Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Industri
2.1.1. Pengertian Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya
dikenal
dengan
limbah
B3,
yang
dinyatakan
sebagai
bahan
yang
dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan
sumber daya (Gintings, 1992).
2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri
Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu
limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan
memberikan nilai tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan.
Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan
(Kristanto, 2002).
2.1.3. Karakteristik Limbah Industri
Berdasarkan karakteristik limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga
bagian yaitu limbah cair, limbah padat dan limbah gas (Darmono, 2001).
3. Karakteristik Bakteriologis
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan Coli terdapat pula pada
air buangan tergantung dari mana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam
proses pengolahan air buangan.
2.2.5. Parameter Air Limbah
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah
antara lain adalah (Kusnoputranto, 1985) :
1. Zat padat
Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk total solid,
suspended solid dan disolved solid.
2. Kandungan Zat organik
Zat organik di dalam penguraiannya, memerlukan oksigen dan bantuan
mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD
(Biochemical Oxygen Demand) dari air buangan tersebut. BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahanbahan organik dalam larutan, dibawah kondisi waktu suhu tertentu (biasanya lima
hari pada suhu 200C).
3. Kandungan Zat anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air
buangan antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phosphor, H 2 O dalam zat
beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.
4. Gas
Adanya gas N 2 , O 2 dan CO 2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke
dalam air, sedangkan gas H 2 S, NH 3 , dan CH 4 berasal dari proses dekomposisi air
buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO
(disolved oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk
menentukan banyaknya/ besarnya pencemaran zat organik dalam larutan, makin
rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.
5. Kandungan Bakteriologis
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia.
Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk
menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit, sehingga
parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
(MPN/Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat
jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.
6. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang
kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila
dibuang ke perairan terbuka.
7. Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara, tapi
lebih tinggi daripada air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air.
Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan
dalam badan-badan air.
meningkat.
Kadang-kadang
diikuti
dengan
kenaikan
temperatur,
mengendap
cukup
2. Irigasi Luas
Cara ini umumnya digunakan di daerah-daerah di luar kota atau di pedasaan
karena memerlukan tanah yang cukup luas dan tidak dengan pemukiman penduduk.
Air buangan dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah, dan air
akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding dari parit-parit
tersebut. Pada keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk perairan ladang,
pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini
terutama dilakukan untuk membuang air buangan yang berasal dari perusahaan susu
sapi, rumah potong hewan, perusahaan makanan kaleng dan sebagainya. Dimana
kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi dan diperlukan oleh tanaman.
3. Kolam Oksidasi (oxidation ponds/waste stabilizationponds lagoon)
Merupakan suatu pengolahan air buangan untuk sekelompok masyarakat
kecil, dan cara ini terutama dianjurkan untuk daerah pedesaan. Prinsip kerjanya
adalah memanfaatkan pengaruh sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan
oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air buangan dialirkan ke dalam kolam
besar berbentuk empat persegi panjang kedalaman antara 1 1.5 meter. Dinding dan
lapisan kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Luas kolam tergantung pada jumlah
air buangan yang akan diolah, biasanya digunakan luas 1 acre (= 4072 m) untuk 100
orang. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman minimal berjarak 500 meter
ditempatkan di daerah terbuka yang memungkinkan adanya sirkulasi angin.
mengurangi
partikel-partikel,
BOD,
membunuh
organisme
patogen,
pengambilan benda yang terapung dan pengambilan benda mengendap seperti pasir.
Pengambilan benda-benda yang terapung dengan cara melewatkan air limbah melalui
celah-celah satu saringan kasar atau dengan alat pencacah (cominutor) untuk
memotong zat padat yang terdapat pada air limbah tanpa mengambilnya dari aliran
air tersebut. Untuk pengambilan benda yang mengendap disediakan bak pengendap
pasir, untuk mencegah terjadinya kerusakan alat karena pengikisan dan mencegah
terganggunya saluran serta mengurangi endapan pada pipa penyalur dan sambungan
serta mengurangi frekuensi pembersihan pada tangki pencerna sebagai akibat
terjadinya tumpukan pasir. Untuk mengangkat pasir yang telah mengendap di dasar
bak dapat digunakan alat penyedot pasir (grit dragger) atau alat pengangkat pasir
yang disebut macerator yang berfungsi mengumpulkan pasir yang mengendap ke
satu tempat dengan menggunakan alat penggaruk. Setelah pasir terkumpul maka
dengan menggunakan tangga berjalan maka pasir dibawa ke atas untuk dibuang.
