Anda di halaman 1dari 28

BABI

LAPORANKASUS
I.1IDENTITASPASIEN
Nama

:Tn.B

Jeniskelamin :Lakilaki

Tempat/TglLahir:Jakarta,10/12/1997(17thn)

Sukubangsa :Jawa

Statusperkawinan

:Belummenikah

Agama

:Islam

Pekerjaan

:Pelajar

Pendidikan

:SLTA

Alamat

:Jl.BojongIndahNo.12

MasukRS

:6September2015

Kel.PondokKelapa,
Kec.DurenSawit,JakartaTimur

ANAMNESIS
Diambildari:Autoanamnesis,tanggal:7September2015
I.2RIWAYATPENYAKIT
Lokasi
:ICURSIPondokKopiJakarta
Tanggal/waktu
:7September2015
Tanggalmasuk
:6September2015
Keluhanutama
:Lukarobekdidadasebelahkiribawahakibatterkenabacokanbenda
tajam
Keluhantambahan

:nyeridadaketikamenariknapas

RIWAYATPENYAKITSEKARANG:
Padatanggal6September2015,pasiendatangkeIGDdengankeluhanlukatusukakibat
tawuran,mengenaidadakiribagianbawah.SetelahitupasiensegeradibawakeIGDRSIJPK.
SaatdatangkeIGDpasiendalamkeadaansadar,mengakuingatkejadiansaatditusuk.Pasien
merasanyeridibagianyangterkenatusukankandansemakinnyerijikapasienmenariknapas.
Selainitupasienjugamerasasesaknapas.Sesaknapasawalnyatidakada,kemudiansemakin
lamasemakindirasakanpasien.
RIWAYATPENYAKITYANGPERNAHDIDERITA
PenyakitDahulu
()Cacar
()Cacarair

()Malaria
()Disentri

()BatuGinjal/SaluranKemih
()Burut(Hernia)
1

()Difteri
()BatukRejan
()Campak
(+)Influenza
()Tonsilitis

()Hepatitis
()PenyakitProstat
()TifusAbdominalis()Wasir
()DiabetesMelitus ()Ginjal
()Sifilis
()Alergi
()Gonore
()Tumor

()Khorea
()Hipertensi
()DemamRematikAkut()UlkusVentrikuli
()Pneumonia
()UlkusDuodeni
()Pleuritis
()Gastritis
()Tuberkulosis
()BatuEmpedu

()PenyakitPembuluh
()PerdarahanOtak
()Psikosis
Lainlain:()

KesimpulanRiwayatPenyakityangpernahdiderita:Pasientidakmemilikiriwayatpenyakit
apapun.Riwayatalergiobatdisangkal.
RIWAYATKELUARGA
Riwayatdiabetesmellitus,hipertensi,asma,sertaalergiobatdalamkeluargadisangkal.
RIWAYATKEBIASAAN/POLAHIDUP
Pasien rajin berolahraga. Riwayat mengkonsumsi alkohol ataupun obatobatan terlarang
disangkalolehpasien.
I.3PEMERIKSAANFISIK6SEPTEMBER2015
StatusGeneralis
KeadaanUmum
KesanSakit
sakitsedang
Kesadaran

:tampak
:composmentis

TandaVital
Nadi
:88x/menit,teratur,isicukup
TekananDarah
:110/70mmHg
Nafas
:20x/menit,tipetorakoabdominal
Suhu
:36OC
Kepala
:Normocephali
Rambut
:Rambuthitamdistribusimeratadantidakmudahdicabut,cukuptebal
Wajah
:Wajahsimetris,tidakadapembengkakan.
Mata
:
Okuli Dekstra
Tenang

Palpebra
2

Okuli Sinistra
Tenang

Tidak

anemis,

tidak ikterik
Jernih
Dalam
Bulat(+), isokor

Telinga

Konjungtiva, Sklera
Kornea
Bilik mata depan
Iris, Pupil

refleks cahaya (+)


Jernih

:
Aurikula Dekstra
Normotia
Tidak nyeri
Tidak nyeri
Lapang, cairan (-)
Minimal
Sulit dinilai

Tidak

anemis,

tidak ikterik
Jernih
Dalam
Bulat(+), isokor

Lensa

refleks cahaya (+)


