BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Biopsi adalah pengambilan sebagian kecil jaringan tubuh untuk
pemeriksaan laboratorium. Dari biopsi dapat diketahui adanya jaringan
abnormal, lesi, tumor, atau massa. Biopsi yang paling sering dilakukan adalah
untuk mencari kecenderungan adanya keganasan. Tetapi biopsi juga dapat
membantu mengidentifikasi kondisi lain.
Macam-macam biopsi diantaranya adalah biopsi kapsul, biopsi
endoskopi, biopsi jarum, biopsi eksisional, dan oral punch biopsy. Dalam
kebanyakan kasus, biopsi dilakukan untuk mendiagnosis masalah atau untuk
membantu menentukan pilihan terapi yang terbaik. Biopsi dapat menjadi salah
satu prosedur kilinis untuk menentukan diagnosis keganasan yang tersering
pada wanita, diantaranya adalah kanker mamae, kanker serviks dan kanker
ovarium.
Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka kami membahas mengenai
biopsi; contoh-contoh prosedur biopsi seperti lip bipsy, oropharinx biopsy,
percutaneous radiofrequency ablation of liver tumor, temporal artery biopsy,
biopsi pada kanker mammae, biopsi pada kanker serviks, dan biopsi pada
kanker ovarium.
I.2 Tujuan dan Manfaat
I.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prosedur klinis dalam onkologi.
I.2.3 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai
prosedur klinis dalam onkologi bagi penulis
2. Memberikan wawasan tentang prosedur klinis dalam onkologi
kepada mahasiswa lain.
3. Memberikan tambahan referensi bagi almamater.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Biopsi
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia
untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dari bahasa latin bios yang berarti
hidup dan opsi berarti tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah
pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke
laboratorium
untuk
diperiksa.
Biopsi
kebanyakan
dilakukan
untuk
Biopsi tusuk jarum atau yang lebih dikenal dengan Fine Needle
Aspiration biopsi yang biasa disingkat FNAB. FNAB adalah suatu
tindakan biopsi tumor atau benjolan yang dilakukan dengan jarum halus
25G berdiameter 0,5 mm atau lebih kecil, untuk mengambil contoh
jaringan lalu memeriksanya dibawah mikroskop secara sitologi. Dengan
FNAB diperoleh diagnosis tumor apakah jinak atau ganas, tanpa harus
melakukan sayatan atau mengiris jaringan, sehingga keraguan seorang
penderita apakah dirinya menderita kanker atau tidak segera terjawab
dengan cepat dan akurat. (Schawtz, 2000)
Tindakan FNAB ini mudah dikerjakan, waktunya cepat hanya
memerlukan beberapa detik, tidak nyeri, relatif tanpa komplikasi, biaya
murah dan akurasinya cukup memuaskan. Dapat dikerjakan pada siapa
saja, laki-laki atau perempuan, orang tua, anak-anak, bahkan pada bayi.
FNAB dapat dilakukan pada tumor yang terletak di permukaan tubuh
yang dapat dilihat atau diraba seperti tumor kulit, payudara, kelenjar
gondok, dan kelenjar getah bening. Untuk tumor-tumor organ tubuh yang
lebih dalam, juga dapat dilakukan FNAB, namun biasanya dibutuhkan
bantuan dokter ahli radiologi untuk membimbingnya dengan USG,
misalnya pada tumor paru, tumor hati, tumor ginjal, tumor pankreas dsb.
