Anda di halaman 1dari 10

Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Dinas Kesehatan

a. Seleksi/Perencanaan
Seleksi merupakan tahap awal pengelolaan perbekalan farmasi dimana
proses seleksi yang dilakukan pada Dinas Kesehatan Kota berdasarkan
Formularium Nasional, obat generik yang tercantum dalam daftar obat
pelayanan kesehatan dasar (PKD). Seleksi/pemilihan berfungsi untuk
menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah
penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat
yang baik.
Seleksi berpedoman pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN),
sedangkan pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan diberlakukannya
BPJS proses seleksi menggunakan Formularium Nasional (Fornas) 2014.
Selain itu, seleksi obat juga didasarkan pada panduan praktek klinis dari
Dokter di puskesmas. Penyediaaan semua obat-obat yang ada di dalam Fornas.
Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan merupakan
salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola
penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program
kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan kebutuhan obat publik
dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) ke UPT di
Kabupaten/Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan
obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dilengkapi
dengan teknik-teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan
kebutuhan buffer stok Pusat maupun Provinsi dengan menyesuaikan terhadap
kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dan tetap
mengacu kepada Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN).
Alur perencanaan di Dinas Kota Yogyakarta :

Pengguna anggaran menyediakan


anggaran

Usulan puskesmas (LPLPO) dan


program untuk
menyusun daftar obat selama 1 tahun

Rekapitulasi usulan, output usulan


seluruh puskesmas

pencermatan dan
konfirmasi

perencanaan pengadaan
(menentukan jenis,
jumlah, spesifikasi dan
perkiraan harga)
laporan kepada pengguna
anggaran berupa daftar
perencanaan dan
pengadaan

Metode yang digunakan dalam perencanaan obat yaitu dengan cara


metode konsumsi dimana didasarkan pada analisa data kebutuhan obat dan
alat kesehatan pada tahun sebelumnya, obat program (seperti reagen HIV,
obat TBC, dan untuk gizi), serta berdasarkan epidemiologi (hanya sebagai
pendukung). Obat yang diperkenankan untuk diseleksi dan disediakan di
pelayanan kesehatan milik pemerintah adalah obat esensial yang jenis dan
itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam Formularium
Nasional, daftar obat esensial nasional (DOEN), pedoman pengobatan

puskesmas. Perencanaan perbekalan farmasi di UPT farmasi dan alat


kesehatan kota Yogyakarta dilakukan untuk menentukan jenis, jumlah, harga
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan dan anggaran untuk menghindari
kekosongan dengan menggunakan metode yang sesuai. Metode perencanaan
yang digunakan pada UPT farmasi dan alat kesehatan kota Yogyakarta adalah
metode konsumsi, epidemiologi dan perhitungan kebutuhan obat-obat
program kesehatan khusus seperti TB dan HIV. Metode konsumsi dilakukan
berdasarkan analisa data kebutuhan obat dan alat kesehatan pada periode
sebelumnya. Sedangkan metode epidemiologi dilakukan dengan melihat pola
penyakit yang ada di masyarakat. Perencanaan obat dan alat kesehatan di
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dilakukan setiap 1 tahun dan 3 bulan.
Obat dan alat kesehatan yang perencanaannya dilakukan setiap 3 bulan adalah
obat-obat emergency.
Dinas Kesehatan bertanggung jawab menyediakan obat-obat yang
ada di dalam formularium nasional khususnya untuk pelayanan kesehatan
tingkat pertama atau puskesmas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau
Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan
Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah
maka obat yang tersedia di UPT farmasi dan alat kesehatan kota Yogyakarta
sebagian besar menggunakan obat generik. Obat yang diperkenankan untuk
disediakan di pelayanan kesehatan milik pemerintah adalah obat esensial
yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam
formularium nasional.
Pengadaan obat dan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta dilakukan untuk mendapatkan obat dengan kualitas yang baik,
dan harga terjangkau.

