PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peseroan terbatas Bukit Asam (PTBA) merupakan perusahaan tambang
kelas dunia yang terintegritas menjadi perusahaan energi yang berkelanjutan.
PTBA memiliki total sumber batubara sebesar 7,29 miliar ton dan total cadangan
tambangan sebesar 1,99 miliar ton dari total kepemilikan wilayah kuasa
pertambangan seluas 90.832 Ha. Kebutuhan dunia industri akan ketersediaan
sumber energi makin memuncak, pembangunan PLTU menjadi strategi cerdas
PTBA untuk mencukupi kebutuhan listrik kegiatan operasi dan sekaligus
mendukung ketersediaan sumber daya listrik bagi negara. Salah satunya adalah
PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim.
PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim dengan kapasitas 310 MW
merupakan pembangkit listrik dengan menggunakan 130 ton batubara per-hari.
Pada awalnya tujuan pembangunan PLTU ini adalah untuk memanfaatkan
batubara yang berkalori rendah karena harga jual ekspor rendah atau bahkan tidak
laku di pasaran. Walaupun di PLTU PTBA ini menggunakan batubara yang
berkalori rendah yaitu 4.000-6.000 KCal/Kg. Namun sisa pembakarannya berupa
emisi gas buang akan menimbulkan dampak baru bagi lingkungan berupa
pencemaran udara.
Sisa pembakaran batubara akan menghasilkan emisi gas buang atau
partikulat yang sangat berbahaya terhadap lingkungan berupa SO2, NO2, CO, CO2,
VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Polusi
ini akan menyebar dari sumbernya melalui proses dispersi dan deposisi, yang
dapat menurunkan kualitas udara, tanah dan air (Iswan, 2010).
Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan
partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di
alveoli. Partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian
atas dan menyebabkan iritasi. Pengaruh buruk dari Partikulat berupa pertikelpartikel yang berukuran 0,1-10 terhadap kesehatan dan lingkungan seperti pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pengaruh Gas Emisi terhadap Kesehatan dan Lingkungan (Agung, 2000)
Emisi
Pengaruh terhadap
SO2
kesehatan
Gangguan saluran
NO2
Pertikel/
Debu
pernapasan
Radang paru-paru
pernapasan
CO2
saluran pernapasan
Tidak berpengaruh
secara langsung
Pemanasan global
Merusak ekosistem
1.2.
Tujuan
1.3.
Batasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah yang dibahas pada laporan ini maka penulis
memberikan batasan masalah yakni:
BAB 2
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Sejarah singkat mulianya penambangan batubara di Tanjung Enim adalah
sekitar tahun 1919. Saat itu tambang batubara pertama mulai dibuka dan
beroperasi di Air Laya pada zaman kolonial Belanda dengan sistem penambangan
terbuka atau open pit mining. Selanjutnya tambang bawah tanah atau underground
mining mulai dilakukan tahun 1923 sampai tahun 1940an. Tahun 1950
pemerintah menyetujui pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit
Asam (PNTABA). Pada tahun 1981 PNTABA berubah status menjadi Perseroan
Terbatas. Namanya juga berganti menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam.
Pada 1990 PTBA digabung dengan Perum Tambang Batubara dan mulai
tahun 1994 ditugaskan Surabaya dengan kode PTBA. PTBA merupakan
perusahaan tambang Batubara terbesar ke-5 di Indonesia. PT. Bukit Asam
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) total sumber daya batubara
sebesar 7,5 miliar ton dan total cadangan tertambang sebesar 1,8 miliar ton yang
beroperasi di tiga wilayah penambangan yaitu Tanjung Enim, Ombilin, dan
Cerenti. Dengan cadangan yang melimpah, batubara tersebut dapat digunakan
untuk bahan bakar utama PLTU.
