Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

The American Heart Association (AHA) dan Palang Merah Amerika


mendirikan Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Nasional yang berfungsi untuk
meninjau dan mengevaluasi literatur ilmiah tentang pertolongan pertama sebagai
persiapan untuk The 2005 American Heart Association and American Red Cross
Guidelines for First Aid. Dalam proses persiapan evaluasi tahun 2010, Lembaga
Penasihat Pertolongan Pertama Nasional diperluas menjadi Lembaga Penasihat
Pertolongan

Pertama

Internasional

dengan

penambahan

perwakilan

dari sejumlah organisasi pertolongan pertama internasional. Tujuan dari lembaga ini
adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat kedaruratan dengan
membuat rekomendasi pengobatan berdasarkan analisis bukti ilmiah yang menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
Dalam kondisi darurat manakah, morbiditas atau mortalitas dapat dikurangi
dengan intervensi dari penyedia pertolongan pertama?
Seberapa kuatkah bukti ilmiah bahwa intervensi yang dilakukan oleh penyedia
pertolongan pertama aman, efektif, dan layak?
Sebuah tinjauan kritis terhadap literatur ilmiah yang dilakukan oleh anggota
Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Internasional diringkas dalam Konsensus
Internasional Pertolongan Pertama tahun 2010 dengan Rekomendasi Pengobatan
(ILCOR 2010 Konsensus CPR).

Definisi Pertolongan Pertama


Kami mendefinisikan pertolongan pertama sebagai penilaian dan intervensi
yang dapat dilakukan oleh seorang penolong (atau oleh korban) dengan peralatan
medis minimal atau tanpa alat sama sekali. Penolong didefinisikan sebagai seseorang
yang memiliki pendidikan formal dalam pertolongan pertama, perawatan darurat, atau
obat yang diberikan dalam pertolongan pertama. Penilaian dan intervensi pada
pertolongan pertama harus dilakukan secara medis dan berbasis pada bukti ilmiah
atau, jika tidak disertai dengan adanya bukti tersebut, maka penilaian dan intervensi
didasarkan pada konsensus ahli. Administrasi pertolongan pertama tidak boleh
menjadi penunda aktivasi sistem pelayanan medis gawat darurat atau bantuan medis
lainnya bila diperlukan. Kami sangat percaya bahwa pendidikan tentang pertolongan
pertama itu bersifat universal: semua orang bisa belajar tentang pertolongan pertama.
Ruang lingkup pertolongan pertama tidak murni ilmiah, melainkan
dipengaruhi oleh latihan dan keteraturan. Karena merupakan suatu variable maka
definisi ruang lingkup ini sesuai dengan keadaan, kebutuhan, dan syarat ketentuan.
Memanggil Bantuan
Penolong harus mampu mengatur kapan bantuan diperlukan dan bagaimana
mendapatkannya. Penolong harus belajar bagaimana dan kapan waktu yang
diperlukan untuk memberikan pelayanan gawat darurat, bagaimana mengaktifkan
tempat perencanaan respon kedaruratan, dan bagaimana menghubungi Poison
Control Center
Memposisikan Korban
Secara umum korban tidak boleh dipindahkan, terutama jika penolong
menduga ada cidera pada pada diri korban, misalnya pada tulang belakang. Meskipun
begitu, ada saatnya korban harus dipindahkan ke tempat yang lebih aman, yakni pada
kondisi sebagai berikut:

Jika daerah tersebut tidak aman untuk penolong atau korban, pindahkan
korban ke lokasi yang aman jika aman untuk melakukannya.

Jika korban tengkurap dan tidak responsif, putar korban menghadap ke atas.
Jika korban memiliki kesulitan bernapas karena hipersekresi cairan atau
muntah, atau jika penolong sendirian dan harus meninggalkan korban yang
tidak responsif untuk mendapatkan bantuan, tempatkan korban dengan posisi
High Arm IN Endangered Spine (HAINES) atau yang disebut recovery
position. Hal ini dilakukan dengan mengekstensikan salah satu lengan korban
di atas kepala dan miringkan tubuh ke samping sehingga kepala korban
bertumpu pada lengan yang ekstensi. Tekuk kedua kaki untuk menstabilkan

