Jurding Anestesi 2057
Jurding Anestesi 2057
Pertama
Internasional
dengan
penambahan
perwakilan
dari sejumlah organisasi pertolongan pertama internasional. Tujuan dari lembaga ini
adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat kedaruratan dengan
membuat rekomendasi pengobatan berdasarkan analisis bukti ilmiah yang menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
Dalam kondisi darurat manakah, morbiditas atau mortalitas dapat dikurangi
dengan intervensi dari penyedia pertolongan pertama?
Seberapa kuatkah bukti ilmiah bahwa intervensi yang dilakukan oleh penyedia
pertolongan pertama aman, efektif, dan layak?
Sebuah tinjauan kritis terhadap literatur ilmiah yang dilakukan oleh anggota
Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Internasional diringkas dalam Konsensus
Internasional Pertolongan Pertama tahun 2010 dengan Rekomendasi Pengobatan
(ILCOR 2010 Konsensus CPR).
Jika daerah tersebut tidak aman untuk penolong atau korban, pindahkan
korban ke lokasi yang aman jika aman untuk melakukannya.
Jika korban tengkurap dan tidak responsif, putar korban menghadap ke atas.
Jika korban memiliki kesulitan bernapas karena hipersekresi cairan atau
muntah, atau jika penolong sendirian dan harus meninggalkan korban yang
tidak responsif untuk mendapatkan bantuan, tempatkan korban dengan posisi
High Arm IN Endangered Spine (HAINES) atau yang disebut recovery
position. Hal ini dilakukan dengan mengekstensikan salah satu lengan korban
di atas kepala dan miringkan tubuh ke samping sehingga kepala korban
bertumpu pada lengan yang ekstensi. Tekuk kedua kaki untuk menstabilkan
korban.
Jika korban menunjukkan adanya bukti shock, posisikan korban dalam
kondisi terlentang. Jika tidak ada bukti trauma atau cedera, naikkan kaki
sekitar 6 sampai 12 inci (sekitar 30 0-450) (Kelas IIb, LOE C). Jangan
menaikkan kaki jika gerakan atau posisi menyebabkan korban sakit.
Bukti manfaat menaikkan kaki yang diekstrapolasi dari kaki meningkatkan
studi tentang ekspansi volume, tidak ada studi tentang pengaruh menaikkan kaki
sebagai manuver pertolongan pertama untuk shock. Hasil dari studi ekspansi volume
bertentangan dengan beberapa hal yang ditunjukkan pada peningkatan cardiac output,
sementara yang lain tidak menunjukkan perubahan pada cardiac output atau tekanan
arteri dengan dengan menaikkan kaki.
Oksigen
Ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penolong untuk memberikan
oksigen tambahan untuk korban saat korban mengeluhkan ketidaknyamanan pada
dada seperti sesak napas. Pemberian oksigen juga bermanfaat untuk pertolongan
pertama pada penyelam dengan dekompresi cedera (Kelas IIb, LOE C22).
Medical Emergencies
1. Kesulitan Bernapas
Insiden asma akut meningkat terutama pada populasi kota. Banyak korban
yang menderita asma mengkonsumsi obat bronkodilator dan dapat mengelola
dirinya. Penolong tidak diharapkan untuk membuat diagnosis asma, tetapi mereka
diharapkan dapat mendampingi korban dalam dalam penggunaan obat
bronkodilator (Kelas IIa, LOE B) dengan ketentuan sebagai berikut:
Korban menyatakan bahwa dia mengalami serangan asma atau gejala yang
berhubungan dengan diagnosis ganggguan pernapasan sebelumnya, dan
adalah
syndrome
progresif
yang
ditandai
dengan
gejala
pembengkakan, kesulitan bernapas, ruam yang gatal, dan akhirnya syok yang jika
dibiarkan tidak diobati, dapat menyebabkan kematian. Beberapa tanda dan gejala
ini juga dapat hadir dalam kondisi lain, sehingga tidak harus mampu membuat
diagnosis anafilaksis.
