Anda di halaman 1dari 55

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH


DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

1. PENDAHULUAN
Teknologi penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi
pemotretan udara yang mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19. Manfaat
potret udara dirasa sangat besar dalam perang dunia pertama dan kedua,
sehingga cara ini dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat itu istilah
penginderaan jauh (remote sensing) dikenal dan menjadi populer dalam dunia
pemetaan .

Eksplorasi ruang angkasa yang berlangsung sejak tahun 1960 an antara lain
diwakili oleh satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera presisi
tinggi mengambil gambar bumi dan memberikan informasi berbagai gejala
dipermukaan bumi seperti geologi,

kehutanan, kelautan dan sebagainya.

Teknologi pemotretan dan perekaman permukaan bumi berkembang lebih


lanjut dengan menggunakan berbagai sistim perekam data seperti kamera
majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer yang
berlangsung sampai sekarang. Bahkan dalam waktu terakhir ini alat GPS
(Global Positioning System) dimanfaatkan pula untuk merekam peta ketinggian
dalam bentuk DEM (Digital Elevation Model).

Pada tahun 1972 satelit Earth Resource Technology Satellite - 1 (ERTS-1),


sekarang dikenal dengan Landsat, untuk pertama kali diorbitkan Amerika
Serikat. Satelit ini dikenal sebagai satelit sumber alam karena fungsinya adalah
untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan.
Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat
untuk menunjang program pemetaan, yang dalam waktu pendek disimpulkan
bahwa data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan
dalam lingkup area yang sangat luas. Sukes program Landsat diikuti oleh
negara-negara lain dengan diorbitkannya berbagai satelit sejenis seperti SPOT
oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh

26

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar
tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor
untuk mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan
diorbitkan melalui satelit-satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek
kecil di permukaan bumi dapat pula direkam.

Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak


dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi
mineral dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan
dalam bidang kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai
kendala, diantaranya data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus
dan paling utama adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil
sangat terbatas.

Dalam pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada perkembangan


teknologi penginderaan jauh tanpa membahas prinsip dasarnya secara
mendalam, selain itu membahas mengenai prospek penggunaannya untuk
bidang geologi secara umum.

2. PRINSIP DASAR

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan


menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan
obyek tersebut.

Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup


pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang
memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak
termasuk

dalam klasifikasi

ini. Namun

sebagian pakar

memasukkan

pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh.

27

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Pada dasarnya teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh adalah


suatu teknologi yang merekam interaksi sinar/berkas cahaya yang berasal dari
sinar matahari dan benda/obyek di permukaan bumi. Pantulan sinar matahari
dari benda/obyek di permukaan bumi ditangkap oleh kamera/sensor, tiap
benda/obyek memberikan nilai pantul yang berbeda sesuai dengan sifatnya.
Pada pemotretan udara rekaman dilakukan dengan media seluloid/film,
sedangkan penginderaan jauh melalui media pita magnetik dalam bentuk
sinyal-sinyal digital. Dalam perkembangannya batasan tersebut menjadi tidak
jelas karena rekaman potret udarapun seringkali dilakukan dalam bentuk digital
pula.

Sejarah pemotretan udara telah berjalan cukup lama sejak awal abad 19 tetapi
pada pertengahan sampai akhir abad penggunaan semakin meningkat, seperti
diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

1839
1858
1882
1909
191020
192050
1934
1940's
1940's

19501970

Photography was invented


Parisian Photographer, Gaspard Felix Tournachon used a
balloon to ascend to a height of 80m to obtain the
photograph over Bievre, France
Kites were used for photography
Airplanes were used as a platform for photography
World War I. Aerial reconnaissance: Beginning of photo
interpretation
Aerial photogrammetry was developed
American Society of Photogrammetry was established.
Radar development for military use started
Color photography was invented
Non-visible portions of electromagnetic spectrum, mainly
near-infrared, training of photo-interpretation
Further development of non-visible photography, multicamera photography, color-infrared photography, and nonphotographic sensors. Satellite sensor development - Very
High Resolution Radiometer (VHRR), Launch of weather
satellites such as Nimbus and TIROS

28

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

1962
1972
1982

1986

198090

1986-

The term "Remote Sensing" first appeared


The launch of Landsat-1, originally ERTS-1,Remote sensing
has been extensively investigated and applied since then
Second generation of Landsat sensor: Thematic Mapper
French SPOT-1 High Resolution Visible sensors MSS, TM,
HRV have been the major sensors for data collection for
large areas all over the world. Such data have been widely
used in natural resources inventory and mapping. Major
areas include agriculture, forest, wet land, mineral
exploration, mining, etc.
Earth-Resources Satellite from other countries such as India,
Japan, and USSR. Japan's Marine Observing Satellite (MOS
- 1)
A new type of sensor called an imaging spectrometer, has
been developed.

developers: JPL, Moniteq,ITRES and CCRS.


Products: AIS, AVIRIS, FLI, CASI, SFSI, etc. A more
detailed description of this subject can be found in Staenz
(1992).
Proposed EOS aiming at providing data for global change
monitoring. Various sensors have been proposed.

1990-

Japan's JERS-1 SAR,


European ERS Remote Sensing Satellite SAR,
Canada's Radarsat
Radar and imaging spectrometer data will be the major
theme of this decade and probably next decade as well

Awal tahun 2000 satelit satelit dengan resolusi tinggi ( 1 5 meter) telah
masuk ke dalam pasar untuk kepentingan sipil.

Di bawah ini akan disinggung secara singkat mengenai teknologi pemotretan


udara dan penginderaan jauh, khususnya yang melalui wahana satelit.