korban.
Jika korban menunjukkan adanya bukti shock, posisikan korban dalam
kondisi terlentang. Jika tidak ada bukti trauma atau cedera, naikkan kaki
sekitar 6 sampai 12 inci (sekitar 30 0-450) (Kelas IIb, LOE C). Jangan
menaikkan kaki jika gerakan atau posisi menyebabkan korban sakit.
Bukti manfaat menaikkan kaki yang diekstrapolasi dari kaki meningkatkan

studi tentang ekspansi volume, tidak ada studi tentang pengaruh menaikkan kaki
sebagai manuver pertolongan pertama untuk shock. Hasil dari studi ekspansi volume
bertentangan dengan beberapa hal yang ditunjukkan pada peningkatan cardiac output,
sementara yang lain tidak menunjukkan perubahan pada cardiac output atau tekanan
arteri dengan dengan menaikkan kaki.
Oksigen
Ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penolong untuk memberikan
oksigen tambahan untuk korban saat korban mengeluhkan ketidaknyamanan pada
dada seperti sesak napas. Pemberian oksigen juga bermanfaat untuk pertolongan
pertama pada penyelam dengan dekompresi cedera (Kelas IIb, LOE C22).

Medical Emergencies
1. Kesulitan Bernapas
Insiden asma akut meningkat terutama pada populasi kota. Banyak korban
yang menderita asma mengkonsumsi obat bronkodilator dan dapat mengelola
dirinya. Penolong tidak diharapkan untuk membuat diagnosis asma, tetapi mereka
diharapkan dapat mendampingi korban dalam dalam penggunaan obat
bronkodilator (Kelas IIa, LOE B) dengan ketentuan sebagai berikut:

Korban menyatakan bahwa dia mengalami serangan asma atau gejala yang
berhubungan dengan diagnosis ganggguan pernapasan sebelumnya, dan

korban mengkonsumsi obat atau inhaler.


Korban mengidentifikasi obat dan akan tetapi tidak dapat menggunakan tanpa
panduan.
Penolong harus familiar dengan inhaler sehingga mereka dapat membantu

korban dengan dalam menggunakannya untuk penatalaksanaan serangan asma


akut.
2. Reaksi Anafilaksis
Alergi merupakan suatu kondisi yang relatif umum, tetapi hanya sebagian
kecil orang dengan alergi yang berkembang menjadi reaksi anafilaksis. Reaksi
anafilaksis

adalah

syndrome

progresif

yang

ditandai

dengan

gejala

pembengkakan, kesulitan bernapas, ruam yang gatal, dan akhirnya syok yang jika
dibiarkan tidak diobati, dapat menyebabkan kematian. Beberapa tanda dan gejala
ini juga dapat hadir dalam kondisi lain, sehingga tidak harus mampu membuat
diagnosis anafilaksis.
Pasien lama yang mengalami reaksi anafilaksis mengetahui tanda-tanda dan
gejala dan banyak membawa epinefrin auto-injektor. Dengan pelatihan yang tepat,
orang tua dapat diajarkan dengan benar bagaimana menggunakan auto-injektor
untuk mengelola epinefrin bagi anak-anak mereka. Penolong harus familiar
dengan epinefrin auto-injektor sehingga mereka dapat membantu korban dengan
reaksi anafilaksis untuk mengelola diri mereka. Selain itu penolong juga harus
tahu bagaimana mengelola auto-injektor jika korban tidak dapat melakukannya,

asalkan obat telah diresepkan oleh dokter dan hukum negara mengijinkannya
(Kelas IIb, LOE B).
Dalam studi retrospektif 18%-35% pasien yang memiliki tanda-tanda
anafilaksis memerlukan dosis kedua epinefrin jika gejala bertahan atau
berkembang setelah dosis pertama. Karena kesulitan dalam membuat diagnosis
anafilaksis dan kerugianpotensial dari epinefrin jika diagnosis tidak benar,
penolong disarankan untuk mencari bantuan medis jika gejala bertahan, bukan
dengan secara rutin tetap memberikan dosis kedua dari epinefrin. Dalam kondisi
yang tidak biasa, ketika bantuan medis lanjutan tidak tersedia, dosis kedua
epinefrin dapat diberikan jika gejala anafilaksis bertahan (Kelas IIb, LOE C).
3. Kejang
Prinsip umum manajemen pertolongan pertama kejang adalah untuk:
Pastikan jalan napas terbuka.
Mencegah cedera.
Jangan menahan korban selama kejang. Jangan mencoba untuk membuka
mulut korban atau mencoba menempatkan benda antara gigi atau di dalam
mulut. Menahan korban dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal atau
jaringan lunak. Menempatkan objek di dalam mulut korban dapat
menyebabkan kerusakan gigi atau aspirasi (Kelas IIa, LOE C). Sudah lazim
korban menjadi tidak responsif atau bingung dalam waktu yang singkat
setelah kejang.
4. Ketidaknyamanan Dada
Sangat sulit untuk membedakan ketidaknyamanan dada yang berasal dari
jantung jantung maupun yang berasal dari penyebab lainnya. Oleh karena itu,
penolong

