik Kesultanaan Jogja ( Panitikismo ). Pada tahun 1980 wilayah
ini pertama kali dihuni oleh satu kepala keluarga yang bernama Mandung. Keluarga
Mandung inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya Kampung Nelayan Pantai
Drini. Pada tahun 1982 Dinas Perikanan Pemerintah Indonesia mengadakan Diklat
nelayan di Pantai Baron. Mandung termasuk salah seorang yang mengikuti Diklat
tersebut. Kemudian selang waktu satu Objek Wisata Kampung Nelayan Pantai Drini
berada di wilayah pengembangan bagian selatan Kabupaten Gunungkidul, yang
terletak di Kelurahan Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 1 km kearah timur
dari Pantai Sepanjang, memiliki luas areal 2 Ha dari garis pantai, dengan batas
wilayah :
- Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Tepus.
- Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Samudra Hindia.
- Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Pantai Sepanjang.
- Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Pantai Krakal (Saputro, 2008).
Pantai Drini dimanfaatkan sebagai pantai perikanan tangkap. Walaupun
kondisi fisik Pantai Drini berlereng curam, namun bagian barat pantainya tidak
memiliki karang yang menempel pada pantai, sehingga memudahkan nelayan untuk
menangkap ikan menggunakan perahu. Oleh karena Pantai Drini dapat menghasilkan
komoditas perikanan, di Pantai Drini terdapat pasar lelang ikan juga rumah makan.
Bagian timur pantai yang terdapat karang yang menempel di pinggir pantai, sehingga
pada bagian tersebut tidak dijadikan tempat menambatkan perahu tetapi menjadi
kawasan yang terlindung dari ombak yang didukung dengan kondisi kimia air laut
yang cukup kondusif sehingga banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Anggoro, 2011).
b. Kegiatan penangkapan
Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencangkup penangkapan
atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di luat atau perairan umum
secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
elemen atau subsistem yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya : (1) sarana
produksi, (2) usaha penangkapan, (3) prasarana (pelabuhan), (4) unit pengolahan, (5)
unit pemasaran dan (6) unit pembinaan (Monintja dan Roza, 2001).

Penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan atau
organisme lainnya dari perairan. keberhasilan usaha ini ditentukan oleh komponenkomponen pengetahuan tentang behavior, alat tangkap (fishing gear), kapal perikanan
(fishing boat), cara pengoperasian alat (fishing technique), serta sumber ikan dari di
suatu perairan (fishing ground) dan alat bantu penangkapan ikan ( instrumentation)
(Sudirman, 2004).
Kegiatan pengangkapan tidak terlepas dengan adanya musim penangkapan.
Menurut Monintja (2001), pola musim di sautu perarian di pengaruhi oleh pola arus
dan perubahan arah pola angin. Arus permukaan di Indonesia akan selalu berubah tiap
setangah tahun akibat adanya arah angin di setiap musimnya. Berdasarkan arah utama
angin yang bertiup (secara periodik) di atas wilayah Indonesia, maka dikenal dengan
istilah musim barat dan musim timur. Berhubungan dengan musim penangkapan ikan
di Indonesia dikenal dengan adanya empat musim yang sangat mempengaruhi
kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun
dan musim perakihan akhir tahun. Kedua musim peralihan tersebut sering disebut
sebagai musim pancaroba.
Kegiatan penangkapan ikan di lauatan harus mmperhatikan kelestarian dari
lingkungan laut tersebut. Dimana faktor-faktor yang memepengaruhi enangkapan ikan
dan perpengaruh pada lingkungan adalah kontruksi alat tangkap, keterampilan nelayan
dan bahan yang digunakan (Mudztahid, 2004).

III.

METODE

a. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum lapangan Pengantar Ekonomi Perikanan dilaksanakan pada tanggal
29-31 Mei 2015 di Pantai Drini yang terletak di Desa Banjarjo, Kecamatan
Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
b. Metode Dasar
Metode kajian dalah metode survai dan observasi lapangan. Penelitianbsurvai
adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan
kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Proses pengumpulan data
dilakukan melalui interaksi secara langsung dengan responden. Penelitian survai dapat
digunakan untuk eksplorasi, deskriptif, maupun penjelasan dan prediksi atau
meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang.
c. Metode penentuan sampel/responden
Populasi yangmenjadi pusat kajian praktikum ini adalah nelayan. Pemilihan
samppel menggunakan metode snowball sampling. Metode snowball sampling
merupakan metode pilihan responden dengan pemilihan sejumlah kecil dari poopulasi
dengan karakteristik tertentu, yang selanjutnya dijadikan responden, yang diminta
untuk memberikan rekomendasi untuk reasponden berikutnya. Teknik ini
menggunakan satu orang utama sebagai informan kunci yang terus bergulir menuju
informan berikutnya sehingga kualitas data yang diharapkan dapat terpenuhi. Dalam
hal ini praktikan dapat mendatangi tetua atau ketua kelompok atau petugas pemerintah
yang menjadi tokoh kunci di desa pada masing-masing kegiatan, yang dapat dianggap
sebagai informan pertama (responden pertama) untuk mengawali teknik snowball.
Informan pertama diharapkan memeberi rekomendasi calon informan selanjutnya,
sampai jumlah responden yang ditentukan diketahui.
d. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Metode ini biasa digunakan untuk menyelidiki pendapat orang dan sikap.
Metode angket adalah suatu metode penelitian yang berupa daftar daftar
pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari responden.
Kuesioner pada praktikum ini digunakan untuk memperoleh informasi dari
sejumlah pelaku usaha perikanan yaitu bidang penangkapan.
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara melihat dan
memperhatikan serta mengolah dokumen-dokumen yakni melalui arsip-arsip
surat serta catatan-catatatn dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan atas
kebebnarannya. Metode dokumentasi pada praktikum ini sebagai sumber untuk
mendapatkan informasi atau data administrasi dari kegiatan usaha perikanan yang
dilakukan oleh responden.
3. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah dialog yang dilaksanakan oleh pewawancara
(praktikan) untuk memperoleh informasi dari responden yang fungsinya untuk

