Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH MOTIVASI DAN KEPATUHAN

BERPERILAKU SEHAT TERHADAP MUTU


PERILAKU SEHAT PARA PENYANDANG
TUNANETRA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS
REHABILITASI SOSIAL CACAT NETRA
KOTA MALANG
NASKAH PUBLIKASI

Oleh :
PRIYA PERMADI
NIM 201010420311162

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:


Nama
NIM

: Priya Permadi
: 201010420311162

Program Studi
FIKES UMM
Judul Skripsi

:
:

Program

Pengaruh

Studi
Motivasi

Ilmu

Keperawatan

dan

Kepatuhan

Berperilaku Sehat Terhadap Mutu Perilaku


Sehat Para Penyandang Tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya
tulis ini benar-benar hasil karya tulis saya sendiri, bukan
merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia meneriam sanksi
perbuatan tersebut.
Malang
, 16 Agustus 2014
Yang membuat
pernyataan

Priya
Permadi
NIM:
201010420311162

ABSTRAK
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPATUHAN BERPERILAKU
SEHAT TERHADAP MUTU PERILAKU SEHAT PARA
PENYANDANG TUNANETRA DI UPT REHABILITASI
SOSIAL CACAT NETRA
KOTA MALANG
Priya Permadi1, Dr.Ainur Rofieq M.Kes2, Nurul Aini S.kep.,
Ns., M.Kep3
Latar belakang: Perilaku sehat merupakan segala sesuatu
aktivitas untuk menyeimbangkan, meningkatkan derajat
kesehatan atau mencegah timbulnya suatu penyakit, meliputi
olahraga, makanan, minuman, kebersihan diri, lingkungan,
istirahat, olahraga, stress, rekreasi dan semua kegiatan yang
berhubungan dengan perilaku sehat. Menurunkan angka
kesakitan dan kondisi yang beresiko terhadap kesehatan
merupakan tujuan yang sangat penting sebagai kunci untuk
hidup dengan sehat, mutu perilaku sehat pada penyandang
tunanetra dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu motivasi dan
kepatuhan berperilaku sehat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh motivasi dan kepatuhan berperilaku sehat
terhadap mutu perilaku sehat di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Netra Kota Malang.
Kata
kunci:
Motivasi
Berperilaku
Sehat,
Kepatuhan
Berperilaku Sehat, Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang
Tunanetra.
PENDAHULUAN
Indera
penglihatan
memiliki peranan penting
dalam kehidupan, sebagai

sumber
penyerapan
informasi dari lingkungan
sekitar. Keterpisahan dengan
dunia
luar
akan

mempengaruhi
tunanetra
untuk berinteraksi dengan
lingkungan atau dunia luar,
dimana
aktivitas
atau
kegiatan yang seharusnya
dapat
dikuasai
dengan
mudah dengan cara melihat
dan meniru namun tidak
demikian dengan tunanetra
(Hosni, 2005).
Tuna netra atau orang
dengan penglihatan rendah
adalah
mereka
yang
mempunyai
kerusakan
indera penglihatan dengan
tingkat
ketajaman
penglihatan
atau
visus
sentralis diatas 20/200 pada
kedua
matanya,
ketidakmampuan
untuk
melihat dan tidak dapat
dikoreksi lagi dengan alat
bantu penglihatan seperti
kacamata dan kontak lensa
(Baumel, 2006). Gangguan
visual dapat dibagi dalam
katagori
berdasarkan
keparahan
pada
tingkat
penglihatan yang berbeda.
Badan kesehatan dunia WHO
mendefinisikan
gangguan
visual low vision sebagai
ketajaman visual kurang dari
6/18, sedangkan blindness
(Kebutaan)
didefinisikan
sebagai ketajaman visual
kurang dari 3/60.
Dengan
derajat
penglihatan yang rendah
akan
menyebabkan
tuna

netra
banyak
mengalami
permasalahan
yang
berkaitan dengan berbagai
segi
kehidupan
manusia
(Trillo & Dickinson, 2012),
yang berdampak pada segi
fisik, mental, financial, dalam
segi
sosial
individu
itu
sendiri, keluarga maupun
masyarakat
(Nageswaan,
Silver & Stein, 2008).
Permasalahan disetiap
kesulitan,
hambatan,
rintangan dalam melakukan
kegiatan
atau
aktivitas
seringkali menjadi motivasi
yang kuat bagi individu
untuk
mencapai
tujuan.
Motivasi secara umum sering
diartikan sebagai sesuatu
yang ada pada diri seseorang
yang
dapat
mendorong,
mengaktifkan,
menggerakkan
dan
mengarahkan
perilaku
seseorang, dalam wujud niat,
harapan,
keinginan,
dan
tujuan yang ingin dicapai.
Motivasi
diidentikkan
dengan kebutuhan manusia
mencakup
biologis,
psikologis,
sosial
dan
spiritual.
Kebutuhan
ini
timbul
sebagai
respon
karena
adanya
ketidakseimbangan, ketidak
serasian dan ketegangan
menuntut
kepuasan
(Setiawati
&
Dermawan,
2008).

Memperoleh
kemandirian
dalam
berperilaku sehat merupakan
motivasi
pada
tunanetra.
Terdapatnya
hambatan
dalam proses pencapaian
kemandirian
merupakan
masalah
bagi
tunanetra.
Sebenarnya
tunanetra
memiliki motivasi yang kuat
dari
dalam
diri
untuk
berperilaku sehat namun
karena keterbatasan fisik,
sehingga
kekurangan
ini
menjadikan
tunanetra
menjadi berat dan sulit
dalam
mengoptimalkan
perilaku sehatnya (Sunanto,
2013).
Perilaku
sehat
merupakan motivasi utama
sebagai dasar melakukan
berbagai
kegiatan
yang
terarah pada tujuan hidup
yang jelas (Gilbert & Foster,
2001).
Meningkatkan
kepatuhan dapat ditunjukkan
melalui perilaku sehat dan
pengontrolan
perilaku
mencakup faktor kognitif,
dukungan
sosial
dalam
bentuk dukungan emosional
dari
anggota
keluarga,
teman, pendidik dan pemberi
layanan kesehatan. Faktorfaktor tersebut merupakan
hal yang penting dalam
meningkatkan
kepatuhan
melalui
program-program
rehabilitasi, dan dukungan

dari profesional
(Siregar, 2006).

kesehatan

Meningkatkan
motivasi
dan
kepatuhan
berperilaku
sehat
pada
tunanetra
adalah
merupakan salah satu hal
yang
rumit
sehingga
membutuhkan peranan dari
orang terdekat, profesional
kesehatan
seperti
pendidikan
kesehatan,
memberikan arahan tentang
perilaku sehat, dan melatih
untuk melakukan aktivitas
dengan mandiri. Tunanetra
dengan kemandirian yang
telah
terbentuk
sesuai
dengan kemampuan akan
meningkatkan
mutu
perilaku
sehat
(Kholid,
2012).
Masalah
rendahnya
tingkat perilaku tunanetra
dalam
meningkatkan
perilaku sehat merupakan
hal yang harus segera
dirubah,
untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
tunanetra.
Masalah rendahnya tingkat
perilaku sehat tunanetra
dapat didukung dengan data
yang didapatkan dari studi
pendahuluan
dengan
melakukan wawancara pada
16 tunanetra yang telah
direhabilitasi
selama
3
tahun,
staf
rehabilitasi,
serta melakukan observasi

di
asrama
rehabilitasi
tempat tinggal tunanetra.
Ditunjukkan
dengan
beberapa
permasalahan
kesehatan
seperti
gatalgatal, sakit gigi, rendahnya
kebersihan mata, diarrhea,
gastritis,
influenza,
dan
penyakit infeksi lainnya. Hal
ini dapat didukung dengan
data yang didapatkan dari
klinik kesehatan di UPT
Rehabilitasi Sosial cacat
netra dari tahun 2013
sampai tahun 2014 yaitu
terdiri dari 227 keluhan
terdiri dari Influenza 24%,
batuk 21%, hipotensi 12%,
gastritis
12%,
skabies,
pedikulosis kapitis sebanyak
8%, sakit gigi 8%, diare 7%,
panas atau demam 7% dan
infeksi telinga 2%.
Melalui
pendidikan
tunanetra
mendapatkan
berbagai keterampilan dan
melatih
kemandirian
terutama dalam berperilaku
sehat. Kebutaan merupakan
masalah kesehatan, sosial
dan
ekonomi
terbesar
didunia
dinegara
berkembang
hal
ini
diperkirakan
oleh
badan
kesehatan
dunia
(WHO)
bahwa sekitar 38 juta jiwa
dengan kebutaan dan 110
juta jiwa dengan gangguan
penglihatan
(Saw,
2003).
Berdasarkan
data
Kementrian Sosial RI per