harus

terlebih

dahulu

mengasumsikan

bahwa

penyebab

ketidaknyamanan dada adalah berasal dari jantung, sampai benar-benar terbukti


penyebab aslinya.
Ketidaknyamanan dada karena jantung sering digambarkan sebagai rasa
"terekan" dan sering disertai dengan sesak napas atau berkeringat. Tapi
ketidaknyamanan dada karena jantung ini mungkin tidak memiliki karakteristik
klasik, terutama pada wanita. Pelayanan medis gawat darurat diperlukan segera

bagi siapa pun orang dengan ketidaknyamanan dada. Jangan menunda dan jangan
mencoba untuk mengangkut pasien ke fasilitas kesehatan sendiri.
Sambil menunggu pelayanan medis gawat darurat tiba, penolong dapat
mendorong korban untuk mengunyah aspirin sebanyak 1 dosis orang dewasa
(tidak dilapisi salut enterik) atau 2 dosis rendah "bayi" jika pasien tidak memiliki
alergi terhadap aspirin atau kontraindikasi lain untuk aspirin, misalnya stroke
hemoragik atau perdarahan baru (Kelas IIa, LOE A)
Injury Emergencies
1. Perdarahan
Kontrol perdarahan adalah keterampilan dasar dalam pertolongan pertama
yang dapat mempengaruhi hasil.
a. Tekanan Langsung
Perdarahan paling baik dikendalikan dengan menerapkan tekanan
sampai perdarahan berhenti atau layanan medis dawat darurat datang (Kelas I,
LOE A). Jumlah tekanan dan waktu yang dilakukan merupakan faktor yang
paling pentingdapat mempengaruhi kontrol perdarahan sukses. Tekanan harus
kuat, dan harus dipertahankan untuk waktu yang lama. Metode menerapkan
tekanan termasuk:
Tekanan manual dengan kasa atau kain lainnya ditempatkan di atas
sumber perdarahan. Jika perdarahan berlanjut, tambahkan kasa lebih di

atasnya dan berikan tekanan lebih.


Jika tidak mungkin untuk menekan terus menerus, tutuplah perdarahan
dengan perban elastis dengan kuat di atas kain kasa untuk menahannya di

tempat perdarahan dengan tekanan.


b. Torniket
Meskipun torniket terbukti efektif untuk mengontrol perdarahan
selama operasi, akan tetapi tidak ditemukan studi menghentikan perdarahan
pada pertolongan pertama dengan menggunakan torniket. Potensi bahaya
aplikasi torniket berkepanjangan termasuk sementara atau permanen adalah
cedera pada saraf dan otot yang mendasarinya, dan komplikasi sistemik akibat
iskemia pada tungkai, termasuk asidemia, hiperkalemia, aritmia, syok, dan
kematian. Komplikasi terkait dengan tekanan tourniquet dan durasi oklusi,
6

