Anda di halaman 1dari 15

Acara I

SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama

: Anastasya Gumelar

NIM

: 13.70.0084

Kelompok

: B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
2. 1.1. Materi
3. 1.1.1. Alat

4. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kain saring, pisau, penggiling
daging, dan freezer.
5.
6. 1.1.2. Bahan
7. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,
polifosfat, esbatu.
8.
1.2.
9.

Metode

DBID k a a ggn ii annd nggi c diiu kka c aagi nni n dg i g i l i n g


SCTd ieaauf nmricilgnlbeagdatn ah dgak e iianrn n ggb asei unrk ska i rnh o s a 2 , 5 %
phd uae lnt u ghs a dn ie aan mi gr bae nis l
(m1yk k0a een0 ml go g bmr ua peam on kg a1bl ,ia2r g ) i, as un k r o s a 5 %
pks ae bin n a nm y ba ak h 3a nk ae ls i b a t u
(g ka er la om m p o k 3 , 4 , 5 )
s2 a, 5r i%n g

10.

TMBSP uea e a mnrk si g mub u ka k hk u k r a a n n h a r d n e s s ,


pakiW noa Hnl i f C o ,s fk a u t a 0 l i, 1t a % s s e n s o r i
(dd( kk ai tee l h alk oa me m n y p a o l k a n 1 , ) a, r o m a )
wmw ai n d g a h

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17. RUMUS :
18. LuasAtas = LA= 1/3 a (h0 + 4 h1 + 2h2 + 4 h3 + hn )
19. LuasBawah = LB = 1/3 a (h0 + 4 h1 + 2h2 + 4 h3 + hn )
20.

Luas Area Basah = LA - LB

21. Mg H2O =

luas area basa h8,0


0,0948

2. HASIL PENGAMATAN
22. Hasil pengamatan pembuatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.
23.
24. Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Surimi
25. K
e

26. Perlakuan

27. Hard
ness

28. WHC
29. (mgH2

30. Sensori
35. Kekeny 36. Aro

l
37. B
1
43. B
2
49. B
3
55. B
4
61. B
5
67.
68.
69.
70.
71.

O)
38. Daging ikan giling +
sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,1%.
44. Daging ikan giling +
sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,3%.
50. Daging ikan giling +
sukrosa 5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%.
56. Daging ikan giling +
sukrosa 5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,5%.
62. Daging ikan giling +
sukrosa 5% +garam 5% +
polifosfat 0,5%.

Keterangan:
Kekenyalan
+ = tidak kenyal
++ = kenyal
+++
= sangat kenyal

alan

ma

39. 129,7
4

40. 28091
7,72

41. ++

42. ++

45. 292,0
2

46. 21818
5,65

47. +++

48. +++

51. 112,7

52. 31856
5,40

53. ++

54. +

57. 151,2
9

58. 30385
8,12

59. +++

60. +

63. 134,3
1

64. 30121
9,49

65. +

66. +

Aroma
+
= tidak amis
++
= amis
+++
= sangat amis

72.
73. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa penambahan sukrosa dan polifosfat

dengan konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi produk surimi yang


dihasilkan dari segi jumlah mgH2O atau WHC (Water Holding Capacity) dan
kualitas sensori yang meliputi kekenyalan dan aroma. Nilai WHC yang terbesar
terdapat pada kelompok B3 dengan penambahan 5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3%
polifosfat pada daging ikan giling. Nilai WHC terendah terdapat pada kelompok B2
dengan penambahan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3% polifosfat pada daging
ikan giling. Sedangkan dari segi kualitas sensori kekenyalan dan aroma, produk
surimi yang memiliki kekenyalan yang paling tinggi adalah daging ikan giling
dengan penambahan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3% polifosfat pada kelompok
B2 serta daging ikan giling dengan penambahan 5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,5%
polifosfat pada kelompok B4. Produk surimi yang memiliki aroma paling amis
adalah daging ikan giling dengan penambahan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3%
polifosfat pada kelompok B2.
3. PEMBAHASAN
74. Produk surimi merupakan daging lumat/giling yang telah dibersihkan dan dicuci
secara berulang-ulang sehingga hampir seluruh komponen bau, pigmen, darah, dan