Pada 19 Desember 2007 Berdasarkan SK Direksi PTBA No: 338/KEP/Int0100/OT.01/2007 dibentuk Struktur Organisasi Proyek Pembangunan PLTU
Tanjung Enim 3x10 MW yang selanjutnya disebut P3TE. Setelah melalui proses
yang panjang, pada 18 Agustus 2009 diawali pembangunan PLTU 3x10 MW
milik PTBA dengan adanya Peletakan batu pertama oleh Direksi PTBA dan
President Director of Jo.COC-Weltes Mr. Chow Man Hang.
Selain pembangunan PLTU PTBA Tanjung Enim 3x10 MW, digulirkan
pula rencana pembangunan pembangkit yang sama di Pelabuhan Tarahan yakni
PLTU dengan kapasitas terpasang 2x8 MW. Dengan adanya proyek pembangkit di
Tarahan ini, maka pada tanggal 7 Agustus 2009, berdasarkan SK Direksi No:
210/KEP/int-0100/OT.01/2009, proyek P3TE berubah menjadi Proyek
pembangunan PLTU Milik Sendiri, selanjutnya disebut P3MS. Proyek P3MS ini
mengelola dua proyek pembangkit PTBA yaitu PLTU TE 3x10 MW dan PLTU
Tarahan 2x8 MW.
Akhirnya setelah sekitar 3 tahun pembangunan PLTU Banko Barat 3x10
MW, maka pada 8 Juni 2012, dilakukan start synchron untuk pertama kalinya ke
PLTU TE 3x10 MW dengan beban pembangkit 2,25 MW. Setelah proses start
synchron tersebut, pada 31 Juli 2012 pukul 14.08, merupakan kali pertama PLTU
Banko Barat 3x10 MW mengirim daya ke Tambang PTBA. Dengan beroperasinya
PLTU TE 3x10 MW tersebut, maka status proyek pembangunan PLTU Banko
Barat 3x10 MW dapat dikatakan berakhir.
Selanjutnya untuk mengelola unit PLTU tersebut dibentuklah organisasi
satuan kerja pembangkit dan distribusi listrik atau yang disebut satker PDL.
Satker PDL ini terdiri dari :
1
Distribusi listrik yang dilebur dari satuan kerja perawatan dan perawatan
instalasi listrik, AC serta telkom.
akan mengkonversi energi mekanik (putaran turbin) menjadi energi listrik. proses
tersebut dimulai dari persiapan bahan baku yang meliputi batubara dan air demin
(air umpan), kemudian proses produksi steam dengan cara membakar batubara
pada tungku pembakaran dan memanfaatkan panasnya untuk memanaskan air
pada tube-tube boiler dan terakhir yaitu memanfaatan steam yang dihasilkan
untuk memutar sudu-sudu turbin dan menggerakkan generator yang akan
menghasilkan energi listrik.
Adapun diskripsi proses pembangitan di PLTU TE 3x10 MW dapat
dijelaskan sebagai berikut.
A. Persiapan Bahan Baku
Pada tahap ini semua bahan baku disiapkan baik air demin, batubara dan
solar sebagai bahan bakar bantuan serta pasir silika yang berfungsi sebagai media
penghantar dan penyimpan panas .
B. Persiapan Air Demin
Persiapan air demin yang dilakukan dalam tahap ini adalah
proses penjernihan dan proses pumurnian. Diharapkan air yang sudah
mengalami proses tersebut akan bersih dan bebas dari ion- ion yang
tidak diinginkan, yang mana ion-ion baik anion maupun kation yang
dapat terendap atau dapat bereaksi dalam temperatur dan tekanan
tinggi dapat mengakibatkan penyumbatan baik berupa kerak maupun
slage, sehingga dapat menggangu proses produksi steam dimana
mengakibatkan penurunan kinerja alat dan mengganggu proses
perpindahan panas.
C. Bahan Bakar
Persiapan bahan bakar batubara sebagai bahan baku utama untuk proses
pembakaran di unit furnace terjadi di unit coal handling. Pada unit ini batubara
dihancurkan sampai ukuran (1-5 mm) baru kemudian dapat diumpankan ke
furnace.
