Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peseroan terbatas Bukit Asam (PTBA) merupakan perusahaan tambang
kelas dunia yang terintegritas menjadi perusahaan energi yang berkelanjutan.
PTBA memiliki total sumber batubara sebesar 7,29 miliar ton dan total cadangan
tambangan sebesar 1,99 miliar ton dari total kepemilikan wilayah kuasa
pertambangan seluas 90.832 Ha. Kebutuhan dunia industri akan ketersediaan
sumber energi makin memuncak, pembangunan PLTU menjadi strategi cerdas
PTBA untuk mencukupi kebutuhan listrik kegiatan operasi dan sekaligus
mendukung ketersediaan sumber daya listrik bagi negara. Salah satunya adalah
PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim.
PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim dengan kapasitas 310 MW
merupakan pembangkit listrik dengan menggunakan 130 ton batubara per-hari.
Pada awalnya tujuan pembangunan PLTU ini adalah untuk memanfaatkan
batubara yang berkalori rendah karena harga jual ekspor rendah atau bahkan tidak
laku di pasaran. Walaupun di PLTU PTBA ini menggunakan batubara yang
berkalori rendah yaitu 4.000-6.000 KCal/Kg. Namun sisa pembakarannya berupa
emisi gas buang akan menimbulkan dampak baru bagi lingkungan berupa
pencemaran udara.
Sisa pembakaran batubara akan menghasilkan emisi gas buang atau
partikulat yang sangat berbahaya terhadap lingkungan berupa SO2, NO2, CO, CO2,
VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Polusi
ini akan menyebar dari sumbernya melalui proses dispersi dan deposisi, yang
dapat menurunkan kualitas udara, tanah dan air (Iswan, 2010).
Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan
partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di
alveoli. Partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian
atas dan menyebabkan iritasi. Pengaruh buruk dari Partikulat berupa pertikelpartikel yang berukuran 0,1-10 terhadap kesehatan dan lingkungan seperti pada
Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Pengaruh Gas Emisi terhadap Kesehatan dan Lingkungan (Agung, 2000)

Emisi

Pengaruh terhadap

SO2

kesehatan
Gangguan saluran

NO2
Pertikel/
Debu

Pengaruh terhadap Lingkungan

Hujan asam yang dapat merusak

pernapasan
Radang paru-paru

Sakit pada saluran

pernapasan

danau, sungai dan hutan


Mengganggu jarak pandang
Hujan asam
Ozon menipis

Mengganggu jarak pandang

Iritasi pada mata


Bronkitis dan
gangguan pada

CO2

saluran pernapasan
Tidak berpengaruh
secara langsung

Pemanasan global
Merusak ekosistem

Untuk mengatasi permasalahan di atas maka digunakan fly ash system


berupa pengontrol partikulat. Jenis pengontrol partikulat yang ada antara lain
adalah inertial separator (settling chamber, baffle chamber, dan cyclone), fabric
filter (baghouse), wet scrubber dan electrostatic presipitator (ESP). Di PLTU
PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim ini menggunakan electrostatic presipitator
sebagai pengendali gas buang sisa pembakaran pada boiler.
Electrostatic presipitator bekerja dengan cara mengandapkan debu secara
elektrostatik. Dimana partikel-partikel debu akan dilewatkan pada suatu medan
listrik yang bertegangan tinggi antara katoda dan anoda. Pertikel tersebut akan
terionisasi menjadi ion negatif dan akhirnya akan ditarik oleh plat yang bermuatan
positif. Maka dari itu pada laporan kerja praktek ini akan membahas mengenai
Aplikasi Elektrostatik Precipitator (ESP) pada Proses Penangkapan Abu
Hasil Pembakaran Batubara di PLTU PTBA (Persero) 310 MW Tanjung
Enim.

1.2.

Tujuan

Adapun tujuan dari topik pembahasan dalam penulisan laporan kerja


praktek ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami prinsip kerja Electrostatic precipitator pada PLTU PTBA


(Persero) Tbk. 3x10 MW Tanjung Enim.
2. Menghitung pengaruh luasan plat pengumpul pada collecting electrode dan
discharge electrode erhadap nilai efisiensi ESP.
3. Menganalisa pengaruh kerusakan ESP terhadap kemampuan ESP

dalam menangkap abu sisa pembakaran pada boiler.

1.3.

Batasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah yang dibahas pada laporan ini maka penulis
memberikan batasan masalah yakni:

1. Laporan ini hanya membahas aplikasi kerja Electrostatic precipitator pada


PLTU PTBA (Persero) Tbk.. 3x10 MW Tanjung Enim.
2. Tidak membahas jenis pertikulat atau kandungan kimia yang lepas ke udara
bebas.
3. Laporan ini hanya membahas pengaruh luasan plat pengumpul terhadap
nilai efisiensi ESP dan kemampuan ESP dalam menangkap abu.
4. Tidak membahas sistem proteksi yang digunakan pada ESP.