Desember
2010
jumlah
penyandang
cacat
di
Indonesia adalah 11.580.117
orang
terdiri
dari
30%
tunanetra, 26% tunadaksa,
22% tunarungu, 12% cacat
mental
dan cacat kronis
sebanyak 10%. Dari data
kementrian
sosial
ini
menunjukkan
bahwa
tunanetra memiliki jumlah
terbesar
dibandingkan
dengan
jenis
kecacatan
lainnya.
Banyaknya
angka
penyandang tunanetra yang
pada
dasarnya
memiliki
keterbatasan fisik, hal ini
tidak bisa dibiarkan begitu
saja, penyandang tunanetra
memiliki hak yang sama
dengan orang normal pada
umumnya. Sebagai orang
yang memiliki kesempurnaan
fisik dan motivasi yang kuat,
peranan-peranan yang bisa
diberikan oleh orang yang
normal seperti pemberian
informasi dan edukasi yang
sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh tunanetra,
tanpa memandang rendah
dan
meyakinkan
pada
mereka bahwa mereka bisa
melakukan hal apapun yang
mereka
inginkan
dengan
pengawasan dan kontrol dari
orang terdekat.
Melalui Dinas Sosial
UPT (Unit Pelaksana Teknis)

Rehabilitasi
Sosial
Cacat
Netra, unit pelaksana teknis
di bidang rehabilitasi sosial
tuna netra yang memberikan
pelayanan rehabilitasi bagi
penyandang
tuna
netra,
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan kesejahteraan,
kemandirian, serta membuat
tunanetra
untuk
sedekat
mungkin
mengoptimalkan
hidup dengan normal seperti
orang
pada
umumnya.
Dengan berbagai pelayanan
atau servis yang diberikan
untuk
meningkatkan
kemampuan tunanetra dalam
merubah perilaku (Vaughan
& Asbury, 2004). Sehingga
mereka
mampu
melaksanakan
fungsi
sosialnya secara wajar dalam
kehidupan
masyarakat
terutama dalam hal ini
adalah perilaku sehat.
LANDASAN TEORI
Mutu

Mutu
didefinisikan
sebagai
suatu
proses
pemenuhan kebutuhan dan
harapan
individu,
baik
internal dan eksternal. Mutu
juga dapat dikaitkan sebagai
suatu proses perbaikan yang
bertahap dan terus menerus
(Assaf,
2009).
Menurut
Raleigh & Foot (2010) mutu
sebenarnya merujuk pada
keluaran (output) yaitu hasil
akhir kegiatan perilaku sehat

individu
yang
ada
direhabilitasi,
dalam
arti
perubahan derajat kesehatan
dan kepuasan baik kearah
positif maupun sebaliknya.
Perilaku Sehat

Perilaku sehat adalah


tindakan
yang
dilakukan
tunanetra
dimana
ketika
individu
dengan
kondisi
kesehatan
yang
stabil
berupaya aktif mencari cara
untuk mengubah kebiasaan
pribadi yang sehat dan atau
lingkungan
guna
beralih
ketingkat kesehatan yang
lebih tinggi (Ali, 2010),
mencakup mencegah dari
sakit,
kecelakaan,
dan
masalah kesehatan yang lain
(preventif)
dan
meningkatkan
derajat
kesehatannya
(promotif),
yakni
perilaku-perilaku
terkait
peningkatan
kesehatan
(Notoatmodjo,
2010),
seperti
perilaku
terhadap
makanan
dan
minuman, perilaku terhadap
kebersihan
diri
(mandi,
membersihkan
rambut,
membersihkan mulut dan
gigi, memakai pakaian yang
bersih dan serasi, kebersihan
tangan dan kuku), perilaku
terhadap
kebersihan
lingkungan,
perilaku
terhadap sakit dan penyakit,
keseimbangan
antara
kegiatan,
istirahat
dan

olahraga,
mengendalikan
stress
serta
rekreasi
(Setiawati
&
Dermawan,
2008).
Tuna Netra
Mata sebagai indera
penglihatan dalam tubuh
manusia
menduduki
peringkat
utama,
dikarenakan
sepanjang
waktu
selama
manusia
hidup,
mata
akan
membantu manusia untuk
membantu
dalam
beraktivitas,
disamping
indra sensoris lainya seperti
pendengaran,
perabaan,
penciuman, dan perasa.
Begitu besar peran dari
indera penglihatan, maka
dengan
terganggunya
indera
penglihatan
seseorang berarti ia akan
kehilangan
fungsi
kemampuan
visualnya
untuk merekam objek dan
peristiwa fisik yang ada
dilingkungannya
(Effendi,
2006).
Tuna
netra
adalah
dimana terdapat kerusakan
pada fungsi visual yang tidak
bisa dikoreksi lagi dengan
menggunakan
kacamata,
kontak lensa yang dapat
mempengaruhi
proses
kehidupan manusia, (Ackers
et al, 2011) dan mengalami

kelainan
atau
gangguan
fungsi
penglihatan,
yang
dinyatakan dengan tingkat
ketajaman penglihatan atau
visus sentralis di atas 20/200
(Suparno & Purwanto, 2003)
atau 6/60 lebih kecil dari itu
setelah
dikoreksi
secara
maksimal
penglihatannya
tidak memungkinkan lagi
menggunakan
fasilitas
pendidikan dan pengajaran
yang biasa digunakan oleh
orang awas atau normal
(Effendi, 2006).
Gangguan penglihatan
dapat menimbulkan dampak
jangka
panjang terhadap
segi psikososial, pendidikan,
dan ekonomi bukan hanya
bagi individu itu sendiri
melainkan bagi keluarga dan
masyarakat
(Hutauruk,
1998). Kelainan ini akan
memberi dampak kurang
menguntungkan dalam hal
fungsi
kognitif
dan
kemampuan
konseptual,
fungsi motorik, fungsi sosial,
Motivasi
Sehat

Berperilaku

Motivasi
berperilaku
sehat didefinisikan Xu, et al
sebagai keinginan yang kuat
melalui bagaimana makanmakanan
yang
sehat,
bagaimanan untuk hidup di
lingkungan
yang
sehat,

bagaimana individu tenang


dan mampu beraktivitas dan
beristirahat
serta
menghadapi
berbagai
masalah kehidupan seperti
stres.
Menurut John P Elder
(1994) dalam Notoatmodjo,
2010
untuk
berperilaku
sehat diperlukan tiga hal
antara lain : pengetahuan
yang tepat, motivasi, dan
keterampilan
untuk
berperilaku sehat. Motivasi
pada manusia atau individu
perlu
ditingkatkan
untuk
menjadikan manusia dapat
berperilaku sehat, antara
lain
dengan
pendekatan
modifikasi perilaku, yang
pada dasarnya perubahan
perilaku pada manusia dari
perilaku yang tidak sehat
menjadi perilaku sehat tidak
terlihat dampaknya secara
cepat bagi individu, hal
inilah
yang
menjadikan
individu
cenderung
lebih
berperilaku yang tidak sehat.
Memotivasi orang yang sehat
adalah
jauh
lebih
sulit
daripada memotivasi orang
yang sudah sakit. sebab pada
dasarnya sakit merupakan
hal yang kita hindari, jika
individu itu masih sehat
tetapi
diminta
untuk
melakukan hal yang tidak
menyenangkan maka tidak
akan dilakukan. Karena pada
saat individu itu sehat maka

menghindari penyakit adalah


bukan
tujuannya.
(Notoatmodjo, 2010)
Kepatuhan Berperilaku
Sehat
Kepatuhan
(compliance), juga dikenal
sebagai
ketaatan
(adherence), dimana derajat
seseorang mengikuti anjuran
atau pasrah pada tujuan
yang
telah
ditentukan
(Bastable, 2002). Kepatuhan
merupakan suatu perubahan
perilaku dari perilaku yang
tidak mentaati peraturan ke
perilaku
yang
mentaati
peraturan
(Green
dalam
Notoatmodjo,
2003).
Kepatuhan sering digunakan
dalam
istilah
program
terapeutik, menggambarkan
perilaku yang menunjukkan
seseorang akan merubah
perilakunya
atau
patuh
karena
mereka
diminta
untuk
itu
(Brunner
&
Sudarth, 2002). Kepatuhan
adalah perilaku positif yang
diperlihatkan seseorang saat
mengarah
ke
tujuan
terapeutik
yang
telah
ditentukan
bersama,
kepatuhan
harus
dilihat
secara keseluruhan, bukan
terpisah-pisah
(yakni
kepatuhan
atau
ketidak
patuhan) (Kaplan, 2010)