Jernih

Bentuk
Nyeri tekan aurikula
Nyeri tekan tragus
Liang telinga
Serumen
Membran timpani

Aurikula Sinistra
Normotia
Tidak nyeri
Tidak nyeri
Lapang, cairan (-)
Minimal
Sulit dinilai

Tenggorokan

Bentuk
:simetris
Sekret
:/
Mukosahiperemis
:/
Simetrissaatdiam,mukosanormal,kering(),sianosis()
Oralhigieneburuk,gigicaries(),trismus(),
mukosagusidanpipi:merahmuda,hiperemis(),ulkus()
lidah:normoglosia,ulkus(),hiperemis()massa()
TonsilT1T1tidakhiperemis,kriptatidakmelebar,detritus(),faring

Leher

tidakhiperemis,ulkus()massa()
Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid

Hidung
Bibir
Mulut

maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran


tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah, tekanan vena Jugularis
Thoraks

(JVP) : 5-2 cm H20


Bentuk dada simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan

Jantung

abdomino-thorakal, tidak ada retraksi.


Inspeksi
: bentuk dada normal, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi

: iktus kordis teraba pada sela iga 6 di linea

midklavikula kiri
Perkusi

: batas kanan jantung lebih sedikit dari linea sternalis

kanan dan batas kiri jantung 1 cm dar linea midklavikula kiri


Paru

Auskultasi
Inspeksi

: BJ I - II normal, murmur (-), gallop (-)


: bentuk dada normal, simetris statis dan dinamis
3

Palpasi

: fremitus vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi

: sonor

o Batas paru - hati setinggi sela iga 6 linea midklavikula kanan


o Batas paru- lambung setinggi sela iga 8 linea aksilaris anterior
kiri

Abdomen

Auskultasi

: Vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-, wheezing

-/Inspeksi

: perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi

padakulitperutmaupunbenjolan
Palpasi
: Distensi (+), NT (+), hepar dan lien tidak teraba

Anogenetalia
Ekstremitas

Kulit
Vertebrae

StatusLokalis

membesar.
Perkusi
:hipertimpati
Auskultasi :bisingusus(+)meningkat
Jeniskelaminlakilaki
Ekstremitasatas
:Edema/

Akralhangat+/+
Deformitas/
Ekstremitasbawah :Edema+/+
Akralhangat+/+
Deformitas/
Warnasawomatang merata,pucat (),tidak ikterik,tidak sianosis,
turgorkulitbaik,lembab,pengisiankapiler<2detik.
Bentuknormal,tidakterdapatdeviasi,benjolan(),ruam()

Regio Thorax
Inspeksi

: Simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retraksi tidak ada,


Tampak vulnus laceratum pada hemithorax sinistra sepanjang
linea midclavicularis linea axilaris anterior sinistra ICS 6 ICS
7, sudut luka lancip, ukuran panjang x lebar = 10 x 5 cm

Palpasi

: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri, krepitasi (-/-),


Nyeri tekan (+/-). Kedalaman luka 5 cm.

Perkusi

: Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

I.4PEMERIKSAANPENUNJANG
Laboratorium,06September2015(06.54)
DarahRutin
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil
13,1(L)
12,0(H)
39(L)
500(H)

NilaiNormal
12,515,5
5,010,0
4050
150400

RontgenThorax,6September2015

Kesan:

Cordanpulmodalambatasnormal
Strukturtulangtidakterlihatfraktur.

I.5RESUME
Pasienseoranglakilakiberusia18tahun,datang
keIGDdengankeluhanterkenatusukandidadakiribawahakibattawuran,menyebabkanluka
robek.PasiensegeradibawakeIGDRSIJPK.SaatdatangkeIGDpasiendalamkeadaansadar,
mengakuingatkejadiansaatditusuk.Pasienmerasanyeridibagianyangterkenatusukandan
semakinnyerijikapasienmenariknapas.Selainitupasienjugamerasasesaknapas,sesaknapas
awalnyatidakada,kemudiansemakinlamasemakindirasakan.
Daripemeriksaanfisikdidapatistatusgeneralisdalambatasnormal,statuslokalisregio
thoraxtampakvulnuslaceratumpadahemithoraxsinistrasepanjanglineamidclavicularislinea

axilarisanteriorsinistraICS6ICS7,sudutlukalancip,ukuranpanjangxlebarxtinggi=10cm
x5cmx5cm.
Dari hasil pemeriksaan foto thoraks, didapatkan kesan Cor dan pulmo dalam batas
normal,strukturtulangtidakterlihatfraktur.