meneliti atau menilai keberadaan seseorang, misalnya untuk memperoleh data


tentang latar belakang pendidikan orang tua, serta sikapnya terhadap sesuatu.
4. Metode Observasi
Metode informasi adalah pencatatan dan pengamatan fenomena-fenomena
yang diselidiki secara sistematik. Metode observasi adalah metode pengumpulan
data dengan jalan mengamati, meneliti, dan mengukur kejadian atau peristiwa
yang sedang berlangsung.
e. Tabulasi dan Analisis Data
Tabulasi data dilakukakan dengan menggunakan program MS. Excel. Data
yang telah didapatkan akan ditabulasikan untuk mendapatkan gambaran mengenai
kondisi sosial ekonomi dari para pelaku usaha perikanan (responden) yang telah
diwawancarai sebelumnya. Berdasarkan hasil tabulasi data selanjutnya dianalisis
secara deskriptif.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Keadaan umum
Praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan dilakasanakan di Pantai Drini, Desa
Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Pantai
berpasir putih dengan ombak yang besar dan dasar perairan yang berkarang
merupakan ciri khas pantai ini. Disekitar pantai terdapat jajaran tebing karang, dan
didepan pantai terdapat sebuah pulau karang yang dinamakan pulau Drini. Pantai
Drini merupakan kampung nelayan sekaligus sebagai objek wisata. Daerah ini terbagi
menjadi dua, dimana sebelah timur pantai yang memeiliki kemiringan bibir pantai
yang landai dan ombak kecil dikembangkan sebagai ojbjek wisata sedangkan dibagian
barat dengan ombak yang besar dijadikan sebagai pelabuhan kapal nelayan. Banyak
pengunjung yang datang ke pantai ini sekedar untuk berekreasi. Disepanjang pantai
bagian barat, berjajar puluhan perahu kecil milik nelayan. Pada saat praktikum
dilaksanakan, banyak nelayan yang tidak melaut dikarenakan ombak yang terlalu
besar sehingga banyak kapal yang bersandar di tepi pantai. Dikarenakan ombak yang
besar, maka tidak ada nelayan yang melaut dan nelayan yang berda di sekitar
pelabuhan hanya sedikit sehingga dalam mencari responden tidak begitu mudah. Di
pantai ini juga terdapat banyak warung makan, kios penjual es balok dan bahan bakar,
bengkel serta TPI.
b. Sarana dan prasarana
Keberadaan pelabuhan perikanan merupakan salah satu upaya dalam rangka
mempercepat kemajuan kawasan pesisir dengan pengoptimalan sumberdaya pantai
melalui peningkatan sarana dan prasarana di bidang perikanan. Sarana adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dan bahan untuk mencapai maksud dan
tujuan dari suatu proses produksi. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya produksi. Fasilitas transportasi yang
memadai membuat Pantai Drini lebih mudah dikunjungi, dengan jalan yang beraspal
dan dapat dilewati kendaraan umum. Sarana yang terdapat di Pantai Drini untuk
menunjang aktivitas penangkapan antara lain perahu nelayan, mesin perahu dan alat
tangkap serta mobil penarik perahu setelah melakukan penangkapan. Selain itu
terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI), cold storage, kios penyedia bahan bakar dan
bengkel, serta terdapat gedung sekretariat kelompok nelayan Mina Martani yang
mengkoordinasikan anggotanya, dan juga berfungsi untuk menerima bantuan dari
pemerintah pusat maupun daerah.
c. Profil responden (Umur, pendidikan, pengalaman, jenis pekerjaan nelayan)
Data mengenai profil responden didapatkan dari hasil wawancara dengan
nelayan di Pantai Drini, yang kemudian dikelompokkan dan diolah menjadi tabel dan
diagram. Penglompokan tersebut berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman dan
jenis pekerjaan nelayan. Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai profil
responden yang berprofesi sebagai nelayan di Pantai Drini