(Schawtz, 2000)
FNAB juga sangat dianjurkan pada penderita tumor atau kanker
dengan keadaan umum lemah, sehingga dapat ditegakkan diagnosisnya
segera dengan risiko yang rendah, dimana pemeriksaan ini biasanya
untuk
memastikan
stadium
penyakit
dan
tindakan
Positif
Sitologi positif merupakan worning untuk melakukan
tindakan
lebih
lanjut
antara
lain
survei
metastasis,
10
Negatif
Sitologi negatif atau kelainan jinak, belum dapat
menyingkirkan adanya kanker, perlu dipikirkan kemungkinan
negatif palsu. Negatif palsu dapat terjadi karena kesalahan
teknis, sehingga sejumlah sel tumor tidak terdapat pada
sediaan. Bila terdapat diskrepansi sitologi dan data klinik,
alternatif tindakan terbaik adalah biopsi bedah. Akan tetapi,
pada kasus sitologi negatif dengan spesifikasi kelainan dan
cocok dengan gambaran klinik, maka pola pengobatan dapat
ditentukan. (Boone, 2012)
Suspek
Sitologi dari suspek mungkin memerlukan pemeriksaan
lain sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan potongan
beku ataupun sitologi imprint atau kerokan durante
operasionam. (Boone, 2012)
Inkonklusif
Inklonkusif dapat terjadi karena kesalahan teknik atau
karena kondisi tumor yang terganggu, misalnya mudah
berdarah,
jaringan
ikat
yang
banyak
sehingga
sulit
11
12
handle plastik, seperti yang terlihat pada gambar 1 dan 2. Diameter dari
pisau punch bervariasi antara 2 sampai 10 mm. (Pedersen, 1997)
13
b.
tumor,
karena
infiltrasi
dengan
anestesi
cenderung
d.
(Boone, 2012)
Memperoleh sampel biopsi dengan punch biopsy
Selama punch biopsy, punch dimasukan ke dalam mukosa
dengan gerakan rotasi untuk menyertai pemotongan jaringan
dengan kedalaman yang tepat. (Boone, 2012)
Gambar 2.6 Ilustrasi Punch Biopsy Pada Area Mukosa Bukal (Michael, 2009)
e.
Memastikan hemostatis
Jika memungkinkan, tempat biopsi seharusnya dijahit
untuk menutup luka dan menjamin hemostasis yang baik.
14
paratiroid
neoplasma, kista
dermoid,
b.
15
c.
II.4.4 Peralatan
a.
b.
c.
Pistol grip jarum suntik (jika teknik aspirasi yang digunakan): ini
sangat dianjurkan dan memungkinkan hasil lebih seragam dan
manipulasi lebih mudah dari jarum.
d.
e.
Object glass
f.
II.4.5 Teknik
a. Persiapan
a)
b)
c)
d)
Bersihkan kulit yang melapisi masa target dengan pad atau swab
disiapkan dengan alkohol (atau povidone-iodine [Betadine]), lalu
keringkan dengan kain kasa steril.
e)
b. Teknik Aspirasi
16
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Setelah ditarik, lepaskan jarum suntik dari jarum. Isi jarum suntik
dengan udara dan kemudian pasang kembali ke jarum yang
mengandung spesimen.
g)
Eksisional
secara
klinis
diindikasikan
bila
mengarah
ke
17
Jaringan kelenjar yang terlibat meliputi kedua kelenjar saliva minor dan
mayor serta kelenjar lakrimal. (Fraioli, 2008)
II.5.2 Indikasi Biopsi Bibir
Biopsi harus dilakukan pada setiap lesi oral yang terus berlanjut
a.
c.
(Mcginn, 2012)
II.5.3 Kontraindikasi Biopsi Bibir
a.
b.
c.
II.5.4 Anesthesia
Lip biopsi untuk lesi mukosa atau kelenjar ludah minor biasanya
dilakukan anestesi lokal di bagian bawah, dengan menggunakan 1%
atau 2% lidocaine dengan 1:100.000 epinefrin. Prosedur pada anakanak mungkin memerlukan sedasi.
Topikal anestesi semprot biasanya tidak cukup untuk anestesi
dalam
kasus
biopsi,
meskipun
beberapa
dokter
mungkin
18
b)
c)
d)
19
kembali.Sayatan
tegak
lurus
dengan
sumbu
panjang
luar
batas
vermilion
atau
ke
jaringan
gingiva
untuk
20
pada
bibir. Mereka
baik
dirancang
untuk biopsi
21
evaluasi
patologis
dan
menempatkan
mereka
dalam
22
II.5.7 Komplikasi
23
Biopsi harus dilakukan pada setiap lesi oral yang terus berlanjut
b.
c.
b.
signifikan
Ada permasalahan pada jalan nafas sehingga dapat diperburuk oleh
c.
biopsi.