2.Pengolahan Pertama (primary treatment)
Pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi melalui
pengendapan atau pengapungan. Pengendapan adalah kegiatan utama pada tahap ini
dan pengendapan yang dihasilkan karena adanya kondisi yang sangat tenang. Bahan
kimia dapat juga ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan
pengurangan dari partikel yang tercampur.
3. Pengolahan Kedua (secondary treatment)
Pengolahan kedua ini mencakup proses biologis untuk mengurangi bahanbahan organik dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada
pengolahan ini terjadi proses biologis, dimana proses biologis ini dipengaruhi oleh
jumlah air limbah, tingkat kekotoran dan jenis kotoran yang ada dan sebagainya.
Reaktor pengolahan lumpur aktif (activated sludge) dan saringan penjernihan
biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses pengguaan lumpur aktif, maka
air limbah yang telah lam ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk
memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan
bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal dengan MLSS
(Mizeed Liquiour Suspended Solid).
4. Pengolahan Ketiga (tertiery treatment)
Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu,
pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan
kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat
umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan
kandungan zat terbanyak dalam air limbah yang khusus pula.
Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :
a. Saringan pasir
Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari
air limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Saringan ini ada dua jenis
yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.
b. Saringan multimedia
Penyaringan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda
granulanya misalnya 0.5 meter antacid dengan 1 mm pada bagian atas, 0.3 meter
pasir silika dengan diameter 0.5 mm. Satu penyaringan menghasilkan 2.7 5.4 liter/
meter kubik per detik.
c. Microstainning
Saringan microstainning terdiri dari bahan drum yang diputar sedangkan
drum itu dibungkus ayakan bahan stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar
dengan 2/3 bagian dari drum terendam di dalam air limbah sehingga air cukup jernih
dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur tertahan pada ayakan pembungkusnya
dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu berputar.
d. Vacuum filter
Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium
atau spiral, kemudian diputar dalam campuran lumpur dan limbah dengan bagian
dari drum terendam larutan.
e. Penyerapan
Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut
yang terdapat dalam antara dua permukaan.
f. Pengurangan besi dan mangaan
Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat terbentuk dengan adanya
pabrik tenun, kertas, dan pro industri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air
dengan melakukan oksidasi menjadi Fe(OH3) dan MnO2 yang tidak larut dalam air,
kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah
molekul oksigen dari udara, klosin atau KMNO4.
g. Osmosis bolak-balik
Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan
bahan mineral yang diterapkan untuk memproduk air yang siap dipergunakan lagi.
5. Pembunuhan Bakteri (desinfektan)
Pembunuhan
bakteri
bertujuan
untuk
mengurangi
atau
membunuh
menurut
Soeparman,
2002
pengolahan
limbah
dapat
bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun dan karena sifat dan konsentrasinya
dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain
(Depkes RI, 1999)
2.3.2. Sumber Limbah Padat
Beberapa sumber dari limbah padat antara lain (Kusnoputranto, 2002) :
1. Sampah buangan rumah tangga termasuk sisa bahan makanan, sisa
pembungkus makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai sisa
tumbuhan kebun dan sebagainya.
2. Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko dan
sebagainya) termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan dan
sampah pembungkus lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan
sebagainya.
3. Sampah buangan jalanan termasuk diantaranya sampah berupa debu jalan,
sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan
bahan lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta bangkai
hewan.
4. Sampah industri termasuk diantaranya air limbah industri, debu industri. Sisa
bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.
5. Pertanian
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah berasal bukan dari proses utamanya,
tetapi dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, dan lain-lain.
2. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah sisa proses suatu industri atau kegiatan
yang dapat ditentukan.
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat
dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching
Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik.
Limbah yang termasuk sebagai limbah B3 apabila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik sebagai berikut :
1. Mudah meledak
2. Mudah terbakar
3. Bersifat reaktif
4. Beracun
5. Menyebabkan infeksi dan
6. Bersifat korosif (PPRI No. 18 Tahun 1999).
2.3.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah
Sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain :
1. Jumlah penduduk
Semakin banyak penduduk semakin banyak pula sampahnya
c. berat dan volume bahan lebih kecil. Cara ini umumnya dilakukan dengan
pembakaran (insenerasi) pada alat insenerator.