Di PLTU TE 3x10 MW, sirkulasi bahan bakar utama (batubara) bermula
dari batubara yang ada di stock pile dimasukkan ke dalam vibro untuk
dihancurkan menjadi bentuk yang lebih kecil. Kemudian dengan bantuan belt
conveyer pertama batubara tersebut dimasukkan ke alat crusher untuk dijadikan
ukuran yang lebih halus lagi sekitar 1-5 mm. Setelah itu batubara tersebut
dikirim coal banker melalui belt conveyer kedua dan ketiga untuk ditampung
sementara dan diatur pengeluaranya dengan coal feeder. Proses pengangkutan
batubara ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Proses Pengangkutan Batubara ke Coal Banker (sumber: PLTU Tanjung Enim)
Dari Gambar 2.2 terlihat secara jelas proses pengangkutan batubara dari
stock pile hingga ke coal banker. Coal feeder akan mengatur banyaknya batubara
yang masuk kedalam coal banker melalui hembusan udara sehingga batubara
halus akan terbawa menuju furnace. Sedangkan batubara yang tidak terbakar akan
masuk kedalam cyclone untuk di proses kembali di dalam furnace.
D. Produksi Steam
Produksi steam di PLTU dilakukan dengan pemanasan air demin yang
berasal dari unit demin plant yang kemudian dipompakan menuju deaerator untuk
menghilangkan kandungan oksigen yang terlarut di dalam air pada temperatur
90oC. Kemudian dialirkan menuju HP heater dsebagai media pemanas awal
sebelum air umpan masuk ke dalam boiler. Pemanasan awal ini bertujuan untuk
mengurangi beban kerja boiler sehingga ketika air umpan masuk ke dalam boiler
sudah mengalami kenaikan temperatur sebesar 110oC. Air sebagai media pemanas
pada HP heater ini berasal dari extraction Turbin yang memiliki temperatur
260oC.
Setelah dari pemanasan awal pada HP heater air umpan akan dialirkan
menuju ke economizer oleh Boiler Feed Water Pump (BFWP) untuk dipanaskan
kembali hingga temperaturnya mencapai 240oC. Air Umpan yang sudah
dipanaskan pada economizer kemudian menuju ke steam drum. Di dalam steam
drum air tersebut akan terbagi mejadi 2 fase yaitu uap akan berada di bagian atas
sedangkan yang masih berfase cair akan berada pada bagian bawah dan
diturunkan melalui pipa downcomer menuju low header atau tempat pengumpulan
steam dibagian bawah dan dilewatkan pada pipa water wall yang terdapat
didalam boiler untuk dipanaskan dan berubah fase menjadi uap.
Kemudian uap tersebut akan dikumpulkan di dalam upper header atau
tempat pengumpulan steam akhir pada bagian atas dan akan dikembalikan
kembali ke steam drum untuk kemudian menuju ke superheater. Baik steam yang
berasal dari economizer maupun berasal dari upper header masih merupakan
saturated steam atau uap basah atau uap yang masih mengandung air. saturated
steam tersebut akan di ubah menjadi superheated steam di superheater dan
kemudian akan dikumpulkan di dalam steam header dan siap untuk dialirkan
menuju turbin pada temperatur 460 oC dan tekanan 4,6 MPa.
E. Pemanfaatan Steam
Superheated steam yang dihasilkan dari proses pemanasan air di boiler
akan memiliki energi kinetik karena tekanan yang dimilikinya. Energi kinetik ini
akan menggerakkan sudu-sudu turbin sehingga sudu-sudu turbin akan bergerak
dengan kecepatan putar tertentu. Turbin langsung dihubungkan dengan generator,
sehingga generator akan mengkonversi energi kinetik menjadi energi listrik.
Energi listrik inilah yang dialirkan untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan tambang
dan perkantoran PTBA sendiri serta di jual kepada PLN.