Tabel 1. Sebaran Umur Nelayan di Pantai Drini


Range
Umur
Jumlah Persentase
20 - 26
2
6,06
27 - 32
5
15,15
33 - 38
8
24,24
39 - 44
7
21,21
45 - 50
6
18,18
51 - 56
3
9,09
57 - 62
0
0,00
63 - 68
0
0,00
69 - 74
1
3,03
75 - 80
1
3,03
Jumlah
33
100,00

Sebaran Umur Nelayan


30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
Persentase 5.00
0.00

Range Umur Ne layan

Sebaran Umur Nelayan


Range Umur

20 - 26

27 - 32

45 - 50

3% 3% 6%
519%
- 56
57 -15%
62

33 - 38

39 - 44

63 - 68

69 - 74

18%
24%
75 - 80

21%

Gambar 1. Grafik sebaran umur nelayan di Pantai Drini


Berdasarkan observasi yang telah dilakukan terhadap profil nelayan di Pantai
Drini maka diperoleh kumpulan data yang dapat di buat grafik seperti diatas.
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui bahwa nelayan yang ada di Pantai

Drini ada yang berumur 20 tahun hingga 80 tahun. Nelayan yang terbanyak yaitu
berumur antara 33-38 tahun sebesar 25% dari 33 responden yaitu 8 orang sedangkan
responden yang berumur antara 69-74 tahun hanya 1 orang, begitu pula responden
yang berumur 75-80 tahun. Rentang usia antara 27-50 tahun merupakan usia produktif
dimana banyak orang masih aktif bekerja. Sedangkan nelayan yang sudah berusia tua
sudah sangat sedikit, hal tersebut bisa dikarenakan energi untuk melaut sudah tidak
sekuat saat muda, sehingga memilih unutk beristirahat. Dari sebaran umur tersebut
dapat diketahui bahwa responden yang aktif bekerja dalam usia produktif. Dalam
rentang usia tersebut seorang kepala keluarga harus memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarganya, sehingga banyak orang yang aktif bekerja.
Tabel 2. Tingkat pendidikan nelayan di Pantai Drini
Pendidika Jumla
n
h
%
TS
3
9,09
SD
19
57,58
SLTP
6
18,18
SLTA
5
15,15
PT
0
0,00
Jumlah
33
100,00

Tingkat Pendidikan Nelayan


80.00
60.00
Persentase

40.00
20.00
0.00
TS

SD

SLTP SLTA

Pendidikan

PT

Tingkat Pendidikan Nelayan

TS

SD

15% 9%
SLTP

SLTA

PT

18%
58%

Gambar 2. Grafik tingkat pendidikan nelayan di Pantai Drini


Tabel dan grafik diatas menunjukan tingkat pendidikan dari 33 responden yang
berprofesi sebagai nelayan di Pantai Drini. Pendidikan terakhir nelayan di Pantai
Drini mayoritas SD yaitu sekitar 58% dari 33 responden yaitu 19 orang. Nelayan di
Pantai Drini tidak ada yang melanjuktkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan
beberapa nelayan ada yang tidak menempuh pendidikan formal. Pendidikan tertinggi
yang ditempuh nelayan di Pantai Drini adalah tingkat SLTA sebanyak 5 orang dari 33
responden atau sekitar 15%. Rendahnya pendidikan nelayan di pesisir Pantai Drini
menyebabkan kelompok nelayan di Pantai Drini kurang berkembang. Kreativitas dan
inovasi dari para nelayan masih kurang, sehingga sarana dan prasarana yang
berhubungan dengan penengkapan masih sederhana dan kurang berkembang. Untuk
memajukan suatu kelompok nelayan di Pantai Drini perlu bantuan dari pemerintah
ataupun orang yang mempunyai kreativitas tinggi sehingga bisa membawa nelayan ke
arah perubahan yang lebih baik.

Tabel 3. Sebaran Pengalaman Nelayan di Pantai Drini


Range Jumlah Persentase
-7
23
45,10
8 - 15
9
17,65
16 - 23
10
19,61
24 - 31
5
9,80
32 - 39
4
7,84
Jumla
h
51
100,00

Sebaran Pengalaman Nelayan


50.00
40.00
30.00
20.00
Persentase 10.00
0.00

Pengalaman (th)