3. Pengomposan
Bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara biokoimia,
sehingga menghasilkan bahan organik baru yang lebih bermanfaat. Pengomposan
banyak dilakukan terhadap limbah yang sudah membusuk, buangan industri, lumpur
pabrik dan sebagainya.
Untuk beberapa jenis buangan tertentu barang kali tidak membutuhkan
pengomposan, tetapi pembakaran (insenerasi) dengan tahap sebagai berikut :
a. Pemekatan
b. Penghancuran
c. Pengurangan air
d. Pembakaran
e. Pembuangan.
2.3.10. Dampak Limbah Padat Industri
a. Terhadap Lingkungan
1. Dampak Menguntungkan
Dapat dipakai sebagai penyubur tanah, penimbun tanah dan dapat
memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang (Slamet, 2000).
2. Dampak merugikan
Limbah padat organik akan menyebabkan bau yang tidak sedap akibat
penguraian limbah tersebut. Timbunan limbah padat dalam jumlah besar akan
menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor dan kumuh. Dapat juga
menimbulkan pendangkalan pada badan air bila dibuang ke badan air (Wardhana,
2004).
b. Terhadap Manusia
1. Dampak menguntungkan
Dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak, dapat berperan sebagai
sumber energi dan benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan
(Slamet, 2000).
2. Dampak merugikan
Limbah padat dapat menjadi media bagi perkembangan vektor dan binatang
pengguna. Baik tikus, lalat, nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit menular bagi
manusia diantaranya Demam berdarah, Malaria, Pilariasis, Pes, dan sebagainya
(Wardhana, 2004).
2.4. Limbah Gas
2.4.1. Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan
(komposisi) udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Kristanto, 2002).
2.4.2. Sumber Pencemar Udara
Berdasarkan asal dan kelanjutannya di udara pencemar udara dapat dibedakan
menjadi pencemar udara primer dan pencemar udara sekunder. Pencemar udara
primer yaitu pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah,
sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses
tertentu. Pencemar udara primer umumnya berasal dari sumber-sumber yang
diakibatkan oleh aktifitas manusia seperti dari industri (cerobong asap industri), dari
sektor industri transportasi.
Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah
berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/ polutan. Umumnya
polutan sekunder merupakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain yang
ada di udara. Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan sekunder diantaranya adalah
reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Reaksi fotokimia misalnya oleh
pembentukan ozon, reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan berbentuk
oksida gas (Kristanto, 2002).
2.4.3. Komposisi Pencemar Udara
Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok yaitu
(Wardhana, 2004):
1. Karbon Monoksida (CO), komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari
berat air dan tidak dapat larut dalam air. CO yang terdapat di alam terbentuk dari
satu proses sebagai berikut pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau
komponen yang mengandung karbon, reaksi antara karbon dioksida dan
komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. Pada suhu tinggi karbon
dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan atom O.
2. Nitrogen Oksida (Nox), Nox adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir,
terdiri dari gas NO dan NO 2 . NO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau, sebaliknya NO 2 mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam.
padat/
cair
yang
dimensinya
sedemikian
kecilnya
sehingga
Bahan pencemar yang dapat ditimbulkan oleh sumber stasioner (tak bergerak)
tersebut adalah (Bapeldadasu, 2004):
1. Kabut asam sulfat atau sulfur Trioksida atau keduanya
2. Oksida Nitrogen (NOx)
3. Karbon Monoksida (CO)
4. Partikel padat
5. Hidrogen Sulfida (H 2 S)
6. Methyl Merpaktan (CH 3 SH)
7. Amonia (NH 3 )
8. Gas Klorin
9. Hidrogen Klorida (HCl)
10. Fluor atau asam Hydrofluorida atau senyawa organik fluor
11. Seng (Zn)
12. Air raksa (Hg)
13. Katmium (Cd)
14. Arsen (As)
15. Antimon (Sb)
16. Radio Nuklida dan Asat
Bahan pencemar tersebut di atas walaupun akumulasinya banyak dipengaruhi oleh
keadaan alam setempat (misalnya arah angin) tetapi asal bahan pencemar tetap
(stationer) maka lingkungan sekitar terdekat dengan kegiatan yang potensil
menimbulkan bahan pencemar, merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi
yang mendapat dampak negatif.
menjadi kurang. Jumlah polusi partikel tergantung pada musim ataupun lokasi
sumber polusi dan emisinya. Debu pada daun jika terkena kabut atau hujan
ringan akan membuat kerak yang tebal pada permukaan daun dapat mengganggu
proses fotosintesis dengan menghalangi sinar matahari yang diperlukan daun
dan mengacaukan proses pertukaran CO 2 dengan atmosfer. Dengan demikian
pertumbuhan tanaman akan terhenti. Partikulat debu yang ada juga dapat
menimbulkan kerusakan material/bahan secara luas. Partikulat mempercepat
korosi terutama adanya campuran yang mengandung sulfur (Bapedaldasu,
2004).
