Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan,bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak.Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,kami menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs.Sulaiman ,M.Pd yang telah membimbing
kami membuat makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun susunan penulisannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan untuk
langkah-langkah selanjutnya.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak
yang telah terkait. Semoga segala bantuan,bimbingan dn arahan yang diberikan mendapat
ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Banjarmasin, 10 April 2013

Tim penyusun
Kelompok 9

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
2. 2 Rumusan Masalah
3. 3 Tujuan Penulisan
4.4 Metode Penulisan
BAB II: PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
2 . 2 Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Modern

A. Aliran progressivisme
1. Pandangan Ontologi
2. Pandangan Epistemologi
3. Pandangan Aksiologi
4. Progressivisme dalam Pendidikan
B. Aliran Essensialisme
1. Pandangan Ontologi Essensialisme
2. Pandangan Epistemologi Essensialisme
3. Pandangan Aksiologi Essensialisme
4. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
5. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
C. Aliran Perennialisme
1. Pandangan Epistemologis perennialisme
2. Pandangan Aksiologi Perennialisme
D. Aliran Rekonstruksionisme
1. Pandangan Epistemologi
2. Pandangan Akiologis
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara
persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu
yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi
sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu
spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan
sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat
mulai menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan
intelektual (intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang
tinggi yaitu pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak
diartikan oleh para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri
seperti; James melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab
oleh sains secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab,
objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan tentang
ketuhanan. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan
bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak
pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.
1. 2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari Ontologi, epistemologi, aksiologi?
2) Jelaskan pandangan aliran progressivisme?

3) Jelaskan pandangan aliran esensialisme?


4) Jelaskan pandangan aliran perennialisme?
5) Jelaskan pandangan aliran rekontruksionisme?
1. 3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1)

Untuk memenuhi tugas kuliah yang diberikan oleh Bapak Drs. Sulaiman M. Pd

2) Untuk menambah pengetahuan tentang pengertian ontologi, epistemologi, dan aksiologi


3)

Untuk memahami berbagai macam aliran filsafat pendidikan seperti aliran progressivisme,
esensialisme, perennialisme dan rekontruksionisme.
1. 4 Metode Penulisan
Adapun metode pengumpulan data dalam makalah ini adalah menggunakan metode
kepustakaan dan membrowsing dari internet.

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Ontologi memiliki arti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadan
yang sebenarnya.

Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti


apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan.

Aksiologi yaitu menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan, apakah yang baik atau bagus
itu. Definisi lain mengatakan aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya
dalam kepribadian anak.
2. 2 Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Modern
A. Aliran progressivisme

Progressivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa


kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk
mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme Karena aliran tersebut
menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen, untuk menguji suatu teori. Progressivisme
dinamakan karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan
kepribadian (Noor Syam, 1987: 228-229).
Tokoh-tokoh Progressivisme antara lain :
1. Wiliam James
2. John Dewey
3. Hans Vaihinger
4. Ferdinant Schiller dan George Santayana
1. Pandangan Ontologi
Ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat.
Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, tindakan dan
perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan,
perubahan dan berani bertindak. Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau progres, lingkungan dan
pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan ini,
menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal
yang ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud
yang lainnya. di samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup
yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih berganti.
2. Pandangan Epistemologi
Progresivisme mengadakan pembedaan anatara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan
adalah informasi, fakta, hukum prinsif, proses, kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi
sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan harus sesuaikan dan dimodifikasi
dengan realita baru di dalam lingkungan. Sedangkan kebenaran adalah kemampuan suatu ide
dalam memecahkan masalah.
3. Pandangan Aksiologi
Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, sehingga memungkinkan adanya
relevansi seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan. Bahasa adalah sarana ekspresi yang
berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari individu-individu (Barnadib, 1987:

31. 12). Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada apabila menunjukkan
kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
4. Progressivisme dalam Pendidikan
Progressivisme merupakan aliran filsafat yang terlahir di Amerika Serikat abad ke-20.
John S. Brubacher, mengatakan bahwa filsfat progressivisme bermuara pada aliran filsafat
pragmatisme yang dikenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952),
yang menitik beratkan pada segi manfaat bagi hidup praktis.
Filsafat progressivisme sama dengan pragmatism karena dipengaruhi oleh ide-ide dasar
filsafat pragmatisma di mana telah memberikan konsep dasar dengan asas yang utama yaitu
manusia dalam hidupnya untuk tetap survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua
tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Filsafat progressivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak absolutisme dan
otoriterisme dalam segala bentuknya, nilai-nilai yang dianut bersifat dinamis dan selalu
mengalami perubahan, sebagaimana dikembangkan oleh Imanuel Kant, salah seorang
penyumbang pemikir pragmatisme-progressivisme yang meletakkan dasar dengan penghormatan
yang bebas atas martabat manusia dan martabat pribadi (Zuhairini, 1991: 21). Dengan demkian
filsafat progressivisme menjunjung tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai
demokratis. Sehingga progressivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture (kebebasan
mutlak untuk menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel
terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open minded).
Filsafat progressivisme menuntut kepada penganutnya untuk selalu progress (maju)
bertindak secara konstruktif, novatif dan reformatif, aktif serta dinamis. Filsafat progressivisme
menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak
lahir (mans natural powers). Di sini tersirat bahwa intelegensi merupakan kemampuan problem
solving dalam segala situasi baru atau yang mengandung masalah.
Aliran filsafat progressivisme menempatkan manusia sebagai makhluk biologis yang utuh
dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pelaku (subjek) di dalam hidupnya.
Aliran filsafat progressivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan pada abad ke-20 ini di mana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada anak didik. Filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
Sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-

pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara
fisik maupun psikis anak didik.
Filsafat progressivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil
budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan
selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan
refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu (Barnadib, 1992: 24).
Pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah
dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan
corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik)
adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, inisiatif, adaptip dan kreatif
sanggupmenjawab tantangan zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum
eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, di mana apa yang telah
diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya.
Dengan metode pendidikan Belajar Sambil Berbuat (Learning by doing) dan pemecahan
masalah (Problem Solving) dengan langkah-langkah menghadapi prolem, mengajukan hipotesa
(Suwarto, 1992: 123).
Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat
progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai
generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
a.

Asas Belajar
Pandangan mengenai belajar, filsafat progressivisme mempunyai konsep bahwa anak
didik mempunyai akal dan kecerdasaan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan
dibandingkan dengan mahluk lain. Kelebihan ini merupakan bekal untuk menghadapi dan
memecahkan problema-problemanya.
Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan proses pendidikan
tentulah berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik sebagai manusia yang berkembang.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 6263). Maka dari itu dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab
belajar yang baik tidak cukup disekolah saja.

Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Untuk itulah filsafat progressivisme menghendaki isi pendidikan dengan
bentuk belajar sekolah sambil berbuat atau learning by doing (Zuhairini, 1991: 24)
Perlu diketahui bahwa sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge
(pemindahan pengetahuan) akan tetapi sekolah juga berfungsi sebagai transfer of value atau
pemindahan nilai-nilai, sehingga anak menjadi terampil dan berintelektual baik secara fisik
maupun psikis. John Locke (1632 1704) mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya ditujukan
untuk kepentingan pendidikan anak. Sekolah dan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan
kepentingan anak (Suparlan 1984: 48). Kemudian Jean Jacques Rosseau (1712-1778),
mengatakan anak harus di didik sesuai dengan alamnya, jangan dipandang dari sudut orang
dewasa. Anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dengan dunianya
sendiri, yaitu berlainan sekali dengan alam orang dewasa (Ahmadi, 1992: 34-35).
Disamping itu, anak didik harus diberi kemerdekaan dan kebebasan untuk bersikap dan
berbuat sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing dalam upaya meningkatkan
kecerdasan dan daya kreasi anak.
John Dewey ingin mengubah hambatan dalam demokrasi pendidikan dengan jalan:
1. Memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan.
2. Memberi kesempatan murid untuk belajar melalui prngalaman.
3. Memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti akan memberikan tujuan yang dapat
menjelaskan kea rah kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok anak didik.
4. Mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan
pokok anak.
5. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis.
Imam Barnadib dalam Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, mengemukakan:
progresivisme menghendaki pendidikan yang progersif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan
sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus.
Dari uraian di atas, dapatlah diambil suatu konklusi asas progressivisme dalam belajar
bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik bukan manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya yang
mempunyai potensi untuk berkembang, setiap anak didik berbeda kemampuannya, individu atau
anak didik adalah insan yang aktif kreatif dan dinamis dan anak didik punya motivasi untuk
memenuhi kebutuhannya.
b. Pandangan Kurikulum Progessivisme
Menurut Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, sekolah yang baik itu adalah
sekolah yang dapat member jaminan para siswanya selama belajar, maksudnya yaitu sekolah
harus mampu membantu dan menolong siswanya untuk tumbuh dan berkembang serta member

