Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan pendidikan pada hakikatnya merupakan persoalan yang
berhubungan langsung dengan kehidupan manusia dan mengalami
perubahan serta perkembangan sesuai dengan kehidupan trsebut baik
teori maupun konsep operasionalnya. Problem-problem yang dihadapi
oleh manusia sering dicari pemecahannya dalam dunia pendidikan. Dalam
hal ini mungkin orang akan mempertanyakan konsep filosofik yang
melandasi sistem pendidikan yang sedang dilaksanakan atau mungkin juga
konsep-konsep operasional ditinjau dan diperbarui agar tetap relevan
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan kehidupan manusia.
Dewasa ini manusia sedang menghadapi perubahan yang begitu cepat
yang timbul sebagai dampak dan kewajiban ilmu pengetahuan. Apalagi
jika didasarkan pada asumsi bahwa segala problem itu berpangkal dan
suatu penerapan konsep pendidikan yang merangsang serta mendorong
progresivitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak terkendali.
Di kalangan Islam juga muncul berbagai isu tentang krisis pendidikan
serta problem lainya yang dengan sangat mendesak menuntut suatu
pemecahan berupa terwujudnya suatu sistem pendidikan yang didasarkan
atas konsep Islam.
Salah satu solusi pemecahannya adalah pembenahan manajemen
dalam pendidikan. Selain dari dunia bisnis, negara maupun organisasi
manajemen mempunyai peran penting untuk mengantarkan kemajuan
pendidikan. Kalau manajemen negara mengejar kesuksesan pembangunan
sedangkan manajemen pendidikan (sekolah) mengejar kesuksesan
perkembangan anak manusia melalui pelayanan-pelayanan pendidikan
yang memadai.

Pada makalah ini akan dipaparkan pengertian manajemen pendidikan


Islam beserta karakteristiknya sebagai upaya menggabungkan disiplin ilmu
dalam rangka membahas manajemen pendidikan Islam untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Manajemen Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan di susunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Pendidikan Islam dan tentunya juga untuk membahas
sedikit kajian yang ada di rumusan masalah. Sehingga di harapkan bisa
memberikan pengetahuan kami pribadi selaku penyusun makalah dan pada
para pembaca umumnya, yang berkaitan tentang manajemen pendidikan
islam dan karakteristiknya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga
pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar
dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara
efektif dan efisien.1
Makna definitif ini selanjutnya memiliki implikasi-implikasi yang saling
terkait dan membentuk satu kesatuan system dalam manajemen pendidikan
Islam. Berikut ini penjabarannya.
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan secara Islami. Aspek ini
menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islam dalam proses pengelolaan
lembaga pendidikan Islam. Misalnya, penekanan pada penghargaan, maslahat,
kualitas, kemajuan, dan pemberdayaan. Selanjutnya, upaya pengelolaan itu
diupayakan bersandar pada pesan-pesan Al-quran dan hadis agar selalu dapat
menjaga sifat islami.
Kedua, lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari
manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menangani lembaga
pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka, manajemen ini bisa
memaparkan cara-cara pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi
Islam, dan sebagainya.
Ketiga, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami.
Proses pengelolaan harus sesuai dengan kaidah-kaidah Islam atau memakai
kaidah-kaidah menejerial yang sifatnya umum tapi masih sesuai dengan nilainilai keislaman.
Keempat dengan cara menyiasati. Frase ini mengandung strategi yang
menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen.
Manajemen penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu
tujuan. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa
diwujudkan melalui strategi tertentu. Adakalanya strategi tersebut sesuai
1 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 10

dengan strategi dalam mengelola lembaga pendidikan umum, tetapi bisa jadi
berbeda sama sekali lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi lembaga
pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait. Sumber-sumber
belajar di sini memiliki cakupan yang luas, yaitu: (1) Manusia, yang meliputi :
guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, dan para pengurus
yayasan; (2) Bahan, yang meliputi buku, perpustakaan, dan sebagainya; (3)
Lingkungan merupakan segala hal yang mengarah ke masyarakat; (4) Alat dan
peralatan seperti alat peraga, laboratorium, dsb;

(5) Aktivitas yang meliputi

keadaan sosio politik, sosio kultural dalam masyarakat.