SO 2
Kerusakan tanaman dapat terjadi oleh sulfur dioksida (SO 2 ). Uap asap sulfat
dapat merusak tanaman dan dapat terlihat pada daun. Kerusakan kronis dapat
terjadi bila kontak dengan SO 2 dalam waktu yang lama ditandai dengan warna
daun kuning karena terhambatnya pembentukan klorofil kemudian dapat
mengakibatkan gugurnya daun. Pengaruh SO 2 antara lain terhadap cat, dimana
waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat meningkat jika mengalami
kontak dengan SO 2 , beberapa film cat menjadi lunak dan rapuh jika dikeringkan,
serat tekstil terutama yang terbuat dari serta tumbuhan menjadi lapuk. Kondisi
lingkungan yang tercemar SO 2 merangsang kecepatan korosi teruma besi, baja,
dan zink (Sunu, 2001)
NO 2
Adanya konsentrasi NO 2 di udara dapat menimbulkan kerusakan tanaman.
Percobaan cara fumigasi tanaman-tanaman dengan NO 2 menunjukkan adanya
bintik-bintik pada daun. Pencemaran udara oleh gas NO X juga menyebabkan
timbulnya fotokimian yang sangat mengganggu lingkungan (Sunu, 2001)
B. Terhadap Kesehatan Manusia
Partikel
Partikel (debu) yang masuk atau mengendap dalam paru-paru dapat
mengakibatkan Pneumoniosis, dan iritasi pada mata.efek tidak langsung
terhadap manusia bila partikel polutan yang mengandung zat kimia mengendap
pada daun dan daun digunakan sebagai bahan makanan oleh manusia
(Bapedaldasu, 2004).
SO 2
SO 2 mempunyai sifat iritasi/perangsangan, gangguan yang lebih kuat. SO 2
merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita
penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiofaskuler (Sunu, 2001).
NO 2
Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas Nitrogen Oksida adalah
paru-paru. Paru-paru terkontaminasi oleh gas NO 2 akan membengkak sehingga
penderita sulit bernafas dan mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap
kesehatan yaitu terganggunya sistem pernafasan, bila kondisinya kronis dapat
berpotensi terjadi Bronkhitis serta akan terjadi penimbunan Nitrogen Oksida dan
dapat merupakan sumber Karsinogenik (Sunu, 2001).
2.4.6. Tujuan Pengolahan Limbah Gas
1. Mencegah terjadinya penurunan kualitas udara di dalam area pabrik maupun di
desa-desa sekitarnya yang dekat dengan area pabrik sehingga berguna bagi hajat
hidup orang banyak.
2. Minimalisasi atau mengurangi bau yang tidak menyenangkan yang disebabkan
kegiatan operasional.
3. Minimalisasi atau mengurangi tingkat kebisingan di dalam area pabrik maupun di
daerah sekitarnya.
2.4.7. Cara-cara Pengolahan
Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan
buangan gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah penyapuan partikel
(particulate scrubber), penyerapan absorbsi, pembakaran, penutupan bau, dilusi,
penyerapan ion excanger, dan kolam netralisasi (Bapedaldasu, 2004).
Beberapa jenis peralatan yang digunakan untuk pengolahan limbah gas :
1. Scrubber, alat ini digunakan untuk membersihkan gas yang mudah bereaksi dengan
air.Prinsip kerjanya adalah mencampur air dengan uap/gas dalam suatu wadah. Alat
ini terdiri dari beberapa tipe seperti wet scrubber, ventury scrubber dan vertical
scrubber, spray tower, package tower, plate tower dan cyclon.
2. Menara isi, terdiri dari yang berbentuk silinder yang diisi dengan butiran pengisi
untuk memperluas permukaan kontak antara gas dan cairan penyerap.
tersebut.
