Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pembimbing :
1. Drs. Herra Studiawan, M.Si, Apt
2. Dra. Rakhmawati, M.Si, Apt
3. Siti Rofida, S.Si, M.Farm, Apt
Nama
: Irsan Fahmi A
NIM
: 201210410311171
Kelompok
:1
Kelas
:A
A. JUDUL
Senyawa antrakinon adalah glikosida yang aglikonnya sekerabat dengan antrasena yang
memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya
C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol). Zat ini berkhasiat sebagai laksativum. Di
alam, terdapat sekitar 40 turunan antrakuinon yang berbeda. Umumnya antrakinon ditemukan
pada Lichenes dan Fungi tertentu.
Glikosida antrakinon bersifat mudah terhidrolisis seperti glikosida lainnya. Glikosida ini
jika terhidrolisis menghasilkan aglikon di-, tri-, atau tetrahidroksi antrakuinon atau
modifikasinya sedangkan bagian gulanya tidak menentu. Contohnya jika frangulin dihidrolisis
maka akan mengasilkan emodin (1,6,8-trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa.
Antrakuinon bebas hanya memiliki sedikit aktivitas terapeutik. Residu gula memfasilitasi
absorpsi dan translokasi aglikon pada situs kerjanya
Turunan antrakuinon umumnya berwarna merah oranye dan dapat dilihat langsung serta
terdapat dalam bahan-bahan purgativum (laksativum atau pencahar). Turunan antrakuinon
berbentuk dihidroksi fenol seperti krisofanol, berbentuk trihidroksi fenol seperti emodin, atau
tetrahidroksi fenol seperti asam karminat. Seringkali terdapat gugus-gugus lain seperti metil
dalam krisofanol, hidroksimetil pada aloe-emodin, serta karboksil dalam resin dan asam
karminat.
Identifikasi Senyawa Antrakinon
Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika
Amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakinon dan kuning untuk
antron dan diantron. Antron adalah bentuk kurang teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan
diantron terbentuk dari 2 unit antron. Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein)
dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida. Antron
bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sedangkan
isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan
berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara
antrakinon dan antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan
hidrogen peroksida akan menujukkan reaksi positif.
D. PROSEDUR KERJA
a. Reaksi Warna
1. Uji Borntrager
1) Ektrak sebanyak 0,3 gram diektraksi dengan 10 ml aquadest, saring, lalu filtrat
diesktraksi dengan 5 ml toluena dalam corong pisah.
2) Ektraksi di lakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena dikumpulkan dan
dibagi menjadi 2 bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB
3) Larutan VA sebagai blangko, larutan VB ditambah amonia pekat 1 ml dan di
kocok.
4) Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
2. Uji modifikasi Borntrager
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5N dan 1 ml H 2O2
encer.
2) Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam asetat glasial,
kemudian diektraksi dengan 5 ml toluena.
3) Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA dan VIB.
4) Larutan VIA sebagai blangko, larutan VIB ditambah amonia pekat 1 ml.
Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan
adanya antrakinon.
b. Kromatografi lapis Tipis
1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan ;
Fase diam
: Kiesel Gel 254
Fase Gerak
: Toluena-Etil asetet-Asam asetat glasial (75:24:1)
Penampak noda
: Larutan KOH 10% dalam metanol.
2. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning cokelat, merah ungu atau hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakinon
E. HASIL
Perhitungan Rf KLT 1
- 2,9 cm : 8 cm = 0,3625
- 3,8 cm : 8 cm = 0,475
- 5,6 cm : 8 cm = 0,7
F.
PEMBAHASAN
Identifikasi senyawa golongan antrakuinon pada Rheum palmatum adalah dengan cara
pengujian reaksi warna uji Borntrager dan uji modifikasi Borntrager serta KLT.
1. Uji Borntrager
Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 ml aquadest, saring, lalu filtrat diekstraksi
dengan 5 ml toluena dalam corong pisah. Ekstraksi dengan aqudest dilakukan untuk
menghilangkan senyawa-senyawa lain yang bersifat polar karena keberadaan senyawa
tersebut dapat mengganggun proses ekstraksi antrakuinon. Setelah itu baru dilakukan
ekstraksi dengan toluena untuk mengekstraksi antrakuinon
Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena dikumpulkan dan dibagi
menjadi dua bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB.
Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah amonia pekat 1 ml dan dikocok.
Larutan VB menunjukkan perubahan warna menjadi merah yang menandakan adanya
senyawa golongan antrakuinon. Hal ini terjadi karena gugus phenol yang ada pada
antrakuinon jika bereaksi dengan ammonia akan membentuk komplek phenate yang
berwarna merah.
2. Uji Modifikasi Borntrager
Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5 N dan 1 ml H 2O2 encer.
Penambahan KOH bertujuan untuk menghidrolisis glikosida antron dan antranol serta
membentuk garam kalium dengan aglikon sedangkan penambahan H2O2 digunakan untuk
mempercepat oksidasi antron/antranol menjadi antrakuinon.
Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam asetat glasial, kemudian
diekstraksi dengan 5 ml toluena. Pemanasan bertujuan untuk menaikkan suhu larutan karena
antrakuinon larut dalam pelarut organik yang panas. Asam asetat glasial digunakan untuk
menetralkan larutan yang ada.
Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA dan VIB.
Larutan VIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah amonia pekat 1 ml.
Larutan VIB menunjukkan perubahan warna menjadi merah yang menandakan adanya
senyawa golongan antrakuinon. Hal ini terjadi karena gugus phenol yang ada pada
antrakuinon jika bereaksi dengan ammonia akan membentuk komplek phenate yang
berwarna merah.
3. Kromatografi Lapis Tipis
Diambil sedikit ekstrak Rheum officinale kemudian dilarutkan dalam ethanol sebanyak
0,5 ml. Fungsi penambahan ethanol adalah untuk melarutkan ekstrak sehingga ekstrak yang
digunakan berupa cairan bukan padatan. Untuk identifikasi kali ini eluen yang digunakan adalah
toluena-etil asetat-asam asetat glasial dengan perbandingan 75:24:1. Eluen yang sudah jadi
dimasukkan ke dalam chamber sebagai fase gerak dan kertas saring dimasukkan hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah chamber pada kondisi jenuh oleh eluen atau tidak dengan
cara melihat naiknya cairan pada kertas saring hingga terbasahi seluruhnya. Sambil menunggu
kertas saring terbasahi, disiapkan lempeng KLT dengan panjang x lebar = 2 x 10 cm dengan
bagian bawah lempeng diberi garis 1,5 cm dari bawah lempeng dan bagian atas atas diberi garis
dengan jarak 0,5 cm dari atas lempeng. Kemudian, disiapkan pipa kapiler untuk menotolkan
ekstrak pada lempeng KLT dengan cara pipa kapiler dimasukkan dalam ekstrak yang sudah
dibuat tadi dan secara otomatis ekstrak tersebut masuk dalam pipa kapiler setelah itu langsung
ditotolkan pada lempeng KLTnya. Setelah kertas saring sudah terbasahi, kertas saring diangkat
kembali dari wadah dan dimasukkanlah lempeng KLT. Setelah lempeng KLT terbasahi sampai
batas atasnya kemudian diangkat dan dikeringkan sebentar kemudian diamati pada sinar UV
365 nm dan 254 nm, lalu disemprot dengan penampak noda larutan KOH 10% dalam metanol
untuk memperjelas noda yang tampak.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan nilai Rf masing-masing noda pada plat KLT
Rheum officinale sebesar 0,3625; 0,475; 0,7. Saat disinari UV 365 nm dan 254 nm, warna noda
tampak fluorescent kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau ungu. Semua aglikon
menunjukkan fluorescent pada 254 nm dan umumnya kuning atau fluorescent orange-coklat
pada UV 365 nm (Wagner dan Bladt, 1996). Setelah itu, disemprot dengan penampak noda
larutan KOH 10% dalam metanol untuk memperjelas noda yang tampak. Warna noda setelah
penyemprotan adalah ungu kehitaman.
G. KESIMPULAN.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pada Rheum
officinale terdapat kandungan senyawa golongan antrakuinon. Hal ini dibuktikan dengan
tampaknya noda fluorescent pada lempeng KLT berwarna merah ungu setelah disemprot
penampak noda. Selain itu, ekstrak Rheum officinale juga positif pada uji warna Borntrager dan uji
modifikasi Borntrager karena menghasilkan warna merah. Rf yang didapat dari masing-masing
noda adalah 0,3625; 0,475; 0,7.
H. DAFTAR PUSTAKA
Rheum Palmatum. Dari : http://www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=466. Diakses
tanggal 9 April 2015.
Magrina, Angri. 2014. Pembuatan Ekstrak Kering Ramuan Anti Hiperlipidemia dari Infusa
Campuran Akar Kelembak, Daun Jati Belanda, Daun Kemuning, Herba Meniran, Rimpang
Kunyit dan Rimpang Temulawak dengan Pengering Laktosa (Skripsi). Dari :
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=69884&is_loca
l=1. Diakses tanggal 9 April 2015.
Anonim. Glikosida Antrakinon. Dari :
https://www.academia.edu/8480370/Apa_Itu_Glikosida_Antrakuinon. Diakses tanggal 9 April
2015
Sarmoko. Glikosida Antrakinon. Dari : https://moko31.wordpress.com/2010/02/07/glikosidaantrakinon/. Diakses tanggal 9 April 2015
Drew, Anna. Glikosida Antracene. Dari :
http://curriculum.toxicology.wikispaces.net/file/view/P3+L1213+Glycosides+anthracenes.ppt. Diakses tanggal 11 April 2015.
Drugs Containing Anthraquinone Glycosides. Dari :
https://uqu.edu.sa/files2/tiny_mce/plugins/filemanager/files/4290562/drugs%20cont
%20anthraquinones%20glycosides.pdf. Diakses tanggal 11 April 2015.
Irsan Fahmi A .
201210410311171