Sebaran Pengalaman Nelayan

Range

-7

10%
8 - 15
20%

8%
16 - 23
24 - 31
45%

32 - 39

18%

Gambar 3. Grafik sebaran pengalaman nelayan di Pantai Drini


Tabel dan grafik diatas menunjukan pengalaman responden menjadi seorang
nelayan. Responden yang berpengalaman menjadi nelayan kurang dari 7 tahun
termasuk banyak yaitu 45% atau sebayak 23 orang dari 33 responden. Responden
yang memiliki pengalaman lebih lama yaitu 4 orang atau sekitar 8% saja, mereka
menjadi nelayan sudah selama 32-39 tahun. sedangkan responden lain memiliki
pengalaman sebagai nelayan antara 8-31 tahun. banyaknya responden yang
berpengalaman menjadi nelayan kurang dari 7 tahun menunjukkan bahwa nelayan di
panati drini masih banyak yang baru sedangkan nelayan yang sudah berpengalaman
sejak lama jumlahnya lebih sedikit. Nelayan di Pantai Drini banyak yang merupakan
pendatang, sehingga bisa saja para pendatang tersebut yang baru memeulai menjadi
nelayan atau kemungkinan lain adalah masih banyak nelayan dalam usia produktif
yang masih muda, sehingga pengalaman akan menjadi nelayan lebih sedikit.
Tabel 4. Jenis Pekerjaan Nelayan Pantai Drini
Poko Sampinga Sampinga
Pekerjaan
Pokok
k
n
n
Buruh
0
0,00
0
0,00
Guru
0
0,00
0
0,00

Nelayan
Pedagang
Pensiunan
Perangkat Desa
Petambak
Petani
PNS
Polisi
SAR
TNI
Wiraswasta
Jumlah

28
1
0
0
0
4
0
0
0
0
0
33

84,85
3,03
0,00
0,00
0,00
12,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

5
3
0
0
0
10
0
0
0
0
0
18

15,15
9,09
0,00
0,00
0,00
30,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

Jenis Pekerjaan Nelayan

-75.00 -55.00 -35.00 -15.00


Pokok

5.00

25.00

45.00

65.00

Sampingan

Gambar 4. Grafik jenis pekerjaan nelayan di Pantai Drini


Dari grafik dan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
yang berada di Pantai Drini mempunyai mata pencaharian pokok sebagai nelayan,
petani dan pedangang. Begitu juga dengan pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh
responden. Dari 33 responden yang diwawancarai, 28 orang menjadikan nelayan
sebagai pekerjaan pokok dan 5 orang menjadi nelayan hanya sebagai pekerjaan
sampingan. Sedangkan responden yang pekerjaan pokoknya menjadi pedagang 1
orang dan 3 orang hanya sebagai pekerjaan sampingan saja. Reponden yang pekerjaan
pokoknya sebagai petani sebanyak 4 orang dan yang hanya berprofesi sebagai petani
sebagai pekerjaan sampingan hanya 12 orang. Mata pencaharian terbesar masyarakat
Pantai Drini adalah sebagai nelayan karena Pantai Drini disebut sebagai kampung
nelayan dimana mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Selain itu
lingkungan pesisir mendudkung masyarakatt untuk menjadi nelayan. Beberapa orang
juga ada yang bekerja sebagai petani, hal tersebut dikarenakan rumah mereka yang
tidak berada di kawasan kampung nelayan memiliki lahan yang bisa diolah untuk
mnambah pendapatan. Sebagian besar (98%) masyarakat pesisir pantai merupakan

nelayan berpenghasilan rendah, sehingga perlu dirintis upaya penganekaragaman


jenis mata pencaharian, agar tidak menggantungkan tumpuan hidup satu-satunya pada
laut, mengingat kehidupan melaut ada masa pacekliknya. Untuk itu perlu
dikembangkan usaha lain, termasuk usaha agraris yang mendayagunakan pekarangan
dengan tanaman ekonomis, serta usaha pertanian yang lebih intensif (Wagito dkk.,
1982). Pada saat musim sedang tidak bagus untuk melaut (ombak besar dan angin
kencang) dan sedang tidak musim ikan , beberapa nelayan memilih tidak melaut dan
melakukan pekerjaan lain seperti bertani untuk menambah pendapatan mereka.

d. Musim penangkapan

Gambar 5. Grafik musim tangkap ikan di Pantai Drini


Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa musim penangkapan ikan adalah pada
bulan September hingga Januari dengan presentase trip tiap harinya perbulan
sebanyak 9%, sedangkan bulan Februari hingga Agustus menunjukan jumlah trip tiap
hari perbulannya lebih rendah, yaitu berkisar 7-8%. Namun perbedaan yang

ditunjukan oleh grafik diatas tidak terlalu signifikan, hannya selisih beberapa % saja.
Berdasarkan dari wawancara yang telah dilakukan, responden mengatakan bahwa
mereka setiap bulannya melaut kecuali hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon,
berdasarkan tradisi yang diwariskan turun temurun kedua hari tersebut merupakan
hari pantangan untuk melaut. Selain itu nelayan tidak melaut jika cuaca sedang buruk,
ombak besar dan angin kencang. Selain hari-hari tersebut nelayan akan tetap melaut
walaupun sedang tidak musim ikan, hanya saja hasil tangkapan yang dipperoleh
sedikit atau bahkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali. Jenis ikan yang
tertangkap pada saat musim ikan bervariasi, mulai dari tongkol, tengiri, layur, bawal
dan lainnya, sedangkan pada saat tidak musim ikan nelayan biasanya mencari lobster
ataupun udang.