Proses pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Bantul menggunakan metode e-catalogue. E-catalogue merupakan pengadaan


barang/jasa yang dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dan
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang undangan. Obat yang
berada di e-catalogue merupakan obat-obat yang ada dalam FORNAS dan
DOEN yang termasuk dalam obat yang ditanggung pemerintah. Tidak semua

obat diadakan menggunakan ecatalogue karena ada beberapa obat yang


tidak terdapat dalam e-catalogue dan harus diadakan dengan e-procurement
(lelang secara elektronik). Ecatalogue memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya lebih praktis karena harga sudah ditentukan oleh pemerintah,
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan
persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses
pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit.
b. Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan

dan

disetujui.

Pengadaan

dilakukan

untuk

memenuhi

ketersediaan obat dan perbekalan farmasi secara terus menerus sampai ke


puskesmas dan masyarakat. Pengadaan pada dasarnya untuk mendapatkan
obat yang berkualitas baik, mendapatkan obat dengan harga terjangkau dan
mendapatkan obat dengan suplai terjamin. Langkah-langkah pengadaan :
1) Estimasi kebutuhan (perencanaan).
Metode dalam penyusunan perencanaan :
a. Population based (metode yang ideal)
Perhitungan berdasarkan prevalensi penyakit dalam masyarakat dan
menggunakan pedoman pengobatan yang baku.
b. Service based
Perhitungan berdasarkan jumlah dan jenis pelayanan yang dilakukan.
c.

Consumption based
Didasarkan pada pemakaian data pemakaian obat tahun sebelumnya.
Syarat : data dari tahun ke tahun tersedia, bersifat konstan/tidak
fluktuatif.
Asumsi : penggunaan obat tidak banyak berubah dari waktu ke waktu
Metode : rata-rata & trend (long methods, coded methods, metode ratarata kenaikan %, metode moving average total).

2) Mencocokkan jumlah kebutuhan obat dengan jumlah anggaran.


3) Pembentukan panitia pengadaan dan penerimaan.

Alur pengadaan UPT POAK Dinkes Kota Yogyakarta dengan melakukan


proses pengadaan yang akan dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen.
Selanjutnya, melakukan pemilihan penyedia obat dan alat kesehatan yang
akan dilakukan oleh pejabat pengadaan. Setelah proses pengadaan,
penerima barang atau obat dan alat kesehatan akan dilakukan oleh tim
pejabat penerima hasil pekerjaan, untuk menerima barang dan melakukan
berita acara serah terima pengadaan obat dan alat kesehatan yang telah
berlangsung.
Pengadaan didasarkan pada PEPRES No.70 tahun 2012 Tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan. Ada beberapa metode dalam
pengadaan, antara lain : pengadaan langsung, penunjukan langsung, lelang
(sederhana & umum) swakelola, dan sayembara. Pengadaan obat dan perbekalan
farmasi di UPT Farmasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menggunakan 2
metode yaitu menggunakan e-catalogue dan non e-catalogue. Keuntungan dari ecatalogue bisa memperoleh harga yang lebih murah/ harga standar nasional
sehingga tidak ada resiko kemahalan, lebih aman karena keterbukaan harga,
dan lebih efisin serta efektif karena pembelian langsung dilakukan pada pabrik
yang bersangkutan. Sedangkan Metode non e-catalogue digunakan untuk obat
obat yang tidak termasuk dalam daftar obat obat pada e-catalogue, pada
metode ini UPT Farmasi Dinas Kota Yogyakarta melakukan pengadaan obat
dan perbekalan farmasi dengan cara lelang atau pembelian langsung.
Pengadaan perbekalan farmasi yang membutuhkan dana >200 juta akan
dilaksanakan oleh tim pengadaan yang ada pada tingkat Kabupaten/Kota dan
pengadaan pembekalan farmasi < 200 juta akan dilaksanakan langsung oleh
Pejabat Pengadaan UPT Farmasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan
pembelian langsung pada distributor yang bersangkutan. Beberapa jenis obat
seperti

obat program

(tuberkulosis

dan

malaria)

diperoleh

dari

Dinas

Kesehatan Tingkat provinsi dan beberapa obat KB juga diperoleh dari BKKBN.
Proses pengadaan melibatkan beberapa organisasi diantaranya :
1. Pengguna anggaran
2. Pejabat pembuat komitmen