Pasien lama yang mengalami reaksi anafilaksis mengetahui tanda-tanda dan
gejala dan banyak membawa epinefrin auto-injektor. Dengan pelatihan yang tepat,
orang tua dapat diajarkan dengan benar bagaimana menggunakan auto-injektor
untuk mengelola epinefrin bagi anak-anak mereka. Penolong harus familiar
dengan epinefrin auto-injektor sehingga mereka dapat membantu korban dengan
reaksi anafilaksis untuk mengelola diri mereka. Selain itu penolong juga harus
tahu bagaimana mengelola auto-injektor jika korban tidak dapat melakukannya,
asalkan obat telah diresepkan oleh dokter dan hukum negara mengijinkannya
(Kelas IIb, LOE B).
Dalam studi retrospektif 18%-35% pasien yang memiliki tanda-tanda
anafilaksis memerlukan dosis kedua epinefrin jika gejala bertahan atau
berkembang setelah dosis pertama. Karena kesulitan dalam membuat diagnosis
anafilaksis dan kerugianpotensial dari epinefrin jika diagnosis tidak benar,
penolong disarankan untuk mencari bantuan medis jika gejala bertahan, bukan
dengan secara rutin tetap memberikan dosis kedua dari epinefrin. Dalam kondisi
yang tidak biasa, ketika bantuan medis lanjutan tidak tersedia, dosis kedua
epinefrin dapat diberikan jika gejala anafilaksis bertahan (Kelas IIb, LOE C).
3. Kejang
Prinsip umum manajemen pertolongan pertama kejang adalah untuk:
Pastikan jalan napas terbuka.
Mencegah cedera.
Jangan menahan korban selama kejang. Jangan mencoba untuk membuka
mulut korban atau mencoba menempatkan benda antara gigi atau di dalam
mulut. Menahan korban dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal atau
jaringan lunak. Menempatkan objek di dalam mulut korban dapat
menyebabkan kerusakan gigi atau aspirasi (Kelas IIa, LOE C). Sudah lazim
korban menjadi tidak responsif atau bingung dalam waktu yang singkat
setelah kejang.
4. Ketidaknyamanan Dada
Sangat sulit untuk membedakan ketidaknyamanan dada yang berasal dari
jantung jantung maupun yang berasal dari penyebab lainnya. Oleh karena itu,
penolong
harus
terlebih
dahulu
mengasumsikan
bahwa
penyebab
bagi siapa pun orang dengan ketidaknyamanan dada. Jangan menunda dan jangan
mencoba untuk mengangkut pasien ke fasilitas kesehatan sendiri.
Sambil menunggu pelayanan medis gawat darurat tiba, penolong dapat
mendorong korban untuk mengunyah aspirin sebanyak 1 dosis orang dewasa
(tidak dilapisi salut enterik) atau 2 dosis rendah "bayi" jika pasien tidak memiliki
alergi terhadap aspirin atau kontraindikasi lain untuk aspirin, misalnya stroke
hemoragik atau perdarahan baru (Kelas IIa, LOE A)
Injury Emergencies
1. Perdarahan
Kontrol perdarahan adalah keterampilan dasar dalam pertolongan pertama
yang dapat mempengaruhi hasil.
a. Tekanan Langsung
Perdarahan paling baik dikendalikan dengan menerapkan tekanan
sampai perdarahan berhenti atau layanan medis dawat darurat datang (Kelas I,
LOE A). Jumlah tekanan dan waktu yang dilakukan merupakan faktor yang
paling pentingdapat mempengaruhi kontrol perdarahan sukses. Tekanan harus
kuat, dan harus dipertahankan untuk waktu yang lama. Metode menerapkan
tekanan termasuk:
Tekanan manual dengan kasa atau kain lainnya ditempatkan di atas
sumber perdarahan. Jika perdarahan berlanjut, tambahkan kasa lebih di
tetapi tidak cukup bukti adanya komplikasi kritis minimal yang ireversibel
yang dapat terjadi. Karena potensi yang merugikan efek torniket dan kesulitan
dalam aplikasi yang tepat, penggunaan torniket untuk mengontrol perdarahan
dari ekstremitas ditunjukkan hanya jika tekanan langsung tidak efektif (Kelas
IIb, LOE B). Torniket yang dirancang khusus tampak lebih baik dari pada
yang diimprovisasi, tetapi torniket hanya harus digunakan dengan pelatihan
yang tepat (Kelas IIa, LOE B). Jika penolong menggunakan torniket, pastikan
bahwa penolong mencatat waktu penggunaaannya itu dan menyampaikannya
pada pihak penyedia layanan emergensi medis.