BAB 2
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Sejarah singkat mulianya penambangan batubara di Tanjung Enim adalah
sekitar tahun 1919. Saat itu tambang batubara pertama mulai dibuka dan
beroperasi di Air Laya pada zaman kolonial Belanda dengan sistem penambangan
terbuka atau open pit mining. Selanjutnya tambang bawah tanah atau underground
mining mulai dilakukan tahun 1923 sampai tahun 1940an. Tahun 1950
pemerintah menyetujui pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit
Asam (PNTABA). Pada tahun 1981 PNTABA berubah status menjadi Perseroan
Terbatas. Namanya juga berganti menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam.
Pada 1990 PTBA digabung dengan Perum Tambang Batubara dan mulai
tahun 1994 ditugaskan Surabaya dengan kode PTBA. PTBA merupakan
perusahaan tambang Batubara terbesar ke-5 di Indonesia. PT. Bukit Asam
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) total sumber daya batubara
sebesar 7,5 miliar ton dan total cadangan tertambang sebesar 1,8 miliar ton yang
beroperasi di tiga wilayah penambangan yaitu Tanjung Enim, Ombilin, dan
Cerenti. Dengan cadangan yang melimpah, batubara tersebut dapat digunakan
untuk bahan bakar utama PLTU.
Pada 19 Desember 2007 Berdasarkan SK Direksi PTBA No: 338/KEP/Int0100/OT.01/2007 dibentuk Struktur Organisasi Proyek Pembangunan PLTU
Tanjung Enim 3x10 MW yang selanjutnya disebut P3TE. Setelah melalui proses
yang panjang, pada 18 Agustus 2009 diawali pembangunan PLTU 3x10 MW
milik PTBA dengan adanya Peletakan batu pertama oleh Direksi PTBA dan
President Director of Jo.COC-Weltes Mr. Chow Man Hang.
Selain pembangunan PLTU PTBA Tanjung Enim 3x10 MW, digulirkan
pula rencana pembangunan pembangkit yang sama di Pelabuhan Tarahan yakni
PLTU dengan kapasitas terpasang 2x8 MW. Dengan adanya proyek pembangkit di
Tarahan ini, maka pada tanggal 7 Agustus 2009, berdasarkan SK Direksi No:
210/KEP/int-0100/OT.01/2009, proyek P3TE berubah menjadi Proyek
pembangunan PLTU Milik Sendiri, selanjutnya disebut P3MS. Proyek P3MS ini

mengelola dua proyek pembangkit PTBA yaitu PLTU TE 3x10 MW dan PLTU
Tarahan 2x8 MW.
Akhirnya setelah sekitar 3 tahun pembangunan PLTU Banko Barat 3x10
MW, maka pada 8 Juni 2012, dilakukan start synchron untuk pertama kalinya ke
PLTU TE 3x10 MW dengan beban pembangkit 2,25 MW. Setelah proses start
synchron tersebut, pada 31 Juli 2012 pukul 14.08, merupakan kali pertama PLTU
Banko Barat 3x10 MW mengirim daya ke Tambang PTBA. Dengan beroperasinya
PLTU TE 3x10 MW tersebut, maka status proyek pembangunan PLTU Banko
Barat 3x10 MW dapat dikatakan berakhir.
Selanjutnya untuk mengelola unit PLTU tersebut dibentuklah organisasi
satuan kerja pembangkit dan distribusi listrik atau yang disebut satker PDL.
Satker PDL ini terdiri dari :
1

Pembangkit (PLTU Banko Barat 3x10 MW)


2

Distribusi listrik yang dilebur dari satuan kerja perawatan dan perawatan
instalasi listrik, AC serta telkom.

2.2 Visi, Misi, dan Strategi


a. Visi
Menjadi perusahaan energi berbasis batubara yang berdaya saing dan
memberikan nilai optimal bagi stakeholders.
b. Misi
Untuk mencapai visi tersebut PTBA menetapkan misi diantaranya
memproduksi dan memasarkan batubara dan derivatifnya dengan cara terbaik,
biaya yang memperluas kompetitif serta berkembang harmonis bersama
lingkungan.
c. Strategi
Strategi yang PTBA kembangkan untuk mencapai visi dan misinya adalah
sebagai berikut.
1. Memaksimalkan profitabilitas melelui peningkatan produksi, peningkatan
volum penjualan, peningkatan produk bernilai tambah dan penekanan biaya
serta pengembangan angkutan batubara.
2. usaha secara vertikal, antara lain melalui PLTU mulut tambang.
3. Sinergi akusisi dan pengembangan perdagangan batubara.

2.3 Sertifikasi dan Penghargaan


Berbagai prosedur dan standar kerja PTBA sudah menemui kelayakan
secara internasional sejak 1999 standart mutu PTBA sudah memenuhi ISO
9001:2000 pada tahan 2003. Laboratorium pengujian mutu PTBA juga telah
meraih ISO 17025, sertifikasi ini membuktikan komitmen PTBA untuk
senantiasa memproduksi dan menghasilkan batubara dengan prosedur yang
berlaku dan berkualitas menurut standar internasional. Secara periodik PTBA juga
melakukan survei kepuasan pelanggan untuk mengukur kinerja PTBA dan
memproleh masukan dari pihak luar perusahaan. Selain itu PTBA juga
menerapkan standar manajemen keamanan berdasarkan internasional code for
the security of ships and pour facilities (ISPS Code) Sistem menejemen kinerja
berdasarkan balanced scorecard, dan sistem manajemen resiko yang terintegrasi.
Perhatian PTBA tak hanya pada pelanggan tapi juga keselamatan dan
kesehatan kerja pegawai dengan telah dimulainya tahapan untuk memenuhi ISO
18001:2005. Aktivitas penambangan yang sering beresiko terhadap kerusakan
lingkungan, telah dikelola dengan baik sesuai dengan Analisa Dampak
Lingkungan, bahkan kini PTBA sedang dalam tahap mempersiapkan standar yang
sesuai dengan ISO 14001. Tujuannya untuk memberikan manfaat jangka panjang,
baik bagi pegawai maupun masyarakat dan generasi mendatang. Prosedur kerja
PTBA yang sudah baku telah beberapa kali mendapat pengakuan dari berbagai
pihak atau organisasi di luar perusahaan. Pengakuan ini berbentuk penghargaan,
antara lain di bidang Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja (K3) tambang,
lingkungan hidup serta Kemitraan dan Bina Lingkungan.
2.4 Penghargaan di Bidang Lingkungan
1. Safety Award Katagori Utama, sebagai perusahaan tambang yang telah
mengelola asfek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tambang.
2. Penghargaan Zero Acciddent dari departemen tenaga kerja penghargaan
Pengelolaan Batuan Penutup dari direktorat Jendral Mineral, batubara dan
Panas bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya mineral.
3. Penghargaan Program Lingkungan bidang industri Pertambangan dari
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