F. Udara dan Gas Buang
Salah satu unsur penting dalam reaksi pembakaran adalah oksigen.
Oksigen diperoleh dari udara. Udara yang digunakan untuk pembakaran batubara
terdiri atas udara primer PAF (primary air fan) dan udara sekunder SAF
(secondary air fan). Udara primer merupakan udara yang digunakan untuk
mengangkut serbuk batubara menuju ke dalam ruang bakar. Sedangkan udara
sekunder merupakan udara yang digunakan untuk keperluan pembakaran,
10
11
12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Teori Dasar Elektrostatik (Listrik Statis)
Listrik statis (electrostatic) adalah fenomena muatan listrik yang berada
dalam keadaan diam (statis). Listrik statis dapat menjelaskan bagaimana sebuah
penggaris yang telah digosok-gosokkan ke rambut dapat menarik potonganpotongan kecil kertas. Gejala tarik menarik antara dua buah benda seperti
penggaris plastik dan potongan kecil kertas dapat dijelaskan menggunakan konsep
muatan listrik.
Berdasarkan konsep muatan listrik, ada dua macam muatan listrik, yaitu
muatan positif dan muatan negatif. Muatan listrik timbul karena adanya elektron
yang dapat berpindah dari satu benda ke benda yang lain. Elektron merupakan
muatan dasar yang menentukan sifat listrik suatu benda (Bayu, 2008).
3.1.1Muatan listrik
Muatan merupakan sifat dasar dan ciri khas dari suatu partikel. Suatu
partikel atau zat memilik 2 jenis muatan yaitu muatan positif dan negatif. Muatan
listrik merupakan perpindahan suatu elektron yang bermuatan negatif dari satu
benda ke benda lain. Hal ini sesuai dengan Niels Bohr yang mengungkapkan
bahwa suatu benda tersusun dari tiga partikel subatom yaitu elektron, proton, dan
neutron. Elektron yang bermuatan negatif selalu bergerak mengelilingi inti atom.
Inti atom terdiri atas proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak
bermuata (Agung, 2009).
Jenis muatan suatu atom ditentukan oleh jumlah proton dan jumlah
elektron dalam atom, sehingga jenis atom dapat dibedakan sebagai berikut:
Atom bermuatan positif, jika jumlah proton lebih banyak dari jumlah dari
(kelebihan elektron).
Atom tidak bermuatan (netral), jika jumlah proton sama dengan jumlah
elektron.
13
3.1.2Hukum Coulomb
Pada tahun 1768, melalui sebuah percobaan, coulomb mendapatkan bahwa
muatan-muatan sejenis akan menimbulkan efek tarik-menarik (atraktif) dan benda
yang berlainan jenis akan saling menolak (repulsif). Besar gaya Coulomb dapat
dicari menggunakan persamaan 3.1.
F=k
q1 q2
r
(3.1)
dengan:
F
q1
q2
timbul gaya di antara keduanya, yang besarnya sebanding dengan perkalian nilai
kedua muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar keduanya. Gaya
yang timbul dapat membuat kedua titik muatan saling tarik-menarik atau saling
tolak-menolak, tergantung nilai dari masing-masing muatan. Muatan sejenis
(bertanda sama) akan saling tolak-menolak, sedangkan muatan berbeda jenis akan
saling tarik-menarik.
3.1.3Medan listrik
Medan listrik merupakan daerah atau ruang di sekitar benda yang
bermuatan listrik. Medan listrik timbul karena adanya gaya listrik pada setiap
partikel yang bermuatan. Medan listrik akan dihasilkan oleh satu atau lebih
muatan listrik, medan listrik ini biasanya juga disebut intensitas listrik atau kuat
medan listik dan dinotasikan dengan E. Besar medan listrik dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan 3.2.