Kepatuhan
dalam
program
kesehatan
merupakan perilaku yang
dapat
diobservasi
dan
dengan
begitu
dapat
langsung diukur. Kepatuhan
maupun
kesetiaan
(adherence) mengacu pada
kemampuan
untuk
mempertahankan programprogram
yang
berkaitan
dengan promosi kesehatan.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
adalah
penelitian deskriptif analitik.
Penelitian deskriptif untuk
menggambarkan
variabel
yang ada dalam penelitian
secara
sistemik.
Ketiga
variabel ini
dihubungkan
yaitu
variabel
motivasi
berperilaku
sehat
penyandang
tunanetra,
variabel
kepatuhan
berperilaku
sehat
penyandang tunanetra dan
variabel mutu perilaku sehat
penyandang tunanetra.
Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah
penyandang tunanetra di
UPT
Rehabilitasi
Sosial
Cacat Netra dengan jumlah
105 orang. Teknik sampling
yang
digunakan
adalah
dengan Stratified dimana
sampling
ini
digunakan

untuk
mengetahui
atau
mencapai
hasil
yang
representatif
dengan
populasi yang mempunyai
karakteristik yang berbedabeda atau heterogen, teknik
ini dilakukan dengan cara
mengidentifikasi
karakteristik
umum
dari
anggota populasi, kemudian
menentukan
strata
atau
lapisan
dari
jenis
karakterisitik
unit-unit
tersebut,
berdasarkan
bermacam-macam,
dalam
penelitian ini adalah tingkat
kelas. Setelah ditentukan
strata yang ada kemudian
setiap starata diambil sampel
secara
simple
random
sampling yaitu : pengambilan
sampel secara acak bisa
menggunakan undian atau
berdasarkan lemparan dadu
atau nomor yang telah ditulis
(Notoatmodjo,
2012).
Didapatkan sampel dalam
penelitian
ini
adalah
Penyandang Tunanetra yang
direhabilitasi
di
UPT
Rehabilitasi
Cacat
Netra
Kota Malang yang berjumlah
52 orang.
Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah motivasi
berperilaku
sehat
dan
kepatuhan berperilaku sehat.
variabel
terikat
dalam
penelitian ini adalah mutu
perilaku
sehat
Variabel
kendali dalam penelitian ini

adalah
lamanya
individu
tinggal di panti rehabilitasi
(peneliti tidak membedakan
antara subjek atau individu
yang
telah
lama
direhabilitasi di dinas sosial
cacat netra), usia (peneliti
tidak
membedakan
usia
subjek atau individu yang
direhabilitasi),
dan
jenis
kelamin
(peneliti
tidak
membedakan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan).
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
UPT
Rehabilitasi
Sosial
Cacat
Netra
Kota
Malang
Penelitian
ini
akan
dilaksanakan
pada
bulan
Mei.
Berdasarkan penelitian
ini, maka instrument yang
akan
digunakan
adalah
kuesioner, dengan metode
pengumpulan data secara
wawancara
terpipmpin
dimana interview jenis ini
dilakukan
berdasarkan
pedoman-pedoman kuesioner
telah
disiapkan
terlebih
dahulu, sehingga interviewer
tinggal
membacakan
pertanyaan-pertanyaan
tersebut kepada interviewe.
Pengumpulan data
dilaksanakan
dengan
menggunakan
alat
bantu
berupa lembar skala likert
yang akan dibagikan kepada
penyandang tunanetra. Alat
ukur motivasi berperilaku

sehat yang digunakan dalam


penelitian
ini
adalah
dimodifikasi
dengan
menggunakan
acuan
kuesioner
pada
jurnal
(Health education research)
oleh Mc Clenahan et al, teori
motivasi berperilaku sehat
Mc Cleland, dan health self
dterminant indeks (HSDI)
Xiaoyan xu 2009, terdiri dari
13
pertanyaan,
meliputi
meliputi 1) motivasi terhadap
makanan dan minuman, 2)
motivasi
terhadap
kebersihan diri sendiri, 3)
motivasi
terhadap
kebersihan lingkungan, 4)
motivasi terhadap sakit dan
penyakit, 5) motivasi antara
kegiatan,
istirhat
dan
olahraga,
6)
motivasi
mengendalikan stress, 7)
motivasi rekreasi. Alat ukur
ini menggunakan skala likert
dengan pilihan jawaban dan
masing-masing
jawaban
dengan penilaian Sangat
dengan skor 4, cukup dengan
skor 3, kurang dengan skor
2, tidak dengan skor 1 untuk
pernyataan positif.
Alat ukur kepatuhan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah yang
dikembangkan, terdiri dari
11
pertanyaan,
dan
dimodifikasi
dengan
menggunakan acuan teori
The
Physical
Activity
Adherence
Questionnaire

Alat
ukur
mutu
perilaku
sehat
yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah health behaviour
checklist yang dimodifikasi
oleh behavioral risk factor
surveilance
system
questionnaire (BRFSS 2013),
health behaviour survey oleh
Cynarski dan menurut teori
perilaku sehat Notoatmodjo
2010,
terdiri
dari
34
pertanyaan,
meliputi
meliputi 1) perilaku terhadap

N
orm
alP
-10..08lotfM
utperilakusehatpraenyadngtuanetr(Y
)
00..64
00..20.0.2O
0.6P
bse0r.4vdC
um
rob0.81.0

E
xpectdC
um
P
rob

makanan dan minuman,


2)
perilaku
terhadap
kebersihan diri sendiri,
3)
perilaku
terhadap
kebersihan lingkungan,
4)
perilaku
terhadap
sakit dan penyakit, 5)
perilaku antara kegiatan,
istirhat dan olahraga, 6)
mengendalikan stress, 7)
rekreasi.
Alat
ukur
ini
menggunakan skala guttman
dengan pilihan jawaban Ya
diberi skor 2 dan Tidak
diberi skor 1.
Analisa Data

Analisa
data
yang
digunakan dalam penelitian
ini
adalah
dengan
menggunakan
statistik
deskriptif
analitik
dan
statistik inferensial,
yaitu
regresi ganda.
1. Analisa deskriptif
Analisa
deskriptif
(univariat) adalah suatu
prosedur pengolahan data
dengan
menggambarkan
dan meringkas data secara
ilmiah dalam bentuk tabel
dan grafik.
2.

N
o10..08rm
alP
-lotfM
otivasberpilakusehat(X
1)
00..64
00..20.0.2O
0.6P
bse0r.v4dC
um
rob0.81.0

E
xpectdC
um
P
rob

dan The Self-Management


Skills Questionnaire dari
American Journal of Health
Promotion
Meliputi
1)
kepatuhani
terhadap
makanan dan minuman, 2)
kepatuhan
terhadap
kebersihan diri sendiri, 3)
kepatuhan
terhadap
kebersihan lingkungan, 4)
kepatuhan terhadap sakit
dan penyakit, 5) kepatuhan
antara kegiatan, istirahat
dan olahraga, 6) kepatuhan
mengendalikan stress, 7)
kepatuhan rekreasi
Alat
ukur ini menggunakan skala
likert
dimana
setiap
pertanyaan
responden
diminta untuk memlih salah
satu dari beberapa jawaban
yang
telah
disediakan
dengan
pilihan
jawaban
yaituSangat sering dengan
skor 4, sering dengan skor 3,
kurang dengan skor 2 dan
tidak pernah dengan skor 1

Gambar 1 Grafik Normal P-P Plot of

Analisis Inferensial
Regression Standardized Residual

Motivasi
berperilaku Sehat (X1) pada Tunanetra

Analisis Inferensial atau


kuantitatif
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
statistik
untuk
mengetahui
bentuk
hubungan antara variablevariabel yang dianalisis,
baik
secara
partial
(individual)
maupun
bersama.
Analisis
kuantitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Uji Normalitas
Uji
Normalitas
dapat
dilihat dari grafik Normal
P-P Plot of Regression
Standardized
Residual.
Adapun kriteria dalam uji
normalitas yaitu; 1) Jika
data menyebar disekitar
garis
diagonal,
maka
model regresi memenuhi
asumsi normalitas, 2)
Jika data menyebar jauh
dari garis diagonal dan
atau
tidak
mengikuti
arah
garis
diagonal,
maka model regresi tidak
memenuhi
asumsi
normalitas.

N
or10m
lP
-lotfK
epatuhnberpilakusehat(X
2)
..08a

E
xpectdC
um
P
rob

00..64
00..20.0.2O
0.6P
bse0r.4vdC
um
rob0.81.0

Gambar 2 Grafik Normal P-P Plot of


Regression Standardized Residual
Motivasi
berperilaku Sehat (X1) pada Tunanetra

Gambar 3
Grafik
P-P Plot of
b.
UjiNormal
Multikolinieritas
Regression Standardized Residual
Uji
Multikolinieritas
Motivasi
berperilaku Sehat (X1) pada Tunanetra

dilakukan untuk menguji


apakah terjadi korelasi
yang signifikan di antara
sesama variabel bebas
(x1, x2). Model regresi
ganda
yang
baik
mensyaratkan
tidak
terdapat
korelasi
di

y = 26,524 + 0,365 x1 +
antara sesama variabel
bebasnya.
Terjadinya
multikolinieritas
di
antara variabel bebas
dapat
dilihat
dari
besaran
nilai
VIF
(Variance
Inflation
Faktor) dan Tolerence.
Model
regresi
yang
bebas
dari
gejala
multikolinieritas
mempunyai besaran VIF
dan Tolerance di sekitar
angka 1 atau kurang dari
angka 5. Sehingga dapat
dikatakan bahwa model
regresi tidak terdapat
problem multikolinieritas
c. Uji Auto Korelasi
Uji
autokorelasi
digunakan
untuk
mengetahui
ada
atau
tidaknya penyimpangan
asumsi
klasik
autokorelasi
yaitu
korelasi
yang
terjadi
antara residual pada satu
pengamatan
dengan
pengamatan lain pada

model regresi. Prasyarat


yang harus terpenuhi
adalah
tidak
adanya
autokorelasi dalam model
regresi.
Metode
pengujian yang sering
digunakan adalah dengan
uji Durbin-Watson (uji
DW)
d. Uji Heterokesdatisitas
Uji
Heteroskedasitas
dapat dilihat dari grafik
scatterplot.
Adapun
kriteria
dalam
uji
Heteroskedasitas yaitu:
1) Jika grafik membentuk
pola tertentu, maka telah
terjadi
heteroskedastisitas,
2)
Jika tidak ada pola yang
jelas,
serta
titik-titik
menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada
sumbu y, maka tidak
terjadi
heteroskedastisitas

S
c
a
te
rp
lo
t

2
0
--2
4-3-2
-t1
12
R
e
g
rs
io
n
S
a
n
d
rize
d
P
r0e
d
ic
te
d
V
a
lu
e

R
e
g
rsio
n
S
tu
d
e
n
tize
d
R
e
s
id
u
a
l

3.