4. Peringkat Baru Program Penelitian Kerja Prusahaan (PROPER) Dari


Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
2.5 Lokasi Pabrik PLTU TE 3x10 MW PTBA (persero)
PLTU TE 3x10 MW terletak di Banko Barat, Kecamatan Tanjung Enim,
Kabupaten Muara Enim, yang berjarak 187 km sebelah Barat kota Palembang
dengan luas lahan sekitar 4 hektar. Lokasi pembangkit berada didekat Sungai
Enim yang digunakan sebagai sumber bahan baku pembangkit dan disamping
pabrik briket Bukit Asam. Peta lokasi PLTU TE 3x10 MW dapat dilihat pada
Gambar 2.1

Gambar 2.1 Lokasi PLTU TE 3x10 MW (sumber:PLTU Tanjung Enim)

Umumnya sebuah pembangkit listrik tenaga uap akan ditempatkan di tepi


laut untuk mendekati sumber air yang besar. Untuk itulah di dekat Sungai Enim
dibangun PLTU TE 3x10. Selain itu, lokasi pembangkit juga terletak di sebelah
tambang batubara Bukit Asam sehingga mengefisiensikan biaya transportasi.
Maka dapat dikatakan bahwa lokasi PLTU TE 3x10 MW sangat strategis karena
mendekati dua sumber bahan baku utamanya yaitu air sebagai penggerak dan
pendingin serta batubara dan solar sebagai bahan bakarnya. Akan tetapi solar
hanya digunakan ketika start up.
2.6 Proses Pembangkitan di PLTU TE 3x10 MW PTBA (persero)
Secara umum deskripsi proses pembangkitan listrik yang ada di PLTU
adalah proses produksi listrik dengan memanfaatkan steam sebagai fluida kerja
yang dapat menggerakan turbin lalu diteruskan ke generator kemudian generator

akan mengkonversi energi mekanik (putaran turbin) menjadi energi listrik. proses
tersebut dimulai dari persiapan bahan baku yang meliputi batubara dan air demin
(air umpan), kemudian proses produksi steam dengan cara membakar batubara
pada tungku pembakaran dan memanfaatkan panasnya untuk memanaskan air
pada tube-tube boiler dan terakhir yaitu memanfaatan steam yang dihasilkan
untuk memutar sudu-sudu turbin dan menggerakkan generator yang akan
menghasilkan energi listrik.
Adapun diskripsi proses pembangitan di PLTU TE 3x10 MW dapat
dijelaskan sebagai berikut.
A. Persiapan Bahan Baku
Pada tahap ini semua bahan baku disiapkan baik air demin, batubara dan
solar sebagai bahan bakar bantuan serta pasir silika yang berfungsi sebagai media
penghantar dan penyimpan panas .
B. Persiapan Air Demin
Persiapan air demin yang dilakukan dalam tahap ini adalah
proses penjernihan dan proses pumurnian. Diharapkan air yang sudah
mengalami proses tersebut akan bersih dan bebas dari ion- ion yang
tidak diinginkan, yang mana ion-ion baik anion maupun kation yang
dapat terendap atau dapat bereaksi dalam temperatur dan tekanan
tinggi dapat mengakibatkan penyumbatan baik berupa kerak maupun
slage, sehingga dapat menggangu proses produksi steam dimana
mengakibatkan penurunan kinerja alat dan mengganggu proses
perpindahan panas.
C. Bahan Bakar
Persiapan bahan bakar batubara sebagai bahan baku utama untuk proses
pembakaran di unit furnace terjadi di unit coal handling. Pada unit ini batubara
dihancurkan sampai ukuran (1-5 mm) baru kemudian dapat diumpankan ke
furnace.
Di PLTU TE 3x10 MW, sirkulasi bahan bakar utama (batubara) bermula
dari batubara yang ada di stock pile dimasukkan ke dalam vibro untuk
dihancurkan menjadi bentuk yang lebih kecil. Kemudian dengan bantuan belt
conveyer pertama batubara tersebut dimasukkan ke alat crusher untuk dijadikan
ukuran yang lebih halus lagi sekitar 1-5 mm. Setelah itu batubara tersebut

dikirim coal banker melalui belt conveyer kedua dan ketiga untuk ditampung
sementara dan diatur pengeluaranya dengan coal feeder. Proses pengangkutan
batubara ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Pengangkutan Batubara ke Coal Banker (sumber: PLTU Tanjung Enim)

Dari Gambar 2.2 terlihat secara jelas proses pengangkutan batubara dari
stock pile hingga ke coal banker. Coal feeder akan mengatur banyaknya batubara
yang masuk kedalam coal banker melalui hembusan udara sehingga batubara
halus akan terbawa menuju furnace. Sedangkan batubara yang tidak terbakar akan
masuk kedalam cyclone untuk di proses kembali di dalam furnace.
D. Produksi Steam
Produksi steam di PLTU dilakukan dengan pemanasan air demin yang
berasal dari unit demin plant yang kemudian dipompakan menuju deaerator untuk
menghilangkan kandungan oksigen yang terlarut di dalam air pada temperatur
90oC. Kemudian dialirkan menuju HP heater dsebagai media pemanas awal
sebelum air umpan masuk ke dalam boiler. Pemanasan awal ini bertujuan untuk
mengurangi beban kerja boiler sehingga ketika air umpan masuk ke dalam boiler
sudah mengalami kenaikan temperatur sebesar 110oC. Air sebagai media pemanas
pada HP heater ini berasal dari extraction Turbin yang memiliki temperatur
260oC.