2.1. Gelombang elektromaknit

29

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Di dalam pemotretan udara dan penginderaan jauh sinar matahari dijadikan


sumber energi yang dimanfaatkan dalam pemotretan muka bumi. Sinar
matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi sebagian dipantulkan kembali
ke angkasa, besarnya nilai pantul ditangkap/direkam oleh kamera/scanner/alat
perekam lain dalam bentuk sinyal energi. Benda benda di permukaan bumi
yang berbeda sifatnya akan memantulkan nilai (prosentase) pantulan yang
berbeda dan direkam dalam bentuk sinyal analog (potret) dan sinyal digital
(angka) yang selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk gambar (citra).
Perbedaan nilai pantul ini yang antara lain digunakan untuk membedakan satu
benda dengan benda lain pada potret/citra (Gambar 1).

Gambar 1. Skema umum sistim penginderaan jauh

Sinar

matahari

disusun

oleh

berbagai

berkas

cahaya

(gelombang

elektromaknit) mulai dari berkas cahaya gamma yang mempunyai panjang


gelombang pendek sampai gelombang radio yang mempunyai panjang
gelombang panjang seperti dapat dilihat pada gambar 2.

30

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 2. Selang panjang gelombang elektromagnet

Hanya sebagian kecil dari berkas cahaya dapat dilihat oleh mata manusia,
yaitu yang dikenal sebagai gelombang tampak (visible spectrum) yang dapat
dilihat pada warna pelangi. Berkas cahaya lain tidak kasat mata tapi dapat
direkam dalam bentuk citra.

Perjalanan berkas cahaya matahari ke permukaan bumi juga tidak mulus


semua karena diganggu oleh gas gas yang terdapat di atmosfera. Sebagian
berkas cahaya akan dipantulkan kembali, sebagian diserap sehingga tidak
sampai ke bumi. Berkas cahaya yang ditransmisi menembus atmosfera dan
sampai ke bumi hanya terdapat pada selang cahaya tertentu, zona ini disebut
sebagai

jendela atmosfera (atmospheric windows). Zona inilah yang

dimanfaatkan dalam teknologi pemotretan dan penginderaan jauh (Gambar 3)

31

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 3. Proses yang berlangsung di atmosfir


selama gelombang menjalar ke permukaan bumi

Pada dasarnya perekaman permukaan bumi untuk keperluan pemetaan dapat


ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan jalan pemotretan udara dan
perekaman digital melalui wahana udara atau satelit. Kedua cara ini pada
dasarnya berbeda, walaupun demikian dalam perkembangannya yang terakhir
kedua perbedaan tersebut menjadi makin kecil.

2.2. Pemotretan udara

Pemotretan udara pada umumnya menggunakan kamera dan film, dan


menghasilkan potret (data analog). Secara garis besar, pemotretan udara dan
hasil ikutannya dalam bentuk peta merupakan bidang kegiatan ilmu geodesi
yang dikenal dengan bidang fotogrametri. Bidang ini meliputi : (1).
Perencanaan pemotretan yang meliputi pemilihan kamera udara, disain
pemotretan,

pemilihan

film

dan

cara

pemotretan.

(2).

Pemrosesan

laboratorium, meliputi pencetakan, penyusunan, pengarsipan potret. (3).


Pengolahan dan pemanfaatan seperti penggabungan potret (mosaik),
pembuatan peta topografi.

32

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Potret udara tidak seperti potret terestris biasa tetapi harus memenuhi
persyaratan khusus dan baku, antara lain : (1). Dibuat dalam bentuk potret
tegak (vertikal). Dalam hal tertentu pemotretan kadang dibuat dalam posisi
miring (oblique) yang menghasilkan gambar seperti dapat dilihat pada gambar
4. Namun demikian pada umumnya potret udara dibuat dalam bentuk potret
tegak (vertikal)

Gambar 4. Jenis potret udara tegak dan miring (oblique)

(2). Dibuat dengan sistim tumpang tindih (overlap) antara satu potret dengan
potret berikutnya. Cara demikian dilakukan untuk mendapatkan kenampakan 3
dimensi dan untuk keperluan pembuatan peta topografi. Tumpang tindih ke
arah samping juga dibuat dalam jarak lebih pendek, sehingga seluruh daerah
yang dipotret tidak ada yang terlewat. Gambar 5 memperlihatkan bentuk
pemotretan yang biasa dilakukan.

33

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 5. Pelaksanaan pemotretan udara

Kamera udara dapat berupa kamera tunggal atau majemuk, pada umumnya
diletakkan di perut pesawat, di masa lalu diletakkan di luar badan pesawat
seperti pada gambar 6. Untuk mendapatkan potret yang sesuai dengan
keperluan dasar pemotretaan dipertahankan pada posisi mendatar serta diatur
selang pengambilannya secara tetap.

Gambar 6. Kamera udara dalam pesawat terbang

Pemotretan udara menggunakan jenis kamera tunggal, kadang kadang


kamera ganda atau kamera majemuk dan film yang dipakai dalam pemotretan
pada umumnya dari jenis pankromatik hitam putih dan warna, inframerah hitam

34

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

putih dan warna, namun umumnya adalah film pankromatik hitam putih.
Beberapa bentuk potret yang dihasilkan diperlihatkan pada gambar 7 di bawah
ini.