c. Titik Penekanan dan Elevasi
Elevasi dan penggunaan titik-titik tekanan tidak dianjurkan untuk
kontrol perdarahan (Kelas III, LOE C). Rekomendasi ini baru dibuat karena
ada bukti bahwa cara-cara lain mengendalikan perdarahan lebih efektif. Efek
hemostatik elevasi belum diteliti. Berdasarkan temuan sukarelawan ketika
titik-titik tekanan digunakan, didapatkan bahwa titik-titik tekanan tidak
berpengaruh pada pulsasi distal. Yang terpenting, prosedur ini belum terbukti
dapat mengganggu intervensi tekanan langsung, sehingga bias berbahaya.
d. Agen Hemostatik
Di antara sejumlah besar agen hemostatik yang tersedia secara
komersial, beberapa telah terbukti efektif. Namun, rutinitas penggunaannya
dalam pertolongan pertama tidak dapat direkomendasikan saat ini karena
variasi efektivitas dan potensi efek samping yang signifikan oleh agen yang
berbeda, misalnya kerusakan jaringan dengan induksi proembolik dan cedera
termal potensial (Kelas IIb,LOE B).
sangat
bervariasi,
dari
kesemutan yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh luka bakar intensitas
rendah untuk luka bakar termal, cardiopulmonary arrest, dan kematian. Luka
bakar termal dapat dihasilkan dari pembakaran pakaian akibat kontak dengan
kulit atau dari lintasan arus listrik pada bagian tubuh. Ketika melintasi arus tubuh,
luka bakar termal dapat muncul pada titik-titik masuk dan keluardan sepanjang
jalur internal.
Cardiopulmonary arrest adalah penyebab utama kematian langsung dari
listrik. Aritmia jantung, termasuk fibrilasi ventrikel, ventricular asistol, dan
ventrikel takikardi yang berkembang menjadi fibrilasi ventrikel, merupakan hasil
dari paparan dari tegangan rendah maupun tinggi. Henti pernapasan mungkin
akibat dari cedera listrik di pusat pernapasan di otak atau dari kontraksi yang
berhubungan dgn tetanus atau kelumpuhan otot pernapasan. Jangan menempatkan
diri dalam bahaya tersengat listrik dengan menyentuh korban yang sedang dalam
keadaan daya aktif (Kelas III, LOE C). Matikan daya pada sumbernya; di rumah,
saklar biasanya terletak di dekat kotak sekering. Pada kasus mati karena listrik
tegangan tinggi disebabkan oleh aliran listrik, harap segera memberitahukan
pihak berwenang yang sesuai (misalnya, 911 atau departemen pemadam
kebakaran). Semua bahan dapat menghantarkan listrik jika tegangan cukup tinggi,
jadi jangan masuk daerah sekitar korban atau mencoba hilangkan kawat atau
bahan lain dengan objek apapun, termasuk kayu, sampai daya listrik tersebut
dimatikan oleh pihak yang berkompeten.
Setelah daya dimatikan, menilai korban, yang mungkin perlu CPR, defibrilasi,
dan penanganan syok dan luka bakar termal .Semua korban sengatan listrik
membutuhkan penilaian medis karena kadang-kadang cedera mungkin tidak
terlihat.