3. Panitia pengadaan untuk dana < 200 juta 1 orang sedangkan dana > 200 juta
lebih dari 1 orang
4. Panitia penerima hasil pekerjaan
5. Penyedia barang
Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Kelompok
Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus
ditaati oleh para pihak dalam proses Pengadaan Barang/Jasa. Kontrak Pengadaan
Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara
PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan Penyedia
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya. Kriteria Barang khusus/Pekerjaan
Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus yang memungkinkan
dilakukan Penunjukan Langsung meliputi : Pekerjaan Pengadaan dan distribusi
bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin
ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat
yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan.
Organisasi

Pengadaan

Barang/Jasa

untuk

Pengadaan

melalui

Penyedia

Barang/Jasa terdiri atas:


a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri
atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c.ULP/Pejabat Pengadaan/Tim Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai


berikut:
a. mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I;
b. menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan
Barang/Jasa;
c. menetapkan kebijakan umum tentang:
1) pemaketan pekerjaan;
2) cara pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa;
3) pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa;
4) penetapan penggunaan produk dalam negeri.
d. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
KAK paling sedikit memuat:
1) uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;
2) waktu pelaksanaan yang diperlukan;
3) spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan;
4) besarnya total perkiraan biaya pekerjaan.
Penyusunan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I untuk
Tahun Anggaran berikutnya, harus diselesaikan pada Tahun Anggaran yang
berjalan.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Kepala LKPP
setelah mendapat pertimbangan Menteri yang membidangi urusan pemerintahan
di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Proses pengadaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan dilakukan oleh
panitia pengadaan yang ditunjuk oleh kepala dinas kesehatan. Katalog elektronik
atau E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis,
spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa
Pemerintah. Proses pengadaan dilakukan dengan via tender (lelang) dan
melakukan pengadaan dengan cara memesan obat yang ada di e-katalog yang

dapat diakses secara online pada website www.lkpp.go.id yang mana obat-obat
yang ada pada e-katalogue sudah ditetapkan oleh Menteri kesehatan. Pengadaan
dilakukan dalam kurun waktu satu tahun sekali.
Sumber dana pengadaan obat dan perbekalan kesehatan meliputi:
a. Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD)
b. Obat Program
c. Buffer stok Dinas Kesehatan DIY
d. Obat dengan dana alokasi khusus (DAK)
c. Penerimaan
Proses penerimaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta dilakukan oleh tim Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP) diUnit Pelaksana Teknis (UPT) Farmasi dan Alat Kesehatan
(Alkes) Kota Yogyakarta yang letaknya terpisah dari kantor Dinas Kesehatan.
Tim PPHP terdiri dari 1 orang ketua dan 2 orang anggota. Alur penerimaan
perbekalan farmasi dan alkes diawali dengan adanya surat pesanan yang
dibuat berdasarkan data perencanaan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas
Kesehatan dan ditanda tangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang
kemudian dikirim ke PBF yang ditunjuk. Setelah surat pesanan terkirim, PBF
akan mengirimkan obat dan alkes yang telah diminta dan kemudian akan
diterima oleh PPHP.
Sebelum perbekalan