Lesi terletak di dekat struktur vital yang bisa terluka oleh biopsi
d.
II.6.4 Anestesi
Biopsi untuk lesi orofaringeal mukosa dapat dilakukan dengan
anestesi lokal, dengan menggunakan 1% atau 2% lidokain, dengan
1:100.000 epinefrin.
24
b.
Inject di lokasi biopsi yang diinginkan, dengan menggunakan 27 atau 30-gauge jarum dan 1 - untuk 3-mL suntik. Situs posterior
mungkin memerlukan penggunaan jarum kecil-gauge tulang
belakang. (Johnathan, 2012)
II.6.5 Peralatan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
25
i.
j.
k.
Jahitan
Metode Kauter (perak nitrat, elektrokauter, atau laser)
Spesimen botol dengan 10% formalin (Johnathan, 2012)
II.6.6 Teknik
a. Persiapan
a)
b)
c)
26
keseluruhan,
mereka
mungkin
tidak
Pendarahan
b.
c.
d.
27
disarankan)
6. Tumor yang meliputi> 40% dari volume hepar (tumor ukuran ini tidak
dapat diablasi karena fungsi hepar kiri setelah percutaneous
radiofrequency ablation [PRFA] mungkin tidak cukup untuk
mengkompensasi fungsi hepar.)
7. Hubungan anatomis dengan struktur vital seperti pembuluh dan organ
yang berdekatan
8. Lesi yang lebih besar dari 5 cm (kontraindikasi relatif)
9. PRFA harus digunakan dengan hati-hati untuk lesi lebih besar dari 5
cm.
28
10.
Pasien dengan lesi metastasis lebih besar dari 3 cm (lesi ini tidak
yang
diperlukan
untuk
pencitraan
percutaneous
29
diposisikan
dalam
tumor. Ketika
jarum benar
II.7.6 Komplikasi
Banyak studi
telah
mengkonfirmasi
bahwa
percutaneous
30
ini
mempengaruhi
karakteristik
cabang
arteri
b.
c.
d.
II.8.3 Kontraindikasi
Biopsi merupakan kontraindikasi pada pasien yang telah
menjalani
pengobatan
jangka
panjang
dengan
terapi
31
dari
biopsi
yang
benar
dilakukan. Tingkat
biopsi
32
II.8.6 Komplikasi
Risiko serius biopsi termasuk cedera pada cabang-cabang saraf
a.
auriculotemporal
atau
wajah,
perdarahan,
infeksi
luka,
dan
pembentukan hematoma.
b.
33
supraklavikula
dan organ/tempat
kemungkinan
metastase
jauh.
(Suyatno, 2010)
Adapun tanda dan gejala kanker payudara:
1.
2.
sakit.
Bentuk putting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit teru
menerus) atau putting mengeluarkan cairan/darah (nipple
3.
discharge).
Ada perubahan pada kulit payudara diantaranya berkerut seperti
kulit jeruk (peau dorange), melekuk ke dalam (dimpling) dan
4.
borok (ulcus).
Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara
5.
6.
7.
8.
(nodul satelit).
Ada luka putting di payudara yang sulit sembuh (paget disease).
Payudara terasa panas dan, memerah dan bengkak.
Terasa sakit/nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker).
Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya
9.
payudara.
10. Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara.
Pemeriksaan ini (anamnesis dan pemeriksaan fisik) mempunyai
akurasi untuk membedakan ganas atau jinak sekitar 60 %-80% (eror
20%-40%) oleh karenanya memerlukan pemeriksaan tambahan.
(Suyatno, 2010)
II.9.1.2 Ultrasonografi (USG) payudara
USG secara umum diterima sebagai metode terpilih untuk
membedakan masa kistik dengan solid dan sebagai guide untuk biopsi.
Penggunaan
USG
untuk
tambahan
mamografi
meningkatkan
34
2003
merekomendasikan
pemeriksaan
35
(comet sign).
Gambaran transusen disekitar tumor.
Gambaran stelata.