5. Stabilisasi Tulang Belakang
Ada kira-kira 2% dari risiko cedera pada serviks tulang setelah trauma tumpul
yang cukup serius untuk memerlukan pencitraan tulang belakang di bagian
pelayanan gawat darurat, dan kondisi ini tedapat risiko tiga kali lipat pada pasien
dengan cedera kraniofasial. Kebanya kankorban dengan cedera tulang belakang
adalah laki-laki antara usia 10-30 tahun. Kendaraan bermotor menyebabkan
sekitar setengah dari semua cedera tulang belakang, banyak dari sisanya
disebabkan oleh jatuh (terutama dari ketinggian atau menyelam), olahraga, dan
perang.
Jika tulang belakang leher terluka, sumsum tulang belakang mungkin tanpa
pelindung, dan cedera lanjut (cedera sumsum tulang belakang sekunder) dapat
9
terjadi akibat tekanan pada tali yang terjadi ketika korban yang dimanipulasi atau
dipindahkan. Ini bisa mengakibatkan kerusakan saraf permanen termasuk
quadriplegia. Satu studi terkontrol tetapi lemah dengan beberapa rumusan
masalah telah memeriksa pertanyaan ini. Dalam studi tersebut, kelompok korban
terluka dengan imobilisasi tulang belakang menggunakan peralatan yang
dilakukan tenaga medis gawat darurat gagal untuk menunjukkan manfaat
neurologis dibandingkan dengan kelompok korban terluka tanpa imobilisasi
tulang belakang. Karena konsekuensi serius jika cedera sekunder terjadi,
pertahankan imobilisasi tulang belakang secara manual, stabilkan kepala sehingga
gerakan kepala, leher, dan tulang belakang diminimalkan (Kelas IIb, LOE C).
Penolong tidak harus menggunakan perangkat imobilisasi karena keuntungannya
dalam pertolongan pertama tidak terbukti dan mungkin justru berbahaya (Kelas
III, LOE C).
Perangkat imobilisasi diperlukan dalam keadaan khusus ketika penyelamatan
segera (misalnya penyelamatan korban tenggelam) diperlukan, tapi pertama-tama
pemberi bantuan tidak boleh menggunakan perangkat ini kecuali mereka telah
dilatih dengan baik dalam penggunaannya.
Penolong tidak dapat meyakinkan mengidentifikasi korban karena cedera
tulang belakang, tetapi mereka harus mencurigai cedera tulang belakang jika
seorang korban terluka memiliki salah satu faktor risiko berikut (ini telah
dimodifikasi sedikit dari Pedoman Amerika Heart Association dan Palang Merah
Amerika tahun 2005):
Usia 65 tahun
Sopir, penumpang, atau pejalan kaki, dalam kecelakaan kendaraan
ekstremitas atas
Tidak sepenuhnya waspada atau mabuk
Nyeri lain, terutama dari kepala dan leher
Anak-anak 2 tahun atau lebih tua dengan bukti trauma kepala atau leher
10
6. Trauma Musculoskeletal
a. Terkilir dan Keseleo
Cedera jaringan lunak termasuk keseleo sendi dan kontusio muskulorum.
Penggunaan es dapat menurunkan perdarahan, edema, nyeri, dan disabilitas
dan masuk akal jika es digunakan untuk penalaksanaan pada cedera jaringan
lunak. Es paling baik dilakukan dengan plastik atau kain lembab diisi dengan
campuran es dan air, sedangkan campuran lebih baik daripada es saja.
Refreezable gel pack tidak seefektif dinginnya es yang dicampur dengan air.
Untuk mencegah cedera dingin, membatasi setiap penggunaan es untuk
selama 20 minutes. Jika dalam waktu yang lama masih merasa tidak nyaman,
batasi penggunaannya sampai 10 minutes. Gunakan pembatas, seperti handuk
tipis, antara kontainer dingin dan kulit (Kelas IIb, LOE C).
Tidak jelas apakah kompresi dengan perban sangat membantu untuk
cedera sendi. Penggunaan panas pada luka memar atau cedera sendi tidak
lebih baik dilakukan dalam pertolongan pertama dibandingkan dengan suhu
dingin.
b. Fraktur
Asumsikan bahwa setiap cedera pada ekstremitas termasuk fraktur tulang.