tetapi tidak cukup bukti adanya komplikasi kritis minimal yang ireversibel
yang dapat terjadi. Karena potensi yang merugikan efek torniket dan kesulitan
dalam aplikasi yang tepat, penggunaan torniket untuk mengontrol perdarahan
dari ekstremitas ditunjukkan hanya jika tekanan langsung tidak efektif (Kelas
IIb, LOE B). Torniket yang dirancang khusus tampak lebih baik dari pada
yang diimprovisasi, tetapi torniket hanya harus digunakan dengan pelatihan
yang tepat (Kelas IIa, LOE B). Jika penolong menggunakan torniket, pastikan
bahwa penolong mencatat waktu penggunaaannya itu dan menyampaikannya
pada pihak penyedia layanan emergensi medis.
c. Titik Penekanan dan Elevasi
Elevasi dan penggunaan titik-titik tekanan tidak dianjurkan untuk
kontrol perdarahan (Kelas III, LOE C). Rekomendasi ini baru dibuat karena
ada bukti bahwa cara-cara lain mengendalikan perdarahan lebih efektif. Efek
hemostatik elevasi belum diteliti. Berdasarkan temuan sukarelawan ketika
titik-titik tekanan digunakan, didapatkan bahwa titik-titik tekanan tidak
berpengaruh pada pulsasi distal. Yang terpenting, prosedur ini belum terbukti
dapat mengganggu intervensi tekanan langsung, sehingga bias berbahaya.
d. Agen Hemostatik
Di antara sejumlah besar agen hemostatik yang tersedia secara
komersial, beberapa telah terbukti efektif. Namun, rutinitas penggunaannya
dalam pertolongan pertama tidak dapat direkomendasikan saat ini karena
variasi efektivitas dan potensi efek samping yang signifikan oleh agen yang
berbeda, misalnya kerusakan jaringan dengan induksi proembolik dan cedera
termal potensial (Kelas IIb,LOE B).

2. Luka dan Abrasi


Luka lecet superfisial dan abrasi harus secara menyeluruh diirigasi dengan air
volume besar dan suhu hangat atau kamar dengan atau tanpa sabun sampai tidak
ada benda asing pada luka (Kelas I, LOE A). Air dingin tampaknya sama
efektifnya dengan air hangat, tetapi tidak nyaman. Jika air mengalir tidak tersedia,
gunakan sumber air bersih manapun. Penyembuhan luka lebih baik pada keadaan
dengan infeksi yang minimal jika ia ditutupi dengan salep atau krim antibiotika
dan pembalut oklusif yang bersih (Kelas IIa, LOE A). Berikan salep atau krim
antibiotik hanya jika luka adalah abrasi atau cedera superfisial dan hanya jika
korban tidak memiliki alergi terhadap antibiotik.
3. Luka Bakar
a. Luka bakar termal
Luka bakar termal dingin dengan dengan suhu (15 sampai 25C)
diirigasi dengan air kran sesegera mungkin dan lakukan pendinginan terus
setidaknya sampai nyeri hilang (Kelas I, LOE B). Pendinginan dapat
mengurangi nyeri, edema, dan kedalaman cedera. Hal ini dapat mempercepat
penyembuhan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk eksisi dan grafting luka
bakar dalam. Jangan gunakan es langsung untuk luka bakar, karena dapat
menyebabkan iskemia jaringan (Kelas III, LOE B).
Paparan es berkepanjangan pada luka bakar kecil dan bahkan singkat
pada luka bakar yang besar, dapat menyebabkan jaringan mengalami cedera
lokal lebih lanjut dan hipotermia.
b. Luka Bakar Melepuh
Tutup luka bakar lecet dengan longgar dengan menggunakan pembalut
steril tapi menghilangkan luka lepuh karena proses penyembuhan dan
mengurangi rasa sakit (Kelas IIa, LOE B)
4. Cedera listrik
Tingkat keparahan cedera listrik dapat

sangat

bervariasi,

dari

kesemutan yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh luka bakar intensitas
rendah untuk luka bakar termal, cardiopulmonary arrest, dan kematian. Luka
bakar termal dapat dihasilkan dari pembakaran pakaian akibat kontak dengan
kulit atau dari lintasan arus listrik pada bagian tubuh. Ketika melintasi arus tubuh,