Adanya mikroklasifikasi sesuai kriteria Egan.
Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder:
a)
b)
c)
d)
e)
teratur.
f) Kepadatan jaringan subareolar yang berbentuk utas.
Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria Egan
adalah kalsifikasi dengan lokasi di parenkim payudara, ukuran kurang
dari 0,5 mm, jumlah lebih dari 5 dan bentuk stelata.
Pada lesi nonpalpable gambaran mamografi dapat dibagi menjadi
2 kategori: mikrokalsifikasi dan perubahan densitas. Mikrokalsifikasi
dapat berkelompok (clustered) atau menyebar (scattered). Perubahan
densitas mencakup masa terpisah-pisah (dicsrete masses).
Distorsi arsitektur, dan asimetri. Gambaran mamografi yang
paling prediktif untuk malignansi adalah masa berspekula (stelata),
mikrokalsifikasi berkelompok dan mikrokalsifikasi di dalam massa.
Sistem pelaporan hasil mamografi adalah mengacu pada sistem
yang dimiliki ACR (American College of Radiology) yaitu BIRADS
(Breast Imaging Reporting and Data System). Sistem pelaporan ini
disamping memberikan informasi hasil pemeriksaan juga tentang
rencana tindakan yang sesuai. Negatif palsu mammografi menurut data
dari Breast Cancer Detection Demonstration Project berkisar 8%-10%.
Satu sampai tiga persen wanita yang secara klinis suspek maligna,
mammogram dan sonogram-nya negative masih mungkin memiliki
kanker payudara. (Suyatno, 2010)
II.9.1.4 MRI (Magnetic resonance imaging)
36
yang
tinggi.
Sensitivitas
MRI
mencapai
98%
tapi
37
formation,
nuclear
pleomorfism
dan
mitotic
activity.
pencitraan
lainnya.
Spesialis
anestesi
kadang-kadang
38
kelainan
genetik
sindrom
Klinefelter,
yang
39
40
Pasien
biasanya
duduk
sementara
dokter
41
42
jarum
yang
luas
dengan
cutter
yang
43
jaringan.
Para ahli bedah atau ahli radiologi kemudian merubah tombol
kontrol pada probe biopsi yang merubah wadah sampel ke posisi
baru. Prosedur ini diulang sampai semua bidang yang diinginkan
telah diisi sampel. Dengan cara ini, sampel dapat diambil di
seluruh daerah yang abnormal melalui penyisipan probe biopsi
tunggal. Dengan biopsi inti tradisional, sampling beberapa daerah
akan melibatkan insersi berulang dari instrumen biopsi. (Stppler,
2008)
Biopsi payudara dibantu vakum dilakukan dengan anestesi
lokal dan meninggalkan sayatan kecil yang tidak memerlukan
jahitan untuk penutupan. Dibutuhkan kurang dari satu jam untuk
melakukan prosedur, dan pasien biasanya dapat kembali ke
kegiatan normal segera setelah prosedur. (Stppler, 2008)
4. Excision biopsy juga bisa dilakukan dalam berbagai cara:
a) Biopsi bedah dari pertumbuhan teraba (lumpectomy):
Prosedur ini menghilangkan sebagian atau seluruh dari
pertumbuhan payudara, atau benjolan. Dokter membuat
sayatan satu atau dua inci (sekitar 2,5 sampai 5 cm) untuk
menemukan dan mengambil sampel. Jika benjolan kecil dan
berukuran atau kurang dari satu inci (2,5 cm), dokter
biasanya mengambil seluruh benjolan untuk pengujian. Jika
benjolan besar, dokter biasanya hanya menghilangkan
sebagian untuk pengujian. Jika kanker ditemukan, sisa
benjolan dapat dihapus pada saat biopsi atau di lain waktu.
(Stppler, 2008)
Dokter menutup sayatan dengan jahitan atau klip yang
tetap di tempat selama sekitar satu minggu. Pasien yang
menerima anestesi umum akan membutuhkan sekitar satu
jam untuk pulih dari rasa kantuk setelah operasi. (Stppler,
2008)
44
f.