Setelah dari pemanasan awal pada HP heater air umpan akan dialirkan
menuju ke economizer oleh Boiler Feed Water Pump (BFWP) untuk dipanaskan
kembali hingga temperaturnya mencapai 240oC. Air Umpan yang sudah
dipanaskan pada economizer kemudian menuju ke steam drum. Di dalam steam
drum air tersebut akan terbagi mejadi 2 fase yaitu uap akan berada di bagian atas
sedangkan yang masih berfase cair akan berada pada bagian bawah dan
diturunkan melalui pipa downcomer menuju low header atau tempat pengumpulan
steam dibagian bawah dan dilewatkan pada pipa water wall yang terdapat
didalam boiler untuk dipanaskan dan berubah fase menjadi uap.
Kemudian uap tersebut akan dikumpulkan di dalam upper header atau
tempat pengumpulan steam akhir pada bagian atas dan akan dikembalikan
kembali ke steam drum untuk kemudian menuju ke superheater. Baik steam yang
berasal dari economizer maupun berasal dari upper header masih merupakan
saturated steam atau uap basah atau uap yang masih mengandung air. saturated
steam tersebut akan di ubah menjadi superheated steam di superheater dan
kemudian akan dikumpulkan di dalam steam header dan siap untuk dialirkan
menuju turbin pada temperatur 460 oC dan tekanan 4,6 MPa.
E. Pemanfaatan Steam
Superheated steam yang dihasilkan dari proses pemanasan air di boiler
akan memiliki energi kinetik karena tekanan yang dimilikinya. Energi kinetik ini
akan menggerakkan sudu-sudu turbin sehingga sudu-sudu turbin akan bergerak
dengan kecepatan putar tertentu. Turbin langsung dihubungkan dengan generator,
sehingga generator akan mengkonversi energi kinetik menjadi energi listrik.
Energi listrik inilah yang dialirkan untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan tambang
dan perkantoran PTBA sendiri serta di jual kepada PLN.
F. Udara dan Gas Buang
Salah satu unsur penting dalam reaksi pembakaran adalah oksigen.
Oksigen diperoleh dari udara. Udara yang digunakan untuk pembakaran batubara
terdiri atas udara primer PAF (primary air fan) dan udara sekunder SAF
(secondary air fan). Udara primer merupakan udara yang digunakan untuk
mengangkut serbuk batubara menuju ke dalam ruang bakar. Sedangkan udara
sekunder merupakan udara yang digunakan untuk keperluan pembakaran,
10

fungsinya adalah memasok kebutuhan udara untuk proses pembakaran yang


sempurna didalam ruang bakar. Di dalam ruang bakar kedua udara ini bertemu
dan bercampur dengan serbuk batubara dan pasir silika sehingga batubara dan
pasir silika dapat terus melayang di dalam ruang bakar.
Sehingga sejumlah udara diumpankan ke dalam ruang bakar menggunakan
nozel pada bagian bawahnya. Untuk memenuhi udara pembakaran yang
diperlukan pada sistem pembakaran maka diperlukan udara primer dan udara
sekunder yang dihasilkan oleh kipas hisap paksa (force draft fan). Udara luar
dihisap dan dihembuskan oleh fan yang sebelumnya melalui pemanas udara (air
heater) untuk mendapatkan temperatur udara yang tinggi, agar tidak terjadi
perbedaan temperatur yang besar antara pembakar dengan ruang bakar ketel,
sehingga diperoleh pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna. Di samping itu
udara juga digunakan untuk pengering batubara, memanaskan batubara yang akan
digiling dan sebagai penghembus bubuk batubara, dimana pada sistem ini
digunakan PAF (primary air fan).
Di dalam boiler terjadi pencampuran antara batubara serbuk, udara primer,
dan udara sekunder yang kemudian dibakar. Hasil pembakaran berupa gas panas
dan abu. Gas panas yang terjadi dialirkan ke saluran (duct) untuk memanaskan
steam drum, pipa-pipa wall tube dan downcomer, pipa pemanas lanjut
(superheater) dan economizer. Setelah dari economizer gas masih bertemperatur
tinggi yaitu sekitar 300oC dan dipergunakan sebagai sumber untuk memanaskan
udara pada air heater.
Abu terbang (fly ash) yang terbawa oleh gas asap ditangkap oleh
electriostatic precipitator (ESP) yaitu suatu alat untuk menangkap abu sehingga
gas asap yang dibuang kecerobong asap diharapkan telah bebas dari abu.
Pembuangan gas asap ini dibantu oleh fan yaitu kipas tekan paksa (induce draft
fan). Selanjutnya, gas yang telah kehilangan panasnya akan dialirkan menuju
electriostatic precipitator (ESP) untuk memisahkan antara gas dan partikel abu.
Gas akan dibuang ke lingkungan melalui cerobong (stack/chimney), sedangkan
partikel abu akan dibuang menuju Ash Shilo.
G. Diagram Alir Proses