keleluasaan tempat untuk para siswanya dalam mengembangkan bakat dan minatnya melalui
bimbingan guru dan tanggung jawab kepala sekolah. Kurikulum dikatakan baik apabila bersifat
fleksibel dan eksperimental (pengalaman) dan memiliki keuntungan-keuntungan diperiksa setiap
saat (Iskandar & Usman, 1988: 68).
Pendidikan dilaksanakan di sekolah dengan anggapan bahwa sekolah dipercaya oleh
masyarakat untuk membantu perkembangan pribadi anak. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan
dibentuk sesuai dengan zamannya. Karena itu kurikulum harus dapat mewadahi aspirasi anak,
orang tua serta masyarakat. Maka kurikulum yang edukatif dan eksperimental dapat memenuhi
tuntutan itu. Sifat kurikulumnya adalah kurukulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang
memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas
manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek. Dengan adanya
mata pelajaran yang terintergrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik
maupun dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Metode problem solving dan metode proyek telah dirintis oleh John Dewey (1859-1951)
dan dikembangkan oleh W.H Kilpatrick. John Dewey telah mengemukakan dan memerapkan
metode problem solving kedalam proses pendidikan, melakukan pembaharuan atau inovasi dari
bentuk pengajaran tradisional dimana adanya verrbalisme pendidikan.
Pengajaran program unit akan meniadakan batas-batas antara pelajaran yang satu dengan
pelajaran yang lain dan akan lebih menumpuk semangat demokrasi pendidikan (Suparlan, 1988:
143).
W.H Kilpatrick dalam Arifien (1987:93) mengatakan, suatu kurikulum yang dianggap
baik didasarkan atas tiga prinsip:
1. Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang.
2. Menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam duatu kehidupan yang bulat
dan menyeluruh.
3. Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai uji coba atas keberhasilan sekolah sehingga
anak didik dapat berkembang dalam kemampuannya yang aktual untuk aktif memikirkan hal-hal
baru yang baik untuk diamalkan, dan dalam hal ini apa saja yang ingin berbuat serta kecakapan
c.

efektif untuk mengamalkan secara bijaksana melaui pertimbangan yang matang.


Pandangan Progressivisme Tentang Budaya
Filsafat progressivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah dan
membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan

zaman ,sekaligus menolong manusia menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk
memasuki zaman modern (progresif).
Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan
kualitas hidup yang terus maju.Dengan sifatnya yang iddle curiousity (rasa keingintahuan yang
terus berkembang) makin lama daya rasa,cipta dan karsanya telah dapat mengubah alam menjadi
sesuatu yang berguna.
Filsafat progressivisme yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuankemampuan yang dapat memecahkan problematika hidupnya,telah mempengaruhi pendidikan,di
mana dengan pembaharuan-pembaharuan pendidikan telah dapat mempengaruhi manusia untuk
maju (progress).
B. Aliran Essensialisme
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Essensialisme muncul pada zaman Renaisance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaannya yang utama ialah
dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,di mana serta
terbuka untuk perubahan,toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Idealisme dan realisme adalaah aliran filsafat yang membentuk

corak

essensialisme.Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep


pikir yang disebut essensialisme,karena itu timbul pada zaman itu,essensialisme adalah konsep
meletakkan sebagai ciri alam pikir modern. Realisme modern,yang menjadi salah satu eksponen
essensialisme,titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik,sedangkan idealisme
modern sebagai eksponen yang lain,pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan (ide-ide).Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu
Tuhan,yang merupakan pencipta adanya kosmos.Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada
dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasangagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir,dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan
sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada dibumi dan
dilangit,setrta segala isinya.
1. Pandangan Ontologi Essensialisme
Sifat yang menonjol dari ontologi essensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini
dikuasai oleh tata yang tiada cela,yang mengatur isinya dengan tiada cela pula.

