Anda di halaman 1dari 13

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 Untuk Wajib Pajak Badan

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak 2012 dan Tahun 2011
adalah sebagai berikut :

a.

Berdasarkan pasal 17 Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan :


Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25 % (dua puluh delapan
persen) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.

b.

Berdasarkan pasal 31 E Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan :


Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan

atas

Penghasilan

Kena

Pajak

dari

bagian

peredaran

bruto

sampai

dengan

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).


c.

Untuk keperluan penerapan tarif pajak jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam
ribuan rupiah penuh.

Penerapan Tarif PPh Badan Tahun 2012 dan Tahun 2011 dalam perhitungan PPh Terutang :
a.

Untuk Peredaran Usaha Bruto Sampai dengan Rp.4.800.000.000,-

tarif PPh Badan dikenakan

sebesar 25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak


b.

Untuk Peredaran Usaha diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,- tarif PPh
Badan dikenakan sebesar :

1.

Bagian Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,- :


25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto Rp.4.800.000.000,-)

2.

Bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,25 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai
dengan Rp.50.000.000.000,-)

c.

Untuk Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.50.000.000.000,- tarif PPh Badan dikenakan sebesar :
25 % x Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi bersifat progresif yaitu semakin
besar penghasilan akan dikenakan tarif pajak yang lebih besar.
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah berdasarkanpasal 17 Undangundang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan berlaku untuk tahun pajak 2012,
2011, 2010 dan 2009 dengan perincian sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Tarif Pajak

5%
(lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai

15%

dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

(lima belas persen)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

25%

sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(dua puluh lima persen)

30%
(tiga puluh persen)

Angsuran PPh Pasal 25


Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Kondisi-Kondisi Tertentu
Ketentuan penghitungan PPh Pasal 25 dapat berbeda dari penghitungan PPh Pasal 25 secara umum.
Perbedaan penghitungan terjadi apabila perusahaan dihadapkan pada kondisi-kondisi tertentu,
antara lain :

1.

PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Besarnya
anggsuran yang harus dibayar untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.

2.

Dalam tahun pajak berjalan WP menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) Apabila WP menerima SKP
untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak akan dihitung kembali berdasarkan
SKP tersebut. Nilai PPh Pasal 25 yang baru, mulai berlaku pada bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan SKP.

3.

WP berhak atas kompensasi kerugian Apabila Wajib Pajak Badan memiliki kompensasi kerugian
fiskal, yang timbul pada tahun pajak sebelumnya. Kerugian fiskal tersebut dapat dikompensasikan
dengan penghasilan neto, pada tahun pajak berikutnya sampai dengan 5 (lima) tahun. Dengan
demikian penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP yang berhak atas kompensasi kerugian tersebut
adalah sebagai berikut:

4.

WP memperoleh penghasilan tidak teratur Suatu perusahaan umumnya menerima penghasilan yang
bersifat teratur dan tidak teratur. Penghasilan teratur merupakan penghasilan yang lazimnya
diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang
bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali
penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Sedangkan penghasilan
tidak teratur dapat berupa keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan
keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari
kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. Penghasilan tidak teratur
ini dapat dipotong/dipungut pajak oleh pihak yang memberikan penghasilan. Terkait dengan
penghasilan teratur dan tidak teratur, maka penghitungan angsuran pajak dalam tahun, maka
penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP yang memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebagai
berikut:

5.

SPT Tahunan PPh disampaikan setelah batas waktu yang ditetapkan Dalam kondisi tertentu,
misalnya audit laporan keuangan perusahaan belum selesai dilakukan, atau belum tersedianya dana
untuk membayar pajak yang terutang. Sehingga perusahaan menyampaikan SPT Tahunan PPh
setelah jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan PPh yang telah ditetapkan. Bila kondisi tersebut
dialami oleh WP Badan, maka nilai angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan setiap bulannya
adalah sebagai berikut:
Skema 1

Atas kondisi tersebut, terdapat dua konsekuensi terhadap PPh Pasal 25-nya, yaitu:

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih besar dari yang telah dibayarkan, maka
kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih kecil dari yang telah dibayarkan, maka atas
kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulanbulan berikutnya.

6.

WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Dalam kondisi tertentu
WP Badan dapat saja mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh. Apabila hal tersebut dilakukan oleh WP, maka berikut ini merupakan ketentuan dalam
menghitung besarnya nilai PPh Pasal 25.

Skema 2

Atas kondisi tersebut, terdapat dua konsekuensi terhadap PPh Pasal 25-nya, yaitu:

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih besar dari yang telah dibayarkan, maka
kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih kecil dari yang telah dibayarkan, maka atas
kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulanbulan berikutnya.

7.

WP melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak membetulkan SPT PPh Tahun pajak lalu,
maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan dan akan
berlaku surut mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan tersebut. SPT Tahunan yang dibetulkan,
terdapat dua konsekuensi terhadap PPh Pasal 25-nya, yaitu:

Bila nilai PPh Pasal 25 ternyata menjadi lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan
pembetulan. Atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per-bulan sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal
penyetoran.

Bila nilai PPh Pasal 25 ternyata menjadi lebih kecil dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan
pembetulan. Atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulanbulan berikutnya setelah penyampaian SPT PPh Pembetulan.

8.

Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP Perubahan keadaan kegiatan atau usaha yang
dilakukan oleh WP, merupakan hal yang wajar. Dimana tidak jarang WP dihadapkan pada kondisikondisi tertentu, yang dapat secara drastis meningkatkan laba ataupun sebaliknya. Perubahan
penghasilan yang diterima/diperoleh WP akan mempengaruhi kewajiban PPh Pasal 25. Jika dalam
tahun pajak berjalan terjadi penurunan omzet, maka WP Badan dapat mengajukan permohonan
pengurangan PPh Pasal 25. Namun jika kondisi yang terjadi adalah laba WP dalam tahun pajak
berjalan bertambah besar, maka besarnya nilai PPh Pasal 25 dapat dihitung kembali. Apabila WP
mengalami penurunan pendapatan dan ingin mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh
Pasal 25, maka berikut adalah ketentuan yang perlu diketahui:

WP dapat mengajukan permohonan tersebut, saat telah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya
satu tahun pajak;

WP dapat memperlihatkan bahwa PPh yang terutang pada tahun pajak tersebut kurang dari 75%
dari dasar penghitungan PPh Pasal 25;

WP dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak Terdaftar.

WP harus menyertakan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang (berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh, serta besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan
yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

Bila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan tersebut, Kepala
KPP tidak memberikan keputusan, maka permohonan WP tersebut dianggap diterima.

Bila permohonan tersebut dikabulkan maka WP dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25
sesuai dengan penghitungannya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika dalam tahun pajak berjalan WP mengalami
peningkatan usaha, dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% (serta lima puluh persen) dari dasar penghitungan PPh Pasal 25. Besarnya PPh Pasal 25 untuk
bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak tersebut, harus dihitung kembali oleh WP atau Kepala
Kantor Pelayanan Pajak dimana WP terdaftar.

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk WP Tertentu


Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa angsuran dalam tahun berjalan dihitung berdasarkan
SPT Tahunan PPh tahun lalu. Akan tetapi untuk WP tertentu, angsuran pajak penghasilan dapat
dihitung dengan ketentuan yang berbeda. Penghitungan yang berbeda ini dimaksudkan untuk lebih
mendekati kewajaran penghitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data
terkini dari kegiatan usaha tersebut. Berikut merupakan ketentuan penghitungan angsuran, yang
berbeda dan disesuaikan dengan kegiatan usaha tertentu.

1.

WP Badan Baru:

2. Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi:

3. WP BUMN & BUMD


a.

WP BUMN & BUMD setelah Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

disahkan:

b. WP BUMN & BUMD sebelum Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) disahkan:
Sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir pajak sebelumnya.

4.

WP masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat

laporan
keuangan berkala:

Catatan: Tarif umum yang dimaksud adalah tarif penghitungan pajak penghasilan bagi WP Badan
menurut ketentuan perundang-undangan yag berlaku.
No
1

2
3

Ketentuan
Berlaku
sampai
dengan
tanggal 31 Desember 2008
Berlaku pada tahun 2009
Berlaku pada tahun 2010

Tarif
a. s.d Rp 50.000.000 = 10%
b. diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 100.000.00 = 15%
c.
diatas Rp 100.000.00 = 30%
28%
25%

Untuk WP Badan masuk bursa diberikatn tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku, sesuai
dengan ketentuan serta syarat yang berlaku
Jatuh Tempo Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 25:
No
1
2

Deskripsi
Pembayaran
Pelaporan

Jatuh Tempo
dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak
berakhir
paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

Tata cara pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25


Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana lain
yang dipersamakan dengan SSP. SSP dijadikan bukti pembayaran apabila telah divalidasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). NTPN itu sendiri merupakan nomor yang tertera pada
bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP. Apabila SSP tersebut telah mendapat
validasi (NTPN). Akan tetapi, Wajib Pajak tetap harus menyampaikan SPM PPh Pasal 25 apabila:
a.

jumlah angsuran PPh Pasal 25 adalah nihil

b.

bentuk satuan uang yang dibayarkan selain rupiah, atau

c.

melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan NTPN tetap
harus menyampaikan SPM PPh Pasa 25.

Peraturan Perundang-Undangan terkait dengan PPh Pasal 25

CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI


Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada tahun 2010
sebesar Rp180.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Si A
menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:

Jumlah peredaran setahun Rp180.000.000,Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%
Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000,- = Rp 3.000.000,Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP Rp 36.000.000,- Rp 19.800.000,- =
Rp 6.200.000,Pajak Penghasilan yang terutang : 5% x Rp 6.200.000,- = Rp 310.000,PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan: Rp 310.000,- : 12 = Rp 25.833,CONTOH

PENGHITUNGAN

ANGSURAN

PPh

PASAL

25

WAJIB

PAJAK

BADAN

Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun 2010 memiliki penerimaan bruto
dalam setahun sebesar Rp 500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha
(sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 4.250.000.000,-.

Dengan demikian, penghasilan netonya adalah : Rp 500.000.000,- Rp 425.000.000,- = Rp


75.000.000,Pajak Penghasilan yang terutang : Rp75.000.000,- x 25% x 50% = Rp9.375.000,Tarif 50% di atas dikarenakan Koperasi Unit Desa A mendapat fasilitas.
PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar KUD A setiap bulan: Rp9.375.000,- : 12 = Rp781.250,-

Anda mungkin juga menyukai