Tutup luka terbuka dengan kain. Jangan bergerak atau cobalah untuk
meluruskan ekstremitas yang cedera (Kelas III, LOE C). Tidak ada bukti
bahwa meluruskan fraktur tulang yang kaku memiliki waktu penyembuhan
yang lebih pendek atau dapat mengurangi rasa sakit sebelum fiksasi
permanen. Pendapat ahli menunjukkan bidai yang dapat mengurangi nyeri dan
mencegah cedera lebih lanjut. Jadi, jika Penolong jauh dari pelayanan
kesehatan, stabilkan ekstremitas yang cidera dengan bidai (Kelas IIa, LOE C).
Dalam menggunakan bidai, sisipkan bantalan kecil untuk melindungi cedera.
Jika ekstremitas cedera tampak biru atau sangat pucat, panggil pusat
pelayanan medis kegawatdaruratan segera. Seorang korban dengan cedera
ekstremitas bawah tidak boleh menanggung berat badan sampai diizinkan oleh
seorang profesional medis.
7. Gigitan Manusia dan Hewan
11
Lakukan irigasi dengan air yang banyak pada luka gigitan manusia dan hewan
(Kelas I, LOE B). Irigasi telah terbukti mencegah rabies akibat gigitan hewan dan
infeksi bakteri.
a. Gigitan ular
Dalam pertolongan pertama tidak diperbolehkan untuk menghisap
(suction) daerah gigitan ular (Kelas III, LOE C). Suction dapat menghilangkan
racun, tapi jumlahnya sangat kecil. Suction tidak memiliki manfaat klinis dan
mungkin justru
bertekanan dengan tekanan antara 40 dan 70 mmHg pada ekstremitas atas dan
antara 55 dan 70 mm Hg di tungkai bawah pada seluruh ekstremitas panjang
yang digigit. Tindakan ini efektif dan aman untuk memperlambat penyebaran
racun dengan menghambat aliran getah bening (Kelas IIa, LOE C139, 140).
Untuk tujuan praktis, tekanan dianggap cukup jika keketatan perban masih
dirasakan nyaman dan memungkinkan jari untuk diselipkan di bawahnya.
Awalnya berdasarkan teori bahwa sistem memperlambat aliran limfatik
dengan tekanan eksternal hanya akan bermanfaat untuk korban gigitan ular
yang memproduksi racun neurotoksik, tetapi efektivitas imobilisasi tekanan
juga telah ditunjukkan untuk gigitan oleh ular non-neurotoksik Amerika. Hal
penting yang perlu dilakukan adalah mengajarkan penerapan perban
bertekanan dengan benar karenatekanan tidak memadai tidak efektif dan
terlalu banyak tekanan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
b. Sengatan Ubur-Ubur
Pedoman baru pertolongan pertama trauma karena sengatan ubur-ubur
terdiri dari dua tindakan penting yakni mencegah akumulasi nematocyst
dan nyeri lebih lanjut.
Untuk menghindari penyebaran racun lebih lanjut, lakukan irigasi
dengan asam cuka (4% sampai 6% larutan asam asetat) sesegera mungkin
selama minimal 30 detik pada daerah luka sengatan ubur-ubur (Kelas IIa,
LOE B). Jika cuka tidak tersedia, serbuk soda kue dapat juga dapat
digunakan. Untuk mengurangi rasa sakit, setelah nematocysts dihilangkan,
lakukan perendaman dengan air panas pada daerah sengatan ubur-ubur
12
Environmental Emergencies
1. Kedaruratan Suhu Dingin
Hipotermia
Hipotermia disebabkan oleh paparan dingin. Mendesaknya pengobatan
tergantung pada lamanya paparan dan suhu tubuh korban. Hangatkan kembali
korban hipotermia sesegera mungkin dengan memindahkan korban ke lingkungan
yang hangat, melepas pakaian yang basah, dan menutup semua permukaan tubuh
13
yang terpapar dengan apapun, seperti selimut, pakaian, dan surat kabar. Jika
korban hipotermia masih jauh dari pelayanan kesehatan, segera lakukan
rewarming
14
15
16