lemak dapat hilang/terbuang. Pada penerapannya, surimi disimpan dalam bentuk


beku dengan penambahan bahan antidenaturasi (cryoprotectant) (Peranginangin et
al., 1999). Surimi beku dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan perbedaan
kandungan garamnya yaitu surimi mu-en (surimi tanpa penambahan garam) dan
surimi ka-en (surimi dengan penambahan garam), selain itu dikenal pula surimi nana (surimi yang masih mentah dan tidak mengalami tahap pembekuan) (Suzuki,
1981). Pada dasarnya hampir semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi
hanya saja ikan berdaging putih, tidak berbau seperti lumpur dan tidak begitu amis
serta mempunyai kemampuan pembentukan gel yang maksimal yang akan
menghasilkan produk surimi dengan kualitas yang baik (Peranginangin et al., 1999).
75.
76. Dalam praktikum ini digunakan daging ikan bawal sebagai bahan baku dalam
pembuatan surimi ka-en karena terdapat penambahan garam selama proses
pembuatan surimi (Winarno, 1993). Pada umumnya, surimi dapat diolah menjadi
berbagai macam produk yang sering disebut dengan fish jelly product seperti bakso,
otak-otak, pempek dan lain-lain (Flick et al., 1990). Komponen kimia utama yang
terdapat dalam daging ikan bawal adalah air, protein kasar dan lemak. Komponen
ini berpengaruh besar terhadap sifat, nilai nutrisi, kualitas sensori dan stabilitas
selama penyimpanan daging. Kandungan lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan
mineral hanya berjumlah sedikit, bagian ini juga berperan dalam menentukan nilai
nutrisi, sifat sensori, dan penampakan produk secara keseluruhan (Sikorski, 1990).
77.
78. Langkah awal yang dilakukan adalah ikan bawal dicuci dan dagingnya dipisahkan
dari kulit/sisik, sirip, ekor, organ dalam, dan tulang-tulangnya. Kemudian daging
ikan bawal yang sudah bersih ditimbang sebanyak 100 gram dan dihaluskan
menggunakan blender dengan penambahan es batu untuk menjaga temperatur agar
tetap rendah. Daging ikan yang telah dihaluskan kemudian dicuci dengan air es
sebanyak tiga kali menggunakan kain saring. Daging ikan giling yang telah dicuci
kemudian diberi perlakuan yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok.
Perlakuan pertama adalah daging ikan giling ditambah dengan sukrosa sebanyak
2,5% (kelompok B1 dan B2); 5% (kelompok B3 hingga B5); garam sebanyak 2,5%
untuk semua kelompok; dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok B1); 0,3%

(kelompok B2 dan B3); 0,5% (kelompok B4 dan B5). Daging ikan giling yang telah
diberi perlakuan kemudian diaduk hingga rata dan dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan dibekukan di dalam freezer selama satu malam. Keesokan harinya surimi
yang telah beku dithawing terlebih dahulu di dalam refrigerator kemudian diukur
nilai WHC dan kualitas sensorinya yang meliputi kekenyalan dan aroma yang diuji
menggunakan panelis. Sedangkan pengukuran WHC dilakukan dengan mengukur
jumlah mgH2O menggunakan milimeter block dan rumus sebagai berikut :
79.

1
Luas Atas (La )= a (h0 + 4 h1 +2 h2 +4 h3 + .+hn )
3

80.

1
Luas Bawah (Lb )= a(h0 +4 h1 +2 h2+ 4 h 3+ .+ hn )
3

81.

Luas Area Basah=LaLb

82.