farmasi

dan

alkes

disimpan,

dilakukan

pemeriksaan dengan mencocokkan antara surat pesanan dan faktur meliputi


kesesuaian nama barang, no batch, tanggal kadaluarsa, jumlah barang antara
faktur dan fisik dan kondisi barang. Perbekalan farmasi dan alkes yang telah
diterima dan telah dilakukan verifikasi kemudian dicatat dan disimpan dalam
gudang induk dan masing-masing obat atau alkes diberi kartu stok untuk
mengontrol jumlah obat ataupun alkes yang diterima maupun dikeluarkan.
Kartu stok berupa tabel yang berisi tanggal, nomer dokumen, dari/kepada,
masuk, keluar, sisa, tanggal kadaluarsa, keterangan dan paraf.
d. Penyimpanan
Perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang telah diterima disimpan
dalam gudang UPT farmasi dan alkes Kota Yogyakarta yang memiliki luas

bangunan 600 meter. Di tempat tersebut terdapat 1 gudang induk dan 1 depo
yang berfungsi untuk memudahkan dalam pencarian dan pengambilan obat
dan alkes. Ruang penyimpanan memiliki sirkulasi udara yang baik, memiliki
alat pengontrol suhu dan kelembapan di tiap-tiap ruangan, penyusunan obat
diletakkan diatas rak dan palet, ruang penyimpanan kondisi khusus dan
memiliki alat pencegah kebakaran.
Tempat penyimpanan memiliki pintu, jendela dan atap berterali untuk
menghindari kejadian pencurian. Berdasarkan arah arus penerimaan dan
pengeluaran obat, ruang penyimpanan ditata berdasarkan sistem arus garis
lurus. Obat dan alkes disimpan secara alfabetis, suhu ruangan, FIFO (First in
First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem penyimpanan FIFO
dan FEFO dapat menghindari kerusakan barang akibat penyimpanan obat
yang terlalu lama dan menghindari menumpuknya stok barang yang
sudah kadaluarsa. Penyimpanan obat antar palet dan rak diberikan jarak dan
tidak menempel pada dinding ruangan. Karena terbatasnya kapasitas ruangan
dan jumlah personil, terkadang obat-obatan dan alkes tidak tersusun dengan
rapi dalam rak yang telah disediakan.
Obat-obatan yang disimpan dalam suhu ruangan meliputi obat dalam
bentuk tablet, salep, dan cream yang tidak mengandung antibiotik. Obatobatan yang disimpan dalam ruangan sejuk (suhu < 25C) antara lain obat
tetes mata, antibiotik, obat HIV, obat TB, dan sirup kering. Narkotika dan
psikotropika disimpan dalam ruangan khusus yang didalamnya terdapat lemari
untuk menyimpan narkotika dengan pintu selalu dikunci. Obat dan alkes gigi
disimpan dalam lemari khusus yang dipisahkan dengan obat-obat dan alkes
lain. Penyimpanan vaksin ditempatkan pada ruangan khusus yang memiliki
beberapa refrigerator (pendingin) yang suhunya selalu dikontrol antara 2C8C. Perbekalan farmasi dan alkes yang mudah terbakar disimpan ditempat
penyimpanan yang terpisah.
Penyimpanan perbekalan farmasi dikelompokan menjadi beberapa bagian
meliputi:
a. Ruang A, yaitu ruang antibiotik.
b. Ruang B, yaitu ruang penyimpanan psikotropik.

c. Ruang C (gudang inti), yaitu ruang obat generik dan obat paten.
d. Ruang D, yaitu alat medis pakai habis (AMPH) gigi dan alkes, reagen
laboratorium.
e. Ruang F, terdiri dari ruang F1 dan F2 yaitu ruang antiseptik ; F3 dan F4
yaitu ruang B3, penyimpanan pot sputum dan bubuk abate;ruang F5 yaitu
ruang karantina obat ED dan obat yang ditarik dari peredaran.
f. Ruang G, yaitu ruang penyimpanan vaksin dan reagen basah dengan suhu
terkontrol 2-8oC
C.

Vaksin

disimpan

didalam coldchain, sedangkan reagen basah disimpan

didalam refrigerator showcase dimana masing-masing dilengkapi dengan


pengatur suhu.

Anda mungkin juga menyukai