I.6DIAGNOSISKERJA
Vulnuslaceratumetregiohemithoraxsinistra
I.7PENATALAKSANAAN
O22liter/menit

IVFDRL+tramadol1ampul
Injeksiketorolac1ampul
Injeksitetagam1ampul
Woundtoilet

Konsuldr.Sp.B:

Rencanaoperasi
Puasakanpasien
Inj.Ceftriaxone1x2gr

I.8PROGNOSIS
AdVitam
AdSanationam
AdFungtionam

:DubiaadBonam
:DubiaadBonam
:DubiaadBonam

I.9 LAPORAN OPERASI

Tanggal : 6 September 2015 pukul 10. 30 11.30 WIB


Diagnosis pra bedah : vulnus laceratum er thorax sinistra
Diagnosis pasca bedah : vulnus laceratum er thorax sinistra dengan rupture paru lobus

bawah
Pasien dengan anastesi umum
Tampak luka tusuk dengan perdarahan dan paru yang robek terbuka sepanjang + 8cm

pada lobus kiri, dilakukan hecting primer


Dipasang selang WSD
Tidak ada perdarahan kembali, ditutup dengan vicril no.1
Luka ditutup
6

Instruksi Post Operasi :

I.

Bila kesakitan tramadol 100 mg


Bila mula/muntah ondancentron 4 mg
Meropenem 3x 1 gr
Vit. C 4 x 200 mg

10 FOLLOW UP
Tanggal/

Hari
Perawatan
6/09/ 2015, OS dari OK

Kesadaran Dalam

Post op

Instruksi dr. Sp.B :

12.00

post OP

pengaruh obat

thoracotomy

Awasi TTV s/d

ICU

thoracotomy

TD: 86/33 mmHg

WSD ec

stabil

& pasang

Nadi : 102x/menit,lemah

Vulnus

Puasa hingga BU

WSD

RR: 18x/menit

laceratum er.

(+)

S: 37C

Hemithorax

IVFD Asering 3

Status Generalis:

sinistra dengan

kolf/24 jam

Mata : CA anemis +/+

ruptur paru

Meropenem 3 x 1

Pulmo: SN vesikuler +/+

lobus bawah

gr

Rh -/- Wh-/-

Paracetamol 4 x

Akral dingin

500 mg IV
Cek Hb, bila < 10
transfusi PRC
Hitung produksi
WSD
Instruksi dr.Sp.An:
Vit. K 3 x 1 amp
satu hari

6/09/ 2015,

Sesak napas,

GCS 15

Post op

Kalnex 3 x 1
Instruksi dr.Sp.An:

15.30

Nyeri daerah

TD: 69/40 mmHg

thoracotomy

Loading asering

ICU

yang

Nadi : 113x/menit,lemah

WSD ec

500 cc

terpasang

RR: 18x/menit

Vulnus

Transfusi PRC 600

selang WSD

S: 37.8C

laceratum er.

cc

Status Generalis:

Hemithorax

Bila TD belum

Mata : CA anemis +/+

sinistra dengan

naik setelah

Pulmo: SN vesikuler +/+

ruptur paru

transfusi

Rh -/- Wh-/-

lobus bawah

dobuject 5 mcg

Akral dingin

dan vascon 0,05

WSD : produksi cairan

mcg

400 cc, undulasi +,


merah

Instruksi dr. Sp. B:

Laboratorium

Acc transfusi PRC

(6/09/2015, 12.13):

Terapi lain lanjut

Hb : 7,1 (L)
Leukosit : 16. 6 (H)
Ht : 21 (L)
7/09/2015

Sesak napas

Trombosit : 423 (H)