e. Kegiatan penangkapan
Kegiatan penanangkapan di Pantai Drini meliputi kegiatan nelayan saat melaut
maupun saat tidak melaut. Pada kondisi alam yang memungkinkan untuk melaut,
maka nelayan Pantai Drini akan melakukan perjalanan (trip) untuk mencari ikan dan
menangkapanya. Nelayan melaut di daerah dekat dengan Pantai Drini, Baron dan
biasanya hingga daerah Pantai Parangtritis, berangkat pagi hari dan kembali pada
siang harinya. Perbekalan yang dibutuhkkan saat melakuakn trip jauh dan dekat
berbeda, dimana jika trip jauh maka memerlukan biaya yang lebih banyak dan
membutuhkan tambahan es untuk mendinginkan ikan agar tidak mudah rusak.
Nelayan juga membawa perbekalan seperti makanan, makanan ringan dan bagi yang
merokok akan membawa rokok. Alat tangkap yang digunakan nelayan saat melaut
sangat beragam, tergantung jarak dan musim ikan apa. Pada saat sedang musim
tongkol maka nelayan hanya akan membawa jaring untuk menangkap ikan tongkol.
Saat sedang tidak musim ikan maka nelayan akan membawa jaring lobster untuk
menangkap lobster dan sebagainya. Selain jaring, nelayan juga akan membawa
pelampung, pemberat dan tali tambang yang telah dirangkai menjadi satu dengan
jaring.
Setelah nelayan mendapatkan hasil tangkapan, maka nelayan akan kembali
berlabuh di pelabuhan pendaratan ikan Pantai Drini. Kapal yang akan bersandar
setelah melaut ditarik oleh mobil penarik untuk memudahkan menaikkan kapal karena
kemiringan pantai yang cukup curam dan ombak yang relatif besar. Ikan hasil
tangkapan yang diperoleh bervariasi antara lain, tongkol, tengiri, bawal dan kadang
lobster. Hasil tangkapan yang telah diperoleh akan di bawa ke TPI yang kemudian
nelayan akan mendapatkan uang sebagai upah akan hasil tangkapan yang
diperolehnya. Pada saat nelayan tidak melaut, banyak nelayan yang memperbaiki alat
tangkap yang masih bisa diperbaiki atau merakit jaring yang baru, memperbaiki kapal
jika terjadi kebocoran dan masih banyak lagi. Namun ada beberapa nelayan yang
memilih melakukan pekerjaan sampingan seperti bertani untuk mendapatkan
tambahan penghasilan saat tidak melaut.
f. Hubungan rerata hasil tangkap, rerata harga, dan total pendapatan per tahun

Hasil tangkapan ikan yang diperoleh oleh nelayan jumlahnya tidak menentu.
Hasil tangkapan ikan terbanyak adalah 205 kg dan yang paling sedikit adalah 8,5 kg
dengan rerata hasil tangkapan sebesar 65 kg. Tinggi rendahnya hasil tangkapan sangat
dipengaruhi oleh musim, diamana saat sedang musim ikan maka para nelayan akan
mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, sedangkan saat tidak musim ikan nelayan
akan mendapatkan hasil yang sedikit atau bahkan tidak mendapatkan hasil apapun.
Nelayan di Pantai Drini merupakan nelayan tradisional, sehingga belum bisa
memprediksikan dimana dan kapan waktu yang tepat untuk menangkap ikan. Mereka
masih bekerja ala kadarnya, yang terpenting mereka bisa melaut, mendapatkan hasil
tangkapan dan mendapatkan uang.
Hasil tangkapan ikan yang didapatkan akan dijual ke TPI atau ke pengepul
langsung. Rearat harga yang ditentukan berbeda-beda, dimana harga terendah adalah
Rp 6500,00dan yang tertinggi bisa mencapai Rp 275000,00. Perbedaan harga yang
sangat jauh tersebut bisa diikarenakan perbedaan jenis ikan yang didapatkan. Jika ikan
memiliki kualitas baik dan bernilai ekonomis tinggi maka ikan tersebut akan dihargai
dengan harga yang tinggi. Namun jual ikan yang didapatkan berkualitas kurang baik
dan bernilai ekonomis rendah maka harganyapun akan rendah. Ikan yang memiliki
nilai ekonomis tinggi antara lain tengiri dengan harga per kilonya sekitar Rp
60.000,00 dan bawal dengan kisaran harga Rp 80.000,00 serta lobster dengan kisaran
harga Rp 500.000,00 per ekor tergantung dari ukuran lobster tersebut. Sedangkan
harga ikan tongkol per kilonya sekitar Rp 20.000,00 dan pada saat musim ikan
harganya bisa turun menjadi Rp 15.000,00. Selain nilai ekonomis dari ikan tersebut,
musim pengangkapan juga mempengaruhi, jika sedang tidak musim ikan maka harga
bisa melambung tinggi namun saat musim ikan harganya biasa saja.
Total pendapatan pertahun nelayan di Pantai Drini tertinggi mencapai Rp
2.083.160.000,00 dan pendapatan terendah sekitar Rp 29.250.000,00 dan rata-ratanya
sebesar Rp 468.047.994,00. Pendapatan tersebut termasuk tinggi jika dihitung tiap
bualnnya. Namun itu bukan merupakan pendapatan bersih bagi nelayan. Tinggi
rendahnya pendapatan nelayan tergantung dari nelayan tersebut menjabat sebagai apa,
antara pemilik kapal, ABK dan nahkoda (tekong) memeiliki bagian-bagiannya sendiri,
dimana sistem tersebut merupakan sistem bagi hasil sehingga pembagian pendapatan
tersebut berdasarkan kesepakatan antara pemilik kapal dan ABK nya. Selain itu
nelayan perlu mengeluarkan biaya untuk perawatan kapal yang biayanya tidak sedikit.
Sehingga pendapatan yang diperoleh akan menjadi lebih sedikit.
Hubungan antara ketiga komponen tersebut seharusnya berbanding lurus,
dimana jika hasil tangkapan banyak, harga tinggi maka pendapatn naik. Namun
kenyataanya tidak seperti itu, banyak nelayan di pesisir Drini yang penghasilannya
rendah. Hal tersebut bisa dikarenakan sistem bagi hasil yang menyebabkan nelayan
yang menjadi buruh upahnya lebih sedikit dari pemilik kapal. Jenis hasil tangkapan
juga akan mempengaruhi pendapatan, pendapatan yang rendah bisa dikarenakan hasil
tangkapan bernilai ekonomis tinggi tapi nelayan hanya menangkap sedikit ataupun
nelayan memperoleh hasil tangkaan banyak namun harganya rendah. Kedua faktor
tersebut akan mepengaruhi pendapatan nelayan. Selain itu faktor yang bisa
mempengaruhi kesejahteraan nelayan yaitu kurang tepatnya nelayan dalam mengelola