Tujuan umum aliran essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan
akhirat.Maka dalam sejarah perkembangannya,kurikulum essensialisme menerapkan berbagai
pola idealisme,realisme dan sebagainya.
Ciri menganai penafsiran idealisme tentang sistem dunia tersimpul dalam pengertianpengertian makrokosmos dan mikrokosmos.Makrokosmos merujuk kepada keseluruhan alam
semesta dalam arti susunan dan kesatuan kosmis.Mikrokosmos menunjuk kepada fakta tunggal
pada tingkat manusia.
2. Pandangan Epistemologi Essensialisme
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistemologi essensialisme.
1. Kontraversi Jasmaniah Rohaniah
Perbedaan idealisme realisme adalah karena yang pertama menganggap bahwa rohani
adalah kunci kesadaran tentang realita.Bagi sebagian penganut realisme,pikiran itu adalah
jasmaniah sifatnya yang tunduk kepada hukum-hukum phisis.
Konsekuensinya kedua unsur rohani dan jasmani adalah realita kepribadian
manusia.Untuk mengerti manusia,baik filosofis maupun ilmiah haruslah melalui hal tersebut dan
pendekatan rangkap yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
2. Pendekatan (Approach) Idealisme pada Pengtahuan
a. Kita hanya mengerti rohani kita sendiri,tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti
realita yang lain.Sebab kesadaran kita,rasio manusia adalah bagian dari pada rasio Tuhan yang
maha sempurna.
b. Menurut T.H Green,approach personalisme itu hanya melalui introspeksi.Padahal manusia tidak
mungkin mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan.Karena itu
setiap pengalaman mental pasti melalui refleksi antara macam-macam pengamalan.
c. Dalam filsafat religious yang modern,ada teori mengatakan bahwa apa yang dimengerti tentang
sesuatu adalah karena resonansi pengertian Tuhan.
3. Pendekatan (Approach) Realisme pada Pengetahuan
Terdapat beberapa pendekatan realisme pada pengetahuan,yakni :
a. Menurut Teori Asosiasionisme
Teori ilmu jiwa asosiasi dipengaruhi oleh filsafat empirisme John Locke.Pikiran atau ide-ide
serta isi jiwa adalah asosiasi unsur-unsur penginderaan dan Pengamatan.
b. Menurut Teori Behaviorisme
Aliran ini berkwsimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah
laku,sebab manusia sebagai suatu organisme adalah totalitas mekanisme biologis.Menurut
Behaviorisme,masalah pengetahuan (yang dapat ditanggap manusia) tidak dapat dipisahkan dari
proses penanaman kondisi.
a. Menurut Teori Koneksionisme
Teori ini menyatakan semua makhluk,termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh polapola connections between (hubungan-hubungan antara) stimulus dan respon.Di samping
koneksionisme dapat meletakkan pandangan yang lebih meningkat dari assosianisme dan
behaviorisme juga menunjukkan bahwa dalam hal belajar perasaan yang dimiliki oleh manusia
mempunyai peranan terhadap berhasil tidaknya belajar yang dilakukan.
4. Tipe Epistimologi Realisme
Terdapat beberapa tipe epistemologi realisme.Di Amerika ada dua tipe yang utama, yaitu:
a. Neoralisme

Secara psikologi neoralisme lebih erat dengan behaviorisme.Baginya pengetahuan


diterima,ditanggap langsung oleh pikiran dunia realita.
b. Cretical Realisme
Aliran ini menyatakan bahwa media antara intelek dengan realita adalah seberkas penginderaan
dan pengamatan.
3. Pandangan Aksiologi Essensialisme
Pandangan ontology dan epitemologi sangat mempengaruhi aksiologi. Bagi aliran ini,
nilai-nilai berasal, tergatung pada pandangan-pandangan idealism dan realism sebab
essensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
1. Teori Nilai Menurut Idealisme
Penganut idealisme berpegang bahwa hokum-hukum etika adalah hokum kosmos, karena
itu seseorang dikataka baik jika banyak interaktif berada di dalam dan melaksanakan hukumhukum itu. Menurut idealism bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai
hubungan dengan kualitas baik dan buruk.
George Santayana memadukan antara aliran idealism dan aliran realism dalam suatu
sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal,
karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu.
Walaupun idealism menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa
pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri.
2. Teori Nilai Menurut Realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontology bahwa sumber
semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Dapat dikatakan
bahwa mengenai masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusa pada umumnya, realisme
bersandarkan atas keturunan dan lingkungan.
4. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui
indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Dengan mengambil landasan piker tersebut, belajar dapat di definisikan sebagai jiwa yang
berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual .
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang
hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah rohani yang pasif, yang berarti
bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam.

Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi


mutlak dan determinasi terbatas.
5.

Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum


Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada

landasan idiil dan orgaisasi yang kuat. Bersumber atas pandangan ini kegiatan-kegiatan
pendidikan dilakukan. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditunjukan kepada yang
serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan
dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian :
1.
2.
3.
4.

Universum
Sivilisasi
Kebudayaan
Kepribadian
Robert Ulieh berpendapat bahwa meskipun apda hakikatnya kurikulum disusun secara
fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak,fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada
pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan
keseksamaan dan kepastian.
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur
satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks.
Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan
fundamen atau dasar dari susunanya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas
dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
C. Aliran Perennialisme
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan
manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka
perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau
yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.
Dikatan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali pada masa lampau,karena
kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat
mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang.Perenialisme
merupaka aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu

merupakan hasil pikiran yang memberika kemungkinan bagi seseorag untuk bersikap yang tegas
dan lurus.
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya philosophia perenis. Pendiri utama
dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas
Aquinas. Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan
abad pertengahan perlu dijadika dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman
sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana
pendidika yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang.
1. Pandangan Ontologi Perennialisme
Ontopologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual,
esensi, aksiden, dan substansi. Perennialisma membedakan suatu realita dalam aspek-aspek
perwujudannya. Benda individual disini adalah benda sebagaimana Nampak dihadapan manusia
dan yang ditangkap dengan panca indera. Esesnsi dari suatu kualitas yang menjadikan atau
menyebabkan benda itu lebih intrinsik dari pada halnya. Adapun aksiden adalah keadaankeadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan
dengan esensial. Sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu. Segala yang ada di
ala mini sperti halnya manusia, batu bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya
merupakan hal yang logis dalam karakternya.
I.R Poedjawijatna mengatakan bahwa esensi dari pada kenyataan itu adalah menuju kea
rah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya. Jadi, dengan demikian
bahwa segala yang ada di ala mini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang
disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu adalah
potensialita yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak
jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi.

2. Pandangan Epistemologis perennialisme


Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan
kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang

menunjukkan kesesuaian antara piker dengan benda-benda. Pengetahuan merupakan hal yang
sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science
sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris
kebenarannya terbatas, relative atau kebenaran probability. Ilmu pengetahuan merupakan filsafat
yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat
berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran
dan kecerdasan. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mapu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Dengan
mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal, yang sesuai dengan
1.

bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni :


Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh

2.

orang-orang besar.
Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya-karya tokoh tersebut untuk diri
sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik kea rah kemasakan.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik kea rah
kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Keberhasialn anak dalam akalnya
sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Robert Hutehkins mengatakan bahwa manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah
dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general
education). Melalui kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan
dengan sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itu terbentuk atas dasar landasan kejiwaan
yang sama.
3. Pandangan Aksiologi Perennialisme
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural, yakni
menerima universal yang abadi. Masalah nilai itu merupakan hal yang utama dalam
perenialisme, karena ia berdasarkan pada azas-azas supernatural yaitu menerima universal yang
abadi, khususnya tingkah laku manusia.
Dalam bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya,
sperti Plato, aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki
btiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran. Dengan de4mikian jelaslah bahwa perenialisme

itu menghendaki agar pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu,
kemauan dan pikiran sebagaimana yang dimiliki secara kodrat. Ide-ide Plato ini kemudian
dikembangkan oleh aristoteles dengan lebih mendekatkan kepada dunia kenyataan. Bagi
Aristoteles tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai pendidikan itu, maka
aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Dapatlah disimpulkan bahwa tujuan dari pada pendidikan yang hendak dicapai oleh
para ahli tersebut di atas adalah untuk mewujudkan agar anak didik dapat hidup bahagia demi
kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan akalnya dikembangkan maka dapat mempertinggi
kemampuan akal pikirannya. Dari prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut naka
perkembangannya telah mempengaruhi system pendidikan modern, sperti pembagian kurikulum
untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.
D. Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris rekonstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perennialisme. Walaupun
demikian prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip
yang dipegang oleh aliran perennialisme. Keduanya mempunyai misi dan cara yang berbeda
dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam
kehidupan. Aliaran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal.
Sementara itu aliran rekonstruksionisme menempuh dengan jalan berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan menganai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan manusia
(Depag RI, 1984: 31)
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar
sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan dan seluruh lingkunganya. Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas
penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan
kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui
pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang besar pula demi generasi sekarang dan generasi
yang akan datang, sehingga terbentuk dunia yang baru dalam pengawasan umat manusia.