Penambahan
zat
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
penyemprotan pada dasar cerobong dengan konsentrasi sampai 2%. Cara lain dapat
pula dengan penambahan pada scrubber zat tambahan kimiawi yang mudah menguap
dan dapat menetralkan bau (Bapedaldasu, 2004).
Pembakaran dilakukan terhadap gas buangan yang mengganggu tetapi tidak
mengandung pencemar yang berbahaya atau terhadap gas buangan yang sulit diolah
tetapi mengandung zat-zat yang dapat dibakar dan biasanya dilakukan pembakaran
sebalum dibuang ke udara. Pembakaran merupakan cara yang sangat efektif untuk
menghilangkan pencemar yang dapat terbakar, bau, senyawa beracun dan dapat
mengurangi bahaya ledakan.
2.5. Minyak Bumi
Minyak bumi (petroleum) adalah campuran dari berbagai senyawa karbon,
baik karbon jenuh maupun yang tidak jenuh yang berasal dari zat-zat organik selama
ribuan tahun di dalam lapisan bumi dalam jumlah yang sangat besar. Minyak bumi
diperkirakan berasal dari pelapukan berbagai senyawa organik yang terkubur di
bawah tanah sejak berjuta-juta tahun yang lalu. Hasil pelapukan ini dibawa oleh air
ke laut dan akhirnya mengendap. Endapan yang terjadi bertumpuk-tumpuk dan
bercampur dengan binatang laut dan jasad renik yang mati. Akhirnya endapan
tersebut melapuk oleh panas matahari dan tekanan dari dalam bumi, sehingga
berubah menjadi minyak dan gas bumi.
Minyak bumi yang terbentuk kemudian masuk ke rongga batuan berpori yang
dapat ditembus. Disinilah minyak bumi dan gas bumi terperangkap dan siap
dilakukan pengeboran untuk diperoleh minyak mentah (Crude Oil). Minyak mentah
ini selanjutnya akan diolah dengan proses destilasi fraksinasi (destilasi bertingkat)
menjadi berbagai produk minyak bumi. Pada umumnya minyak bumi ini digunakan
sebagai bahan bakar dan bahan baku industri petrokimia. Kegunaannya selalu
disesuaikan dengan perubahan kebutuhan manusia, hal ini dapat dilihat dari berbagai
pola pengilangan minyak bumi untuk menghasilkan berbagai bahan dan zat
petrokimia.
: 83-87%
2. Hidrogen
: 11-15%
3. Nitrogen
: 0-24%
4. Sulfur
: 0-4%
5. Oksigen
: 0-4%
coloumn adalah 100 0C dan bottom coloumn 105 0C. Top product akan mengalir ke
condenser sehingga terbentuk condensat dengan temperatur 40 0C. Condensat ini
disebut dengan Fraksi Naptha-I, yang selanjutnya mengalir ke accumulator untuk
pemisahan uap/gas dan steam yang terkondensasi. Kemudian Naptha-I didinginkan di
cooler dan dialirkan ke seperator untuk pemisahan air. Akhirnya produk Naptha-I
ditampung ditangki penampungan, dan sebagian condensat Naptha-I dari accumulator
direfluk ke coloumn-I untuk mengatur temperatur Top Coloumn.
b. Proses Produksi Kondensat LPG (Liquid Petroleum Gas)
Produk
kondensat
diperoleh
dari
proses
pemisahan
Hidrokarbon
sekaligus memurnikan hasil liquid dan gas yang telah dikondensasikan oleh Fan
Cooler yang kemudian ditampung di dalam refluk drum. Temperatur dan tekanan
operasi dijaga pada 53-56 0C dan tekanan pada puncak 850-870 Kpag. Aliran refluk
diatur oleh katup. Pada puncak menara terdapat LPG analyzer untuk mengetahui
kandungan komponen-komponen LPG. Pada dasar menara terdapat suatu alat yang
berfungsi mengatur katup dimana unsur hidrokarbon berat C 5 akan mengalir menuju
tangki penampung kondensat yang sebelumnya didinginkan terlebih dahulu oleh Fan
Cooler dan Heat Exchanger dengan media profan refrigran.
Setelah dihasilkan produk Naptha-I, Naptha-II, dan Kondensat kemudian di
blending sehingga dihasilkan produksi minyak yaitu bensin, kerosin, solar.