maupun memanajemen pendapatannya. Kesejahteraan masyarakat pesisir


memerlukan program terobosan baru yang dapat meningkatkan akses mereka
terhadap modal, manajemen dan teknologi serta dapat mentransformasikan struktur
dan kultur masyarakat pesisir dan nelayan secara berkelanjutan. Kemiskinan seolaholah telah melekat akrab dalam kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan,
tingkat pendapatannya hanya sekitar Rp 300.000/bulan/kepala keluarga
(Kusumastanto ,2003).
g. Analisis biaya
Komponen biaya yang dikeluarkan oleh nelayan ada tiga yaitu, biaya investasi
(kepemilikan alat tangkap) , biaya operasional dan biaya perawatan. Biaya investasi
(kepemilikan alat tangkap) meliputi biaya yang digunakan untuk pembelian seperti
kapal, mesin dan alat tangkap berupa jaring, pancing dan lainnya. Biaya operasional
merupakan biaya yang dibutuhkan selama operasional atau biaya yang dibutuhkan
nelayan untuk sekali melaut, biaya tersebut meliputi biaya bahan bakar, pelumas,
rokok, makan, pendingin, retribusi dan lain sebagainya. Biaya perawatan merupakan
biaya yang digunakan dalam perawatan kapal ketika kapal, mesin, perlengkapan kapal
atau alat tangkap mengalami kerusakan.
Biaya investasi yang dikeluarkan oleh nelayan sebagai modal awal berkisar
dari Rp 7.250.000,00 hingga yang tertinggi Rp 95.500.000,00 dan rata-rata sebesar Rp
31.020.600,00, namun ada beberapa nelayan yang biaya investinya Rp 0,00. Hal
tersebut disebabkan karena nelayan tersebut hanya bekerja pada pemilik kapal
sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya investasi. Perbedaan biaya investasi yang
terlampau tinggi juga disebabkan karena ada beberapa nelayan yang hanya
menginvestasikan biayanya untuk membeli alat tangkap saja, sedangkan perahu yang
digunakan hasil meminjam/menyewa dari pemilik kapal, sehingga biaya investasinya
lebih rendah.
Biaya operasional yang dikeluarkan nelayan setiap kali melaut berkisar antara
Rp 290.000,00 hingga biaya tertinggi sebesar Rp 3.123.750,00 dan rata-rata sebesar
Rp 795.232,00. Biaya tersebut digunakan untuk membeli bahan bakar dan pelumas,
es, rokok, makanan, membayar retribusi lelang dan jasa penarikan kapal. Perbedaan
biaya operasional nelayan setiap kali melaut disebabkan karena kebutuhan dari
nelayan yang berbeda-beda dan jauh-dekatnya trip yang dilakukan setiap kali melaut.
Bagi nelayan yang tidak merokok, maka tidak mengeluarkan biaya untuk merokok.
Ada beberapa nelayan yang membawa bekal makanan atau camilan sendiri tanpa
mengeluarkan biaya. Jika trip jauh maka bahan bakar yang dibutuhkan juga banyak
sehingga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Selain bahan bakar, jika melakukan
trip jauh maka nelayan harus membawa persediaan es untuk menjaga kualitas ikan
agar tidak mudah rusak, tentu saja hal tersebut menambah biaya operasional. Saat
nelayan selesai melaut, kapal yang akan dilabuhkan ditarik menggunakan sebuah tali
yang dtarik oleh mobil, hal tersebut membutuhkan biaya, diamana biaya yang
dikeluarkan tergantung dari hasil tangkapan yang diperoleh. Sampai dipelelangan,
nelayan harus membayar retribusi sebesar 5% dimana 3% untuk pemerintah dan 2%
sisanya sebagai kas kelompok. Biaya operasional sangat dipengaruhi oleh lama dan