Aliaran ini juga memiliki persipsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu
dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh
golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi
kenyataan, sehinnga dapat diujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, maupun
meningkatkan khualitas keshatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama(kepercayaan), dan masyarakat
bersangkutan.
1. Pandangan Ontologi
Dengan ontologi, dapat diterangakan tentang bagaimana hakikat dari segala sesuatu.
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa relita itu bersifat unuversal yang mana relita itu
ada dimana dan sama disetiap tempat. Untuk mengerti suatu realita beranjak dari suatu yang
konkrit sebagimana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap oleh panca indra manusia dan
realita yang kita ketahui tidak terlepas dari suatu sistem, selain substansi yang dipunyai dan tiaptiap benda tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
Pada prinsipnya aliaran rekonstruksionisme memandang alam metefisika merujuk
dualisme, aliaran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai
asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri
yang bebas dan berdiri sendiri dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam
alam. Dibalik gerak realita sesungguhnya terdapat kualitas sebagi pendorong dan merupakan
penyebab utama atas kuasa prima. Kuasa prima, dalam konteks ini ialah tuhan sebagai penggerak
sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualisasi murni yang sama sekali sunyi dan substansi.
2. Pandangan Epistemologi
Kajian Epistemologi aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme dan
perennialisme. Berpijak dari pola pemikiran bahwa untuk memahami realita alam nyata
memerlukan suatu asas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita terlebih dahulu
melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karena baik indera maupun rasio
sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indera menjadi
pengetahuan dalam yang sesungguhnya.
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan bukti
yang ada pada diri sendiri, realita dan eksestensinya. Kajian tentang kebenaran itu diperlukan
suatu pemikiran, metode yang diperlukan guna menuntun agar sampai kepada pemikiran yang
hakiki. Pandangan ilmu dan filasafat tetap diakui urgensinya, dikarenakan analisa emperis dan
analisa antologis dapat dianggap komentil, tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan
ditentukan oleh hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung pada ilmu

pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat ilmu berkembang ke arah yang lebih
sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafat lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
3. Pandangan Akiologis
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalam
hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral,
akan tetapi manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian.
Barnadib (1992:69) mengungkapkan bahwa aliran rekontruksionisme memandang
masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni menerima nilai natural universal, yang
abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi (pancaran) yang
pontesial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran
dan keburukan dapat diketahuinya. Kemudian manusia sebagai subjek telah memiliki potensipotensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan khodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi
nilainya bila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peranan untuk
memberi penentuan.
Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan politik sebagai cabang dari filsafat
praktis, dalam pengertian tetap berhubungan dan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari praktikpraktik dalam tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik.

Aristoteles

memandang bahwa kebajikan dibedakan menjadi dua macam, yakni kebajikan intelektual dan
kebajikan moral, kebajikan moral merupakan suatu kebajikan bersdasarkan pembiasaan dan
merupakan dasar dari kebijakan intelektual.

BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Ontologi memiliki arti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadan
yang sebenarnya.

Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti


apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan.

Aksiologi yaitu menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan, apakah yang baik atau bagus
itu. Definisi lain mengatakan aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya
dalam kepribadian anak.

Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Modern : Aliran progressivisme, Aliran Essensialisme, Aliran


parennialisme, Aliran Rekonstruksionisme.

3.2 Saran
Sebaiknya sebagai seorang pengajar kita perlu mengetahui aliran apa yang cocok untuk
pengajaran di sekolah yang berlaku di Indonesia agar dapat diterapkan dengan baik. Sebagai
seorang pengajar kita harus bisa menjaga kepercayaan masyarakat karena sekolah yang baik
adalah sekolah yang dapat dipercaya masyarakat dan untuk para orang tua agar dapat mengawasi
anaknya dalam belajar sehingga anaknya dapat meraih prestasi. Agar dinding pemisah antara
sekolah dan masyarakat itu dapat dihapuskan.

Anda mungkin juga menyukai