Anda di halaman 1dari 12

APPENDISITIS

I.

Pendahuluan
Akut abdomen adalah suatu kondisi dimana gejala utamanya nyeri di perut yang terjadi

secara tiba-tiba dan untuk penanggulangannya biasanya dengan tindakan pembedahan.1,3


Penatalaksanaan pasien dengan nyeri abdomen akut bukanlah hal yang mudah dan
merupakan suatu tantangan bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan diagnosis penyebab
abdomen akut. Keputusan harus segera ditegakkan karena setiap keterlambatan yang terjadi dapat
menimbulkan penyulit yang berakibat meningginya angka morbiditas dan mortalitas.1,4
Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anmnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan
mengenai anatomi dan fisiologi abdomen beserta isinya sangat menentukan dalam menyingkirkan
satu demi satu dari sekian banyak kemungkinan yang menjadi penyebab nyeri perut akut.1,4
Nyeri Perut

Keluhan yang menonjol pada gawat darurat adalah nyeri-nyeri perut dapat berupa nyeri
viseral maupun nyeri somatik dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ dirongga
perut atau diluar rongga perut.1,4
Sifat Nyeri

Berdasarkan letak dan penyebarannya nyeri perut dapat bersifat nyeri alih, nyeri radiasi dan
nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu meluasnya rasa nyeri dapat membantu
menegakkan diagnosis. Nyeri biliar khas menjalar ke pinggang dan ke arah punggung, nyeri
pankreatitis dirasakan menembus kebagian pinggang, nyeri pada bahu menunjukkan adanya
rangsangn pada diafragma.
Mulanya nyeri dan beratnya dapat menggambarkan sumber nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba
hebat atau secara cepat menjadi hebat, tetapi dapat juga secara bertahap semakin nyeri, misalnya
pada perforasi yang berongga, rangsangan peritoneum akibat bahan kimia akan dirasakan lebih
cepat dibandingkan proses inflamsi bakteri, demikian pula intensitasnya.1,2,4
Seorang yang sehat tiba-tiba merasakan nyeri perut hebat dapat disebakan oleh adanya
sumbatan, perforasi atau puntiran. Nyeri yang bertahap makin hebat biasnya disebabkan oleh proses
radang, misalnya pada kolesistitits akut atau pankreatitits akut.
Muntah

Hampir selalu gejala abdomen akut disertai dengan muntah. Muntah dapat disebabkan oleh
penyakit yang menjadi sebab abdomen akut. Nyeri perut yang disertai muntah yang sering dan terus
menerus perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis akut, pankreatitis akut atau sumbatan saluran

cerna bagian atas. Warna muntah waktu mulai timbulnya muntah dan hubungannya dengan distensi
abdomen dapat dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya sumbatan saluran cerna.1,4
Data Yang Penting

1. Umur
Beberapa panyakit tertentu mempunyai angka kejadian yang tinggi pada umur tertentu,
misalnya :
-

Kelainan saluran empedu sering dijumpai pada usia > 30 tahun.

Invaginasi lebih sering dijumpai pada usia dibawah 1 tahun.

Karsinoma kolon dan rektum insiden tertinggi pada kelompok usia 40 60 tahun.

2. Posisi Pasien
Posisi pasien dalam usaha mengurangi rasa nyeri tertentu dapat membantu kita dalam
menegakkan diagnosis penyakit tertentu.
-

Pasien dengan pankreatitis akut memberikan gambaran pasien akan berbaring


pada sisi sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut.

Pasien dengan abses hati akan berjalan sedikit membungkuk dengan menekan
daerah perut bagian atas dengan berjalan seakan-akan menggendong absesnya.

Apendisitis akut yang letaknya retrosekal pasien akan berbaring dengan fleksi pada
sendi panggul dan lutut sebagai usaha relaksasi otot psoas yang teriritasi.

3. Riwayat Haid
Penting diketahui supaya dapat menentukan apakah nyeri perut yang diderita bukan
disebabkan oleh kelainan ginekologis.1,3
II.

Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung. Panjangnya kira-kira 10 cm (13-15 cm) dan

berpangkal di sekum, lumennya sempit


dibagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Pada bayi apendiks berentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit ke
ujungnya.
Keadaan

ini

mungkin

menyebabkan rendahnya insiden apendisitis

Gambar 1. Anatomi apendiks

pada usia itu. Pada 65% kasus apendiks


terletak intra peritoneal, kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantung.
Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu dibelakang sekum, dibelakang
kolon asendens atau ditepi lateral kolon asendens.4
III. Fisiologi
Apendiks dihasilkan oleh lendir 1-2 ml perhari, lendir itu secara normal dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di
saluran cerna dan seluruh tubuh.1,2,3,4
IV. Etiologi
Apendisitis akut disebabkan oleh obstruksi pada lumen apendiks. Penyebab dari obstruksi
ini adalah hiperplasia sekunder limfoid akibat Irritable Bowel Disease (IBD) atau inflamasi saluran
cerna, infeksi (terutama sekali pada anak-anak dan usia muda).
Stasis Fekal dan Fekalit (lebih sering terjadi pada usia lanjut).
-

Parasit (sering ditemukan dinegara-negara timur).