Risiko
komplikasi,
seperti
infeksi
dan
45
mediastinum
dan
organ
visceral
(terutama
hepar).
(Stoppler,2008)
II.9.1.7 Pemeriksaan Laboratorium dan Marker
Pemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah darah
rutin, alkaline phospatase, SGOT, SGPT dan tumor kanker. Kadar
alkaline phospatase yang tinggi dalam darah mengindikasikan adanya
metastasis ke liver, saluran empedu, dan tulang. SGOT dan SGPT
merupakan gambaran
payudara
bertujuan
untuk
mendapatkan
kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu
terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh
adanya periode bebas penyakit (disease free interval) dan peningkatan
harapan hidup (overall survival), dilakukan pada kanker payudara stadium
I, II dan III. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
tanpa adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium
IV.
Adapun
46
Skin
Sparing
Mastectomy
(SSM),
Nipple
Sparing
Mastectomy (NSP) dan Breast Conserving Treatment (BCT). Jenisjenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang
berbeda-beda. (Stoppler,2008)
CRM adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta
tumor, nipple areola komplek, kulit di atas tumor, otot pektoralis
mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan
bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pectoral tanpa ada
metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena morbiditas
tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding dengan MRM. (Stoppler,
2008)
MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara
beserta tumor, nipple areola kompleks, kulit di atas tumor dan fascia
pectoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada
kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis
operasi yang banyak dilakukan. Kuratifitas sebanding dengan CRM.
(Stoppler, 2008)
SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara
beserta tumor dan nipple areola kompleks dengan mempertahankan
kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini
harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya
adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap).
LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan pada
tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau
stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT. (Stoppler, 2008)
NSP adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara
beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola kompleks dan
kulit serta diseksi aksila leve I-II. Operasi ini, juga harus disertai
rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM
flap, LD flap atau implant. Dilakukan tumor stadium dini dengan
47
terutama
yang
kemoterapi
bersifat
sistemik,
berbeda
dengan
48
(pembedahan).
Tujuannya
adalah
untuk
mendapatkan
49
50
51
rata 1%-3%).
Limfedema. (Stoppler, 2008)
52
II.10.1 Diagnosis
II.10.1.1 Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap)
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada
kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan
oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau
dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang
memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan seha dan sakit.
Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa
gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara
histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang
representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja
interpretasi yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan
karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena
kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter
dan laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Dokter yang
mengirim sediaan harus memberikan informasi klinis yang lengkap,
seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada),
kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala dan hasil
pemeriksaan ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen
ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga
komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam
sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan
negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk mendapatkan informasi
sitologi yang baik dianjur-kan melakukan beberapa prosedur. Sediaan
harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang dipakai harus
kering
tanpa
pelumas.
Komponen
endoserviks
didapat
dengan
menggunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan
komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan
53
segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim (bisa
melalui pos) ke laboratorium sitologi terdekat. (Wiknjosastro, 2008)
54
II.10.1.2 Kolposkopi
Tes diagnostik lain ialah kolposkopi, dengan bantuan kolposkop
bila sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan
sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya
(pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan
morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai
perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan
perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan
serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah
yang terbentuk akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat
seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga biopsi dapat dilakukan lebih
terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus
dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan
diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%. (Wiknjosastro,
2008)
55
II.10.1.3 Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosakolumnar (SSK) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak
terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di
dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan
diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat
biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10
%. Dikenal ada beberapa prosedur biopsy, yaitu:
a. Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy):
prosedur yang menggunakan laser atau scalpel bedah untuk
mengambil jaringan.
b. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): prosedur yang
menggunakan kabel yang berbentuk ikal untuk mengambil
jaringan.
c. Endocervical curettage: prosedur yang menggunakan instrument
kecil berbentuk sendok, yang disebut kuret untuk mengikis jaringan
dari dalam serviks.
56
II.10.1.4 Konisasi (Cone biopsy atau cold cone biopsy atau cold knife cone
biopsy)
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan
diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase.
Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan
kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat
dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pemeriksaan ini dikerjakan
dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan
yang akan diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal
(berwarna coklat tua karena menyerap Iodium) dengan bagian porsio
yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap Iodium). Kemudian
jaringan direndam dalam larutan formalin 10% untuk dikirim ke
Laboratorium Patologi Anatomi. Konisasi diagnostik dilakukan pada
keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
57
f.
Barium enema.
MRI, CT, limfangiografi, PET (positron emission tomography)
58
c.
II.10.2.3 Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan
untuk menjalani kemoterapi. Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan
kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang
dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan
dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan
periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan
pemulihan, begitu seterusnya. (Wiknjosastro, 2008)
59
tipe
I.
Bila
fungsi
reproduksi
masih
elektrokoagulasi
atau
elektrofulgerasi,
bedah
kryo
60
Pada stadium Ia2, dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi
kurang dari 5mm, kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe
sekitar 7%. Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi
radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik atau
radiasi bila ada kontraindikasi operasi. Bahkan, limfadenektomi dapat
diabaikan bila tidak ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita yang
masih ingin hamil dapat dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan
lebih bersifat individual. Bila dijumpai invasi limfe atau vaskular
sebaiknya dilakukan histerektomi atau radiasi karena kemungkinan
adanya anak sebar ke kelenjar getah bening. (Wiknjosastro, 2008)
Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai
kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau
hanya 1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan
pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan
seperti KIS di atas.
Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal
dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik dengan/tanpa
kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Sama
halnya dengan diberikan terapi radiasi. Pada penderita yang berusia
muda operasi radikal lebih disukai karena dapat mempertahankan
fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran
lesi <2cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal asalkan tidak
dijumpai anak sebar pada kelenjar getah bening pelvik. Disamping
dapat mempertahankan fungsi hormonal, keunggulan lain terapi
operatif tidak terjadi stenosis vagina akibat radiasi yang dapat
mengganggu aktivitas seksual, di samping itu, tidak akan terjadi
kekambuhan pada serviks dan uterus. Pemilihan terapi radiasi lebih
ditujukan pada kasus dengan indikasi kontrasepsi. (Wiknjosastro,
2008)
Pada stadium IIa, jenis terapinya tergantung pada perluasan
tumor ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan
histerektomi radikal, limfadenektomi pelvik, dan vaginektomi bagian
61
Indikasi
Stadium IA1
Tipe II
(
radikal
termodifikasi)
Stadium
IA2
sampai IIA
Tipe III
(
histerektomi
radikal)
Stadium
IA2
sampai IIA
Tipe IV
Tipe V
Prosedur
Histerektomi
ekstrafascial
dan pembuangan jaringan
serviks
Arteri
uterina
yang
menyilang
ureter
diligasi.
Ligamen
uterosakral dan kardinal
dipisahkan di tengah ke
arah perlekatan masingmasing
di
dinding
sakrum dan pelvik.
Arteri uterina diligasi
bermula
dari
arteri
vesika superior dan
arteri iliaka interna.
Ligamen uterisakral dan
kardinal dipisahkan di
tengah
ke
arah
perlekatan
masingmasing
di
dinding
sakrum
dan
pelvik.
Setengah bagian vagina
atas diangkat.
Diseksi ureter secara
total
dari
ligamen
vesikouterina,
arteri
vesika superior diambil
dan tiga perempat dari
vagina diangkat.
Melibatkan
reseksi
tambahan pada bagian
vesika urinaria atau
distal
ureter
dan
reimplantasi ureter ke
vesika urinaria.
62
mempertahankan
fungsi
dari
ovarium.