Keenam, tujuan pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh
kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan Islam sehingga tujuan ini sangat
memengaruhi komponen-komponen lainnya, bahkan mengendalikannya.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya, berhasil guna dan berdaya guna.
Artinya, manajemen yang berhasil mencapai tujuan dengan penghematan
tenaga, waktu dan biaya. 2

B. Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam


Manajemen pendidikan Islam memiliki objek bahasan yang cukup
kompleks. Berbagai objek bahasan tersebut dapat dijadikan bahan yang
kemudian diintegrasikan untuk mewujudkan manajemen pendidikan yang
berciri khas Islam.
Istilah Islam dapat dimaknai sebagai Islam wahyu atau Islam budaya.
Islam wahyu meliputi Al-Quran dan hadis-hadis Nabi, baik Hadis Nabawi
maupun hadis Qudsi. Sementara itu, Islam budaya meliputi ungkapan sahabat
Nabi, pemahan ulama, pemahaman cendekiawan Muslim dan budaya umat
Islam. Kata Islam yang menjadi identitas manajemen pendidikan ini
dimaksudkan dapat mencakup makna keduanya, yakni Islam wahyu dan Islam
budaya.

2 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 12

Oleh karena itu, pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa


melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah
manajemen

pendidikan

secara

umum.

Maka,

pembahasan

ini

akan

mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut:


1. Teks-teks wahyu baik Al-Quran maupun hadits yang terkait dengan
manajemen pendidikan.
2. Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat Nabi maupun ulama dan
cendekiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Bahan nomor 1 sampai 4 merefleksikan cirri khas Islam pada bangunan
manajemen pendidikan Islam, sedangkan bahan nomor 5 merupakan tambahan
yang bersifat umum dan karenanya dapat digunakan untuk membantu
merumuskan bangunan manajemen pendidikan Islam. Tentunya setelah
diseleksi berdasarkan nilai-nilai Islam dan realitas yang dihadapi oleh lembaga
pendidikan Islam. Nilai-nilai Islam tersebut merupakan refleksi wahyu,
sedangkan realitas tersebut sebagai refleksi budaya atau kultur.3
Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis; perkataan-perkataan para
sahabat Nabi, ulama, dan cendekiawan muslim sebagai sandaran rasional;
realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas
(pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam sebagai sandaran empiris;
sedangkan ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan sebagai sandaran
teoritis. Jadi, bangunan manajemen pendidikan Islam ini diletakkan di atas
empat sandaran, yaitu sandaran teologis, rasional, empiris, dan teoritis.4
Sandaran teologis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran pesan-pesan
wahyu karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan
kebenaran

berdasarkan

pertimbangan

akal-pikiran.

Sandaran

empiris

menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan data-data riil dan


akurat, sedangkan sandaran teoritis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran
3 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 16
4 Ibid., 16

berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus serta telah dipraktikkan berkalikali dalam pengelolaan pendidikan.
Selanjutnya, penerapan manajemen pendidikan Islam dalam pengelolaan
lembaga pendidikan juga menghadapi berbagai kendala/hambatan, baik yang
bersifat politis, ekonomik-finansial, intelektual, maupun dakwah. Hambatanhambatan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
1. Ideologi,

Politik,

dan

Tekanan

(Pressure)