E=k
q
2
r
(3.2)
dengan:
E
14
: Konstanta (
1
)
4 0
15
16
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa gas buang hasil pembakaran berupa abu
dan pertikel-partikel akan melewati sistem ESP sehingga abu-abu tersebut
tertangkap oleh ESP. Abu yang telah tertangkap akan jatuh kebawah dan akan
melewati proses pembuangan selanjutnya. Akhirnya kadar abu atau pertikulat
akan berkurang dan menjadi gas bersih sebelum melewati chimney.
3.3 Komponen-Komponen pada Electrostatic Precipitator
Komponen utama pada ESP untuk menangkap abu atau gas buang sisa
pembakaran batubara adalah sebagai berikut.
1. Transformer Rectifier.
Transformer rectifier adalah trafo jenis step up dan juga peralatan utama
ESP sebagai sumber tegangan tinggi sehingga ESP dapat beroprasi. Transformer
rectifier dapat dilihat pada Gambar 3.3. Transformer rectifier dilengkapi oleh
rangkian penyearah (rectifier), tegangan masukan berupa arus bolak-balik (AC)
akan menjadi tegangan keluaran berupa tegangan searah (DC). Tegangan input
sebesar 0-380 Volt AC dan tegangan output 20-72 KV DC. Transformer Rectifier
berfungsi untuk mencatu daya sehingga ESP bisa bekerja (Margono, 2013)
17
3.
Collecting Plate.
18
4.
Gambar 3.6 Rapper atau rapping system (sumber: PLTU Tanjung Enim)
5.
Hopper
Berfungsi sebagai penampung abu yang jatuh dari Collecting Plate dan
20
7.
Tabung Transporter
Tabung transporter berada tepat di bawah hopper yang berfungsi sebagai
penampung abu yang berasal dari hopper yang selanjutnya dipindahkan (transfer)
ke ash silo. Di dalam tabung transporter terdapat membrane (aramid) sebagai
pemisah antara abu dan udara transporting. Tabung transporter yang berada pada
barisan depan biasanya berukuran lebih besar dari pada tabung pada barisan
belakang, karena abu hasil tangkapan ESP pada bagian depan lebih banyak dari
bagian belakang. Tabung transporter dilengkapi manhole dan safety valve. (PT
PLN) tabung transpoter dapat dilihat pada Gambar 3.9.
8.
abu yang datang dari ESP hopper. Ash inlet valve ini bekerja dalam skala waktu
tertentu secara perioadik, ketika Ash inlet valve terbuka maka akan ada angin
yang bertekanan untuk mendorong abu menuju ke ash silo. Ash inlet valve dapat
dilihat pada Gambar 3.10.
21
9.
Ash Silo
Ash silo merupakan tempat penampungan terakhir abu setelah ditampung
di dalam nopper dan tabung transporter sebelum di buang atau ditimbun didalam
tanah. Sebenarnya abu ini dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan baku
pembuatan konblok. Namun abu sisa pembakaran di PLTU Tanjung Enim ini
tidak dimanfaatkan untuk itu dikarenakan beberapa alasan oleh pihak manajemen.
Abu sisa pembakaran ini hanya ditimbun di dalam tanah. Gambar 3.11
memperlihatkan Ash silo pada PLTU PTBA Tanjung Enim.
22
Korona yang terjadi di daerah medan listrik yang tak seragam ini dianggap
merugikan karena menimbulkan rugi-rugi daya pada saluran transmisi tegangan
tinggi dan karena merusak bahan isolasi. Gradien potensial yang dibutuhkan
untuk membangkitkan korona pada permukaan konduktor biasa disebut dengan
kuat medan korona atau kuat medan kritis. Kuat medan korona dapat dicari
dengan persamaan 3.1 (Agung, 2009).