Mg H 2 O=

luas area basah8,0


0,0948

83. Cara kerja tersebut sesuai dengan metode yang digunakan oleh Shimazamaninejad
(2013) di mana pembuatan surimi diberikan penambahan garam sebanyak 2,5% dan
selama proses diusahakan daging ikan dalam kondisi suhu rendah yaitu dengan
menambah es batu pada saat daging ikan diblender. Hal ini salah satunya bertujuan
agar kualitas daging ikan dapat dipertahankan dalam suhu rendah serta
meningkatkan kekuatan gel.
84.
85. Selama proses pembuatan surimi faktor yang menjadi penentu utama adalah suhu air
yang digunakan untuk mencuci daging dan proses penggilingan daging ikan itu
sendiri. Suhu air yang digunakan untuk mencuci daging sangat menentukan karena
adanya kandungan protein larut air yang akan hilang selama proses pencucian yang
nantinya akan berpengaruh pada karakteristik kekuatan gel yang terbentuk. Jika
suhu air yang digunakan lebih tinggi dari 15C akan menyebabkan semakin banyak
protein larut air yang akan terbuang bersama dengan air. Surimi akan memiliki
kekuatan gel terbaik jika daging ikan yang telah digiling dicuci dengan air yang
suhunya berkisar antara 10C-15C (Schwarz dan Lee, 1988). Adanya penambahan
garam selama proses leaching akan mempercepat penghilangan air dari daging ikan

yang telah digiling/dihaluskan (Ditjen Perikanan Tangkap, 1990). Selain untuk


mempercepat proses penghilangan air, fungsi yang paling utama dari garam adalah
untuk melepas miosin yang ada pada serat ikan, hal ini sangat penting untuk
mencapai kekuatan gel yang maksimal (Hosseini et. al., 2015).
86.
87. Selain suhu air yang digunakan selama pencucian, kesegaran ikan juga akan
menentukan kualitas dari produk surimi yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh
Jafarpour (2012), proses pengolahan dan penyimpanan produk surimi dapat
mempengaruhi kualitas. Kualitas gel surimi dapat ditingkatkan dengan penambahab
zat aditif protein, dengan memanfaatkan mikroba transglutaminase dan dapat juga
dengan dilakukannya pencucian yang akan meningkatkan kekuatan gel surimi. Hal
ini sesuai dengan yang dilakukan selama praktikum, yaitu dilakukan pencucian
menggunakan suhu dingin secara berulang-ulang.
88.
89. Berdasar Standar Nasional Indonesia (1992), ada beberapa syarat bahan baku dalam
pembuatan surimi, yaitu bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang dapat
mengidentifikasikan adanya pembusukan, tidak ada tanda-tanda dekomposisi serta
pemalsuan produk, bebas dari faktor-faktor lain yang dapat mengurangi mutu dari
produk, dan yang terpenting tidak membahayakan kesehatan manusia. Secara
organoleptik bahan baku harus memiliki karakteristik kesegaran sekurangkurangnya memiliki rupa dan warna yang bersih dengan warna daging spesifik
dengan jenis ikan, bau yang segar, daging yang elastis dan kompak serta rasa yang
netral sampai agak manis. Jika dibandingkan dengan standar yang ada maka hasil
pengamatan yang diperoleh ada yang telah sesuai dengan standar yang ada karena
aroma dari produk surimi yang dihasilkan tidak amis pada perlakuan daging ikan
giling yang ditambah dengan 5% sukrosa; 2,5% garam; 0,3% dan 0,5% polifosfat
dan ada juga hasil pengamatan yang belum sesuai karena surimi yang dihasilkan
memiliki aroma yang sangat amis yaitu pada perlakuan daging ikan giling ditambah
dengan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3% polifosfat.
90.
91. Dari hasil pengamatan yang ada pada Tabel 1 maka dapat dilihat adanya variasi hasil
yang diperoleh hal ini dapat terjadi karena adanya perlakuan atau penambahan