luka bakar termal dapat muncul pada titik-titik masuk dan keluardan sepanjang
jalur internal.
Cardiopulmonary arrest adalah penyebab utama kematian langsung dari
listrik. Aritmia jantung, termasuk fibrilasi ventrikel, ventricular asistol, dan
ventrikel takikardi yang berkembang menjadi fibrilasi ventrikel, merupakan hasil
dari paparan dari tegangan rendah maupun tinggi. Henti pernapasan mungkin
akibat dari cedera listrik di pusat pernapasan di otak atau dari kontraksi yang
berhubungan dgn tetanus atau kelumpuhan otot pernapasan. Jangan menempatkan
diri dalam bahaya tersengat listrik dengan menyentuh korban yang sedang dalam
keadaan daya aktif (Kelas III, LOE C). Matikan daya pada sumbernya; di rumah,
saklar biasanya terletak di dekat kotak sekering. Pada kasus mati karena listrik
tegangan tinggi disebabkan oleh aliran listrik, harap segera memberitahukan
pihak berwenang yang sesuai (misalnya, 911 atau departemen pemadam
kebakaran). Semua bahan dapat menghantarkan listrik jika tegangan cukup tinggi,
jadi jangan masuk daerah sekitar korban atau mencoba hilangkan kawat atau
bahan lain dengan objek apapun, termasuk kayu, sampai daya listrik tersebut
dimatikan oleh pihak yang berkompeten.
Setelah daya dimatikan, menilai korban, yang mungkin perlu CPR, defibrilasi,
dan penanganan syok dan luka bakar termal .Semua korban sengatan listrik
membutuhkan penilaian medis karena kadang-kadang cedera mungkin tidak
terlihat.
5. Stabilisasi Tulang Belakang
Ada kira-kira 2% dari risiko cedera pada serviks tulang setelah trauma tumpul
yang cukup serius untuk memerlukan pencitraan tulang belakang di bagian
pelayanan gawat darurat, dan kondisi ini tedapat risiko tiga kali lipat pada pasien
dengan cedera kraniofasial. Kebanya kankorban dengan cedera tulang belakang
adalah laki-laki antara usia 10-30 tahun. Kendaraan bermotor menyebabkan
sekitar setengah dari semua cedera tulang belakang, banyak dari sisanya
disebabkan oleh jatuh (terutama dari ketinggian atau menyelam), olahraga, dan
perang.
Jika tulang belakang leher terluka, sumsum tulang belakang mungkin tanpa
pelindung, dan cedera lanjut (cedera sumsum tulang belakang sekunder) dapat
9

terjadi akibat tekanan pada tali yang terjadi ketika korban yang dimanipulasi atau
dipindahkan. Ini bisa mengakibatkan kerusakan saraf permanen termasuk
quadriplegia. Satu studi terkontrol tetapi lemah dengan beberapa rumusan
masalah telah memeriksa pertanyaan ini. Dalam studi tersebut, kelompok korban
terluka dengan imobilisasi tulang belakang menggunakan peralatan yang
dilakukan tenaga medis gawat darurat gagal untuk menunjukkan manfaat
neurologis dibandingkan dengan kelompok korban terluka tanpa imobilisasi
tulang belakang. Karena konsekuensi serius jika cedera sekunder terjadi,
pertahankan imobilisasi tulang belakang secara manual, stabilkan kepala sehingga
gerakan kepala, leher, dan tulang belakang diminimalkan (Kelas IIb, LOE C).
Penolong tidak harus menggunakan perangkat imobilisasi karena keuntungannya
dalam pertolongan pertama tidak terbukti dan mungkin justru berbahaya (Kelas
III, LOE C).
Perangkat imobilisasi diperlukan dalam keadaan khusus ketika penyelamatan
segera (misalnya penyelamatan korban tenggelam) diperlukan, tapi pertama-tama
pemberi bantuan tidak boleh menggunakan perangkat ini kecuali mereka telah
dilatih dengan baik dalam penggunaannya.
Penolong tidak dapat meyakinkan mengidentifikasi korban karena cedera
tulang belakang, tetapi mereka harus mencurigai cedera tulang belakang jika
seorang korban terluka memiliki salah satu faktor risiko berikut (ini telah
dimodifikasi sedikit dari Pedoman Amerika Heart Association dan Palang Merah
Amerika tahun 2005):
Usia 65 tahun
Sopir, penumpang, atau pejalan kaki, dalam kecelakaan kendaraan

bermotor, sepeda motor, maupun sepeda


Jatuh dari ketinggian
Rasa kesemutan pada ekstremitas
Rasa sakit atau nyeri di leher atau punggung
Defisit sensoris atau kelemahan otot yang melibatkan batang tubuh atau

ekstremitas atas
Tidak sepenuhnya waspada atau mabuk
Nyeri lain, terutama dari kepala dan leher
Anak-anak 2 tahun atau lebih tua dengan bukti trauma kepala atau leher