E0 3,1 md[1
0,301
]
dR
(3.1)
dengan:
E0
: Faktor iregularitas
0,392p
)
T
V0 E 0 R0 ln
R0
R1
(3.2)
dengan:
V0
Eo
R1
Ro
R1 0,02 R1 (m)
3 Tegangan Aplikasi
23
Tegangan aplikasi adalah besar tegangan yang diberikan pada katoda dan
anoda melalui output dari transformer rectifier sehingga timbul medan listrik
antar keduanya. Besar tegangan aplikasi dapat dihitung menggunakan persamaan
3.3.
2
R R1
V Vo E 0 0
R1
(3.3)
dengan:
V
V0
Eo
R1
Ro
R1 0,02 R1 (m)
Q
ln 1
A
(3.4)
dengan:
v
: Efisiensi
5 Perhitungan Efisiensi
Besar suatu efsiensi pada suatu ESP sangat diperhiungkan sebelum
24
semakin besar nilai efisiensi suatu ESP, semakin besar pula kemampuan ESP
tersebut dalam menangkap debu sisa pembakaran. Besar nilai efisiensi dapat
dicari menggunakan persamaan 3.5.
1 e
v (
A
)
Q
(3.5)
dengan:
e
: Tetapan (2,718)
25
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prinsip Kerja Electrostatic Precipitator
Electrostatic precipitator merupakan alat penangkap abu sisa
pembakaran batubara dengan menggunakan sistem elektrik yang
terdiri dari plat-plat baja. Plat-plat tersebut terdiri atas
elektroda
26
Pada Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa abu akan jatuh ke dalam hopper
secara periodik akibat pukulan hammer yang diatur secara berkala. Abu yang
jatuh akibat getaran atau pukulan hammer akan ditampung di dalam hopper, abu
yang telah tertampung akan di salurkan kembali kedalam tabung dan selanjutnya
didorong oleh angin menuju ash silo. Akhirnya abu pada ash silo akan dibuang
atau di tanam di dalam tanah. Sementara gas sisa pengendapan abu pada
elektroda positif akan berubah menjadi gas bersih. Gas bersih ini akan didorong
langsung oleh ID FAN menuju chimney. Sehingga terlihat di ujung cerobong
chimney hanya berupa gas yang kasat mata. Perhatikan Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Gas dan Abu Sisa Pembakaran pada Chimney (a) Chimney di PLTU PTBA
(b) Chimney di PLTU PLN (sumber : PLTU PTBA dan PLTU PLN)
27
Sedangkan abu hasil pengendapan ESP disalurkan oleh pipa-pipa besi menuju ke
ash hilo.
0,5
8.10 4
100
m3/h
= 400 m3/h
Dari perhitungan jumlah partikel diatas dengan ESP dalam keadaan
normal (tidak mengalami gangguan) maka dapat diketahui bahwa jumlah partikel
yang terlepas ke udara bebas dari proses pembakaran adalah sebesar 400 m3/h.
Hasil ini akan menjadi dasar ketika ESP mengalami gannguan sehingga
menyebabkan efisiensi ESP akan berpengaruh. Kemudian dari data spesifikasi
pada lampiran 2 tersebut juga, dapat dihitung luasan plat pengumpul yang dapat
menangkap debu sacara maksimal. Luasan plat pengumpul tersebut adalah
sebasar:
Luas permukaan plat pengumpul (A) = luas permukaan plat jumlah plat.
Perhitungan luas permukaan plat = P L 2 permukaan
29
= 10 m 5 m 2
= 100 m2
m3
22,22
s ln 1 0,995
v
19.800m 2
m
v 5,95 10 3
s
30
1 2,718
0,987
98,7%
m 16.500m 2
s
m3
22, 22
s
Jumlah pertikel
1,3
8.10 4
100
m3/h
= 1.040 m3/h
Sehingga dengan dimatikannya field pertama pada ESP unit satu yang
diakibatkan oleh terjadinya penumpukan abu pada plat-plat pengunmpul ini.
Mengakibatkan pertikel abu yang lepas keudara bebas adalah sebesar 1.040 m3/h
atau meningkat sebesar 640 m3/h dari keadaan normal.
4.3.2.