Analisis uji regresi ganda

Persamaan regresi ganda


menyatakan
hubungan
fungsional
dua
variabel
bebas dengan satu variabel
terikat.
Persamaan
matematika yang digunakan
adalah :

Harga a, b1 dan b2 dapat


ditentukan menggunakan
formula sebagai berikut:
Keterangan :
Y
= Variabel terikat
(mutu perilaku sehat)
X1
= Variabel motivasi
berperilaku sehat
X2
= Variabel
kepatuhan berperilaku sehat
a
= Konstanta
b
= Koefisien regresi

a. Uji Hipotesis
a) Uji t
Uji
t
digunakan
untuk menguji apakah
suatu variabel bebas
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1

(Constant)
Motivasi berperilaku
sehat (X1)
Kepatuhan
berperilaku sehat (X2)

Standardized
Coefficients
Beta

Collinearity
Statistics

Correlations
Zeroorder

Partial

B
26.524

Std. Error
3.198

t
8.294

Sig.
.000

.365

.079

.456

4.617

.000

.689

.551

.396

.754

1.327

.463

.097

.469

4.748

.000

.695

.561

.407

.754

1.327

a. Dependent Variable: Mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra (Y)

(motivasi
dan
kepatuhan berperilaku
sehat) secara parsial
berpengaruh terhadap
variabel terikat (mutu
perilaku sehat).
Untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh
antara
variabel
independen
(motivasi
dan
kepatuhan
berperilaku
sehat)
terhadap
variabel
dependen
(mutu
perilaku sehat) secara
parsial. Maka dapat
dilakukan
dengan
melihat P (probabilitas)
atau signifikansi (taraf
kepercayaan)
signifikansi t dengan
alpha (0,050).

Part

Tolerance

VIF

bulan Juni 2014 di UPT


Rehabilitasi
sosial
Cacat
netra
kota
Malang
ini
melibatkan 52 tunanetra,
dimana
karakteristik
tunanetra dalam penelitian
ini
diuraikan
diuraikan
menurut usia, jenis kelamin,
derajat penglihatan dan lama
direhabilitasi,
gambaran
karakteristik 52 tunanetra
berdasarkan
usia,
jenis
kelamin, derajat penglihatan,
dan lama direhabilitasi dapat
dilihat pada tabel 1

Uji F
Uji F digunakan
untuk
mengetahui
tingkat
pengaruh
variabel
independen
yaitu
motivasi
berperilaku sehat (X1),
dan
kepatuhan
berperilaku sehat (X2)
terhadap
variabel
dependen
mutu
perilaku sehat (Y).
Untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh
Gambar
5.17
Grafik
Scatterplot Mutu Perilaku
antara variabel bebas
Sehat Tunanetra (Y)
(X) terhadap variabel
terikat
(Y)
secara
simultan. Maka dapat
dilakukan
dengan
membandingkan
P
(probabilitas)
atau
pada taraf kepercayaan
(signifikansi) F dengan
alpha
(0,050).
Berdasarkan
keterangan
diatas
dapat
ditarik
kesimpulan apakah Ho
atau
Ha
tersebut
diterima atau ditolak.

Tabel
1
Proporsi
Tunanetra
Berdasarkan
usia,
jenis
kelamin,
derajat
penglihatan
dan
lama
direhabilitasi di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat netra Kota Malang

Kategori
Usia
Jenis
Kelamin

Laki-laki

perempua
n
Lama
Direhabilitasi
Derajat
Penglihatan

Low vision

Blindness

ANOVAb
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of
Squares
681.931
383.761
1065.692

df
2
49
51

Mean Square
340.966
7.832

F
43.536

Sig.
.000a

a. Predictors: (Constant), Kepatuhan berperilaku sehat (X2), Motivasi berperilaku


sehat (X1)
b. Dependent Variable: Mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra (Y)

Hasil
Hasil penelitian yang
telah
dilaksanakan
pada

Mea
n
26

SD
7,1
3

Mi
n
18

Ma
x
44

N
(%)

62%
38%

21

11,
6

48

Berdasarkan tabel 1
usia
tunanetra
dapat
diketahui
dengan
Sd
sebesar 7,13 serta mean
atau rata rata penyandang
tunanetra berusia 26 tahun,
Karakteristik
tunanetra
berdasarkan jenis kelamin
diketahui
sebanyak
32
tunanetra (62%) berjenis

48%
52%

kelamin
laki-laki
dan
sebanyak 20 tunanetra (38%)
berjenis kelamin perempuan,
karakteristik
tunanetra
berdasarkan
lama
direhabilitasi didapatkan Sd
sebesar 11,6 dan mean atau
rata-ratanya
dengan
21
bulan
atau
2
tahun,
karakteristik
berdasarkan
derajat
penglihatan,
sebanyak 25 tunanetra (48
%) dengan low vision dan
sebanyak
27 tunanetra
(52%) dengan blindness.
Gambaran
mutu
perilaku
sehat
para
penyandang tunanetra dapat
dilihat berdasarkan motivasi
berperilaku sehat Tunanetra
di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Netra Kota Malang
dapat dilihat pada Tabel
Tabel Persentase Mutu Perilaku
Sehat
Berdasarkan
Motivasi
Berperilaku Sehat Tunanetra di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Netra Kota Malang

Motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat

45%
kurang
40%

Motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup

35%
Motivasi berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat

kurang
30%

25%
Motivasi berperilaku sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat cukup
20%
Motivasi berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat cukup
15%

Motivasi berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat baik

10%
Motivasi berperilaku sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat baik

5%
0%

Gambar
Grafik
Mutu
perilaku
Sehat
Para
penyandang
Tunanetra
Berdasarkan
Motivasi
Berperilaku
Sehat
Tunanetra
di
UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat
Netra Kota Malang

Berdasarkan Tabel dan


grafik dapat diketahui mutu
perilaku
sehat
52
para
penyandang
tunanetra
Motivasi
Berperil
aku
Sehat
Tinggi
Sedang
Rendah
Total

Mutu Perilaku
Sehat
Bai
Cuk
Kura
k
up
ng
(42
(4%)
%)
(31
(17%
(2%)
%)
)
(2%)
(2%)
73%

23%

4%

Total

46%
50%
4%
(100
%)

berdasarkan
motivasi
berperilaku sehat, dengan
persentase tertinggi sebesar
42% tunanetra menunjukkan

memiliki
motivasi
berperilaku
sehat
tinggi
dengan mutu perilaku sehat
baik, skor terendah sebesar
2% tunanetra menunjukkan
memiliki
motivasi
berperilaku sehat sedang
dengan mutu perilaku sehat
kurang,
sebesar
2%
tunanetra
menunjukkan
memiliki
motivasi
berperilaku sehat rendah
dengan mutu perilaku sehat
cukup, dan sebesar 2%
tunanetra
menunjukkan
memiliki
motivasi
berperilaku sehat rendah
dengan mutu perilaku sehat
kurang.

kepatuhan berperilaku sehat


Tunanetra
di
UPT
Rehabilitasi
Sosial
Cacat
Netra Kota Malang, Hasil
lengkap
gambaran
Kepatuhan berperilaku sehat
tunanetra ditampilkan dapat
dilihat pada Tabel 5

Tabel 5.9 Persentase Mutu Perilaku


Sehat
Berdasarkan
Kepatuhan
Berperilaku Sehat Tunanetra di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat netra
Kota Malang

Gambar Grafik Mutu perilaku


Sehat Para penyandang Tunanetra
Berdasarkan
Kepatuhan
Berperilaku Sehat Tunanetra di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Netra
Kota Malang
Kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu
perilaku

sehat kurang
40%

Gambaran
mutu
perilaku
sehat
para
Kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu
perilaku
30%
sehat kurang
penyandang tunanetra yang
25%
Kepatuhan berperilaku sehat penuh dengan mutu perilaku
sehat cukup
paling sering dilakukan dan
20%
Kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku
yang kurang dilakukan oleh
sehat cukup
15%
Kepatuhan berperilaku sehat penuh dengan mutu perilaku
tunanetra di UPT Rehabilitasi
10%
sehat baik
Kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu
perilaku Cacat
Sosial
Netra Kota
5%
sehat baik
Malang dapat dilihat pada
0%
tabel 5.11
Gambaran mutu perilaku
sehat
para
penyandang
tunanetra
dapat
dilihat
berdasarkan
tingkat
Kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku

35%
sehat cukup

Kepatuh
an
Berperil
aku
Sehat
Penuh

Mutu Perilaku
Sehat
Baik
Cuk
Kura
up
ng
(4%)

39%

Sedang

(17%
)
(2%)

(2%)

57%

Rendah

(35
%)
(38
%)
-

(2%)

4%

Total

73%

23%

4%

(100
%)

Total

Mutu Perilaku Sehat

Mean

Mutu
Perilaku
terhadap
Makanan dan minuman :

1,46
1,91

a.
b.
c.