Gambar 7. Produk potret udara yang dihasilkan

2.2.1. Kegunaan potret udara

Potret udara pada umumnya digunakan untuk dua hal : (1). Untuk membuat
peta topografi dengan menggunakan peralatan yang khusus dibuat untuk itu.
Pekerjaan ini termasuk dalam bidang fotogrametri, yang tidak dibahas dalam
makalah ini. (2). Untuk pemetaan sumberdaya alam seperti geologi,
kehutanan, pertanian, sumberdaya air, bencana alam dan sebagainya (petapeta tematik). Peta tematik dibuat dengan cara menafsirkan kenampakan pada
potret udara sesuai dengan tujuannya melalui pengenalan tanda-tanda yang
khas dari obyek yang diamati. Ilmu ini dikenal dengan penafsiran/interpretasi
potret udara. Orang yang dapat menafsirkan potret udara disebut sebagai
penafsir potret udara atau photo interpreter. Sebagai contoh kita bisa
mengenal gunungapi karena bentuknya yang seperti kerucut, adanya
kepundan dipuncaknya, torehan air/sungai berbentuk radial dan sebagainya.
Kriteria penafsiran yang umum terhadap obyek/gejala alam antara lain : (1).
Bentuk dan ukuran obyek, (2). Pola dan susunan obyek, (3). Tekstur dari
obyek, (4). Hubungan/asosiasi dengan obyek disampingnya, (4). Struktur dari

35

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

obyek, (5). Warna, derajat keabuan (grey level) akibat nilai pantul yang
berbeda, (6). Kaitannya dengan ulah kegiatan manusia dan sebagainya.

Beberapa sifat potret udara yang dapat memperkuat pengamatan adalah


pengamatan tiga dimensi (3D) yang diakibatkan oleh sifat tumpang - tindih
(overlaping) dari potret potret yang berdekatan/berurutan. Untuk mengamati
kenampakan 3D tersebut diperlukan suatu alat yang bernama stereoskop
seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Pengamatan 3D dengan alat stereoskop

2.3.

Teknologi penginderaan jauh

Sistim penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu (1).


Cahaya sebagai sumber energi, (2). Sensor sebagai alat perekam data, (3).
Stasiun bumi sebagai pengendali dan penyimpan data, (4). Fasilitas
pemrosesan data, (5). Pengguna data. Secara diagramatik diperlihatkan pada
gambar 8.

36

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 8. Diagram sistim penginderaan jauh pada umumnya

Di dalam teknologi penginderaan jauh dikenal dua sistim yaitu penginderaan


jauh dengan sistim pasif (passive sensing) dan sistim aktif (active sensing).
Penginderaan dengan sistim pasif adalah suatu sistim yang memanfaatkan
energi almiah, khususnya energi (baca cahaya) matahari, sedangkan sistim
aktif menggunakan energi buatan yang dibangkitkan untuk berinteraksi dengan
benda/obyek. Sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi
matahari. Alat perekam adalah sistim multispectral scanner yang bekerja
dalam selang cahaya tampak sampai inframerah termal. Sistim ini sebagian
besar adalah menggunakan sistim optik. Jumlah saluran (channel atau band)
berbeda dari satu sistim ke sistim yang lain. Landsat 7 misalnya mempunyai 7
bands, SPOT 4 bands, ASTER 14 bands. Pada sistim hiperspektral jumlah
saluran bahkan dapat mencapai lebih dari 100.

Selain sistim pasif penginderaan dengan sistim aktif menggunakan sumber


energi buatan yang dipancarkan ke permukaan bumi dan direkam nilai
pantulnya oleh sensor. Sistim aktif ini biasanya menggunakan gelombang
mikro (micro wave) yang mempunyai panjang gelombang lebih panjang dan
dikenal dengan pencitraan radar (radar imaging). Sistim aktif pada umumnya
berupa

saluran

tunggal

(single

channel).

Ia

mempunyai

kelebihan

dibandingkan dengan sistim optik dalam hal mampu menembus awan dan
dapat dioperasikan pada malam hari karena tidak tergantung pada sinar

37

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

matahari. Sistim aktif antara lain diterapkan pada Radarsat (Kanada), ERS-1
(Eropa) dan JERS (Jepang).

2.3.1. Perekaman data

Sensor yang dapat digunakan untuk perekam data dapat berupa multispectral
scanner, vidicon atau multispectral camera. Rekaman data pada umumnya
disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan di satelit
kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai data
mentah (raw data). Di stasiun bumi data mengalami pemrosesan awal (preprocessing) seperti proses kalibrasi radiometri, koreksi geometri sebelum
dikemas dalam bentuk format baku yang siap untuk dipakai pengguna (users).

Pengguna data pada umumnya adalah masyarakat umum dengan tidak ada
pengecualian

apakah

militer,

sipil,

instansi

pemerintah

atau

swasta.

Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada stasiun penerima (user service)


atau melalui agen/distributor lain.

2.3.2.

Data penginderaan jauh

Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang merekam
unit terkecil dari permukaan bumi dalam sistim perekam data. Unit terkecil ini
dikenal dangan nama pixel (picture element) yang berupa koordinat 3 dimensi
(x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan lokasi unit tersebut dalam koordinat
geografi x, y dan z menunjukkan nilai intensitas pantul dari tiap pixel dalam tiap
selang panjang gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul dibagi menjadi
256 tingkat berkisar antara 0 255 dimana 0 merupakan intensitas terrendah
(hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Dengan data citra asli (raw data)
tidak lain adalah kumpulan dari sejumlah pixel yang bernilai antara 0 -255.

Ukuran pixel berbeda tergantung pada sistim yang dipakai, menunjukkan


ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan
resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi spasial suatu data makin kurang

38

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

detail data tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial
makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data


penginderaan jauh. Contoh dari besarnya resolusi spasial pada citra
diperlihatkan pada gambar 10.

Gambar 10. Perbedaan nilai resolusi spasial pada tampilan citra

Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah lain
yaitu resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang menggunakan satu
band pada sensornya hanya akan memberikan satu data intensitas pantul
pada tiap pixel. Apabila sensor menggunakan 5 band maka data pada tiap
pixel

akan

menghasilkan

nilai

intensitas

yang

berbeda.