10

6. Trauma Musculoskeletal
a. Terkilir dan Keseleo
Cedera jaringan lunak termasuk keseleo sendi dan kontusio muskulorum.
Penggunaan es dapat menurunkan perdarahan, edema, nyeri, dan disabilitas
dan masuk akal jika es digunakan untuk penalaksanaan pada cedera jaringan
lunak. Es paling baik dilakukan dengan plastik atau kain lembab diisi dengan
campuran es dan air, sedangkan campuran lebih baik daripada es saja.
Refreezable gel pack tidak seefektif dinginnya es yang dicampur dengan air.
Untuk mencegah cedera dingin, membatasi setiap penggunaan es untuk
selama 20 minutes. Jika dalam waktu yang lama masih merasa tidak nyaman,
batasi penggunaannya sampai 10 minutes. Gunakan pembatas, seperti handuk
tipis, antara kontainer dingin dan kulit (Kelas IIb, LOE C).
Tidak jelas apakah kompresi dengan perban sangat membantu untuk
cedera sendi. Penggunaan panas pada luka memar atau cedera sendi tidak
lebih baik dilakukan dalam pertolongan pertama dibandingkan dengan suhu
dingin.
b. Fraktur
Asumsikan bahwa setiap cedera pada ekstremitas termasuk fraktur tulang.
Tutup luka terbuka dengan kain. Jangan bergerak atau cobalah untuk
meluruskan ekstremitas yang cedera (Kelas III, LOE C). Tidak ada bukti
bahwa meluruskan fraktur tulang yang kaku memiliki waktu penyembuhan
yang lebih pendek atau dapat mengurangi rasa sakit sebelum fiksasi
permanen. Pendapat ahli menunjukkan bidai yang dapat mengurangi nyeri dan
mencegah cedera lebih lanjut. Jadi, jika Penolong jauh dari pelayanan
kesehatan, stabilkan ekstremitas yang cidera dengan bidai (Kelas IIa, LOE C).
Dalam menggunakan bidai, sisipkan bantalan kecil untuk melindungi cedera.
Jika ekstremitas cedera tampak biru atau sangat pucat, panggil pusat
pelayanan medis kegawatdaruratan segera. Seorang korban dengan cedera
ekstremitas bawah tidak boleh menanggung berat badan sampai diizinkan oleh
seorang profesional medis.
7. Gigitan Manusia dan Hewan

11

Lakukan irigasi dengan air yang banyak pada luka gigitan manusia dan hewan
(Kelas I, LOE B). Irigasi telah terbukti mencegah rabies akibat gigitan hewan dan
infeksi bakteri.
a. Gigitan ular
Dalam pertolongan pertama tidak diperbolehkan untuk menghisap
(suction) daerah gigitan ular (Kelas III, LOE C). Suction dapat menghilangkan
racun, tapi jumlahnya sangat kecil. Suction tidak memiliki manfaat klinis dan
mungkin justru

memperburuk luka. Lakukan imobilisasi dengan perban

bertekanan dengan tekanan antara 40 dan 70 mmHg pada ekstremitas atas dan
antara 55 dan 70 mm Hg di tungkai bawah pada seluruh ekstremitas panjang
yang digigit. Tindakan ini efektif dan aman untuk memperlambat penyebaran
racun dengan menghambat aliran getah bening (Kelas IIa, LOE C139, 140).
Untuk tujuan praktis, tekanan dianggap cukup jika keketatan perban masih
dirasakan nyaman dan memungkinkan jari untuk diselipkan di bawahnya.
Awalnya berdasarkan teori bahwa sistem memperlambat aliran limfatik
dengan tekanan eksternal hanya akan bermanfaat untuk korban gigitan ular
yang memproduksi racun neurotoksik, tetapi efektivitas imobilisasi tekanan
juga telah ditunjukkan untuk gigitan oleh ular non-neurotoksik Amerika. Hal
penting yang perlu dilakukan adalah mengajarkan penerapan perban
bertekanan dengan benar karenatekanan tidak memadai tidak efektif dan
terlalu banyak tekanan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
b. Sengatan Ubur-Ubur
Pedoman baru pertolongan pertama trauma karena sengatan ubur-ubur
terdiri dari dua tindakan penting yakni mencegah akumulasi nematocyst
dan nyeri lebih lanjut.
Untuk menghindari penyebaran racun lebih lanjut, lakukan irigasi
dengan asam cuka (4% sampai 6% larutan asam asetat) sesegera mungkin
selama minimal 30 detik pada daerah luka sengatan ubur-ubur (Kelas IIa,
LOE B). Jika cuka tidak tersedia, serbuk soda kue dapat juga dapat
digunakan. Untuk mengurangi rasa sakit, setelah nematocysts dihilangkan,
lakukan perendaman dengan air panas pada daerah sengatan ubur-ubur