GCS 15

ICU

berkurang,

TD: 118/81 mmHg

thoracotomy

Terapi lanjut

Nyeri daerah

Nadi : 85x/menit

WSD hari I

Awasi perdarahan

yang

RR: 16x/menit

Dobuject dan

terpasang

S: 37.3C

vascon stop

selang WSD

Mata : CA anemis +/+

Ro thorax post

Pulmo: SN vesikuler +/+

WSD

Rh -/- Wh-/-

Boleh pindah

Akral hangat

ruangan

Post op

Instruksi dr. Sp. B:

WSD : produksi cairan


50 cc, undulasi -, merah

Instruksi dr.Sp.An:

Laboratorium

IVD Asering

(6/09/2015, 06.08):

1500/24 jam

Hb : 10,4 (L)
8

Rontgent Thorax 7/09/2015:


Kesan :

Dibanding foto sebelumnya pulmo

tampak perbaikan
Cor dalam batas normal
Tip WSD di intra abdomen, sub
diafragma kiri?.

Tanggal/

Hari
Perawatan
8/09/2015
Sesak

GCS 15

Post op

Instruksi dr. Sp. B:

(-),Nyeri

TD: 120/80 mmHg

thoracotomy

Terapi lanjut

daerah yang

Nadi : 85x/menit

WSD hari II

Aff DC

terpasang

RR: 20x/menit

Transfusi PRC 500

selang WSD

S: 36.5C

cc

Mata : CA anemis +/+

Cek albumin

Pulmo: SN vesikuler +/+

Klem WSD jika

Rh -/- Wh-/-

sesak lepas klem

Akral hangat
WSD : produksi cairan
minimal, undulasi Laboratorium
(8/09/2015, 21.04):
Hb : 8.3
Leukosit : 6300
9

9/092015

Sesak (-),

Albumin : 2.8 (L)


GCS 15

Post op

Instruksi dr. Sp. B:

Nyeri daerah

TD: 110/70 mmHg

thoracotomy

Terapi lanjut

yang

Nadi : 84x/menit

WSD hari III

Aff WSD

terpasang

RR: 20x/menit

selang WSD

S: 37,4C

Ro thorax ulang

Pulmo: SN vesikuler +/+


Rh -/- Wh-/10/09/2015

(-)

GCS 15

Post op

Instruksi dr. Sp. B:

TD: 120/80 mmHg

thoracotomy

Boleh pulang

Nadi : 84x/menit

WSD hari IV

Obat pulang :

RR: 20x/menit

As. Mefenamat 3 x

S: 36,4C

1 tab

Pulmo: SN vesikuler +/+

Fixacep 2 x 200

Rh -/- Wh-/-

mg

Kesan Ro thorax post


WSD : efusi pleura kiri

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI
Trauma toraks adalah semua rudapaksa yang mengenai toraks yang meliputi dinding
toraks dan segenap isinya baik rudapaksa tajam, tumpul maupun tajam.3
II.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi Rongga Thorax
Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada vertebra
thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan
berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga
memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk
tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas
clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior
thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya
membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis
mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior.
Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan
gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan
terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
11

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta,
dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk
tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi
sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru
selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
Fisiologi
Rongga thorax dapat dibandingkan dengan suatu pompa tiup hisap yang memakai pegas,
artinya bahwa gerakan inspirasi atau tarik napas yang bekerja aktif karena kontraksi otot
intercostals menyebabkan rongga thorax mengembang, sedangkan tekanan negatif yang
meningkat dalam rongga thorax menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran napas atas ke
dalam paru. Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif karena
elastisitas/daya lentur jaringan paru ditambah relaksasi otot intercostals, menekan rongga thorax
hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara keluar melalui jalan napas.
Adapun fungsi dari pernapasan adalah:
1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke dalam/dari paru dengan
cara inspirasi dan ekspirasi tadi.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh sistem jalan napas
sampai alveoli
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel pada dinding alveoli
(pertukaran gas)
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan oksigennya dan darah
venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk
menghidupi jaringan tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan menimbulkan
gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini
misalnya terdapat pada suatu trauma pada thorax. Adanya lubang di dinding dada atau di pleura
visceralis akan menyebabkan udara masuk kedalam rongga pleura, sehingga pleura visceralis
terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding toraks dan
diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberi
tekanan negatif, udara ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan lagi. 2