Berdasarkan tabel 5.9 gambaran


mutu perilaku sehat tunanetra
berdasarkan motivasi berperilaku
sehat dari presentase yang paling
rendah ke presentase yang paling
tinggi dapat dilihat pada grafik
5.10

d.
e.
f.

Perilaku
makanan
seimbang

mengkonsumsi
dengan
gizi

Makan-makanan bervariasi
Makan empat
sempurna

sehat

lima

c.

Menghindari merokok

Menghindari alkohol
Minum
kadang

alkohol

kadang-

Minum obat yang membuat


ketagihan
Mutu Perilaku Sehat terhadap
kebersihan diri

a.
b.
c.
d.
Tabel 5.11 Bentuk Motivasi
berperilaku
Sehat
Para
Penyandang Tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra
Kota Malang

e.
f.
g.
h.

1,32
1,17
1,51
1,3
1,55

Membatasi konsumsi garam

Merokok kadang-kadang
Mutu Perilaku Sehat terhadap
alkohol dan obat-obatan

a.
b.

g
7

Membatasi
makanan
berlemak dan mengandung
kolesterol

Menghindari makanan yang


banyak mengandung gula
Mutu Perilaku Sehat terhadap
merokok dan alkohol

a.
b.

Rangkin

Mandi setiap hari


Mandi dua kali dalam sehari
Mencuci
sekali

rambut

Sering
dirambut

dua

merasa

hari
gatal

Mengganti
pakaian
pasang dalam sehari

dua

Menggosok
sehari

gigi

dua

kali

Menggosok
malam

gigi

pari

dan

Mencuci
makan

tangan

1,73
1,53
1,92

1,74
1,61
1,82
1,8

1,79
1,96
1,86
1,67
1,84
1,82

1,76
1,32
1,67
1,96

sebelum

i.

Mencuci
tangan
dengan
sabun
Mutu Perilaku Sehat terhadap
kebersihan lingkungan

a.

Menggunakan
saat mandi

air

bersih

1,77

1,88
1,67

b.

Membersihkan kamar dan


lingkungan
Mutu Perilaku Sehat terhadap
sakit dan penyakit

5
1,71

a.

Menjaga diri agar tetap


sehat dan terbebas penyakit
Mutu Perilaku Sehat terhadap
aktivitas

a.
b.
c.
d.

Memelihara
tetap ideal
Olahraga
seminggu

Berolahraga
bugar

berat

badan

kali

dalam

agar

tetap

Mengikuti
kelompok

1,74
1,57
1,88
1,94
1,55
1,76

1,77
1,94

kegiatan

e.

Menggunakan waktu tidur


untuk istirahat
Mutu Perilaku Sehat terhadap
Stress

a.
b.
c.

Melakukan pekerjaan
kegiatan yang disukai
Mengekspresikan
ke orang lain
Mengatasi
stressor

dan

perasaan

masalah

1,48
1,28
2

atau

d.

Mempunyai problem solving


Mutu Perilaku Sehat terhadap

Motivasi Berperilaku Sehat


Motivasi
Berperilaku
terhadap
Makanan dan minuman :

Mea

Rangki

n
2,42

ng
8

2,78

3,44

2,96

a.

Makanan
yang
telah
disediakan
membuat
semangat
Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap merokok dan alkohol

a.

Menghindari
rokok,
alkohol agar tetap sehat
Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap kebersihan diri

a.

Menjaga kebersihan diri


agar tetap sehat
Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap kebersihan lingkungan

a.
b.

Piket
membersihkan
tempat tinggal membuat
semangat
Lingkungan
bersih
menurunkan resiko sakit
dan penyakit

c. Jadwal piket terasa berat


Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap sakit dan penyakit

3,32
3,28
2,3

3,25

2,83
3,21
3,01

Berdasarkan tabel 5.11 Maka


gambaran mutu perilaku sehat para
penyandang tunanetra yang paling
sering dilakukan adalah mutu perilaku
sehat dalam hal kebersihan diri dengan
mean (1,79) dan mutu perilaku sehat
dalam kebersihan lingkungan (1,77)
dan perilaku terhadap stress (1,77)
sedangkan mutu perilaku sehat yang
kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota
Malang adalah perilaku sehat terhadap
makanan dan minuman (1,46).

a.

Mencari
informasi
berkaitan
dengan
kesehatan
Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap aktivitas

a.
b.
c.

Menikmati
olahraga

kegiatan

Meningkatkan
kegiatan
olahraga secara rutin
Mengikuti
olahraga

3,15
1,96

kegiatan

d.

Kegiatan olahraga akan


menghabiskan waktu
Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap Stress

2,67

3,28

a.

Bercerita masalah pada


teman terdekat
Motivasi
Berperilaku
Sehat
terhadap Rekreasi

a.

Menyediakan
bersantai

waktu

Gambaran motivasi berperilaku


sehat para penyandang tunanetra yang
paling sering dilakukan dan yang
kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota
Malang dapat dilihat pada tabel 5.12
Tabel 5.11 Bentuk Mutu Perilaku Sehat Para
Penyandang Tunanetra di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Netra Kota Malang

Berdasarkan tabel 5.12 Maka gambaran motivasi berperilaku


sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan
adalah Gambaran motivasi berperilaku sehat dalam hal motivasi
berperilaku sehat terhadap kebersihan diri sendiri (3,44), motivasi
berperilaku sehat dalam hal rekreasi (3,28) sedangkan motivasi
berperilaku sehat yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang adalah dalam
motivasi berperilaku sehat terhadap makanan dan minuman
(2,42).

Bentuk kepatuhan berperilaku sehat para penyandang


tunanetra yang paling sering dilakukan dan yang kurang dilakukan
oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang
dapat dilihat pada tabel 5.13
Tabel 5.13 Bentuk Kepatuhan berperilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang

Berdasarkan tabel 5.13 Maka gambaran kepatuhan


berperilaku
sehat
para
Kepatuhan Berperilaku Sehat
Mea
Rangki
penyandang tunanetra yang
n
ng
5
Kepatuhan Berperilaku terhadap
3
paling
sering
dilakukan
Makanan dan minuman :
2,76
adalah
dalam
hal
a. Makan makanan tanpa 2,9
membatasi
kebersihan
lingkungan
3,34
b. Makan dan minuman
(3,4),
kepatuhan
sesuai anjuran
berperilaku sehat dalam
c. Makan tepat waktu
6
Kepatuhan
Berperilaku
Sehat
kebersihan
diri
(3,3)
terhadap merokok dan alkohol
2,9
a. Menghindari rokok, dan
sedangkan
bentuk
alkohol
kepatuhan
berperilaku
2
Kepatuhan
Berperilaku
Sehat
terhadap kebersihan diri
sehat
yang
kurang
3,3
a. Selalu mengikuti anjuran
dilakukan oleh tunanetra di
untuk kebersihan diri
1
Kepatuhan
Berperilaku
Sehat
UPT
Rehabilitasi
Sosial
terhadap kebersihan lingkungan
3,4
Cacat Netra Kota Malang
a. Mengikuti jadwal piket
untuk
membersihkan
adalah
dalam
hal
tempat tinggal
3
Kepatuhan
Berperilaku
Sehat
mengendalikan
stress
terhadap sakit dan penyakit
3,2
(2,73).
a. Melakukan anjuran untuk
menjaga kesehatan
Kepatuhan
Berperilaku
terhadap aktivitas

a.
b.

Sehat

Mengikuti jadwal olahraga

Mengikuti
istirahat
Kepatuhan
Berperilaku
terhadap Stress

3,02
3,23
2,82

jadwaal
7

Sehat
2,73

a.

Melakukan mengikuti cara


untuk
mengendalikan
stres dari panti
Kepatuhan
Berperilaku
Sehat
terhadap Rekreasi

a.