11

Diagram alir dari proses produksi listrik pada PLTU TE 3x10 MW


bermula dari persiapan bahan baku utama yang meliputi batubara, air demin serta
solar hingga ke proses produksi steam. Steam bertekanan yang dihasilkan tersebut
akan memutar turbin dan generator sehingga menghasilkan listrik yang kemudian
akan digunakan untuk pemakaian tambang dan pemakaian pembangkit sendiri.
Untuk lebih jelasnya mengenai proses keseluruhan pembangkitan listri di PLTU
ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.7 Produk
Produk utama yang dihasilkan dari PLTU TE 3x10 MW yaitu berupa listrik
dengan daya sekitar 10 MW per unit jadi total daya terpasang sebesar 3x10 MW =
30 MW. Akan tetapi pada keadaan di lapangan, hanya dua unit yang beroperasi
dengan rata daya yang dibangkitkan sebesar 9 MW. sehingga daya listrik yang
dihasilkan adalah sekitar 18 MW. Hal ini disebabkan karena kebutuhan listrik
pemakaian sendiri, tambang dan perkantoran hanya berkisar antara 6 7 MW saja
dan sisanya dijual ke PLN. Selain listrik, terdapat pula produk samping yang
dihasilkan yaitu berupa fly ash dan bottom ash. Namun sayangnya, kedua jenis
abu ini belum dapat dimanfaatkan sehingga hanya ditimbun di dalam tanah.
Kedepannya, pihak manajemen PLTU TE akan menyusun rencana pemanfaatan
fly ash dan bottom ash tersebut.
2.8 Sistem Pemasaran
PLTU TE 3x10 MW dalam penyaluran listriknya, disalurkan dari gardu
induk ke main switch station 1 (MSS 1), MMS 2 dan PT. PLN (Persero) Sektor
Bukit Asam dengan sistem excess power. Dalam penyalurannya 10% nya
dimanfaatkan sendiri oleh pihak industri. Sehingga yang didistribusikan hanya
90% sesuai dengan bebannya. Untuk saat ini apabila kebutuhan pada MSS sudah
terpenuhi selanjutnya baru di salurkan atau dijual ke PT. PLN (Persero) Sektor
Bukit Asam.

12

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Teori Dasar Elektrostatik (Listrik Statis)
Listrik statis (electrostatic) adalah fenomena muatan listrik yang berada
dalam keadaan diam (statis). Listrik statis dapat menjelaskan bagaimana sebuah
penggaris yang telah digosok-gosokkan ke rambut dapat menarik potonganpotongan kecil kertas. Gejala tarik menarik antara dua buah benda seperti
penggaris plastik dan potongan kecil kertas dapat dijelaskan menggunakan konsep
muatan listrik.
Berdasarkan konsep muatan listrik, ada dua macam muatan listrik, yaitu
muatan positif dan muatan negatif. Muatan listrik timbul karena adanya elektron
yang dapat berpindah dari satu benda ke benda yang lain. Elektron merupakan
muatan dasar yang menentukan sifat listrik suatu benda (Bayu, 2008).
3.1.1Muatan listrik
Muatan merupakan sifat dasar dan ciri khas dari suatu partikel. Suatu
partikel atau zat memilik 2 jenis muatan yaitu muatan positif dan negatif. Muatan
listrik merupakan perpindahan suatu elektron yang bermuatan negatif dari satu
benda ke benda lain. Hal ini sesuai dengan Niels Bohr yang mengungkapkan
bahwa suatu benda tersusun dari tiga partikel subatom yaitu elektron, proton, dan
neutron. Elektron yang bermuatan negatif selalu bergerak mengelilingi inti atom.
Inti atom terdiri atas proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak
bermuata (Agung, 2009).
Jenis muatan suatu atom ditentukan oleh jumlah proton dan jumlah
elektron dalam atom, sehingga jenis atom dapat dibedakan sebagai berikut:

Atom bermuatan positif, jika jumlah proton lebih banyak dari jumlah dari

jumlah elektron (kekuranan elektron).


Atom bermuatan negatif, jika elektron lebih banyak dari pada jumlah proton

(kelebihan elektron).
Atom tidak bermuatan (netral), jika jumlah proton sama dengan jumlah
elektron.

13

3.1.2Hukum Coulomb
Pada tahun 1768, melalui sebuah percobaan, coulomb mendapatkan bahwa
muatan-muatan sejenis akan menimbulkan efek tarik-menarik (atraktif) dan benda
yang berlainan jenis akan saling menolak (repulsif). Besar gaya Coulomb dapat
dicari menggunakan persamaan 3.1.
F=k

q1 q2
r

(3.1)

dengan:
F

: Gaya Coulomb (N)

: Konstanta pembanding besarnya 9 x 109 Nm2/C2

: Jarak antara muatan q1 dan q2 (m)

q1

: Muatan listrik 1 (Q)

q2

: Muatan listrik 2 (Q)


Hukum ini menyatakan apabila terdapat dua buah titik muatan maka akan

timbul gaya di antara keduanya, yang besarnya sebanding dengan perkalian nilai
kedua muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar keduanya. Gaya
yang timbul dapat membuat kedua titik muatan saling tarik-menarik atau saling
tolak-menolak, tergantung nilai dari masing-masing muatan. Muatan sejenis
(bertanda sama) akan saling tolak-menolak, sedangkan muatan berbeda jenis akan
saling tarik-menarik.
3.1.3Medan listrik
Medan listrik merupakan daerah atau ruang di sekitar benda yang
bermuatan listrik. Medan listrik timbul karena adanya gaya listrik pada setiap
partikel yang bermuatan. Medan listrik akan dihasilkan oleh satu atau lebih
muatan listrik, medan listrik ini biasanya juga disebut intensitas listrik atau kuat
medan listik dan dinotasikan dengan E. Besar medan listrik dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan 3.2.
E=k

q
2
r

(3.2)

dengan:
E

: Intensitas medan listrik (V/m)

14

: Muatan listrik (C)

: Konstanta (

: jarak antar muatan (m)

1
)
4 0

Medan listrik dapat digambarkan dengan garis-garis gaya listrik yang


menjauh (keluar) dari muatan positif dan masuk muatan negatif. Garis-garis
digambar simetris, meninggalkan atau masuk ke muatan. Jumlah garis yang
masuk atau meninggalkan muatan sebanding dengan besar muatan. Kerapatan
garis-garis pada sebuah titik sebanding dengan besar medan listrik di titik itu..
Garis-garis medan listrik yang sangat rapat di dekat setiap muatan menunjukkan
medan listrik yang kuat di sekitar daerah ini. Perhatikan Gambar 3.1.