Dengan

39

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

menggunakan banyak band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat


dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masingmasing band yang dipakai. Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan
pada gambar 11.

Gambar 11. Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari data


penginderaan jauh multispectral.

2.3.3. Pemrosesan dan analisis data

Karena data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan data
memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya.
Komputer PC dan berbagai software seperti ERMapper, ILWIS,

IDRISI,

ERDAS, PCI, ENVI dsb dapat dipergunakan sebagai pilihan. Untuk keperluan
analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara : (1). Pemrosesan
dan analisis digital dan (2). Analisis dan interpretasi visual. Kedua metoda ini
mempunyai

keunggulan

dan

kekurangan,

seyogyanya

kedua

metoda

dipergunakan bersama-sama untuk saling melengkapi. Pemrosesan digital


berfungsi untuk membaca data, menampilkan data, memodifikasi dan

40

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format


peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan
apabila pemrosesan data secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang
berfungsi baik.

2.3.3.1. Pemrosesan data digital

Pemrosesan data secara digital dilakukan dengan menggunakan perangkat


lunak (software) yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Berbagai
algoritma tersedia di dalam perangkat lunak tersebut yang memungkinkan data
penginderaan jauh diproses secara otomatik. Salah satu contoh misalnya
adalah menggabungkan data (3 -4 band) dalam citra gabungan dengan
menggunakan filter merah, hijau dan biru (RGB) yang menghasilkan citra
komposit (color composite image). Masing-masing band diberi filter yang
berbeda dan menghasilkan berbagai tampilan seperti terlihat pada gambar 12.

Band 3 2 1

Band 4 7 1

Band 5 4 2

Band 4 5 7

Gambar 12. Beberapa color composite data Landsat

41

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Pemrosesan secara digital lain misalnya adalah edge enhancement yang


bertujuan untuk menajamkan atau melembutkan tampilan citra seperti terlihat
pada gambar 13.

Gambar 13. Cara mempertajam dan memperlembut tampilan citra


dengan edge enhancement

Selain untuk mengubah tampilan citra pemrosesan digital dapat pula dipakai
untuk memperoleh data secara otomatik (ekstraksi data). Ekstraksi ini antara
lain dapat dipakai untuk memetakan tanaman hijau (NDVI), klasifikasi
(supervise dan unsupervise) seperti dalam memetakan tutupan lahan (land
cover), memetakan badan air dan sebagainya seperti dapat dilihat pada
gambar 14.

42

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 14. Ekstraksi otomatik peta tutupan lahan

2.3.3.2. Analisis visual

Berbeda dengan pemrosesan digital dimana hampir seluruh pekerjaan


dilakukan oleh komputer, analisis visual sebagian besar dilakukan oleh
manusia. Dengan analisis digital komputer hanya dapat mengenal dan
mengolah nilai spektralnya saja, sedangkan analisis visual manusia dapat
memperkirakan dan menentukan suatu obyek berdasarkan sifat fisiknya
seperti membedakan antara gajah dan kucing disamping berdasarkan nilai
spektralnya. Ciri pengenal yang biasa dipakai dalam penafsiran potret udara
secara utuh dapat diterapkan pada data citra penginderaan jauh.

Pada data potret udara, yang berupa data analog, penafsiran dalam bentuk
penarikan garis dan penandaan dilakukan pada lembar potretnya (hard copy),
sedangkan pada data digital selain dilakukan pada hard copy dapat juga
dilakukan langsung dari layar monitor dan hasilnya langsung disimpan dalam
bentuk data digital.
Analisis visual hanya dapat dilakukan oleh manusia yang terlatih dalam bidang
pekerjaannya.

Dalam prakteknya tidak semua informasi di permukaan bumi dapat diperoleh


melalui pemrosesan digital maupun analisis visual. Untuk mendapatkan hasil
maksimak kedua cara harus digabungkan yang akan saling melengkapi.

43

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

3. SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Khayalan akan adanya bentuk satelit oleh Jules Verne pada tahun 1865,
Arthur Clark tahun 1951 diwujudkan oleh satelit Sputnik yang diorbitkan Rusia
pada tahun 1957. Amerika Serikat tidak mau kalah dengan meluncurkan satelit
cuaca TIROS-1 pada tahun 1960. Sejak itu kedua negara adidaya saling
berlomba dalam ruang angkasa dengan berbagai jenis satelitnya. Dari gambargambar yang diperoleh satelit Apollo, Gemini di sekitar 1970 an, Amerika
membuat kejutan dengan meluncurkan satelit pemetaan sumberdaya alam
ERTS-1 (sekarang dikenal dengan LANDSAT).

Sukses yang peroleh Amerika dengan Landsatnya membuat negara-negara


maju seperti Perancis, Kanada, Jepang, India, Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE) menyusul ikut meluncurkan satelit sumberalam sejenis. Sampai saat ini
dan 2007 an akan ada 25 satelit komersial mengorbit di ruang angkasa yang
datanya dapat diakses di seluruh dunia. Kita lacak salah satu satelit yang
paling lama umurnya, Landsat yang sampai sekarang berkembang pada
generasi ke 7.