Mengikuti kegiatan panti


yang menyenangkan

5
3

Gambaran
Mutu
perilaku
Sehat
Para
penyandang
Tunanetra
Berdasarkan
Motivasi Berperilaku Sehat
Tunanetra di UPT Rehabilitasi
Sosial
Cacat
Netra
Kota
Malang

Perilaku sehat adalah


tindakan yang dilakukan
individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, dan
penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi,
berdasarkan batasan perilaku dari skinner perilaku sehat

merupakan respon seseorang (Organisme) terhadap stimulus


objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan
(Setiawati & Dermawan, 2008). Perilaku orang yang sehat dapat
dilihat pada individu yang memelihara dan meningkatkan
kesehatan (Notoatmodjo, 2010) dimana ketika individu dengan
kondisi kesehatan yang stabil berupaya aktif mencari cara untuk
mengubah kebiasaan pribadi yang sehat dan atau lingkungan
guna beralih ketingkat kesehatan yang lebih tinggi (Ali, 2010).
Mencakup mencegah dari sakit, kecelakaan, dan masalah
kesehatan yang lain (preventif) dan meningkatkan derajat
kesehatannya (promotif), yakni perilaku-perilaku terkait dengan
peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Juni
2014 di UPT Rehabilitasi sosial Cacat netra kota Malang ini
melibatkan 52 tunanetra, pada tabel 5.7 dapat diketahui mutu
perilaku sehat 52 para penyandang tunanetra berdasarkan
motivasi berperilaku sehat, dengan persentase tertinggi sebesar
42% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku
sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat baik, skor terendah
sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang,
sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup,
dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang.
Melalui motivasi berperilaku sehat mutu perilaku sehat
pada tunanetra dapat ditingkatkan motivasi merupakan kondisi
internal yang membangkitkan, mendorong tunanetra untuk
bertindak, mendorong untuk mencapai tujuan tertentu, dan
membuat tunanetra tertarik dengan kegiatan tertentu.
(Nursalam & Effendi, 2009). Motivasi dapat muncul dari dalam
diri tunanetra sendiri (internal), biasanya timbul dari perilaku
yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga tunanetra menjadi
puas terdiri dari sifat kepribadian, pengetahuan, dan sikap
(Purwanto, 1999). Serta motivasi yang muncul dari luar dirinya
sendiri (eksternal) meliputi lingkungan, pendidikan, agama,
sosial, ekonomi, kebudayaan, orang tua, dan saudara..
Bagi seorang tunanetra, tujuan motivasi berperilaku sehat
adalah sesuatu yang digunakan untuk menggerakkan atau
memacu individu agar timbul keinginan dan kemauan untuk

berperilaku sehat, sehingga dapat mencapai tujuan yang


diinginkan dalam meningkatkan peran, fungsi dan kemampuan
individu dalam membuat keputusan dalam memelihara
kesehatan. Melalui bagaimana makan-makanan yang sehat,
bagaimana untuk hidup di lingkungan yang sehat, bagaimana
individu tenang dan mampu beraktivitas dan beristirahat serta
menghadapi berbagai masalah kehidupan seperti stres. (corb,
2009). Melalui motivasi dalam berperilaku sehat dan merupakan
determinan yang sangat penting, karena motivasi dapat timbul
dalam diri untuk secara alami meningkatkan mutu perilaku
sehat. dalam penelitian di inggris, amerika dan australia orang
dengan kebutuhan khusus tersugesti untuk memeriksakan
dirinya pada pelayanan kesehatan sesering mungkin yang dapat
mereka lakukan (Kerr, 2004).
Berdasarkan tabel 5.11 dan 5.12 yang telah dijelaskan di
bab hasil penelitian dan analisa data, bentuk mutu perilaku
sehat dan mutu perilaku sehat yang paling sering dilakukan
adalah mutu perilaku sehat dalam kebersihan diri, dengan
penyataan seperti mandi dalam sehari, mencuci rambut,
mengganti pakaian, menggosok gigi, mencuci tangan dan
memotong kuku. Upaya hygiene pada tunanetra dalam
memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya baik secara fisik
maupun mental sangat penting dalam mengukur tingkat
kesejahteraan individu secara umum. Tingkat kebersihan sendiri
dinilai dari penampilan individu serta upayanya dalam menjaga
kebersihan dan kerapian tubuhnya setiap hari. Hal ini sangat
penting mengingat kebersihan merupakan kebutuhan dasar
manusia yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan
kondisi psikologis individu secara umum (Mubarak & Chayatin,
2005). Dengan menjaga kebersihan terhadap diri sendiri akan
membawa banyak manfaat bagi kehidupan tunanetra antara lain
tunanetra akan dapat merasakan hidup nyaman dan sehat.
Bentuk mutu perilaku sehat yang paling sering dilakukan
setelah kebersihan diri adalah mutu perilaku sehat dalam
kebersihan lingkungan. Dengan pernyataan mandi dengan air
bersih serta membersihkan kamar dan lingkungan sekitar.
Perilaku terhadap kesehatan lingkungan merupakan respon
seseorang terhadap limgkungan sebagai determinan kesehatan
manusia mencakup 1) perilaku sehubungan dengan air bersih,
termasuk manfaat dan penggunaan air bersih untuk
kepentingan kesehatan, 2) perilaku sehubungan dengan

pembuangan air kotor, yang menyangkut hygene, pemeliharaan


dan penggunaanya, 3) perilaku sehubungan dengaan limbah
padat maupun cair, termasuk sampah dan sistem pembuangan,
4) perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, meliputi
ventilasi pencahayaan, lantai dan sebagainya,
5) perilaku
sehubungan dengn pembersihan sarang nyamuk (Vektor) (Dewi
& Wawan, 2010) atau bagaimana seseorang merespon
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan
sebagainya,
dengan
demikian
lingkungan
itu
tidak
mempengaruhi kesehatannya atau dimana seseorang mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya
sendiri, keluarga, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Bentuk mutu perilaku sehat dan motivasi berperilaku
sehat yang masih kurang dilakukan oleh penyandang tunanetra
adalah perilaku terhadap makanan dan minuman. Respon
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap
dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang
terkandung didalamnya (Zat gizi), pengelolaan makanan dan
sebagainya (Dewi & Wawan, 2010). Nutrisi yang sesuai sangat
penting untuk menjaga kesehatan secara umum dan kesehatan
fisik, makanan sehat dapat membantu untuk menurunkan resiko
untuk terkena penyakit seperti penyakit jantung, kanker, stroke,
diabetes, sirosis hati dan atherosklerosis (Malhi, 2004). Makan
dengan menu seimbang (appropriate diet) dalam arti pola
makan sehari-hari memenuhi kebutuhan nutrisi (Notoatmodjo,
2010), dalam segi kualitas (mengandung zat gizi yang
diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang tetapi juga
tidak lebih) atau di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama
makanan empat sehat lima sempurna (sunaryo, 2006). Perilaku
yang kurang dari tunanetra untuk meningkatkan perilaku
terhadap makanan dan minuman dapat dlihat dari pernyataan
yang menggambarkan tunanetra yang kurang menghindari
makanan dan minuman yang dapat beresiko terhadap
kesehatan.
Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Corb tahun
2009 pada orang dengan keterbatasan fisik menunjukkan
motivasi berperilaku sehat merupakan proses dari beberapa
stase yang menggambarkan tindakan seseorang, tahap pertama
adalah tunanetra mengkategorikan motivasi berperilaku sehat

dalam faktor personal dan lingkungan, faktor personal berarti


faktor yang menggerakkan individu untuk melakukan sebuah
perilaku, bisa dari faktor internal tunanetra itu sendiri
sedangkan faktor lingkungan berarti faktor yang dapat
mempengaruhi individu untuk melakukan sebuah perilaku
sehatnya dari faktor diluar dirinya sendiri. Tahap kedua yaitu
tunanetra berencana untuk melakukan perilaku sehat dalam
tahap ini tunanetra menemukan pemecahan masalah bagaimana
mereka harus berperilaku bagaimana dan kapan mereka harus
mengimplementasikan perilaku sehat untuk mencapai tujuan
pada tahap pertama. Tahap ketiga adalah inisiatif tunanetra
untuk melakukan perilaku sehat, sebagai contoh adalah jika
individu ingin meningkatkan perilaku sehat pada tahap pertama
dan mencapai tujuan dari tahap kedua maka tunanetra harus
melakukan tindakan yang akan dilakukan sebagai contoh
mengikuti kegiatan olahraga untuk tetap sehat, membersihkan
lingkungan sekitar.
Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa
motivasi berperilaku sehat para penyandang tunanetra tertinggi
sebesar 42% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat baik.
Artinya dapat digambarkan bahwa motivasi berperilaku sehat
para penyandang tunanetra telah melakukan ketiga proses stase
dalam motivasi berperilaku sehat. Sedangkan berdasarkan skor
terendah sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang,
sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup,
dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi
berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang
berarti belum melaksanakan ketiga stase dalam motivasi
berperilaku sehat.
6.2

Gambaran Mutu perilaku Sehat Para penyandang Tunanetra


Berdasarkan Kepatuhan Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang

Kepatuhan didefinisikan oleh Michenbaum dan Turk


sebagai kemauan aktif seseorang dalam penerimaan mutu
perilaku dalam program yang telah ditentukan bersama dalam
mencegah perilaku yang tidak sehat. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Michenbaum dan Turk menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan menurunnya perilaku

sehat seseorang, salah satunya adalah rendahnya kepatuhan


seseorang dalam berperilaku sehat, sosial, ekonomi. Selain itu
proses rehabilitasi juga merupakan hal yang dapat berpengaruh
terhadap meningkatnya kepatuhan berperilaku sehat (Grindey
et al, 2008).
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Juni
2014 di UPT Rehabilitasi sosial Cacat netra kota Malang ini
melibatkan 52 tunanetra, pada tabel 5.9 dapat diketahui mutu
perilaku sehat 52 para penyandang tunanetra berdasarkan
kepatuhan berperilaku sehat, dengan persentase tertinggi
sebesar 38% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan
berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat baik,
presentasi terendah sebesar 2% tunanetra menunjukkan
memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu
perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra menunjukkan
memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu
perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan
memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu
perilaku sehat kurang.
Hal ini menunjukkan peningkatan derajat kesehatan
adalah tujuan utama dari perilaku sehat pada orang dengan
keterbatasan penglihatan, dengan berbagai kebutuhan dan
tingkat komplektisitas perawatan kesehatan yang berbeda-beda,
terlebih pada segi sosial, lingkungan dan status penglihatan
(Kerr, 2004), membuat orang dengan keterbatasan fisik
mempunyai masalah resiko kesehatan yang lebih besar
dibandingkan dengan orang pada umumnya (Young, Chesson &
Wilson, 2007). Kepatuhan (compliance), juga dikenal sebagai
ketaatan (adherence), dimana derajat seseorang mengikuti
anjuran
klinis
atau
profesional
kesehatan. Kepatuhan
merupakan istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan
atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan (Bastable, 2002).
Kepatuhan dapat dilihat melalui perubahan perilaku dari
perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang
mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2003). Melalui kepatuhan
perilaku sehat pada tunanetra dapat dilihat, melalui kemampuan
tunanetra mempertahankan program-program yang berkaitan
dengan promosi kesehatan, dimana bertujuan untuk membentuk
perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan
ke perilaku yang mentaati peraturan (Kholid, 2012).