Gambar 3.1 garis-garis medan listrik (sumber: http://fisikon.com/kelas3/index.php?


option=com_content&view=article&id=129&Itemid=181)

3.1.4Pemanfaatan Listrik Statis


Pemanfaatn listrik statis dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut.
1. Elektroskop
Konsep tarik menarik dan tolak menolak muatan dimanfaatkan pada
sebuah alat pendeteksi adanya muatan. Dengan adanya tolak menolak atau tarik
menarik muatan, memungkinkan pita logam pada elektroskop menguncup atau
membuka.
2. Penangkal Petir
Muatan listrik negatif yang tertarik ke bumi sebagai kutub positif membuat
loncatan listrik berdaya rusak tinggi dan suhunya bisa mencapai 28.000oC. Hal ini
membuat petir sangat berbahaya bagi manusia. Penangkal petir dibuat untuk
mengalirkan elektron ke bumi agar bisa lebih aman dalam proses tertariknya
elektron petir tersebut ke bumi.

15

3. Generator Van de Graff


Listrik statis bisa dihasilkan melalui gesekan. Hal ini dimanfaatkan pada
Generator van de Graff. Gesekan pita karet dengan silinder politilen membuat
muatan negatif terdorong ke kubah generator dan tersebar merata pada kubah
yang berbentuk bola. Generator van de Graff merupakan contoh pembangkit
listrik yang memanfaatkan konsep listrik statis.
4. Pelat logam pada penggumpal Asap
Pelat logam bermuatan positif pada penggumpal asap akan menarik asap
yang bermuatan negatif sehingga asap akan menggumpal dan terjatuh karena
gravitasi. Prinsip ini diterapkan pada cerobong asap pabrik sehingga mengurangi
polusi udara.
5. Terapi medan listrik statis
Medan listrik statis sudah banyak digunakan untuk terapi dalam
kesehatan. Terapi ini menggunakan arus listrik 9000 Volt dengan getaran 50 Hz
yang mampu menggetarkan kotoran yang menggumpal dan menempel pada
dinding pembuluh darah sehingga akan merontokkan kotoran tersebut secara
perlahan-lahan.
3.2 Sekilas Tentang Electrostatic Precipitator
Salah satu cara untuk mengatasi limbah abu di PLTU adalah dengan
dipasangnya Electrostatic Precipitator (ESP). Keunggulan ESP dibandingkan
dengan metode yang lain adalah tingkat effisiensi yang tinggi, yakni bisa
mencapai lebih dari 95% (PT PLN). Inilah yang menjadi salah satu alasan ESP
banyak digunakan dalam dunia industri, terutama PLTU dan pabik pembuat
kertas. Dengan menggunakan ESP ini, jumlah limbah abu yang keluar dari
cerobong bisa mencapai sekitar 0,16 % (efektifitas penangkapan abu mencapai
99,84%), ukuran partikel abu terkecil yang diperoleh < 2 C (Yose, 2015).
Hasil pembakaran batubara di ruang bakar mengandung banyak abu dan
partikulat yang dapat menyebabkan kerusakan bagi lingkungan. Abu tersebut akan
terbawa bersama gas buang menuju chimney atau cerobong. Sebelum gas buang
tersebut keluar melalui cerobong, maka gas buang tersebut akan melewati sistem
electrostatic precipitator (ESP). Sehingga gas buang yang akan dikeluarkan tidak

16

mengandung partikel-partikel abu yang dapat mencemari lingkungan


(Luthfi.2015). Sistem pengumpulan debu oleh ESP ditunjukkan oleh Gambar 3.2

Gambar 3.2 Sistem Electrostatic Precipitator

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa gas buang hasil pembakaran berupa abu
dan pertikel-partikel akan melewati sistem ESP sehingga abu-abu tersebut
tertangkap oleh ESP. Abu yang telah tertangkap akan jatuh kebawah dan akan
melewati proses pembuangan selanjutnya. Akhirnya kadar abu atau pertikulat
akan berkurang dan menjadi gas bersih sebelum melewati chimney.
3.3 Komponen-Komponen pada Electrostatic Precipitator
Komponen utama pada ESP untuk menangkap abu atau gas buang sisa
pembakaran batubara adalah sebagai berikut.
1. Transformer Rectifier.
Transformer rectifier adalah trafo jenis step up dan juga peralatan utama
ESP sebagai sumber tegangan tinggi sehingga ESP dapat beroprasi. Transformer
rectifier dapat dilihat pada Gambar 3.3. Transformer rectifier dilengkapi oleh
rangkian penyearah (rectifier), tegangan masukan berupa arus bolak-balik (AC)
akan menjadi tegangan keluaran berupa tegangan searah (DC). Tegangan input
sebesar 0-380 Volt AC dan tegangan output 20-72 KV DC. Transformer Rectifier
berfungsi untuk mencatu daya sehingga ESP bisa bekerja (Margono, 2013)

17

Gambar 3.3 Transformer Rectifier (sumber: PLTU Tanjung Enim)