jauhnya melaut, jika trip semakin lama dan jauh maka biaya operasional akan
bertambah. Dari data yang telah diolah, ada beberapa nelayan yang tidak
mengeluarkan biaya operasional yang dikarenakan nelayan tersebut merupakan ABK
yang biaya operasionalnya ditanggung oleh pemilik kapal.
Biaya perawatan yang digunakan untuk perawatan kapal, mesin kapal maupun
alat tangkap berkisar dari Rp 20.000,00 hingga biaya tertinggi sebesar Rp
1.150.000,00 dan rata-ratanya sebesar Rp 430.300,00. Biaya tersebut tidak menetu
setiap bulannya. Nelayan hanya akan mengeluarkan biaya perawatan bila ada
kerusakan pada kapal, mesin, bambu maupun alat tangkap. Biaya yang sering
dikeluarkan oleh nelayan di Pantai Drini adalah biaya untuk mengganti busi mesin
yang biayanya tidak terlalu tinggi, namun jika mesin mengalami kerusakan parah
biaya yang dikeluarkan semakin banyak. Untuk baiaya perawatan kapal dikeluarkan
jika kapal mengalami kebocoran dan harus ditembel, biaya ini juga termasuk tinggi
tergantung seberapa besar kerusakan kapal. Untuk pergantian bambu, nalayan akan
mengganti bambu jika bambu yang ada di kapal mengalami kerusakan. Sedangkan
jika alat tangkap ada yang rusak, nelayan akan memperbaiki jika masih
memungkinkan atau akan mengganti yang baru. Beberapa nelayan tidak
mengeluarkan biaya perwatan karena yang menggung biaya ini adalah pemilik kapal.
h. Hambatan usaha dan solusinya
Hambatan yang dialami nekayan di Pantai Drini antara lain kurangnya modal
usaha, pengeluaran biaya bahan bakar yang tinggi, sarana prasaran yang masih
sederhana, pengetahuan tentang teknologi dan informasi yang masih rendah serta
musim tangkapan ikan yang kadang tidak menentu.
Kurangnya modal usaha merupakan hambatan bagi sebagian besar nelayan di
Pantai Drini, nelayan yang tidak mempunyai kapal sendiri sangat bergantung besar
pada pemilik kapal. dimana pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan dari
sistem bagi hasil. Pemilik kapal akan mendapatkan pendapatan lebih tinggi sedangkan
nelayan yang menjadi ABK akan memperoleh pendapatan yang lebih rendah. Hal
tersebut merupakan hambatan tercapainya kesejahteraan nelayan kecil. Solusinya
adalah pemerintah memberikan bantuan berupa kapal dengan mesin dan alat
tangkapnya per 3 orang nelayan, sehingga nelayan memiliki kapal sendiri sehingga
sistem bagi hasilnya merata dan pendapatan nelayan tidak terlalu rendah.
Pengeluaran biaya operasional yang tinggi disebabkan karena harga bahan
bakar yang naik, dimana bahan bakar merupakan komponen paling pokok untuk
melaut dan sebagian besar dari biaya operasional adalah biaya bahan bakar. Harga
bahan yang naik menyebabkan pengeluaran juga menjadi meningkat sedangkan hasil
yang diperoleh belum menentu, tentu saja ini menjadi sebuah hambatan bagi usaha
penangkapan. Solusinya adalah pemerintah memberikan subsidi khusus bahan bakar
bagi nelayan, sehingga memudahkan nelayan dan kesejahteraan nelayan bisa tercapai.
Sarana dan prasarana yang menunjang produksi penangkapan di Drini juga
masih sederhana. Hanya bermodalkan perahu kecil nelayan melaut dengan membawa
bekal seadanya unuk mencari ikan. TPI, bengkel dan gedung sekretariat juga masih
sederhana. Sebaiknya sarana seperti itu lebih dikembangkan sehingga bisa menjadi