Kelompok-Kelompok

Kepentingan.
Dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam terutama yang berstatus
negeri, acap kali terjadi pertentangan ideologi antarorganisasi sosial
keagamaan utamanya, misalnya antara Muhammadiyah dan NU, atau
antarorganisasi kemahasiswaan, terutama antara HMI dengan PMII, HMI
dengan IMM, atau IMM dengan PMII. Lantaran pertentangan-pertentangan
ini, akhirnya politik kepentingan memasuki arena lembaga pendidikan
dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu.
Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama,
Yahya Umar, pernah mencoba mengamati dan menyelami kehidupan
kampus UIN, IAIN, maupun STAIN di seluruh Indonesia. Pengamatan
tersebut akhirnya menghasilkan suatu kesimpulan yang singkat tetapi penuh
makna, bahwa di kalangan PTAIN tidak ada civitas akademika, sebaliknya
yang ada justru civitas politika. Kesimpulan ini tampaknya memang benar
karena nuansa politik di kalangan dosen, mahasiswa, bahkan karyawan
sangat dominan, mengalahkan nuansa akademik. Oleh karenanya, kegiatan
di lingkungan kampus lebih mengarah pada gerakan-gerakan politik
daripada pemberdayaan intelektual.5
Dengan demikian, menguatnya ideologi dari organisasi menyebabkan
kecenderungan ini memasuki wilayah pendidikan. Alhasil, proses
pendidikan yang semestinya diniatkan untuk membangun sumber daya
manusia peserta didik agar pandai, berakhlak, dan terampil pada akhirnya
justru bergeser karena mereka dibentuk untuk menjadi anak-anak yang

5 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 18

militant dan fanatik dalam mengikuti organisasi sosial keagamaan. Kasus ini
telah melenceng jauh dari substansi misi pendidikan Islam.
Berbagai kasus ideologi, politik, organisasi, dan tekanan-tekanan
kelompok kepentingan tersebut sangat mewarnai lembaga pendidikan Islam
negeri sehingga membuat lembaga pendidikan Islam negeri berbeda dengan
lembaga pendidikan umum. Jika dilihat dari segi
konsekuensinya,

dibutuhkan

strategi

khusus

untuk

problem dan
mengatasi

dan

menyelesaikan masalah ini.6


2. Kondisi Sosio-Ekonomik Masyarakat dan Animo-Finansial Lembaga
Masyarakat santri di Indonesia secara sosio-ekonomik rata-rata berada
dalam kategori kelas menengah ke bawah. Ekonomi orangtua siswa lemah.
Ini merupakan kendala serius bagi lembaga pendidikan Islam untuk memacu
kemajuan yang signifikan.
Ekonomi orangtua siswa yang lemah menyebabkan pendapatan
keuangan pada lembaga pendidikan Islam sangat minim, sebab mayoritas
kehidupan lembaga pendidikan Islam swasta hanya mengandalkan keuangan
dari SPP, sumbangan uang gedung, dan iuran lainnya yang kesemuanya
berasal dari orangtua siswa atau mahasiswa. Ketergantungan sumber
keuangan yang hanya berasal dari siswa atau mahasiswa ini tergolong
sumber keuangan yang lemah sekali. Sebab, mestinya sebuah lembaga
pendidikan didukung sumber dana yang lebih kuat, misalnya donator tetap,
pengusaha, pengembangan bisnis, dan lain-lain.
3. Komposisi Status Kelembagaan dan Diskriminasi Kebijakan Pemerintah
Diskriminasi kebijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan
Islam ternyata bukan hanya terjadi pada lembaga pendidikan Islam swasta,
tetapi juga pada lembaga pendidikan Islam negeri. Pada zaman Orde Baru,
anggaran untuk empat belas IAIN di seluruh Indonesia sama dengan
anggaran satu IKIP Negeri. Sekarang, zaman sudah berganti menjadi Orde
Reformasi,

tetapi

saying

kebijakan

pemerintah

tentang

anggaran

keseimbangan itu belum juga tereformasi. Anggaran untuk lembaga


pendidikan Islam masih tetap jauh di bawah lembaga pendidikan umum,
6 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 20