Berdasarkan Gambar 3.3 terlihat masukkan berupa tegangan 380 V AC


dan tagangan keluaran 70 KV DC. Di PLTU PTBA Tanjung Enim ini transformer
rectifier yang digunakan adalah sebanyak 6 buah pada setiap unit karena setiap
unit ESP memiliki 3 field dan setiap field terdiri atas plat katoda dan anoda.
Transformer rectifier digunakan untuk membangkitkan teggangan pada masingmasing plat katoda dan anoda. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
transformer rectifier berfungsi untuk mencatu daya plat katoda dan anoda
sehinggga menghasilkan tegangan hingga akhirnya ESP dapat beroprasi.
2. Discharge Electrode
Discharge electrode adalah plat baja bermuatan negatif, tempat terjadinya
fenomena tegangan korona serta penggesekan partikel-pertikel yang semulanya
tidak bermuatan (netral) akan terionisasi menjadi bermuatan negatif. Sebelum
akhirnya abu dan pertikulat yang telah terionisasi menjadi muatan negatif tersebut,
akan tertangkap oleh collecting plate akibat adanya perbedaan muatan listrik.
Discharge electroda diperlihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Discharge

3.

Electrode (sumber: Gigih)

Collecting Plate.

18

Setelah discharge elektrode mendapatkan arus tegangan tinggi dari


transformer rectifier, akan timbul medan magnet antara collecting plate dan
discharge electrod. collecting plate akan berfungsi sebagai collection ash
(pengumpul abu). Pelat pengumpul ini dirancang bermuatan positif dengan cara
pemasangannya langsung menempel pada body ESP sehingga ter-grounding-kan.
plat ini akan menarik partikel yang bermuatan negatif akibat bergesekan dengan
discharge electrode. Pelat ini dipasang sejajar sebagai tempat penangkap pertikelpartikel abu. Collecting plate dapat dilihat pada Gambar 3.5

Gambar 3.5 Collecting Plate (sumber: Gigih)

4.

Rapper atau Rapping System


Rapper atau rapping system ini berfungsi sebagai pemukul atau pembuat

getaran. Untuk mencegah penumukan abu menempel pada permukaan collecting


plate maka dipukul menggunakan rapping system. Dengan adanya motor
penggerak yang dihunbungkan dengan poros mekanis yang masing-masing poros
dipasang hammer atau pemukul dan dengan waktu yang sudah diatur maka akan
melakukan pengetukan atau pemukulan sehingga abu yang menempel di dinding
collecting plate akan jatuh kedalam hopper. Rapper atau rapping system
diperlihatkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Rapper atau rapping system (sumber: PLTU Tanjung Enim)

5.

Gas Distribution System.


19

Untuk mendapatkan effsiensi ESP yang optimal gas distribution system


mempunyai peranan yang sangat penting yaitu untuk mendistribusikan fly ash
atau abu ke seluruh field area. Gas distribution system terdiri dari plat-plat baja
yang tersusun sedemikian rupa menyerupai jaring-jaring yang dipasang searah
dengan gas flow atau partikel sisa pembakaran batubara, sehingga abau dapat
tersebar ke seluruh field area. Proses penyebaran gas flow dapat dilihat pada
Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Proses penyebaran gas flow (sumber: PT PLN)

Pada Gambar 3.7 terlihat bahwa partikel sisa pembakaran batubara di


dalam boiler berupa abu didistribusikan secara merata oleh gas distribution
system melalui plat-plat baja yang berbentuk jaring-jaring. Oleh karena itu kinerja
dari ESP dapat bekerja secara maksimal karena tidak ada abu yang menumpuk di
satu bagian field area. Sebelum akhirnya keluar menuju cerobong chimney
melalui stack.
6.

Hopper
Berfungsi sebagai penampung abu yang jatuh dari Collecting Plate dan

Electroda setelah proses rapping. Pada sebuah Electrostatic Precipitator dipasang


Hopper-hopper yang menampung abu hasil tangkapan ESP, jumlah Hopper sesuai
dengan jumlah field dan ESP yang terpasang. Bentuk hopper yang digunakan
pada PLTU Tanjung Enim ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.

20

Gambar 3.8 Bentuk Hopper (sumber : PLTU Tanjung Enim)

7.

Tabung Transporter
Tabung transporter berada tepat di bawah hopper yang berfungsi sebagai

penampung abu yang berasal dari hopper yang selanjutnya dipindahkan (transfer)
ke ash silo. Di dalam tabung transporter terdapat membrane (aramid) sebagai
pemisah antara abu dan udara transporting. Tabung transporter yang berada pada
barisan depan biasanya berukuran lebih besar dari pada tabung pada barisan
belakang, karena abu hasil tangkapan ESP pada bagian depan lebih banyak dari
bagian belakang. Tabung transporter dilengkapi manhole dan safety valve. (PT
PLN) tabung transpoter dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Tabung Transporter (sumber: PLTU Tanjung Enim)

8.

Ash Inlet Valve


Ash inlet valve adalah katup yang berfungsi membuka dan menutup aliran

abu yang datang dari ESP hopper. Ash inlet valve ini bekerja dalam skala waktu
tertentu secara perioadik, ketika Ash inlet valve terbuka maka akan ada angin
yang bertekanan untuk mendorong abu menuju ke ash silo. Ash inlet valve dapat
dilihat pada Gambar 3.10.

21

Gambar 3.10 Ash Inlet Valve (sumber: PT PLN)

9.

Ash Silo
Ash silo merupakan tempat penampungan terakhir abu setelah ditampung

di dalam nopper dan tabung transporter sebelum di buang atau ditimbun didalam
tanah. Sebenarnya abu ini dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan baku
pembuatan konblok. Namun abu sisa pembakaran di PLTU Tanjung Enim ini
tidak dimanfaatkan untuk itu dikarenakan beberapa alasan oleh pihak manajemen.
Abu sisa pembakaran ini hanya ditimbun di dalam tanah. Gambar 3.11
memperlihatkan Ash silo pada PLTU PTBA Tanjung Enim.