Berdasarkan tabel 5.11 dan 5.13 Bentuk kepatuhan


berperilaku sehat yang paling sering dilakukan adalah
kepatuhan berperilaku sehat dalam kebersihan lingkungan,
dengan penyataan seperti mengikuti jadwal piket dalam
membersihkan lingkungan dan tempat tinggal. bagaimana
seseorang merespon lingkungannya baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, dengan demikian
lingkungan itu tidak mempengaruhi kesehatannya atau dimana
seseorang
mengelola
lingkungannya
sehingga
tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2010). Bentuk kepatuhan berperilaku sehat yang
paling sering dilakukan setelah kebersihan lingkungan adalah
kepatuhan berperilaku sehat dalam kebersihan diri dengan
pernyataan mengikuti anjuran yang diberikan panti dalam
menjaga kebersihan diri tunanetra. Hal ini disebabkan karena
program piket yang telah diberikan kepada tunanetra ini sudah
menjadi kebiasaan tunanetra dalam menjaga kebersihan
lingkungan mereka, dan tujuan dari menjaga kebersihan
lingkungan oleh tunanetra ini telah tunanetra pahami mengapa
mereka harus menjaga kebersihan lingkungan untuk kesehatan
mereka dan juga program dalam menjaga kebersihan diri
tunanetra adalah merupakan hal yang paling utama dalam
kegiatan belajar tunanetra itu sendiri dalam kelas ADL (Activity
Daily Living) yang setiap harinya tunanetra dilakukan evaluasi
untuk mengetahui bagaimana tingkat kebersihan tunanetra itu.
Sedangkan bentuk kepatuhan berperilaku sehat yang
kurang dilakukan tunanetra adalah kepatuhan berperilaku sehat
dalam mengendalikan stress. Stres merupakan hal yang alami
dialami setiap manusia, namun bagaimana reaksi manusia
dalam menghadapi berbagai macam tekanan dan perubahan
yang dialami (Malhi, 2004). Mengelola stress bukan
(menghindari stress) adalah bagian hidup dari manusia seharihari, dan sulit untuk dihindari. Oleh sebab itu, yang penting
bagaimana kita dapat mengelola atau mengatasi stress kita,
termasuk bagaimana kita bisa mengidentifikasi sumber stres
(stressor) agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan, baik
kesehatan
fisik
maupun
kesehatan
mental
(rohani)
(Notoatmodjo, 2010). Dengan keterbatasan yang ada pada
tunanetra itu menyebabkan tunanetra terganggu dalam proses
kehidupan sehari-hari termasuk sosialnya sehingga saat

tunanetra mengalami masalah dalam hidupnya akan mempunyai


solusi dalam memecahkan masalahnya sendiri.
Merupakan tujuan yang sangat penting sebagai kunci
untuk hidup dengan sehat. Dalam penelitian yang telah
dilakukan oleh michenbaum dan turk bahwa ada beberapa cara
yang dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan dalam
berperilaku sehat. Cara yang pertama adalah pengawasan pada
diri sendiri, hal ini sangat penting untuk digunakan sebagai
strategi untuk membuat tunanetra mampu patuh dalam
berperilaku sehat. Cara yang kedua pembentukan kognitif cara
ini dapat digunakan untuk berkontribusi dalam meningkatkan
kepatuhan dalam berperilaku sehat, dalam hal ini tunanetra
yakin dan percaya akan tindakan yang mereka patuhi adalah
untuk meningkatkan mutu perilaku sehat penyandang
tunanetra. Cara yang ketiga peningkatan dukungan pada
penyandang tunanetra juga mampu meningkatkan kepatuhan
dalam berperilaku sehat dan strategi yang terakhir yaitu
pemecahan masalah merupakan tindakan yang bermanfaat
untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan tunanetra dalam
meningkatkan kepatuhan dalam berperilaku sehat, evaluasi
hasil dan memilih solusi lain yang dapat diterapkan pada
penyandang tunanetra.
Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa
kepatuhan berperilaku sehat para penyandang tunanetra
tertinggi sebesar 38% tunanetra menunjukkan memiliki
kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku
sehat baik. Artinya dapat digambarkan bahwa kepatuhan
berperilaku sehat para penyandang tunanetra telah mau dan
aktif dalam mematuhi perilaku sehat dalam program yang telah
ditentukan bersama dalam mencegah perilaku yang tidak sehat
Sedangkan berdasarkan skor terendah dengan presentasi
sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan
berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang,
sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan
berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup,
dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan
berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang.
6.3

Hasil Analisis Pengaruh Motivasi Berperilaku Sehat terhadap


Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji t


pada tunanetra didapatkan nilai p<0,05. Nilai t hitung untuk
motivasi berperilaku sehat sebesar
4, 617 karena p<0,05
maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, sehingga secara
parsial motivasi berperilaku sehat berpengaruh terhadap mutu
perilaku sehat para penyandang tunanetra. Semakin baik
motivasi berperilaku sehat (X1) maka akan semakin baik mutu
perilaku sehat penyandang tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat netra.
Hasil yang signifikan dari data tersebut juga didukung
oleh beberapa data yang didapat dari penelitian yang dilakukan
dengan lembar kuesioner. Data tentang motivasi berperilaku
sehat didapatkan mutu perilaku sehat 52 para penyandang
tunanetra berdasarkan motivasi berperilaku sehat, dengan
persentase tertinggi sebesar 42% tunanetra menunjukkan
memiliki motivasi berperilaku sehat tinggi dengan mutu
perilaku sehat baik, skor terendah sebesar 2% tunanetra
menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat sedang
dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra
menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah
dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra
menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah
dengan mutu perilaku sehat kurang.
Perilaku sehat merupakan segala sesuatu aktivitas untuk
menyeimbangkan, meningkatkan derajat kesehatan atau
mencegah timbulnya suatu penyakit, meliputi olahraga,
makanan, memeriksakan diri, mencuci tangan, menggosok gigi
dan semua perilaku yang berhubungan dengan perilaku sehat
(Xu, 2009). Perilaku sehat merupakan tindakan manusia untuk
mempertahankan kehidupan yang sehat. Motivasi berperilaku
sehat akan memberikan individu penguatan terhadap setiap
tindakan yang akan dilakukan. Motivasi merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang
diindikasikan dengan adanya 1) hasrat dan minat untuk
melakukan kegiatan, 2) dorongan dan kebutuhan untuk
melakukan kegiatan, 3) harapan dan cita-cita, 4) penghargaan
dan penghormatan atas diri, 5) lingkungan yang baik serta, 6)
kegiatan yang menarik (Uno, 2007).

Hal ini diperkuat dengan teori yang diungkap Oemar,


2000 dan Sardiman, 2007 bahwa dengan meningkatkan motivasi
seseorang maka akan mendorong manusia untuk berbuat,
menentukan arah perbuatan kearah tujuan yang hendak dicapai,
menyeleksi perbuatan yang harus dikerjakan dan menyisihkan
perbuatan yang tidak bermanfaat. Motivasi dalam berperilaku
sehat merupakan hal yang kompleks pada tunanetra, karena hal
ini menyangkut ketertarikan tunanetra dalam mencari hal-hal
yang menyangkut perilaku sehat. Tentu saja motivasi dalam
berperilaku sehat ini sangat mempengaruhi mutu perilaku sehat
tunanetra. Banyak penelitian menyebutkan bahwa motivasi
berperilaku sehat merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi meningkatnya mutu perilaku sehat seseorang
(Alhyas, Nielsen, Dawoud, & Majeed, 2013). melihat adanya
pengaruh motivasi berperilaku sehat terhadap mutu perilaku
sehat para penyandang tunanetra dapat disimpulkan bahwa
semakin baik motivasi berperilaku sehat tunanetra maka mutu
perilaku sehat tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra
juga semakin baik.