12

II.3. KLASIFIKASI
Menurut Marijata (2006), berdasarkan penyebabnya trauma toraks dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Trauma toraks terbuka
Akibat luka tusuk atau luka yang menembus/membuat lubang.
Patologi pembedahan : trauma yang menusuk pada dinding dada akibat pisau,
tembakan pistol, atau luka lain besar kemungkinannya terjadi komplikasi berupa
pneumotoraks, kerusakan organ visceral intratorakal, dan infeksi.
2. Trauma toraks tertutup
Akibat trauma tumpul, deselerasi, atau luka remuk.
Patologi pembedahan : trauma tumpul langsung pada dinding dada terjadi akibat luka
tabrak, terkena dashboard dan kemudi setir yang dapat menyebabkan patah tulang
iga, dada flail (flail chest) dengan gerakan paradoksal, ruptur diafragma, atau
komplikasi kardiovaskuler yang serius. Kekerasan deselerasi, yang dapat terjadi pada
kecelakaan pesawat dan mobil besar kemungkinannya menyebabkan ruptur aorta
descenden distal arteri subclavia dan ruptur diafragma. Luka yang remuk/hancur
menyebabkan perdarahan intraalveolar, hematom pulmo dan hipoksia.
II.4. PATOFISIOLOGI
Secara singkat patofisiologi dari trauma toraks meliputi : 3
1. Perdarahan

Keluar (exsanguinasi)

Tertampung pada rongga pleura (hematotoraks)

Perdarahan kecil-kecil, masuk kedalam jaringan (hematoma)

Perdarahan intraalveolar, diikuti kolapsnya kapiler-kapiler dan atelektasis, hingga


tahanan perifer di paru meningkat, diikuti aliran darah menurun dan akan terjadi
gangguan pertukaran gas.

Perdarahan tertampung pada cavum pericardii (tamponade cordis)

2. Kerusakan akveoli/jalan napas/pleura sehingga pernapasan bocor

Tertampung pada cavum pleura (pneumotoraks)

Tempat kebocoran bersifat katub/ventil, terjadi pneumotoraks desakan (tension


pneumotorax)
13

Udara masuk kedalam jaringan bawah kulit (emfisema kutis)

Udara masuk kedalam jaringan di mediastinum (emfisema mediastinum)

3. Patah tulang iga

Timbulnya rasa nyeri, sehingga penderita tidak mau bernafas (terjadi gangguan
ventilasi) dan tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/tidak bisa keluar).

Terjadi fail chest bila patah tulang iga jamak dan segmental (lebih dari satu tempat)

4. Kompresi pada dada dapat menimbulkan terjadinya asfiksia traumatika


II.

5 GAMBARAN KLINIS4,6
Gambaran klinis dari trauma toraks tergantung dari struktur atau organ dalam rongga

thorax yang mengalami kelainan akibat trauma, diantaranya terdiri dari : Nyeri, dyspneu akibat
fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, flail chest, ruptur diafragma, ruptur trakhea atau bronkhus
utama atau kerusakan serius organ viseral; pernapasan yang tiba-tiba meningkat (sesak napas
memburuk secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya pneumotoraks desak (tension
pneumothorax). Selain itu dapat juga terjadi :
1.

Syok akan parah jika berhubungan dengan kerusakan organ dalam

2.

Trauma dinding dada tampak memar, gerakan dinding dada paradoksal, atau nyeri
pada fraktur kosta.

3.

Emfisema subkutis krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat udara yang masuk
ke

subkutan,

disebabkan

fraktur

kosta

atau

rupturnya

trakhea

daerah

servikal/bronkhus.
4.

Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis ditandai dengan nyeri atau suara


ngik-ngik dari laring dan suara klik parakardial yang terjadi bersamaan dengan
suara jantung dicurigai adanya rutur esofagus atau trakhea.

5.

Deviasi trakhea akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi sebelahnya,
akibat kolapsnya paru pada sisi yang sama.

6.

Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP) terjadi


pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva

7.