Di PLTU Bangko Barat pada hari Kamis, tanggal 13 Agustus 2015 terjadi
gangguan berupa penumpukan abu pada filter di ash silo, dikarenakan valve filter
pada ash silo terlalu banyak abu yang menumpuk. Sehingga valve filter yang
31
berfungsi mengatur abu yang masuk kedalam ash silo terganggu. Dengan
gangguan ini maka ESP unit satu dimatikan secara keseluruhan untuk
membersihkan abu yang menumpuk dan mengembalikan fungsi valve filter
seperti semula. ESP unit satu dimatikan selama 3 jam. Oleh karena itu
dilakukan analisa kembali untuk mengetahui nilai efisiensi dan jumlah pertikel
yang lepas ke udara bebas.
Dengan persamaan dan perhitungan yang sama, didapatlah nilai luasan,
efiseiensi dan jumlah pertikel yang lepas keudara bebas seperti pada lampiran 4.
Dari hasil perhitungan yang didapat dibuatlah Tabel 4.1 yang memperlihatkan
hasil dari perhitungan luasan dan efisiensi, dan jumlah partikel yang lepas keudara
untuk setiap kondisi ESP.
Tabel 4.1 Perhitungan Luasan, Efisiensi dan Jumlah Pertikel yang Lepas pada setiap Kondisi
No
Kondisi
Normal
Gangguan Motor
Hammer
Gangguan Ash
silo
Luasan
pengumpul (A)
Efisiensi ()
Jumlah
Partikel lepas
19.800 m2
99,5%
400 m3/h
16.500 m2
98,7%
1040 m3/h
9.900 m2
92,9%
5.680 m3/h
Dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa luasan berbanding lurus terhadap nilai
efisiensi dan berbanding terbalik terhadap jumlah pertikel yang lepas ke udara.
Seakin besar luasan plat pengumpul, maka semakin besar nilai efisiensi yang akan
didapat, hal ini dikarenakan kemampuan plat untuk menangkap debu akan
semakin besar akibar dari luasnya plat pengumpul. Sehingga pertikel yang lepas
keudara akan semakin kecil. Namun sebaliknya, semakin kecil luasan plat
pengumpul maka nilai efisiensi yang didapat akan semakin kecil juga. Akhirnya
partikel yang lepas keudara bebas akan semakin banyak.
4.4 Data Gas Buang
Catatan pengoprasian ESP ini diambil selama penulis melakukan kerja
praktek yaitu pada tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 28 Agustus
2015. Catatan ini memperlihatkan jumlah partikel yang lepas keudara dan batas
32
aman pengoprasian ESP pada keadaan normal. Adapun data hasil penegluaran
partikel yang lepas keudara ditunjukkan seperti pada Gambar 4.6.
33
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasar hasil perhitungan, analisa dan pengamatan yang telah dilakukan
selama Kerja Praktek mengenai Aplikasi Elektrostatik Precipitator (ESP) pada
Proses Penangkapan Abu Hasil Pembakaran Batubara di PLTU PTBA (Persero)
310 MW Tanjung Enim. Maka dapat diambil beberapa kesimpulan,
diantaranya:
1. Elektrostatik Precipitator merupakan alat yang digunakan untuk menangkap
abu sisa pembakaran batubara dengan menggunakan prinsip listik statis,
partikel yang tak bermuatan di ionisasi oleh plat yang bermuatan negatif
sehinnga partikel tersebut bermuatan negatif dan akhirnya menempel pada
dinding yang bermuatan positif akibat adanya perbedaan muatan listrik.
2. Dengan luasan plat pengumpul 19.800 m2 nilai efisiensi yang didapat
sebesar 99.5%. sedangkan luasan plat pengumpul 16.500 m2 maka nilai
efisiensi yang didapat sebesar 98.7%. sehingga semakin luas plat
pengumpul yang digunakan maka nilai efisiensi yang didapa akan semakin
besar.