Satelit penginderaan jauh pada umumnya mempunyai berbagai keunggulan,


antara lain : (1). Cakupannya sangat luas memberikan gambaran sinoptik yang
baik. (2). Memberikan liputan ulang pendek (repetitive coverage). (3).
Memeberikan sensitifitas spektral yang besar dibanding potret udara. (4).
Format digital. (5). Kompatibel dengan GIS. (6). Data berbentuk elektronik
yang mudah disebar luaskan. Profil dari satelit yang spektakuler munculnya
diuraikan di bawah ini

3.1. Satelit Landsat


Landsat adalah satelit Amerika Serikat yang pertama kali diorbitkan pada
tahun 1972 sebagai satelit sumberdaya alam. Sampai sekarang telah
diorbitkan generasi ke 7 dari satelit sejenis. Satelit lain seperti SPOT, JERS,
IRS, ADEOS tidak akan diuraikan dalam uraian ini. Salah satu generasi satelit

44

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Landsat adalah seperti pada gambar 15 dengan karakteristik seperti terlihat


pada gambar 16.

Gambar 15. Satelit penginderaan jauh dalam orbit mengelilingi bumi.

Orbit Landsat adalah dari kutub ke kutub (orbit polar) pada ketinggian sekitar
700 Km dengan inklinasi 98.2 derajat dengan waktu orbit ulang untuk daerah
tertentu (revisit time) 16 hari, artinya setiap 16 hari sekali satelit itu melewati
daerah yang sama (gambar 17).

45

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 16. Spesifikasi generasi Landsat

Gamabar 17. Orbit polar satelit Landsat.

46

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Data Landsat merupakan salah satu yang paling banyak dipakai dalam
pemetaan pada umumnya karena mempunyai cakupan yang sangat luas, 180
x 180 km2 dengan resolusi spasial cukup baik (30 meter)

Landsat 7 ETM+ mempunyai 8 band, 6 band pada selang cahaya tampak dan
inframerah dekat dengan resolusi spasial 30 meter, 1 band pada selang
cahaya inframerah termal dengan resolusi spasial 120 meter dan 1 band pada
selang pankromatik dengan resolusi spasial 15 meter.

3.2. Satelit lain


Seperti telah disinggung sebelumnya berbagai data penginderaan jauh telah
ada di pasaran dan dapat dipesan untuk berbagai penggunaan. Data tersebut
berbeda spesifikasinya antara lain dalam hal : (1). Jumlah band dan selang
panjang gelombang yang dipakai, (2). Luas cukupan data (coverage), (3).
Resolusi spasial yang berbeda, (4) harga. Dalam hal resolusi spasial, dua
golongan dapat dibedakan yaitu ; (1) data yang mempunyai resulosi menengan
seperti Landsat TM, SPOT Xs, JERS, ASTER dan (2) resolusi tinggi seperti
IKONOS, QUICKBIRD, ORIMAGE-3, SPOT-5.

Contoh tampilan dari data satelit seperti pada gambar 18 sampai dengan 15

47

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 18. Citra Aster dari Zagros fold belts, Aljazair, reesolusi 15 meter

Gambar 19. Citra Quickbird markas besar Pentagon resolusi 1 meter

48

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 20. Citra Orbimage-3 resolusi 1 meter hitam putih

Gambar 21. Citra Ikonos resolusi 1 meter kompleks


industri Cikarang

49

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 21. Citra Ikonos resolusi 4 meter Gunung Semeru

4.

APLIKASI DATA PENGINDERAAN JAUH

4.1. Umum

Program pemetaan geologi sistimatik wilayah Indonesia yang begitu luas


belum selesai dilakukan. Untuk daerah di luar Pulau Jawa Peta geologi
masih berskala kecil (1:250.000 dan 1:500.000), beberapa wilayah bahkan
belum selesai dipetakan. Peta skala tersebut untuk penggunaan lebih detail
(skala operasional) masih belum dapat dipakai karena kurang detail informasi
yang diperoleh. Peta-peta geologi skala menengah (1:50.000 dan 1:100.000)
baru meliputi pulau besar tertentu, dalam beberapa hal masih memerlukan
revisi dan updating. Peta-peta berbasis geologi untuk keperluan lain seperti
perencanaan tata ruang, pemetaan geologi daerah pantai dan pesisir,
pemetaan rawan bencana dan lingkungan bahkan secara sistimatis belum
dikembangkan. Demikian pula untuk menunjang kegiatan eksplorasi mineral
dan energi peta geologi detail belum ada sehingga untuk keperluan tersebut
perlu dibuat secara khusus. Pemetaan geologi secara konvensional untuk

50

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

mengisi keperluan di atas akan memerlukan waktu dan biaya sangat besar.
Sebagai jalan pintas citra penginderaan terbukti dapat memberikan kontribusi
yang

signifikan

yang

perlu

dipertimbangkan

penggunaannya

dan

disosialisasikan secara luas. Uraian di bawah ini dimaksudkan untuk


memberikan gambaran bagaimana data penginderaan jauh bermanfaat untuk
mengisi kekurangan data di atas.

4.2. Penggunaan dalam bidang kebumian

Penggunaan dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan


memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan
proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain.
Untuk melakukan hal di atas dua metoda yang umum dilakukan melalui
metoda visual/manual yaitu mengenal obyek dan gejala geologi spesifik yang
dapat dilihat pada citra seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan,
struktur sesar. Cara kedua dilakukan melalui ekstraksi otomatis dari obyek
dengan memakai cara dan formula tertentu dengan menggunakan software
yang ada (digital processings). Kedua cara di atas mempunyai kelebihan dan
kekurangan sehingga gabungan keduanya akan lebih efektif dan optimal.

Berikut akan diperlihatkan bagaimana informasi kebumian dapat diidentifikasi


dari citra penginderaan jauh.