12

bila memungkinkan (Kelas IIa, LOE B). Korban harus diinstruksikan


untuk mandi air panas atau membenamkan bagian yang sakit dengan air
panas (suhu yang masih ditoleransi, atau 45C jika dapat mengatur suhu),
sesegera mungkin, minimal selama 20 menit atau selama sakit. Jika air
panas tidak tersedia, kemasan panas kering, sebagai pilihan kedua,
kemasan dingin kering dapat membantu dalam menurunkan rasa sakit
tetapi tidak seefektif air panas (Kelas IIb, LOE B146, 150151).
Penggunaan secara topikal aluminium sulfat atau pelunak daging yang
secara komersial tersedia dalam sediaan aerosol, pencucian dengan air,
dan papain (enzim yang berasaldari pepaya digunakan sebagai obat local),
kurang efektif dalam menghilangkan rasa sakit (Kelas IIb, LOE B147,
152). Penggunaan perban bertekanan untuk imobilisasi tidak dianjurkan
untuk pengobatan sengatan ubur-ubur karena dari hasil studi menunjukkan
bahwa imobilisasi dengan perban bertekanan imobilisasi menyebabkan
pelepasan racun lebih lanjut (Kelas III, LOE C).
8. Cedera Gigi
Pertolongan pertama untuk sebuah gigi avulsi adalah sebagai berikut:

Bersihkan luka pendarahandengan larutan salin atau air keran


Hentikan perdarahan dengan penekanan menggunakan kasa atau kapas.
Tangani gigi bagian mahkota, bukan bagian akar (jangan

menangani bagian yang berada di bawah gusi)


Tempatkan gigi dalam susu, atau air bersih jika susu tidak tersedia
Hubungi dokter gigi pasien atau mengambil gigi dan bawa korban
pusat IGD secepat mungkin (Kelas IIa, LOE C)

Environmental Emergencies
1. Kedaruratan Suhu Dingin
Hipotermia
Hipotermia disebabkan oleh paparan dingin. Mendesaknya pengobatan
tergantung pada lamanya paparan dan suhu tubuh korban. Hangatkan kembali
korban hipotermia sesegera mungkin dengan memindahkan korban ke lingkungan
yang hangat, melepas pakaian yang basah, dan menutup semua permukaan tubuh
13

yang terpapar dengan apapun, seperti selimut, pakaian, dan surat kabar. Jika
korban hipotermia masih jauh dari pelayanan kesehatan, segera lakukan
rewarming