2.5.2. Karakteristik Minyak Bumi
a. Sifat Kimia Minyak Bumi
Minyak bumi merupakan senyawa hidrogen dan Carbon (C dan H) ditambah
beberapa senyawa lain yang tidak dominan seperti: Nitrogen, Oksigen, Sulfur,
Hidrogen Sulfida, Porfirin dan senyawa Logam.
Senyawa Hidrocarbon (HC) dapat digolongkan menjadi tiga:
- HC padat adalah senyawa HC yang bersifat padat. Contoh : Aspal
- HC cair adalah senyawa HC yang berbentuk cair. Contoh : minyak bumi yang
merupakan rembesan di permukaan atau di dalam reservoir.
- HC yang bersifat gas, ini selalu berasosiasi dengan minyak bumi dan dapat
berwujud gas bebas, gas yang terlarut dalam minyak bumi (gelembung-gelembung
gas) dan gas tercairkan, pada kondisi reservoir dengan tekanan dan temperatur (suhu)
yang tinggi maka gas akan mencair.
material minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya
akan terurai/ terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk
itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses peluruhan
(weathering) minyak secara alamiah. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
perubahan sifat minyak adalah (Syakti, 2005):
Karaterisik fisika minyak, khususnya gravitasi spesifik, viskositas dan
rentang didih;
Komposisi dan karakteristik kimiawi minyak;
Kondisi meteorologi (sinar matahari (foto oksidasi), kondisi oseanograpi dan
temperatur udara); dan
Karakteristik air laut (pH, gravitasi spesifik, arus, temperatur, keberadaan
bakteri, nutrien, dan oksigen terlaut serta padatan tersuspensi).
2.5.4. Penanganan Limbah Minyak Bumi
Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak yang
dapat dipilih berdasarkan jenis minyak pencemar, konsentrasi minyak pencemar dan
lokasi pencemaran, yakni dibakar, diberi disperser dan kemudian dihisap kembali
dengan skimmer untuk diolah di kilang minyak, dan didegradasi dengan
memanfaatkan
mikroorganisme
pendegradasi
hidrokarbon.
Bioremediasi,
1. Combustible Liquids
2. Partially Combustible Liquids
Combustible liquids tidak dapat dikerjakan atau dibuang ke incinerator. Pada
kelompok pertama akan terdiri dari bahan-bahan yang mempunyai nilai yang cukup
menunjang pembakaran dalam combustor, burner, atau alat lain yang menghasilkan
CO2 dan H2O bila dibakar. Kelompok kedua akan meliputi bahan-bahan yang sulit
terbakar tanpa penambahan bahan bakar. Bahan yang partially combustible mungkin
mengandung mateial yang terlarut dalam fase liquid, bila zat inorganik akan
membentuk inorganik oxida.
Dalam pelaksanaannya harus dialirkan udara secukupnya pada suhu diatas
ignation point agar terjadi pembakaran yang cepat dan menghasilkan CO2, N2 dan
uap air. Karena pembakaran akan lebih cepat dan lebih baik bila bahan dalam
keadaan butir halus maka atomizer diperlukan untuk menginjeksikan waste liquids ke
incinerator bila viscositinya memungkinkan.
2. Dilution (Liquid Waste Dispersion)
Suatu cara lain membuang cairan limbah yang dapat diterima adalah kembali
ke lingkungan dengan pengenceran secukupnya hingga tidak menimbulkan bahaya
atau peracunan terhadap lingkungan. Dengan perancangan subsurface disfersion
system yang baik, akan memungkinkan wadah penerima dapat menampung buangan
secara memadai. Beberapa peralatan yang dibutuhkan antara lain mencakup open end
pipes dengan nozzle atau diffuser system yang terdiri dari sederetan pipa-pipa kecil
dengan lubang-lubang atau celah. Limbah harus dapat dibuang pada sudut yang baik
terhadap aliran air agar terencerkan atau terdispersi secara sempurna. Pipa dispersi
harus ditempatkan sedemikian rupa agar discharge point cukup jauh dari garis pantai,
dengan demikian pabrik dan water intake akan terlindungi.
3. Deep Well Disposal
Cara ini dilakukan oleh industri yang banyak membuang limbah asam lemah
dalam jumlah besar. Limbah tersebut dipompakan ke dalam lapisan tanah sampai
pada lapisan tanah yang cocok untuk menampung limbah. Lapisan tanah dimana
limbah ditampung harus lebih rendah dari lapisan fresh water circulation, dan area
tadi harus terisolasi oleh bahan yang kedap air.