4.2.1. Geologi derah pantai dan pesisir

Wilayah dan garis pantai Indonesia sangat panjang dan luas, hanya sedikit
sekali diketahui dari padanya baik dalam hal sumberdaya alam yang dimiliki
(mineral dan bahan galian, sumberdaya air, lahan) maupun kondisi
lingkungannya. Pemetaan pada daerah pantai sulit dilakukan karena
sukarnya diperoleh singkapan batuan, asesibilitas sukar (rawa pantai) dan
mahal karena sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah
permukaan (geofisika dan pemboran). Sebaliknya daerah pantai dan pesisir
merupakan wilayah ekonomi yang potensial sebagai lahan pemukiman,

51

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya. Kepincangan dari


kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat.
Secara umum wilayah pantai dan pesisir dapat digolongkan menjadi
beberapa kelompok dalam kaitannya dengan proses pembentukannya,
Pengelompokan secara garis besar dapat dilakukan sebagai berikut.
a.

Proses endogenik : pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted dan

tilted.
b.

Proses eksogenik : aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari

darat dan laut dan gabungan keduanya.


Proses biogenik : pembentukan terumbu karang dan hutan bakau

Kenampakan pada citra Landsat seperti terlihat pada gambar 22 sampai


dengan 30.

terraces

Gambar 22. Undak pantai terangkat Pulau Larat, Maluku

52

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Old river channels

Gambar 23, Endapan kipas aluvial S.Jeneberang, Makassar dan alur sungai
purba

Beach ridge and swale

Gambar 24. Punggung pematang pantai (beach ridges) pantai selatan Jawa
Tengah

53

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Beach ridges caused by


alternating currents

Gambar 24. Alternating beach ridges di Lokseumawe, Aceh

Gambar 26. Rawa pantai yang dikonversi sebagai lahan tambah


dan alamiah dengan tutupan hutan bakau di pantai
utara Jawa dan Timor

54

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 27. Terumbu karang di Pulau Marshall, Pasifik

Gambar 28. Beach ridges dan swales di daerah


Blanakan, pantai utara Jawa Barat.

55

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 29. Beach ridges dan swale, potensi dan bencana yang dimiliki.

Gambar 30. Citra Landsat multitemporal Segara Anakan, Cilacap

4.2.2. Vulkanologi

Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi


mengenai bentuk dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik,
aliran dan kubah lava dari bentuknya yang khas. Disamping itu data
penginderaan jauh dapat juga memberikan gambaran mengenai komplek
vulkanik dan sejarah erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat erosi,

56

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar. Kenampakan


pada citra diperlihatkan pada gambar 31 sampai dengan 35.

Gambar 31. Kerucut G.Semeru dengan kerucut


gunungapi, aliran lava dan lahar

Active volc.
volc.
Pyroclastic
Lava flow

Gambar 32. Komplek gunungapi aktif dengan


aliran lava, piroklastik dan gunungapi aktif

57

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

New lava flow

Old lava flow

Gambar 33. Aliran lava dari erupsi samping G,


Ceremai

Sipirok

G.Sibualbuali

Gambar 34. Fumarola dari G. Sibualbuali,


Padangsidempuan dan sebagian
segment sesar Sumatera.

58

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 35. Sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut

4.2.3. Batuan sedimen terlipat.

Batuan sedimen terlipat dicirikan oleh bentuk dan pola topografi yang khas
dan dapat dikenal dengan baik pada citra satelit inderaja, dengan
kenampakan sebagai berikut.
a. Susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan
pematang bukit memanjang saling sejajar. Morfologi lembah ditempati
oleh jenis batuan lunak yang mudah tertoreh (batulempung, serpih,
napal) dan pematang bukit ditempati oleh lapisan batuan yang lebih
keras (batupasir, konglomerat, breksi, batugamping). Arah memanjang
dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang perlapisan.
b. Batuan karbonat yang umumnya keras biasanya menempati topografi
tinggi, dikenal dengan baik apabila menunjukkan bentuk morfologi karst.
c. Breksi juga menempati topografi tinggi, homogin dan memperlihatkan
tekstur topografi kasar sangat kasar.
d. Bidang perlapisan seringkali dapat dikenal dari kesejajaran jejak bidang
perlapisannya. Kemiringan bidang perlapisan dapat dikenal dari bentuk

59

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

morfologi messa, cuesta atau hogback tergantung pada besarnya sudut


kemiringan bidang perlapisan tersebut.
e. Sumbu lipatan dapat dikenal dari punggungan atau lembah berbentuk
bulat, lonjong atau tapal kuda (horse shoe shapes).
f. Struktur sesar dapat dikenal dengan baik pada citra yang diperlihatkan
oleh beberapa kenampakan di antaranya adanya pergeseran bidang
perlapisan, kelurusan topografi dalam skala regional, gawir topografi,
kelurusan segmen sungai, pergeseran aliran sungai, orientasi bukit dan
gejala geologi lain dan sebagainya. Kelurusan topografi yang berpola
teratur menunjukkan adanya suatu pola rekahan pada batuan/kelompok
batuan.

Kenampakan gejala geologi tersebut di atas diperlihatkan pada gambar 14


sampai dengan 21 di bawah ini.

