Anda di halaman 1dari 2

Belajar 'Hidup' kepada Mustika Permana dan De'na

oleh Herry Dim pada 17 September 2012 pukul 11:00


Petang itu seusai shalat Jumat bersama Wig di masjid Baitulrahim, salah satu masjid legendaris yang berada
di bibir pantai tapi tetap berdiri utuh ketika tsunami 2004 datang, saya datang ke rumah tinggal sekaligus
studionya pasangan Mustika Permana dan De'na.
Telah hadir di sana sejumlah remaja, akademisi lulusan baru psikologi, antropolog lulusan UGM yang memilih
hidup di jalanan, alumni senirupa Medan, seniman, Putro putrinya De'na & Mus yang lucu, dan lain-lain.
Dalam waktu yang tak panjang, mereka meminta saya untuk mengajar atau sekadar bincang-bincang
tentang seni dan lainnya. Harapan itu tentu saya penuhi sejauh saya mampu. Tapi sesungguhnya kehadiran
saya setelah datang sehari sebelumnya, itu saya manfaatkan betul untuk 'membaca' dan/atau 'belajar' hidup
kepada Mustika dan De'na sendiri.
Diam-diam saya mengagumi mereka seperti saya mengagumi kesetiaan, kesabaran, kesungguhan,
kebersahajaan, dan tebaran cinta-kasih almarhum Maskirbi yang sempat pula saya lacak jejak tempatnya
pergi bersama tsunami.
Seperti sehari sebelumnya diceritakan De'na atau pun Mus sendiri, bahwa mereka kini hidup antara lain dari
membuat hiburan jalanan seni badut. "Inilah teater yang bisa kami lakukan," kata De'na yang kemudian
menambahkan bahwa para pemain badut itu adalah anak-anak jalanan, beberapa lagi yang asalnya
pecandu, dan semacamnya.
Hidup Mus dan De'na tentu jauh dari cukup, tapi mereka masih mampu memberikan hidupnya bagi orang
lain, itulah yang saya kagumi dan saya pelajari.
Mustika sesungguhnya bukan asli orang Aceh, ia memiliki garis keturunan dari satu keluarga di daerah
Cicadas - Bandung, pernah mengembara di Bali, kemudian aktif di Bengkel Teater Rendra, Komunitas Oncor
Ray Sahetapi, dan Teater Satu Merah Panggung.
Saat tsunami 2004 datang, di hari ke tiga setelah kejadian, ia datang di Banda Aceh untuk menjadi bagian
dari evakuator korban dan juga menjadi bagian dari tenaga recovery bagi anak-anak yang selamat.
Panjang sekali jika kisahnya diuraikan semua, tapi diantaranya dalam 'menangani' anak-anak itu ia terapkan
metoda bermain yang dasar-dasarnya dipungut dari teater. Anak-anak pun menjadi bahagia dan 'semangat
hidup'nya menjadi terpelihara. Lama-kelamaan, sejumlah anak ini pun menjadi 'murid.'
"Kasihan sekali jika mereka ini saya tinggal, Kang, saya tak tega karena mereka sangat membutuhkan," kata
Mustika.
Itu pula yang membuatnya memutuskan untuk tetap tinggal di Banda Aceh sementara teman-teman relawan
lainnya kembali ke Jakarta atau kota-kota lain. Kisahnya, seperti telah disebut sangat panjang, tapi
ringkasnya juga bahwa selain 'menangani' anak-anak, karena ia berada di bagian terdepan dan berhubungan
langsung dengan masyarakat, maka ia pun harus menghadapi 'janji-janji Jakarta yang tak terselesaikan.'
"Saya ini terjebak, Kang," kata Mustika pula.

Tapi segera saya debat dengan menyatakan "bukan, itu tuntunan hidup yang berharga," yang maksudnya
untuk menghibur dan memberikan dukungan moral.
Kini delapan tahun telah berlalu, LSM/NGO evakuasi-recovery sudah lepas dan mungkin pula tak tahu jika
ada seseorang yang tertinggal di sana, terikat oleh cintanya kepada anak-anak, masa depan Aceh, dan
teater.
Dengan Rendra sebagai 'Pak Comblang'nya, Mus kemudian membangun rumah tangga baru bersama De'na
dan dikaruniai putri yang cerewet, cerdas, lantang, dan berani.
Seperti Minggu pagi itu pula saya saksikan langsung di sebuah lapangan yang dijadikan masyarakat Banda
Aceh untuk berolah-raga, tiba-tiba serombongan anak-anak remaja mengampiri Mus, menyalami dan cium
tangan dengan takzim. Mereka adalah sebagian kecil yang pernah dididiknya yang kini telah di SMP atau
SMA.
Penuh haru dalampada saya menyaksikan adegan pertemuan guru-murid itu. Maka, saya yang tak sanggup
berbuat apa-apa bagi 'nilai' yang telah ditebar oleh Mus dan De'na, kecuali salam takzim setakzim anak-anak
itu menyalaminya.
Sepenggal puisi yang pernah saya tulis untuk ibu pun muncul kembali:
kumaknai agar hidup tak pernah menyerah!***

Anda mungkin juga menyukai