Benda asing.

Neopasma.

Hiperplasia limfoid berkaitan dengan penyakit Crohn, mononucleosis, amubiasis, campak dan
infeksi saluran pencernaan. Fekalit merupakan benda padat didalam apendiks yang terbentuk
setelah presipitasi garam/kasliumdan serat tidak diserap didalam matriks material feses yang telah
mengalami proses penyerapan air.4,5
V.

Patofisiologi
Proses terjadinya apendicial mass dimulai dari apendisitis akut. Apendisitis terjadi akibat

obstruksi pada lumen apendiks yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Diluar faktor etiologinya,
obstruksi akan menyebabkan peningkatan tekanan pada lumen apendiks. Peningkatan ini
dihubungkan dengan sekresi cairan dan mukus yang terus menerus oleh mukosa apendiks dan
timbulnya stagnasi dari bahan-bahan tersebut.

Pada saat yang sama, bakteri usus akan berkembang biak didalam apendiks dan bakteri ini
akan berusaha dimusnahkan oleh leukosit, akibatnya akan terbentuk pus dan ini semakin
meningkatkan tekanan di dalam lumen.
Jika obstruksi tersebut menetap, akan timbul peningkatan tekanan yang semakin tinggi didalam
lumen yang akibatnya akan menimbulkan obstruksi pada aliran vena-vena apendiks. Akibat
selanjutnya adalah timbulnya iskemia pada dinding apendiks dan menimbulkan gangguan pada
epitel dinding apendiks dan bakteri akan dengan mudah menyerang dinding tersebut.
Dalam beberapa jam, keadaan yang masih bersifat lokal ini akan semakin memperburuk
dan menimbulkan trombosis pada arteri dan vena yang menyebabkan terjadinya perforasi dan
gangren pada apendiks. Usaha pertahanan tubuh untuk membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapedikuler.
Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendiks akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.3,4,5
Massa Periapendikuler

Massa apendiks terjadi bila apendiks gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendingin oleh
omentum dan atau kelok usus pada massa periapendikuler yang pendinginnya belum sempurna
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga perineum oleh karena perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu disarankan massa periapendikuler yang masih mobile
dioperasi segera untuk mencegah penyulit tersebut.
Disamping itu operasi masih mudah pada anak-anak dan paling lama dipersiapkan untuk
operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pada orang dewasa dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila terjadi perforasi akan terbentuk
abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan
pembengkakan massa serta bertambahnya kenaikan leukosit.4
VI. Gambaran Klinis
1. Massa apendiks dalam proses yang masih aktif dapat ditandai :
-

Keadaan umum pasien masih terlihat sakit dan suhu tubuh masih tinggi, frekuensi nadi
masih meningkat.

Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kana bawah masih jelas terdapat tandatanda peritonitis.

Laboratorium masih terdapat leukositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
kiri.2

2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda yang ditandai dengan :

Keadaan umum yang telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.

Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan bats jelas dengan nyeri tekan ringan.

Laboratorium hitung leukosit dan hitung jenis normal.2

VII. Diagnosis Banding


1.

Karsinoma sekum

2.

Penyakit Crohn

3.

Amuboma

4.

Aktinomikosis Intestinal

5.

Enteritis tuberkulosa

6.

Kelainan Ginekologi.4,5

VIII.Diagnosis
Kunci untuk menegakkan diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas, riwayat
klasik apendisitis akut, diikuti adanya massa di regio iliaka kanan yang nyeri disertai demam
menjadikan massa atau abses periapendikuler.4,5
IX. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. Radiologi
-

Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan
pemeriksaan fisik meragukan.

Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin


terlihat ileal atau caecal ileus.

Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit.2,3,4,5

3. Laparoskopik
X.

Penatalaksanaan
1. Needlesscopy

Suatu bedah Minimal Invasif merupakan teknik operasi yang menggunakan akses melalui
lubang kecil berdiameter 2 - 10 mm serta memanfaatkan teknologi Video Endo Laparoskopik. Dengan teknologi ini hanya memerlukan luka operasi yang minimal (2-20mm)
dibandingkan dengan teknik konvensional yang membutuhkan luka operasi yang cukup
lebar untuk mencapai target operasi. bedah endolaparoskopi biasanya diperlukan minimal
tiga lubang jalan masuk: satu untuk kamera dan dua untuk alat operasi mini, yang bisa
berupa gunting, penjepit, atau aneka alat lain. Di dalam rongga perut seluas kira-kira 20 x 20
x 20 cm proses operasi dilakukan. Untuk memberi ruang yang leluasa bagi pergerakan
instrumen bedah maka perut digembungkan. dengan menggunakan gas CO2 pada tekanan
10 - 14 mmHg, dosis yang sudah diperhitungkan aman bagi tubuh. Pergerakan alat bedah
dengan gerakan paradoksal sehingga harus digunakan oleh tenaga ahli dan terampil.
Pembesaran objek sampai 20 kali dari wujud yang sebenarnya. Anatomi tubuh akan tampak
lebih jelas sampai pada pembuluh darah, ini artinya lebih cepat pemulihan pasca bedah juga
diakui akan beerlangsung lebih cepat, karena luka kecil bekas operasi tidak perlu dijahit,
cukup diklem, malah kalau cuma 2 mm tidak diapa-apakan. Kelumpuhan usus pun bisa
dicegah.
Teknik pembedahan ini akan mengurangi rasa nyeri pasca operasi menjadi minimal dan
hasil kosmetik luka operasi lebih memuaskan. Masa perawatan dan masa pulih untuk
melakukan kegiatan sehari-hari menjadi sangat singkat dan dapat berobat jalan saja dan
penderita sudah dapat berolah raga ringan setelah sadar.6
2. Apendektomi
-