C
D

Gambar 36. Perlapisan batuan Esedimen (A,B,C,D,E) dan


kemiringan bidang perlapisan (  )

60

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

B
D

F
C
Gambar 37. Perlapisan batupasir (A,B), batulempung (C,E)
dan batugamping(? D) dalam struktur antiklin

Gambar 38. Perlapisan batupasir dalam strukur sinklin

61

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 39. Kelompok batuan A,B,C,D,E. Satuan batuan


C kemungkinan batugamping

D
B

C
Gambar 40. Perlapisan batupasir (A), batulempung (B),
dan batugamping

62

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 41. Batugamping Wonosari . Jejak perlapisan

A
B
C
E
D
D

Gambar 42. Satuan batuan A (batulempung), B (sedimen


keras), C (patupasir dan lempung), D (Batugamping) dan E
(breksi)

63

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Antiklin

B
C
D

Sinklin

Gambar 43. Perlapisan antara batupasir dan


batulempung dalam perlipatan batuan sedimen

Gambar 44. Struktur perlipatan rumit dari batuan


sedimen Di daerah Majenang

64

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

4.2.4. Kerawanan bencana geologi

Bencana alam seperti gempa, gerakan tanah, letusan gunungapi dan banjir
merupakan jenis bencana yang berkaitan erat dengan proses dinamika
bumi. Gejala geologi tersebut sangat umum terjadi di Indonesia karena
letaknya di jalur tektonik aktif di satu pihak dan kondisi klimatologi denga
curah hujan tahunan tinggi di lain pihak. Bencana alam geologi yang
seringkali mengakibatkan korban jiwa dan materi dalam hal tertentu dapat
pula berpengaruh terhadap kegiatan sektor pertambangan.

Citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi mengenai


kerawanan bencana alam tersebut secara regional dengan cepat dengan
akurasi cukup baik. Dengan menggabungkan dengan data lain yang
berkaitan dengan bencana tersebut, informasi lebih detail akan dapat
diperoleh dengan lebih baik.

Berbagai contoh dari kenampakan bencana alam diperlihatkan pada


gambar seperti diuraikan di bawah ini.

a. Gempabumi

Gempa tektonik denga tsunami sebagai hasil ikutannya secara langsung


tidak dapat dikenal langsung pada citra satelit inderaja. Walaupun demikian
pusat gempa yang tersebar di daratan seringkali berkaitan dengan struktur
sesar aktif berskala besar seperti struktur sesar Sumatera, sesar PaluKoro, sesar Sorong. Struktur sesar seperti ini dengan jelas dapat dideliniasi
dari citra. Selain struktur sesar gejala tektonik aktif seringkali ditunjukkan
pula oleh gejala pengangkatan (uplifting) terutama pada terumbu karang.
Undak-undak terumbu karang di sepanjang pantai yang menghadap pada
zona tumbukan (subduction zone) menunjukkan pula adanya gerakan
kerakbumi yang kemungkinan rawan terhadap gempa tektonik.

65

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Bencana gelombang pasang (tsunami) yang menyertai kegempaan pada


umumnya mengakibatkan kerusakan pada dataran pantai yang menghadap
lokasi gempa. Kerusakan akibat tsunami akan maksimal apabila kondisi
pantai terbuka dan tidak terlindung, tetapi kerusakan dapat diperkecil
apabila daerah muka pantai terlindung oleh tutupan vegetasi yang lebat
seperti adanya hutan bakau.`Gambar 45 dan dengan 46 memperlihatkan
struktur sesar yang berkaitan dengan proses kegempaan.

Gambar 45. Segmen Sesar Sumatera di Padangsidempuan

Gambar 46. Segmen Sesar Sumatera di Bengkulu

66

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

b. Letusan gunungapi
Kerawanan bencana alam hasil letusan gunungapi relatif besar
karena Indonesia mempunyai sekitar 126 gunungapi aktif tersebar di
seluruh wilayah. Meskipun seluruh gunungapi aktif telah dipetakan cukup
lama data satelit inderaja dapat memberikan informasi terkini mengenai
produk letusan dari gunungapi tersebut dan dapat dipakai sebagai sarana
monitoring, deliniasi daerah rawan letusan dan produk sebaran letusannya.
Gambar 47 memperlihatkan contoh dari hasil letusan kedua gunungapi
tersebut.

G.Merapi

G.Agung

G.Semeru

Gambar 47. Warna biru memperlihatkan sebaran produk letusan G.Merapi


(kiri) dan G.Agung (kanan)

67

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

c. Gerakan tanah
Gerakan tanah (landslides) seringkali juga dikenal dengan gerakan
massa tanah, batuan (mass movements) secara umum diartikan sebagai
suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh
gaya berat (gravitasi). Faktor internal yang dapat mengakibatkan terjadinya
gerakan adalah daya ikat (kohesi) dari tanah/batuan kecil sehingga partikel
tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya, bergerak ke bawah dengan
menyeret partikel lain yang dilaluinya membentuk massa yang lebih besar.
Kecilnya daya ikat

yang kecil dapat disebabkan oleh sifat kesarangan

(porositas) dan kelulusan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan


yang

intensif

dari

massa

tersebut.

Faktor

eksternal

yang

dapat

mempercepat terjadinya gerakan terdiri dari berbagai sebab yang kompleks


seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban karena air hujan,
tutupan vegeasi dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah
manusia seperti ekskavasi dan sebagainya.

Berdasarkan faktor faktor tersebut di atas gerakan tanah secara umum


dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu (1). Runtuhan (fall), (2).
Aliran (flow). (3). Longsoran (slide), (4). Nendatan slump), dan (5). Rayapan
(creep) Secara ideal tipe-tipe gerakan tanah tersebut dapat dilihat pada
gambar 48.

Talus
Longsoran tipe Runtuhan (fall)

Gambar 48a. Tipe gerakan tanah secara ideal

68

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Longsoran tipe Aliran (flow)

Longsoran (sliding)

Longsoran tipe Nendatan (slumping)

Longsoran tipe rayapan (creeping)


Gambar 48b. Tipe gerakan tanah secara ideal

69

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Pada citra inderaja kenampakan gejala gerakan tanah diperlihatkan oleh


bentuknya yang khas seperti bentuk tapal kuda (horse shoe shape), gawir
terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor, kelembaban tanah di
lereng bawah tebing/gawir, undak topografi di sepanjang tebing sungai dan
sebagainya. Meskipun tipe/jenis longsoran tidak selalu dapat ditentukan
dari citra, perkiraan awal masih dapat diperkirakan dari bentuk produk
longsoran tersebut. Gambar 49 sampai dengan 52 memperlihatkan
kenampakan dari bentuk gerakan tanah pada citra inderaja.