tubuh korban (Kelas IIa, LOE B159, 160) meskipun efektivitas

rewarming belum dievaluasi. Rewarming aktif tidak boleh menunda perawatan


definitif. Metode rewarming aktif dapat dilakukan juga dengan menempatkan
korban di dekat sumber panas dan menempatkan kontainer hangat, tapi tidak
panas, air yang kontak dengan kulit.
2. Kedaruratan Suhu Panas
Suhu panas dapat menimbulkan gejala-gejala, biasanya disebabkan oleh
karena olahraga berat, menyebabkan terjadinya heat cramps, heat exhaustion, dan
heatstroke.
Heat cramps adalah nyeri hebat karena spasme otot involunter, yang biasanya
berpengaruh pada telapak tangan, otot-oto abdominal, dan punggung. Pertolongan
pertama dalam kasus ini antara lain dengan istirahat, pendinginan, dan minum
cairan karbohidrat-elektrolit seperti jus, susu, dan sebagainya. Lakukan
peregangan dan masase pada otot yang nyeri. Latihan (olahraga) tidak boleh
dilanjutkan kembali sampai semua gejala teratasi.
Heat exhaustion disebabkan oleh karena kombinasi antara latihan yang
diinduksi oleh suhu panas dan kehilangan cairan elektrolit melalui keringat.
Gejala dan tanda yang ditunjukkan antara lain: mual, pusing, kram otot, pingsan,
sakit kepala, kelelahan, dan lemah. Heat exhaustion merupakan kondisi yang
serius karena bisa dengan cepat berkembang ke tahap selanjutnya seperti heat
stroke, yang fatal. Heat exhaustion harus segera diatasi dengan membawa korban
ke tempat yang dingin, mendinginkan suhu tubuh pasien misalnya dengan
menggunakan air dingin, dan memberi korban minuman dingin yang terdiri dari
karbohidrat dan elektrolit.
Heat stroke terdiri dari semua gejala heat exhaustion yang ditambah dengan
gejala pada system saraf pusat seperti pusing, dizziness, sinkop, dan kejang. Hal
terpenting bagi dalam memberikan pertolongan pertama pada kasus heat stroke
adalah membawa korban ke tempat yang dingin sesegera mungkin, rendam
korban dengan air dingin sampai setinggi dagu. Selain itu hal yang penting untuk

14

dilakukan adalah memanggil pelayanan medis darurat. Heat stroke membutuhkan


perawatan segera dengan cairan intravena. Jangan paksa pasien untuk minum
cairan secara langsung.
3. Tenggelam
Tenggelam adalah dapat menyebabkan kematian. Cara yang dilakukan untuk
menghindari tenggelam adalam dengan memasang pagar di sekitar kolam renang,
memakai baju apung, dan menghindari renang atau perahu motor dalam keadaan
mabuk.
Outcome tatalaksana korban tenggelam tergantung dari lamanya tenggelam,
suhu air, dan bagaimana CPR dimulai. Pindahkan korban segera dari air dengan
tetap memperhatikan keselamatan penolong. Jika penolong memiliki keahlian,
mulailah selamatkan pernapasan pasien ketika ia masih di air tanpa menunda
korban sampai keluar dari air. Tidak ada bukti bahwa air dapat tersumbat di dalam
tubuh oleh karena itu segera keluarkan air dari dalam tubuh dengan mendesaknya
dari perut maupun dada. Lakukan CPR, dan jika penolong datang sendiri, maka
lakukan CPR selam 5 siklus (sekitar 2 menit) kompresi dada dan ventilasi
sebelum memanggil bantuan pelayanan medis darurat. Jika ada 2 penolong maka
salah satu penolong segera menghubungi pelayanan medis daruat sesegera
mungkin.
Poison Emergencies
1. Chemical Burns
Sikat serbuk kimia dari kulit dengan memakai sarung tangan. Lepas semua
pakaian yang terkontaminasi dari tubuh korban, yakinkan bahwa penolong tidak
terkontaminasi dengan bahan kimia tersebut. Pada kasus korban yang terpapar
asam atau alkali pada kulit atau mata, lakukan irigasi segera pada daerah yang
terpapar dengan menggunakan air (Class I, LOE B).
2. Cedera Mata Toksik
Bilas mata dari substansi toksik sesegera mungkin dengan air (Class I, LOE
C), sampai tersedia antidotumnya.
3. Keracunan pada Saluran Pencernaan
Perawatan dengan menggunakan Susu atau Air

15

Jangan menangani korban keracunan dengan menggunakan mulut kecuali atas


saran dari Poison Control Center atau pihak emergensi medis karena hal itu
sangat berbahaya (Class III, LOE C). Tidak terdapat bukti yang cukup bahwa
pemberian air minum atau susu bermanfaat pada pertolongan pertama kasus
keracunan saluran pencernaan. Pada studi yang dilakukan pada binatang,
netralisasi agen penyebab dengan menggunakan air atau susu dapat mengurangi
kerusakan jaringan tapi pada studi yang dilakukan pada manusia hal itu tidak
terbukti secara klinis. Kerugian yang mungkin terjadi akibat dari pemberian air
atau susu antara lain emesis dan aspirasi.

16

Anda mungkin juga menyukai