Jika
pasien
63
a. Faktor Kliniko-Patologik
Kombinasi faktor klinis dan hasil pemeriksaan patologi anatomi
dari jaringan operasi yang disebut sebagai faktor kliniko-patologik saat
ini digunakan sebagai faktor prognosis pada pasien kanker serviks uteri.
b. Stadium
Angka ketahanan hidup 5 tahun untuk karsinoma serviks adalah
68% pada wanita kulit putih dan 55% pada wanita kulit hitam di
Amerika Serikat, dimana pada stadium 0, 99-100%; stadium IA, >
95%; stadium IB-IIA, 80-90%; stadium IIB, 65%; stage III, 40%; dan
stadium IV, < 20%. Penelitian di Memorial Sloan-Kattering Cancer
Center pada 431 pasien stadium 1B atau IIA, didapatkan 71 pasien
metastase pada KGB.
c. Ukuran Lesi
Ukuran lesi merupakan prediktor pada metastase KGB, invasi
limfo-vaskuler serta survival. Angka ketahanan hidup masing masing
90%, 60%, 40% pada ukuran lesi < 2cm, > 2cm dan > 4cm.Cut-of
point besar lesi adalah 4 cm, namun analisa multivariat menunjukkan
tidak ada perbedaan odd ratio pada ukuran 3,1-4 cm dengan 4,1-5 cm.
d. Invasi Limfo-Vaskuler
Invasi limfo-vaskuler sampai saat ini masih merupakan kontroversi
dan menjadi perdebatan. Beberapa analisis mendapatkan tidak
didapatkan korelasi bermakna terhadap survival. Laporan lain
mendapatkan angka survival 5 tahun sebesar 90% bila tidak ada invasi
limfovaskuler, sementara bila ada invasi sebesar 50-70%. Angka risiko
kekambuhan meningkat sesuai dengan tingkat invasi limfo-vaskuler.
Sebuah penelitian mendapatkan angka rekurensi pada 2 tahun pertama
pada invasi-limfovaskuler yang tinggi (45%), sedang (33%), ringan
64
(15%) dan negatif (7%). Metastase pada kelenjar getah bening selain
berfungsi sebagai faktor prognosis /faktor prediktor bebas terhadap
survival, juga sering digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi
faktor prognosis lain, misalnya besar lesi, invasi limfovaskuler, juga
beberapa faktor biomolekuler misalnya MMP dan VEGF. Pasien tanpa
metastase pada KGB mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun
sebesar 85-90%, sedangkan pasien dengan metastase KGB bervariasi
antara 20-74%. (Wiknjosastro)
e. Jenis Histologi
Jenis histologi adenokarsinoma meliputi kurang lebih 15 25 %
dari keseluruhan keganasan pada serviks uteri. Kasus adenokarsinoma
cenderung meningkat pada wanita usia muda. Analisis multivariat
menyimpulkan,
secara
keseluruhan
survival
pasien
dengan
65
66
pengangkatan
uterus
dan
sepasang
adneksanya,
67
diagnosis
dini,
peningkatan
keberhasilan
operasi
BAB III
68
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh
manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dari bahasa latin bios
yang berarti hidup dan opsi berarti tampilan. Jadi secara umum biopsi
adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim
ke laboratorium untuk diperiksa. Biopsi jarum halus (FNB) adalah suatu
prosedur di mana jarum berukuran kecil ditempatkan ke dalam masa. Hal ini
secara luas diterima sebagai salah satu prosedur diagnostik yang paling
berguna dalam evaluasi masa pada leher.
Biopsi dapat menjadi salah satu prosedur kilinis untuk menentukan
diagnosis keganasan yang tersering pada wanita, diantaranya adalah kanker
mammae, kanker serviks dan kanker ovarium.
Prosedur diagnostik pada kanker mammae dilakukan dengan
menggunakan mammografi, USG, MRI, biopsi FNAB, biopsi CNL, dan
vaccum-assisted breast biopy. Sedangkan biopsi eksisi digunakan sebagai
prosedur terapeutik.
Prosedur
menggunakan
diagnostik
test
pada
kanker
Papanicolau/papsmear,
servix
dilakukan
kolposkopi,
cone
dengan
biopsy
III.2 Saran
69
70
DAFTAR PUSTAKA
J.D.
2012.
Lip
Biopsy.
Emedicine
(http://emedicine.
medscape.com/article/1520042-overview). Diunduh pada 22 september
2012.
Mcginn,
Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I, Simadribata M., Setiati S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam edisi V jilid III. Jakarta. FKUI.
Suyatno. 2010. Bedah onkologi Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Sagung Seto.
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
71