Gambar 49. Gerakan tanah di darah Kabupaten Ampana


Sulawesi Tengah

70

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 50. Gerakan tanah di Cianjur selatan

Gambar 51. Gerakan tanah di Tasikmalaya Selatan

71

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 52. Gerakan tanah di Bengkulu

Berdasarkan bentuk kenampakannya yang pada umumnya sangat spesifik,


pembuatan peta gerakan tanah pada daerah yang cukup luas dapat
dilakukan secara cepat dengan akurasi cukup memadai. Peta gerakan
tanah

dari

hasil

interpretasi

lebih

lanjut

dapat

dilengkapi

dan

disempurnakan dengan melakukan survei lapangan yang lebih terarah.


Contoh peta gerakan tanah dari hasil interpretasi citra inderaja diperlihatkan
pada gambar 53. Pada peta hasil interpretasi informasi gerakan tanah
seperti bentuk gawir longsor, arah longsor, pola rekahan dan bidang
gelincir (sliding plane) serta areal longsor dapat dipetakan dengan baik.
Dengan pendekatan Sistim Informasi Geografi (SIG) peta karawanan
gerakan tanah dapat diintegrasikan dengan sebaran lokasi longsor yang
bersumber dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, peta
rupa bumi digital yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL atau dengan data
lain yang mempunyai format yang sama.

72

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 53. Bentuk peta kerawanan gerakan tanah di daerah


Cianjur Selatan

4.2.5. Sumberdaya air

Sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air
permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat
rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk
pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh
sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi
band visible (pada citra Landsat band 1,2 dan 3). Pencemaran kimia
sampai saat ini masih belum dapat ditentukan dari band yang tersedia.
Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya pada CASI) pencemaran kimia
dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim ini masih belum meluas
penggunaannya.

Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara
umum di antaranya:
a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS.
b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan
perenial streams).
c. Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa
pantai, kelembanan tanah permanen).
73

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai).


e. Banjir.
f. Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal
g. Kemungkinan airtanah dalam.

Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat
terlihat pada kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di
dalam massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band
visible sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat.
Kelembaban tanah tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak
pada visible. Air di dalam lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat
karena ukurannya yang lebih kecil dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air
pada sungai-sungai utama yang besar. Meskipun demikian keberadaan air
dapat ditafsirkan diri kenampakan lembah sungainya.

Beberapa kenampakan bentik hidrologi pada citra inderja diperlihatkan


pada gambar 54 sampai dengan 58.

Gambar 54. Pola aliran sungai Sesar Sumatera

74

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 55. Pola aliran sungai Luwuk, Sulawesi Tengah

Gambar 56. Rawa pantai Aceh Besar, NAD

75

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 57. Banjir, pantai barat Aceh

Gambar 58. Pencemaran waduk Saguling (enceng gondok)

76

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

4.2.6. Lingkungan daerah pertambangan

Citra inderaja dengan resolusi

spasial

menengah

(30 meter) dapat

memberikan gambaran mengenai wilayah pertambangan cukup baik. Untuk


dapat memperoleh gambaran wilayah pertambangan yang lebih detail,
penggunaan citra resolusi tinggi diperlukan.

Lingkungan pertambangan secara garis besar tampak pada citra dari


perubahan kondisi lingkungan fisik seperti misalnya perubahan bentuk
mukabumi (landscape), perubahan tutupan vegetasi (land cover) dan akibat
dari penggalian tambang, khususnya galian di permukaan bumi. Wilayah
pertambangan yang dikelola dengan baik pada umumnya relatif teratur, efisien
dan rapih sebaliknya apabila pengelolaannya kurang baik perusakan
permukaan tidak teratur dan acak.

Kenampakan wilayah pertambangan dari citra inderaja diperlihatkan pada


gambar 59 sampai dengan 64 di bawah ini.

Gambar 59. Bukaan tambang Batu Hijau, NTB

77

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 60. Bukaan tambang Grazberg, Freeport

Gambar 61. Tambang batubara Kalimantan Selatan

78

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 62. Tambang pasir besi Cilacap

Gambar 63. Galian pasir di sekitar Serpong

79

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

Gambar 64. Tambang emas Pongkor, Jawa barat

5.

PENUTUP DAN KESIMPULAN


Berdasarkan berbagai studi dan implemantasi yang masih sangat sedikit
dilakukan di Indonesia beberapa hal dapat dikemukakan :
1. Kemampuan data penginderaan jauh untuk keperluan pemetaan geologi
pada

umumnya

dan

implementasi

dalam

kegiatan

eksplorasi

sumberdaya mineral dan energi cukup menjanjikan, Berbagai informasi


mengenai batuan, struktur geologi dan bentuk-bentuk morfoogi yang
berkaitan dengan kerawanan bencana geologi terrekam dengan baik.
2. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi awal kondisi
geologi pada daerah yang belum dipetakan, dapat dipakai untuk map
updating dan diintergasikan dengan data lain misalnya data geofisika.
3. Data penginderaan jauh dengan prasarana pemrosesan data makin
kian terjangkau harganya sehingga dapat dikembangkan oleh instansi
pemerintah

maupun

swasta

yang

berkecimpung

dalam

bidang

penting

untuk

pemetaan.
4. Masalah

kesiapan

sumberdaya

manusia

sangat

digalakkan, khususnya tenaga interpreter.

80

Anda mungkin juga menyukai