3. Luas plat pengumpul berbanding lurus tehadap jumlah partikel yang lepas
keudara. Terbukti dengan luasan 19.800 m2 maka jumlah pertikel yang lepas
keudara bebas adalah sebesar 400 m3/h. Sedangkan dengan luasan 9.900 m2
maka jumlah pertikel yang lepas adalah sebesar 5.680 m3/h.
5.2 Saran
1. Perlu adanya pemanfaatan lebih lanjut mengenai abu sisa pembakaran
batubara yang berhasil di tangkap oleh ESP.
2. Untuk memantau sisa pembakaran yang lepas keudara bebas, dipelukan
pengecekan laboratorium secara rutin sehingga pengoprasian ESP dapat di
optimalkan dan dievaluasi kinerjanya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sugiyono. 2000. Prospek Penggunaan Teknologi Bersih Untuk Pembangkit
Listrik Dengan Bahan Bakar Batubara Di Indonesia: Bandung.
Hari, Bayu Sapta. https://aktifisika.wordpress.com/2008/12/10/listrik-statis/
(diakses 27 Agustus 2015)
Iswan. 2010. Penanggulangan Limbah PLTU Batubara. Program Studi Teknik
Elektro Universitas Khairun: Ternate.
Muttaqim , Luthfi Maslul, , Andi Trimulyono. dkk. 2015. Analisa Electrostatic
Precipitator (ESP) Pada Exhaust Dalam Upaya Pengendalian Partikulat
Debu Gas Buang Main Engine Kapal Latih BIMASAKTI. Jurusan Teknik
Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro: Semarang.
PT. PLN (persero). Pusat pendidikan dan pelatihan.
Pratama, Gigih Mahartoto. Piacs dc sebagai Pengatur Parameter pada
Electrostatic Precipitator di PT Holcim Indonesia Tbk. Cilacap Plant.
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang.
Sepfitrah, Yose Rizal. 2015. Analisis Electrostatic Precipitator (ESP) untuk
Penurunan Emisi Gas Buang pada Recovery Boiler. jurusan teknik sipil
fakultas teknik universitas pasir pengaraian.
Sugeng, Margono dan Supriyo. 2013. Pengaruh Kegagalan Collecting Plate
System Electrostatic Precipitator dengan Kenaikan Emisi pada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap. Teknik Industri Uiversitas Islam Jakarta: Jakarta.
Sunardi, Agung Firmansyah, Moch.Dhofir dkk. 2009. Perancangan dan
Pembuatan Model Miniatur Electrostatic Precipitator (Pengendap Debu
Elektrostatis) untuk Mengurangi Partikel Debu Gas Buang Pabrik Gula
Krebet Baru Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya: Malang.
Yanuar, Hardian dan Karnoto. Pemicuan Metode Intermitent Energization pada
Rawmill Electrostatic Precipitator PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk..
Plant 9. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro:
Semarang.
35
Lampiran 1
Lampiran satu ini menjelaskan proses pembangkitan yang terjadi pada
PLTU PTBA Tanjung Enim. Mulai dari pengambilan air di sungai, pengolahan air
menjadi uap, tegangan yang didapat, dan terakhir sisa pembakaran dihasilkan.
Lampiran 2
36
Lampiran 2
Data spesifikasi ESP yang digunakan pada PLTU PTBA Tanjung Enim.
Item
Unit
m3/h
%
M
M
Unit
M
Data
120.000
99,5%
10
5
3
1
33
3
0,15
Lampiran 3
Perhitungan luasan plat pengumpul saat terjadi gangguan pada motor penggerak
hammer.
37
Lampiran 4
Perhitungan luasan plat pengumpul saat terjadi gangguan pada ash hilo.
Perhitungan efisiensi:
5 , 95 x10
1 2,718
0,929
92,9%
9.900m 2
3
22, 22 m
s
m
s
7,1
8.10 4
100
m3/h
= 5.680 m3/h
38