bahan tambahan dalam konsentrasi yang berbeda. Selama pembuatan surimi ikan
bawal ini ditambahkan tiga macam bahan tambahan yaitu sukrosa, garam dan
polifosfat. Winarno et al. (1980) mengatakan, bahan tambahan tersebut sengaja
ditambahkan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk meningkatkan kualitas
surimi yang dihasilkan. Bahan pertama yang ditambahkan adalah sukrosa, sukrosa
merupakan salah satu jenis bahan cryoprotectant. Cryoprotectant berfungsi untuk
menghambat proses denaturasi protein selama proses pembekuan dan penyimpanan
beku karena dapat menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air
oleh ikatan hidrogen. Sukrosa sebagai cryoprotectant akan meningkatkan
kemampuan air sebagai pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul air dari
protein serta dapat menstabilkan protein (Agustini et. al., 2008). Dalam praktikum
kali ini digunakan adalah sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 2,5%
(kelompok B1 dan B2) dan 5% (kelompok B3, B4, dan B5). Bahan kedua yang
ditambahkan pada daging ikan giling adalah garam. Tujuan utama ditambahkannya
garam adalah untuk melepaskan miosin yang ada pada serat ikan dan hal ini sangat
penting dalam pembentukan gel. Disamping itu garam juga digunakan sebagai
bumbu penyedap rasa atau untuk meningkatkan aroma jika garam digunakan dalam
jumlah yang cukup tinggi akan mengakibatkan perubahan citarasa dari surimi yang
dihasilkan sehingga tidak perlu ditambahkan dalam jumlah yang terlalu banyak. Hal
ini sesuai dengan tahapan penambahan garam yang dilakukan selama praktikum,
yaitu sebesar 2,5% dari daging ikan giling untuk setiap kelompok kecil.
92.
93. Bahan ketiga yang ditambahkan adalah polifosfat dengan konsentrasi 0,1%
(Kelompok B1); 0,3% (Kelompok B2 dan B3) dan 0,5% (Kelompok B4 dan B5).
Polifosfat dalam praktikum ini bertujuan untuk memisahkan aktomiosin dan
berikatan dengan miosin. Gabungan antara miosin dan polifosfat akan berikatan
dengan air sehingga dapat menahan mineral dan vitamin. Selain itu dengan
ditambahkannya polifosfat akan meningkatkan nilai kelembutan dan memperbaiki
sifat surimi terutama dalam sifat elastisitasnya. Meskipun polifosfat bukan
merupakan cryoprotectan tetapi polifosfat tetap perlu ditambahkan untuk
memperbaiki kemampuan daya ikat air/water holding capacity (WHC). Biasanya
polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2 % hingga 0,3 % dalam bentuk garam natrium

tripolifosfat (Peranginangin et al. 1999). Sedangkan dalam praktikum ini polifosfat


ditambahkan dari range 0,1-0,5%.
94.
95. Selama praktikum pembuatan surimi menggunakan ikan bawal ini dilakukan
pengujian pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap water holding capacity surimi.
Kelompok B1 dan B2 menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 2,5% sedangkan
kelompok B3 sampai B5 menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 5%. Sedangkan
untuk garam yang digunakan, semua kelompok menggunakan konsentrasi garam
yang sama yaitu sebanyak 2,5%. Menurut Wiguna (2005), semakin besar
konsentrasi cryoprotectant atau sukrosa yang ditambahkan dalam pembuatan surimi
maka kemampuan pengikatan air (water holding capacity) akan semakin meningkat.
Dari hasil pengamatan praktikum ini, pada kelompok B1 dan B2 hasil kemampuan
water holding capacity pada surimi dengan penambahan sukrosa konsentrasi 2,5%
menunjukkan hasil WHC yang lebih kecil dibandingkan surimi dengan penambahan
sukrosa 5%. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang ada.
96.
97. Selama proses pembuatan surimi juga ditambahkan garam, sehingga surimi yang
dihasilkan merupakan surimi jenis ka-en karena adanya penambahan garam dalam
konsentrasi tertentu hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Suzuki
(1981). Penambahan garam dapat menurunkan jumlah air dalam adonan daging ikan
giling dari surimi dan dapat memacu pembentukan gel yang elastis dan fleksibel.
Menurut Shimizu et al. (1994), biasanya dalam pembuatan surimi, konsentrasi
garam yang digunakan adalah 2 hingga 3% karena bila terlalu berlebih akan
menimbulkan rasa asin yang kuat. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan selama
praktikum, tidak ada perbedaan konsentrasi garam yang diberikan pada daging ikan
giling, akan tetapi seluruh daging ikan giling ditambahkan garam sebesar 2,5%.
Konsentasi tersebut masih dalam batas yang cukup untuk membuat protein miofibril
larut sehingga akan memberikan adonan surimi yang elastis dan fleksibel.
98.
99.