Paru hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang menurun atau
hilang menunjukkan hemothoraks, pneumothoraks atau kolaps paru. 4,6

Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan bila
tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:
14

1. Obstruksi jalan napas

Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah

PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas

Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis

2. Tension pneumotoraks

Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift

Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift

3. Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)

Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif

Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura

4. Tamponade

Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP > 15

Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat

5. Ruptur aorta

Tanda: tidak spesifik, syok

Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura

6. Ruptur trakheobronhial

Tanda: Dispnoe, batuk darah

Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms

7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera

Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks

Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift

8. Flail chest berat dengan kontusio paru

Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis

Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura

9. Perforasi esofagus

Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal

Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran


mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks

II.6 PENATALAKSANAAN TRAUMA THORAX


Prinsip
15

Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary


survey - secondary survey)

Standar pemeriksaan diagnostik (hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah :
portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan
melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa.

Pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah


melakukan prosedur penanganan trauma.

PRIMARY SURVEY
Airway
Assessment :

perhatikan patensi airway

dengar suara napas

perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada

Management :

inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
hilangkan benda yang menghalangi jalan napas

re-posisi kepala, pasang collar-neck

lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)

Breathing
Assesment

Periksa frekwensi napas

Perhatikan gerakan respirasi

Palpasi toraks

Auskultasi dan dengarkan bunyi napas

Management:

Lakukan bantuan ventilasi bila perlu

Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open


pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
16

Circulation
Assesment

Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi

Periksa tekanan darah

Pemeriksaan pulse oxymetri

Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)

Management

Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines

Torakotomi emergency bila diperlukan

Operasi Eksplorasi vaskular emergency

II.7 KELAIAN AKIBAT TRAUMA THORAX DAN TATALAKSANANYA


TRAUMA PADA DINDING DADA
FRAKTUR IGA
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada
dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan
trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga
IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan
intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada
iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala
(pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks,
atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:

Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)

Bronchial toilet

Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah

Cek Foto Ro berkala


17

Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks,
hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung,
diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek
lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat
manajemen analgetik yang tidak adekuat.
FRAKTUR KLAVIKULA

Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma
pada sendi bahu ).

Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)

Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.

Foto Rontgen tampak fraktur klavikula

Penatalaksanaan
1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
2. Operatif : fiksasi internal
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus brakhialis
dan pembuluh darah subklavia.
FRAKTUR STERNUM

Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada
pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.

Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar

Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum

Sering disertai fraktur Iga.

Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.

Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi


Pemeriksaan

Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran
sternum yang tumpang tindih.
18

Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma
jantung).

Penatalaksanaan
1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan
observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk
stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada
organ atau struktur di mediastinum.
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA

Kasus jarang

Dislokasi anterior

: nyeri,

nyeri

tekan, terlihat

"bongkol klavikula"

(sendi

sternoklavikula) menonjol kedepan

Posterior : sendi tertekan kedalam

Pengobatan : reposisi

FLAIL CHEST
Definisi
Flail chest adalah area thoraks yang melayang (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel
berturutan 3 iga , dan memiliki garis fraktur 2 (segmented) pada tiap iganya dapat tanpa atau
dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah: terbentuk area flail segmen yang mengambang
akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi, sehingga
udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada
paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. Fraktur
pada daerah iga manapun dapat menimbulkan flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks, pneumothoraks,
hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memperberat keadaan penderita.
Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu insufisiensi respirasi dan jika korban trauma masuk rumah
sakit, atelectasis dan berikut pneumonia dapat berkembang.
Karakteristik
19

Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat
pada pasien dalam ventilator

Menunjukkan trauma hebat

Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)

Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang
seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak
dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik
pernapasan secara keseluruhan.
Penatalaksanaan

sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan
atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD
berkala dan takipneu

pain control

stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)

bronchial toilet

fisioterapi agresif

tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet

Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:


1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"

TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU


PNEUMOTHORAX

20

Adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang terperangkap
dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga
mengganggu proses pengembangan paru. Merupakan salah satu dari trauma tumpul yang sering
terjadi akibat adanya penetrasi fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks
bisa juga terjadi akibat decelerasi atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai adanya fraktur
iga. Pasien akan melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. pneumothoraks terbagi atas tiga
yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.
Simple Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:

Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)

Tidak ada mediastinal shift

PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada

Penatalaksanaan: WSD
Tension Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara
dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:

Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru,
mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea venous
return hipotensi & respiratory distress berat.

Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi,
JVP , asimetris statis & dinamis

Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro

Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
2. WSD
Open Pneumothorax

21

Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk
rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
HEMATOTHORAX

Definisi: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus
pada dada.

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu
diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan
yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.

Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah
yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan
depresi pernapasan

Pemeriksaan

Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)

Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru

Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks

Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):

Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah
kejadian trauma.

Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut

Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut

Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam

Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
22

200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut

300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut

500 cc dalam 1 jam

Penatalaksanaan
Tujuan:

Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.

Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.

Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan
Water Sealed Drainage
Fungsi WSD sebagai alat:
1. Diagnostik
2. Terapeutik
3. Follow-up
Tujuan:
1. Evakuasi darah/udara
2. Pengembangan paru maksimal
3. Monitoring
Indikasi pemasangan:

Pneumotoraks

Hematotoraks

Empiema

Effusi pleura lainnya

Pasca operasi toraks

Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.

Tindakan :

Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.

Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokard.

Indikasi pencabutan WSD :

23

1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi negatif
atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
2. Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb.)
KONTUSIO PARU

Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi
dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah trauma tumpul
thoraks.

Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema
parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan
kematian.

Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara nafas
berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.

Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi lung


compliance ventilation-perfusion mismatch hypoxia & work of breathing

Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 )


Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:

Mempertahankan oksigenasi

Mencegah/mengurangi edema

Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika,
bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang
disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme
terjadinya pneumothoraks oleh karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan
adanya tubrukan yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau
esophagus. Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
24

Penatalaksanaan umum : WSD


Indikasi operasi :

Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)

Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru

Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas

RUPTUR DIAFRAGMA

Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada
daerah toraks inferior atau abdomen atas.

Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak
dapat menahan tekanan tersebut.

Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior.
Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks atau
intraabdominal).

Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat kita curigai
bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh
ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior.

Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan

Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks

Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan
perdarahan pada cavum pleura kiri.

Dapat terjadi ruptur ke intra perikardia

Diagnostik:

Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen

Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen akut)

Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral, terlihat


adanya organ viseral di toraks)

CT scan toraks

Penatalaksanaan:
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
25

RUPTUR TRAKEA DAN BRONKUS


Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma tumpul
dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada
saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan saluran
trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian
ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1
sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus. Pneumothoraks,
pneumomediatinum, emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat
merupakan gejala dari ruptur ini.
TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang berat, trauma
tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala trias Beck
yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa
disertai ruptur dapat menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :

Trauma tumpul di daerah anterior

Fraktur pada sternum

Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs midklavikula kiri, arkus kosta kiri)

Diagnostik

Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)

Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada mediastinum


menunjukkan kecurigaan efusi perikardium

Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade


26

Penatalaksanaan
1. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi
eksplorasi emergency
2. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi.
3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi ketat
untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel
beberapa bulan/tahun pasca trauma.
RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur tersering adalah di
bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari
penderita trauma thoraks dengan ruptur aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang
melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, penekanan
bronkus utama kiri.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmad, K. B., Purba, R. T., 1991, Trauma Torak dan Laporan Kasus Trauma Torak dalam
Simposium Pengenalan Dini Dan Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia, Jakarta: 25-35
2. Sjamsuhidajat, R., de Jong W., 1997, Buku-Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta:
512-524
3. Anonym, 2000, Standar Pelayanan Medis RSUP DR.Sardjito, jilid 3, 2 nd ed, Medika Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 167-172
4. Marijata, 2006, Trauma Dada dalam Pengantar Dasar Bedah Klinis, Unit Pelayanan Kampus
(UPK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 18-26
5. Anonym, 2006, Primary Trauma Care,
http://www.primarytraumacare.org/PTCMain/Training/pfd/PTC_INDO.pdf
6. Anonym, 2006, Chest Injury, http://www.madsci.com/manu/trau_che.htm#60
7. 1. Komisi Trauma IKABI. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. Jakarta : Komisi
Trauma IKABI. 2004

28

Anda mungkin juga menyukai