Lapisan sandstones, limestones atau dolomite umumnya membentuk lapisan
yang banyak mengandung air asin, tetapi cukup baik sebagai tempat penampungan
limbah cair. Sedangkan lapisan yang mengandung minyak, gas, batubara dan
belerang harus dijaga agar tidak tercemar limbah. Lapisan yang kedap air harus
berada diatas dan dibawah layer untuk mencegah vertical escape dari buangan, atau
dengan kata lain limbah harus ditempatkan pada kedalaman tertentu. Penetapan area
buangan harus ditetapkan sesuai dengan keadaan subsurface geology, dimana daerah
yang banyak batuan vulkanik dihindari karena memungkinkan limbah lolos
kepermukaan tanah atau badan air.
4. Secara Mikrobiologis
Limbah minyak bumi banyak mengandung unsur Hidrokarbon. Limbah
Hidrokarbon cair bersifat hidrofob dan mempunyai kerapatan lebih rendah dari air.
Oleh sebab itu limbah ini selalu terapung diatas air. Pembuangan limbah ke sungai
akan menutupi permukaan air yang mengakibatkan oksigen terlarut menurun, dan
pada akhirnya tumbuh-tumbuhan air dan hewan air dapat mati. Untuk penanganan
dimetabolisme, maka pH efluent menjadi asam. Oleh sebab itu perlu dinetralkan
dengan kapur (gamping) setelah tahap klorinasi.
Menurut Sugiharto (1987), pengolahan limbah cair minyak bumi dilakukan
dengan 2 cara pengolahan pendahuluan (pre treatment), yaitu:
1. Pengambilan/ penyedotan minyak, dan menyaring kotoran atau sampah padat
seperti daun-daunan, plastic dan lain sebagainya.
2. Pengambilan pasir-pasir yang mengendap yang didapat dari proses pengolahan
minyak bumi yaitu lumpur/ sludge.
Proses pengambilan/ pengerukan pasir atau lumpur dilakukan setiap 3 bulan
sekali dan pasir atau lumpur yang telah dikeruk akan dibuang ke tempat khusus yang
ada di sekitar lokasi pengolahan limbah.
2.5.4.2. Pengendalian Sumber Limbah Cair Minyak Bumi
Program pengendalian pencemaran bahan buangan cair minyak bumi antara
lain (Pertamina, 1986) :
1. Mengoperasikan dan memelihara oil catcher (perangkap minyak) baik di
kilang maupun pusat pengumpul produksi dengan sebaik-baiknya.
2. Pemantauan secara berkala jumlah dan jenis bahan buangan cair yang menuju
ke perairan.
3. Melokalisir tumpahan dan bocoran minyak sebagai akibat dari kecelakaan dan
atau kerusakan yang terjadi pada alat-alat pengangkut, penimbun, pengisian,
dan lain-lain.
4. Mengambil kembali tumpahan minyak
Parameter
COD
Minyak dan Lemak
H2 S
NH 3 -N
Phenol Total
Suhu
pH
TDS
Satuan
mg/L
mg/L
mg/l
mg/L
mg/L
0
C
-
mg/L
Baku
Mutu
SNI 06-6989:15-2004 200
SNI: 06-6989:10-2004 25
SNI 06-6989:22-2005 0,5
SNI 06-6989:30-2005 5
SNI 06-6989:21-2005 2
SNI 06-6989-23-2005 40
SNI 06-6989:27-2005 6-9
SNI 06-6989:27-2005 4000
Metode Analisa
Parameter
Arsen (As)
Barium (Ba)
Boron
Chromium (Cr)
Cadmium (Cd)
Mercury (Hg)
Timbal (Pb)
Seng (Zn)
Satuan
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
Baku mutu
0,2
5
100
0,25
0,05
0,01
2,5
2,5
Parameter
NO 2
SO 2
Pb
Debu
HC
CO
Satuan
g/Nm3
g/Nm3
g/Nm3
g/Nm3
g/Nm3
g/Nm3
Metode Analisa
Saltzman
Pararosanilin
Ekstraksi Gravimetri
Gravimetri
Flame Ionization
NDIR
Baku Mutu
400
900
2
230
160
30.000
Sumber: PPRI.No.41/1999
Limbah Cair
Memenuhi
syarat
Limbah Gas
Proses
Pengolahan
Limbah
PPRI.No.41/1999
Tidak Memenuhi
syarat
Limbah Padat
PPRI No.18/1999