daya tarik wisatawan untuk membeli ikan hasil tangkapan. Lahan yang digunakan
untuk pendaratan perahu juga masih tergolong sempit, sebaiknya bisa lebih luas lagi
perahu yang bersandar tidak terlalu berdesakan.
Pengetahuan akan teknologi dan informasi para nelayan juga masih rendah,
dikarenakan nelayan di drini tingkat pendidikannya relatif rendah. Dengan menguasai
teknologi yang ada nelayan bisa mencari tempat penangkapan ikan yang tepat dan
waktu yang tepat. Selain itu dapat mengetahui prakiraan cuaca dengan lebih akurat
serta penngunaan alat-alat lain yang dapat membantu proses penangkapan. Sebaiknya
pemerintah atau lembaga yang terkait bisa memberikan penyuluhan cara pemakaian
alat-alat tersebut, dan jika penyuluhan sudah dirasa berhasil maka diberiakn bantuan
alat-alat tersebut. Walaupun nelayan tradisional, jika memiliki alat-alat yang mampu
membantu meningkatkan hasil tangkapan maka akan lebih baik.
Hambatan terakhir yang kurang bisa di prediksi adalah musim. Sekarang
musim ikan tidak menentu akibat iklim yang tidak menentu pula. Pada saat sedng
tidak musim ikan para nelayan tetap banyak yang melaut namun mendapatakan hasil
tangkapan yang sedikit atau bahnkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali.
Hal tersebut tentung mengurangi pendapatan mereka. Solusinya adalah dengan cara
meberikan penyuluhan keterampilan yang lain sehingga saat nelayan tidak melaut
mereka bisa melakukan hal yang lain untuk mendapatkan uang. sebagian besar
nelayan di Drini mengandalkan pekerjaan sebagai nelayan karena mereka hanya bisa
melakukan pekerjaan tersebut. Namun juka diberi pelatihan, maka kemungkinan
mereka bisa melakukan hal lain yang bisa menambah pendapatan saat musim
paceklik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan

Mayoritas pendidikan terakhir nelayan Pantai Drini adalah Sekolah Dasar (SD).
Rentang umur nelayan Pantai Drini pada usia produktif berkisar antara 33-38
tahun. Mayoritas penduduk Desa Banjarejo memiliki pekerjaan pokok menjadi
nelayan, dengan pengalaman mayoritas kurang dari 7 tahun.
Beberapa masalah yang dihadapi nelayan Drini adalah musim ikan, iklim dan
cuaca yang tidak menentu, kurangnya pengetahuan akan teknologi dan informasi,
modal yang kurang, naiknya harga bahan bakar, serta hasil tangkapan dan harga
ikan yang tidak tetap.
Biaya perikanan tangkap yang ada di Pantai Drini dibedakan menjadi 3, yaitu biaya
investasi (kepemilikan alat tangkap), biaya operasional dan biaya perawatan.
Pendapatan nelayan Pantai Drini sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan dan
harga ikan.
Kondisi perikanan tangkap di Pantai Drini termasuk dalam usaha penangkapan
skala kecil, yang semua nelayannya termasuk nelayan tradisional. Banyak masalah
dan hambatan yang dihadapi oleh nelayan yang menjadikan kesejahteraan nelayan
belum tercapai.

b. Saran
Sebaiknya pemerintah maupun lembaga yang terkait dengan perikanan
tangkap bisa memberi pelatihan dan bantuan modal untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan nelayan di Pantai Drini.

VI.

DAFTAR PUSTAKA
Ali yahya, muhamad. 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. [cited 2015 Juni 08,
19.21]. Available at : http://tumoutou.net/3_sem1_012/ali_yahya.htm
Anggoro, D.T. 2011.Potensi dan Pengembangan Pantai Drini sebagai Obyek Wisata

Andalan di Kabupaten Gunungkidul. Universitas sebelas Maret. Surakarta.


Firman, A. 2010. Analis Dampak Investasi Sektor Peternakan Terhadap
Perekonomian di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan UNPAD. Bandung.
Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era
Otonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Monintja, D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan
Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor
Monintja, D. dan Roza Yusfiandayani. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam
Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor
Mudztahid, A. 2004. Purse Seine (Pukat Cincin). SMK Negeri 3 Tegal. Tegal.
Nanlohy, A. 1986. Pola Perilaku Masyarakat Pesisir Pantai dalam Usaha Pemanfaatan
Sumber Alam Lingkungan Laut di Sulawesi Utara. Fakultas Ilmu Pengetahuan
Sosial IKIP. Manado Saputro, Eko. 2008. Potensi dan Pengembangan Objek
Wisata Kampung Nelayan Pantai Drini di Kabupaten Gunungkidul. Tugas
Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Saputro, E. 2008. Potensi dan Pengembangan Objek Wisata Kampung Nelayan Pantai
Drini di Kabupaten Gunungkidul. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

Sudirman & A Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Universitas Diponegoro.


Semarang.
Wagito. 1982. Studi Dinamika Pedesaan di Ex Karesidenan Besuki. Studi Kasus
Desa Pantai Puger Kulon Kecamatan Puger Kabupaten Daerah Tingkat II
Jember. Pusat Penelitiann Universitas Jember. Jember.

VII.

LAMPIRAN

Perahu nelayan bersandar saat nelayan

Sekretariatan Kelompok

tidak melaut karena gelombang tinggi

Nelayan Pantai Drini

Nelayan Memperbaiki Alat Tangkapnya Ketika Tidak Dapat Melaut

Persiapan untuk Melaut

Nelayan Berangkat Melaut

Anda mungkin juga menyukai