6.4

Hasil Analisis Pengaruh Kepatuhan Berperilaku Sehat Terhadap


Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji t


pada responden tunanetra didapatkan nilai p<0,05. Nilai t
hitung untuk kepatuhan berperilaku sehat sebesar 4,748 karena
p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, sehingga
secara parsial kepatuhan berperilaku sehat berpengaruh
terhadap mutu perilaku sehat tunanetra. Semakin tinggi
kepatuhan berperilaku sehat tunanetra (X2) maka akan semakin
baik mutu perilaku sehat tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Netra Kota Malang.
Hasil yang signifikan dari data tersebut juga didukung
oleh beberapa data yang didapat dari penelitian yang dilakukan
dengan lembar kuesioner. Data tentang kepatuhan berperilaku
sehat didapatkan mutu perilaku sehat 52 para penyandang
tunanetra berdasarkan kepatuhan berperilaku sehat, dengan
persentase tertinggi sebesar 38% tunanetra menunjukkan
memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu

perilaku sehat baik, presentasi terendah sebesar 2% tunanetra


menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang
dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra
menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah
dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra
menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah
dengan mutu perilaku sehat kurang.
Kepatuhan sering digunakan dalam istilah program
terapeutik, menggambarkan perilaku yang menunjukkan
seseorang akan merubah perilakunya atau patuh karena mereka
diminta untuk itu (Brunner & Sudarth, 2002). Kepatuhan adalah
perilaku positif yang diperlihatkan seseorang saat mengarah ke
tujuan terapeutik yang telah ditentukan bersama, kepatuhan
harus dilihat secara keseluruhan, bukan terpisah-pisah (yakni
kepatuhan atau ketidak patuhan) (Kaplan, 2010). Kepatuhan
dalam program kesehatan merupakan perilaku yang dapat
diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur.
Kepatuhan maupun kesetiaan (adherence) mengacu pada
kemampuan untuk mempertahankan program-program yang
berkaitan dengan promosi kesehatan. Kepatuhan adalah
merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak
mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan
(Notoatmodjo, 2003).
Perubahan
pengaturan
perilaku
bertujuan
untuk
menurunkan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan,
tidaklah mudah untuk merubah pemikiran tentang perilaku
sehat seseorang, terlebih lagi orang dengan keterbatasan fisik
(Young, Chesson & Wilson, 2007). Ini merupakan sifat alami
manusia bahwa, manusia akan merubah perilaku lamanya pada
perilaku yang baru jika mereka percaya terhadap alasan
mengapa mereka harus melakukan perilaku sehat, Keefektifan
diri adalah keyakinan klien terhadap kemampuannya dalam
mengadopsi, melakukan dan mempertahankan perilaku sehat
yang baru. Rasa positif terhadap diri sendiri juga mempengaruhi
kepatuhan secara positif (Carpenito, 2009).
Kepatuhan menuntut adanya perubahan perilaku yang
dipengaruhi secara positif oleh 1) rasa percaya yang telah
terbentuk sejak awal dan berkelanjutan terhadap tenaga
kesehatan profesional, 2) penguatan dari orang terdekat, 3)

persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit, 4) persepsi


bahwa penyakit yang diderita serius, 5) bukti bahwa kepatuhan
mampu mengontrol munculnya gejala atau penyakit, 6) tidak
mengganggu aktivitas keseharian individu atau orang terdekat
lainnya, 7) rasa positif terhadap diri sendiri. Tunanetra yang
direhabilitasi dengan berbagai program yang telah ditentukan
harus
mematuhi
program-program
tersebut
untuk
meningkatkan perilaku sehatnnya. Meningkatkan kepatuhan
perilaku sehat pada tunanetra adalah merupakan salah satu hal
yang rumit karena dengan berbagai permasalahannya, sehingga
membutuhkan peranan dari orang terdekat, profesional
kesehatan seperti pendidikan kesehatan, memberikan arahan
tentang perilaku sehat, dan melatih untuk melakukan aktivitas
dengan mandiri (Kholid, 2012).
Kepatuhan harus dilihat secara keseluruhan, dalam
program kesehatan
agar dapat diobservasi dan diukur.
Kepatuhan maupun kesetiaan (adherence) mengacu pada
kemampuan untuk mempertahankan program-program yang
berkaitan dengan promosi kesehatan, dimana bertujuan untuk
membentuk perubahan perilaku dari perilaku yang tidak
mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan.
Dimana tunanetra dengan perilaku sehat sangat dipengaruhi
oleh kebiasaan, yang pada dasarnya muncul saat tunanetra itu
patuh terhadap program atau kegiatan yang disarankan dan
telah disepakati bersama, oleh karena itu perlu dikembangkan
suatu strategi yang bukan hanya untuk merubah perilaku, tetapi
juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Melalui
pengontrolan diri yang membutuhkan pemantauan terhadap diri
sendiri. melihat adanya pengaruh kepatuhani berperilaku sehat
terhadap mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra dapat
disimpulkan bahwa semakin baik kepatuhan berperilaku sehat
tunanetra maka mutu perilaku sehat tunanetra di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra juga semakin baik.
6.5

Hasil Analisis Perbedaan Pengaruh Motivasi dan Kepatuhan


Berperilaku Sehat terhadap Mutu Perilaku Sehat Para
penyandang Tunanetra

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Model


Summaryb pada tunanetra didapatkan hasil analisis yaitu pada
variabel motivasi berperilaku sehat (X 1) dan variabel kepatuhan
berperilaku sehat (X2), pada angka R dengan P (probabilitas)

atau signifikansi sebesar 0,800 menunjukkan bahwa korelasi


atau hubungan antara variabel X 1 dan X2 dengan variabel Y
adalah kuat, karena P (probabilitas) atau signifikansi angka ini
berada diatas 0,05.
Terganggunya orang dengan keterbatasn penglihatan
yang ada dalam hal ini adalah penyandang tunanetra adalah
dalam segi interaksi dengan sosial, komunitas atau institusi,
interpersonal akan berdampak pada kehidupan orang dengan
tunanetra. Faktor ini yang dapat meningkatkan kesehatan
tujuan dalam perilaku sehat, dan menurunkan perbedaan status
kesehatan yang berpotensial untuk mengganggu orang dengan
keterbatasan penglihatan. Motivasi dan kepatuhan berperilaku
sehat tentang resiko gangguan kesehatan dan determinannya
adalah hal yang penting dalam meningkatkan mutu perilaku
sehat, peran dari profesional pendidik dan kesehatan
merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi faktorfaktor dari resiko perilaku yang tidak sehat pada orang dengan
keterbatasan.
Perilaku sehat adalah perilaku orang yang sehat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
dimana ketika individu dengan kondisi kesehatan yang stabil
berupaya aktif mencari cara untuk mengubah kebiasaan pribadi
yang sehat dan atau lingkungan guna beralih ketingkat
kesehatan yang lebih tinggi (Ali, 2010), mencakup mencegah
dari sakit, kecelakaan, dan masalah kesehatan yang lain
(preventif) dan meningkatkan derajat kesehatannya (promotif),
yakni perilaku-perilaku terkait dengan peningkatan kesehatan
(Notoatmodjo, 2010).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Young, Chesson
& Wilson tahun 2007 menunjukkan bahwa orang dengan
keterbatasan fisik mempunyai sedikit ketertarikan terhadap
kebutuhan mereka tentang perilaku sehat (Young, Chesson &
Wilson, 2007). Memanajemen perilaku yang beresiko melalui
perubahan perilaku pada orang dengan keterbatasan fisik
merupakan hal yang harus ditingkatkan oleh profesional
kesehatan dan pendidik, untuk memudahkan tunanetra senyaman
mungkin memilih perilaku sehat yang sesuai dan senyaman
mungkin yang mereka dapat lakukan dalam keseharian mereka
(Young, Chesson & Wilson, 2007). Sehat diartikan sebagai
individu dengan kemampuan mandirinya dalam mendapatkan
sumber dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam perilaku

sehat dan kemampuan untuk berada dalam sistem kesehatan


yang ada (WHO, 2009), motivasi dan kepatuhan tunanetra dalam
berperilaku sehat merupakan faktor kunci dalam status
kesehatan individu. Determinan dalam perilaku sehat yang
relevan dan penting pada kesehatan individu dengan
keterbatasan fisik dalam akses dan penggunaan fasilitas
kesehatan untuk mencegah, mengetahui dan menangani masalah
yang ada (WHO, 2009). Akan tetapi motivasi berperilaku sehat
merupakan dominan yang sangat penting dibandingkan
kepatuhan berperilaku sehat untuk terbentuknya perilaku
seseorang karena keinginan dan kemauan ini muncul dari dalam
diri dalam meningkatkan mutu perilaku sehat dan akan
membawa pengaruh terhadap perubahan perilaku tunanetra ke
perilaku kearah yang lebih baik, perilaku yang didasari oleh
keinginan yang kuat dari dalam diri akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari motivasi berperilaku sehat.
Hal ini juga dapat dilihat dari nilai Sumbangan Efektifitas
(SE) yaitu pada variabel motivasi berperilaku sehat (X1) pada
para penyandang tunanetra sebesar 31,36%, sedangkan nilai SE
pada variabel kepatuhan berperilaku sehat (X 1) pada para
penyandang tunanetra sebesar 20,4% yang mana nilai SE
motivasi berperilaku sehat para penyandang tunanetra lebih
besar dibandingkan dengan nilai SE kepatuhan berperilaku
sehat para penyandang tunanetra.

Anda mungkin juga menyukai