Selain adanya penambahan garam dan sukrosa, pada pembuatan surimi juga

ditambahkan polifosfat yang bertujuan untuk meningkatkan sifat elastisitas dan


kelembutan surimi. Menurut Tan et al. (1988),

polifosfat

tidak tergolong dalam

senyawa cryoprotectant, namun sering ditambahkan dalam proses pembuatan surimi


untuk meningkatkan daya ikat air (water holding capacity) selain itu juga dapat
meningkatkan kelembutan pada adonan surimi. Menurut Toyoda et al.(1992), jumlah
polifosfat yang ditambahkan akan berpengaruh pada tekstur surimi sehingga surimi
menjadi lebih lembut dan lebih kenyal. Berdasarkan teori yang ada maka seharusnya
semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka kekenyalan dari produk surimi juga
semakin meningkat. Hal ini kurang sesuai dengan hasil pengamatan bahwa penambahan
polifosfat sebanyak 0,3% dapat memberikan tingkat kekenyalan yang cukup tinggi. Jika
dibandingkan antara nilai WHC dengan tingkat kekenyalan maka semakin tinggi nilai
WHC maka seharusnya semakin rendah tingkat kekenyalannya yang dikarenakan
tingginya jumlah air (mgH2O) yang ada di dalam surimi (Fogaca et. al., 2013).
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
4. KESIMPULAN
5.
Kualitas surimi yang baik adalah tidak terlalu amis, memiliki kemampuan gel

yang baik, tingkat kekenyalan/elastisitas yang tinggi.


Faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah kesegaran ikan, suhu

penyimpanan, suhu pencucian daging ikan.


Surimi ka-en diproduksi dengan penambahan garam pada konsentrasi 2,5%.
Cryoprotectant yang digunakan adalah sukrosa yang dapat menghambat proses

denaturasi protein pada produk surimi.


Semakin besar konsentrasi sukrosa maka kemampuan WHC (water holding

capacity) semakin besar.


Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan sifat elastisitas dan

kelembutan surimi.
Jumlah polifosfat yang digunakan akan mempengaruhi tekstur surimi sehingga
surimi menjadi lebih lembut.

10

Selama pencucian daging ikan giling sebaiknya menggunakan air dengan suhu
yang relatif rendah untuk menghindari hilangnya protein larut air yang

berlebihan.
Proses pencampuran dan pengadukan antara daging ikan giling dengan bahan
tambahan akan menentukan efektivitas dari bahan tambahan.

6.
7.
8.
9.
10.
11. Semarang, 26 September 2015
12. Praktikan,

Asisten Dosen
Yusdhika Bayu S.

13.
14.
15. Anastasya Gumelar
16. (13.70.0084)
17. DAFTAR PUSTAKA
18.
19. [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. (1990). Buku Pedoman
Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat JenderalPerikanan,
Departemen Pertanian.
20.
21. Agustini, Tri Winarni; Y.S. Darmanto and Danar Puspita Kurnia Putri. (2008).
Evaluation on utilization of small marine fish to produce surimi using different
cryoprotectective agents to increase the quality of surimi. Journal of Coastal
Development. Vol. 11: 131-140.
22.
23. Flick GJ, Barna MA, Enriquez LG. (1990). Processing finfish. Di dalam: Martin
RE, Flick GJ, editor. The Seafood Industry. New York: Van Nostrand Reinhold.
24.
25. Fogaca Fabiola et. al. (2013). Optimization of The Surimi Production From
Mechanically Recovered Fish Meat (MRFM) Using Response Surface
Methodology. Journal of Food Quality ISSN 1745-4557.
26.
27. Hosseini-Shekarabi et. al. (2015). Effect of Heat Treatment on The Properties of
Surimi Gel From Black Mouth Croaker (Atrobucca nibe). International Food
Research Journal 22(1): 363-371 (2015).
28.

29.

Jafarpour A, Hajiduon HA, Rez aie M. (2012). A Comparative Study on Effect


of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of
Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi Gel. J Food Process Technol 3:190.
doi:10.4172/2157-7110.1000190.

30.