Apendektomi direncanakan pada infiltrat peripandikuler tanpa pus.

Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob.

Setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6 8 mingu.

Kalau sudah menjadi abses dianjurkan drainase saja. Apendektomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian.

Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan laboratorium tidak
mennjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan
bedah.2,4,5

Gambar 2. Apendektomi
XI. Kompilkasi
1. Komplikasi post operatif
Ileus paralysis merupakan faktor penyerta yang tidak tetap, penanganannya yaitu dengan
pemberian morfin dalam dosis dasar, aspirasi isi lambung, penggantian cairan dan elektrolit
secara hati-hati melalui infus, dan terapi antibiotika dengan menggunakan metronidazole
dan ciforoxime.
2. Komplikasi sepsis (infeksi)
Termasuk didalamnya adalah abses lokal pada luka dimana untuk membebaskan pus-nya
dilakukan dengan membuat suture dan drainase. Demam dan diare yang disertai lendir
keluar dari rektum sering terjadi pada keadaan ini.1,2,3,4

XII. Prognosis
Pada pasien tanpa perforasi, prognosisnya baik, sedangkan pada apendisitis perforasi
tingkat kematian adalah 1 %. Pada usia lanjut tingkat kematian mencapai 50 % dan pada anak-anak
tingkat mortalitasnya adalah 1 4 % akibat keterlambatan dalam mendiagnosis dan kesulitan
dengan mendiagnosis dengan penyakit lain.4,5

Daftar Rujukan
1. Ibrahim A. Abdomen Akut, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Editor ; Reksoprodjo S. Penerbit
FKUI, Jakarta, 1995 ; 35-36
2. Kartono D. Apendisitis Akut, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Editor ; Reksoprodjo S. Penerbit
FKUI, Jakarta, 195 ; 109-13
3. Memet N, dkk. Apendisitis, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, Edisi
Ketiga, jilid-2, Jakarta, 2000 ; 307-12
4. Syamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1996 ; 865-73
5. Way LW. Appendix, Curret Surgical Diagnosis and Treatment, tenth edition, Prentice Hall
International Inc. California, 2002 ; 610 14
6. Laparoskopi. Available from URL : http://www.infokes.com

Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar .. i
Daftar Isi . ii
I.

II.
III.

Pendahuluan

Nyeri Perut

Sifat Nyeri

Muntah

Data Yang Penting

Anatomi Apendiks
Fisiologi

3
4

IV. Etiologi

V.

Patofisiologi
Massa Periapendikuler

VI. Gambaran Klinis

VII. Diagnosis Banding

VIII. Diagnosis

IX. Pemeriksaan Penunjang

X.

Penatalaksanaan

XI. Kompilkasi

XII. Prognosis

10

Daftar Rujukan

11

ii

Kata Pengantar

Dengan rasa syukur penulis telah menyusun makalah ini guna memenuhi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan
judul Appendicial Mass .
Pada

kesempatan

ini

penulis

mengucapkan

banyak

terima kasih

kepada Dr.

Ramotan Purba, SpB, para Supervisor SMF Ilmu Bedah dan para resident atas bimbingan dan
arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan serta dalam penyusunan Makalah ini.
Bahwasanya hasil usaha penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya, tidaklah
mengherankan karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis. Kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan penyusunan makalah lain dikemudian
hari.
Harapan penulis semoga Makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan
serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan penatalaksanaan kasus apendicial mass di
masyarakat.

Medan, Juni 2004


Penulis

10

APPENDICIAL MASS

11

Dibuat untuk Memenuhi Syarat Mid Test Kepaniteraan Klinik Senior

di Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan


Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama(1) dan
Universitas Methodist Indonesia(2)

Oleh,
1. ERNIDA(1)

NIM. 94171007

2. M. RIVAI(2)

NIM. 97020953

3. PITER SITUNGKIR(2)

NIM. 98020994

Pembimbing,
Dr. RAMOTAN PURBA, SpB

Bagian Ilmu Bedah


Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Juni, 2004

12

Anda mungkin juga menyukai