meskipun ada sedikit peningkatan. Hal ini berdampak negatif pada seluruh
komponen

lembaga

pendidikan

Islam,

baik

pada

guru/dosen,

siswa/mahasiswa, maupun fasilitas yang dibutuhkan untuk memajukan


lembaga pendidikan Islam.
4. Keadaan Potensi Intelektual Siswa/Mahasiswa
Di samping secara ekonomi siswa/mahasiswa dalam lembaga
pendidikan Islam berada dalam kategori kelas menengah ke bawah, secara
intelektual, potensi mereka juga lemah. Rata-rata siswa/mahasiswa
mendaftar di berbagai lembaga pendidikan Islam karena merasa tidak
mungkin diterima di lembaga pendidikan umum yang maju dan terutama
berstatus negeri. Sebagian dari mereka yang telah gagal masuk di lembaga
pendidikan umum negeri kemudian memilih lembaga pendidikan Islam.
Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam menjadi tempat pelarian
siswa/mahasiswa yang gagal masuk lembaga pendidikan umum negeri.7
5. Keberadaan Motif Dakwah Pada Pendidirian Lembaga Pendidikan Islam
Keberadaan lembaga pendidikan Islam kebanyakan berangkat dari
bawah, berawal dari inisiatif tokoh-tokoh agama yang kemudian didukung
oleh masyarakat sekitar. Mereka mendirikan lembaga pendidikan tersebut
dengan motif dakwah, upaya sosialisasi, dan penanaman ajaran-ajaran Islam
ke tengah-tengah masyarakat.
Dengan adanya motif dakwah tersebut, timbullah konsekuensikonsekuensi yang menjadi akibat. Misalnya, lembaga tersebut didirikan
asal-asalan dan tanpa melalui perencanaan matang untuk memenuhi
berbagai komponen pendukungnya. Layaknya gerakan dakwah yang
senantiasa berangkat dari bawah, dengan menggunakan pendekatan pahala
dan konsep lillahi taala sehingga terkadang mengabaikan kesejahteraan
pegawai dan menerima semua pendaftar tanpa seleksi.8

Berdasarkan lima macam

hambatan tersebut,

maka karakteristik

manajemen pendidikan Islam bersifat holistik, artinya strategi pengelolaan

7 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 24


8 Ibid., 27

manajemen pendidikan Islam dilakukan dengan memadukan sumber-sumber


belajar dan mepertimbangkan keterlibatan budaya manusianya, baik budaya
yang bercorak politis, ekonomis, intelektual, maupun teologis.9 Secara detail,
kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam yang dirumuskan haruslah:
1. Dipayungi oleh wahyu (Al-quran dan hadits),
2. Diperkuat oleh pemikiran rasional,
3. Didasarkan pada data-data empirik,
4. Dipertimbangkan melalui budaya, dan
5. Didukung oleh teori-teori yang telah teruji validitasnya.
Syarat pertama berupa wahyu (Al-Quran dan Hadis) maupun syarat kedua
berupa pemikiran rasional dari sahabat Nabi, ulama, maupun cendekiawan
muslim, dipandang perlu untuk menghadirkan pesan-pesan wahyu maupun
pesan-pesan sahabat Nabi, ilama, sereta cendekiawan muslim dalam lembaga
pendidikan Islam meskipun masih berupa prinsip-prinsip dasar.

9 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Erlangga,1996) hlm. 29

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga


pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar
dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara
efektif dan efisien.
Yang membedakan manajemen pendidikan umum dengan manajemen
pendidikan Islam adalah proses pengelolaan yang Islami dan lembaga pendidikan
yang dikelola.Manajemen pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang Islami,
senantiasa melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin ditambah kaidah-kaidah
manajemen pendidikan umum.

10

DAFTAR PUSTAKA
Qomar, Mujamil. 1996. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta:Erlangga.

11

Anda mungkin juga menyukai