11

31.
32.
33.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi


PengolahanSurimi.Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai
Penelitian Perikanan Laut.
Schwarz MD, Lee CM. (1988). Comparison of The Thermostability of Redhake
and Alaska Pollack Surimi During Processing. Journal of Food Science. Vol. 53
(5): 1347 1351.

34.
35. Shimazamaninejad, Bahare Shabanpour dan Ali Shabani. (2013). Effect of Medium
Temperature Setting on Gelling Characteristics of Surimi from Farmed Common
Carp (Cyprinus carpio, Linnaeus, 1758). World Journal of Fish and Marine Sciences
5 (5): 533-539, 2013.
36.
37. Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1994). Surimi Production from Fatty and
Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi
Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
38.
39. Sikorski ZE. (1990). Seafood: Resources, Nutritional Composition
andPreservation. Florida: CFC Press Inc, Boca Ratan.
40.
41. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied
Science Publishers Ltd.
42.
43. Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on
the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine
Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.
Singapore.
44.
45. Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H.
(1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane
by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant
Cell Physiol. 33: 445-452.
46.
47. Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin
Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa
(Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
48.
49. Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
PT. Gramedia.
50.
51. Winarno FG. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
52. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan WHC (mg H2O):

12

1
Luas atas ( LA )= a(h0 + 4 h1 +2 h2 +4 h3 ++h n)
3

1
Luas bawah ( LB ) = a(h 0+ 4 h 1+2 h2 + 4 h3 ++ hn )
3

Luas area basah( LAB)=LALB

mg H 2 O=

Luas area basah8,0


0,0948

Perhitungan WHC Kelompok B1

1
Luas atas ( LA )= .47 (110+ 4 187+ 2 222+ 4 188+110)
3

Luas atas ( LA )=33909,88


1
Luas bawah ( LB ) = 47(110+ 4 28+2 16+ 4 25+110)
3

Luas bawah ( LB ) =7270,88


Luas area basah( LAB)=33909,887270,88

Luas area basah(LAB )=26639


mg H 2 O=

266398,0
0,0948

mg H 2 O=280917,72 mg

1
Luas atas ( LA )= 42(93+ 4 169+2 180+ 4 169+ 114)
3

Perhitungan WHC Kelompok B2

Luas atas ( LA )=26866


1
Luas bawah ( LB ) = 42(93+ 4 25+2 17+ 4 25+114 )
3

13

Luas bawah ( LB ) =6174

Luas area basah( LAB)=268666174

Luas area basah( LAB)=20692

mg H 2 O=

206928,0
0,0948

mg H 2 O=218185,65 mg

Perhitungan WHC Kelompok B3

1
Luas atas ( LA )= 48(91+ 4 203+ 2 209+ 4 204+107)
3

Luas atas ( LA )=35904


1
Luas bawah ( LB ) = 48(91+ 4 15+2 11+4 19+107)
3

Luas bawah ( LB ) =5696


Luas area basah( LAB)=359045696

Luas area basah(LAB )=30208

mg H 2 O=

302088,0
0,0948

mg H 2 O=318565,40 mg

Perhitungan WHC Kelompok B4

1
Luas atas ( LA )= 49(125+ 4 208+2 216 +4 196+117)
3

Luas atas ( LA )=37403,33

14

1
Luas bawah ( LB ) = 45(125+ 4 26+2 20+ 4 35+117 )
3

Luas bawah ( LB ) =8589,58

Luas area basah(LAB )=37403,338589,58

Luas area basah(LAB )=28813,75

mg H 2 O=

28813,758,0
0,0948

mg H 2 O=303858,12 mg

Perhitungan WHC Kelompok B5

1
Luas atas ( LA )= 47,5(160+ 4 220+2 237 +4 225+125)
3

Luas atas ( LA )=40200,83

1
Luas bawah ( LB ) = 47,5(160+ 4 47+2 31+ 4 50+125)
3

Luas bawah ( LB ) =11637,26

Luas area basah( LAB)=40200,8311637,26

Luas area basah(LAB )=28563,57

mg H 2 O=

28563,578,0
0,0948

mg H 2 O=301219,49 mg

Laporan Sementara
Diagram Alir
Abstrak Jurnal

6.2.
6.3.
6.4.

Anda mungkin juga menyukai