Gambar 3.11 Ash Silo (sumber: PLTU Tanjung Enim)

3.4 Parameter Pada ESP


Korona
Korona merupakan gejala pelepasan muatan elektron dari molekul udara di
sekitar penghantar bertegangan tinggi sehingga akan tampak pijaran bercahaya di
sekitar penghantar dan meneluarkan suara desis. Gejala ini penting dalam teknik
tegangan tinggi terutama dimana medan tak seragam tidak dapat dihindari.

22

Korona yang terjadi di daerah medan listrik yang tak seragam ini dianggap
merugikan karena menimbulkan rugi-rugi daya pada saluran transmisi tegangan
tinggi dan karena merusak bahan isolasi. Gradien potensial yang dibutuhkan
untuk membangkitkan korona pada permukaan konduktor biasa disebut dengan
kuat medan korona atau kuat medan kritis. Kuat medan korona dapat dicari
dengan persamaan 3.1 (Agung, 2009).
E0 3,1 md[1

0,301
]
dR

(3.1)
dengan:

E0

: Kuat medan korona (V/m)

: Faktor iregularitas

: Densitas udara relatif

: Jari-jari kawat (m)

0,392p
)
T

Tegangan Listrik Korona


Gas buang hasil pembakaran bahan bakar bersifat netral. Untuk menarik
partikel-partikel yang terbawa oleh gas buang maka dilakukan proses ionisasi
terhadap partikel-partikel tersebut agar menjadi bermuatan listrik. Dibutuhkan
medan listrik yang besar untuk mendapatkan efisiensi tangkapan partikel debu
yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan tegangan korona yang dibutuhkan untuk
membangkitkan medan listrik yang besar tersebut. Tegangan korona ini dapat
dihitung dengan persamaan 3.2 (Yose, 2015).

V0 E 0 R0 ln

R0
R1

(3.2)

dengan:
V0

: Tegangan Korona (V)

Eo

: Kuat medan korona (V/m)

R1

: Jarak antar plat (m)

Ro

R1 0,02 R1 (m)

3 Tegangan Aplikasi
23

Tegangan aplikasi adalah besar tegangan yang diberikan pada katoda dan
anoda melalui output dari transformer rectifier sehingga timbul medan listrik
antar keduanya. Besar tegangan aplikasi dapat dihitung menggunakan persamaan
3.3.
2

R R1
V Vo E 0 0
R1

(3.3)
dengan:
V

: Tegangan aplikasi (V)

V0

: Tegangan Korona (V/m)

Eo

: Kuat medan korona (V/m)

R1

: Jarak antar plat (m)

Ro

R1 0,02 R1 (m)

4 Kecepatan Perpindahan Partikel


Perpindahan partikel dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas yang dihisap
oleh (induce draf) ID fan dan medan listrik yang timbul dari proses ionisasi
partikel. Parameter ini sangat dibutuhkan karena perpengaruh terhadap efisiensi
yang akan didapat pada suatau ESP. Besar kecepatan perpindahan pertikel pada
suatu ESP dapat dicari menggunakan persamaan 3.4.
v

Q
ln 1
A

(3.4)
dengan:
v

: Kecepatan perpindahan partikel (m/s)

: Debit partikel (m3/h)

: Luas plat pengumpul (m2)

: Efisiensi
5 Perhitungan Efisiensi
Besar suatu efsiensi pada suatu ESP sangat diperhiungkan sebelum

pemasangannya di suatu industri. Semakin besar efisiensi ESP (mendekati 100%),


maka jumlah pertikel yang lepas keudara akan semakin sedikit. Itu artinya

24

semakin besar nilai efisiensi suatu ESP, semakin besar pula kemampuan ESP
tersebut dalam menangkap debu sisa pembakaran. Besar nilai efisiensi dapat
dicari menggunakan persamaan 3.5.

1 e

v (

A
)
Q

(3.5)

dengan:
e

: Tetapan (2,718)

: Kecepatan migrasi pertikel (m/s)

: Debit partikel (m3/s)

: Luas plat pengumpul (m2)

25

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prinsip Kerja Electrostatic Precipitator
Electrostatic precipitator merupakan alat penangkap abu sisa
pembakaran batubara dengan menggunakan sistem elektrik yang
terdiri dari plat-plat baja. Plat-plat tersebut terdiri atas

elektroda

positif (collecting electrode) dan elektroda negatif (discharge


electrode). Elektroda positif dihasilkan dengan cara ditanahkan atau
dipasang menempel pada body ESP sedangkan elektroda negatif
langsung dihubungkan oleh rangkaian keluaran transformer rectifier.
Prinsip kerja ESP menggunakan prinsip listrik statis, yaitu partikel tak
bermuatan sisa pembakaran batubara dilewatkan dalam medan
elektrostatik yang terjadi elektroda positif dan elektroda negatif. Di
dalam medan elektrostatik ini, pertikel-partikel tak bermuatan akan
mengalami ionisasi atau penggesekan oleh elektroda negatif.
Hasil penggesekan pertikel tersebut menghasilkan elektronelektron bebas yang digunakan untuk memberikan muatan pada
partikel-partikel abu sehingga terbentuk ion abu negatif. Proses
pembentukan ion negatif partikel dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Selanjutnya ion negatif akan tarik-menarik oleh muatan positif pada
elektroda pengumpul akibat adanya perbedaan muatan listrik, sehingga
abu yang menempel pada elektroda positif. Abu yang menempel akan
semakin menumpuk sehingga lapisan itu akan menurunkan gaya
keelektrostatikannya. Untuk itu dipasanglah rapping system melalui
hammer, abu yang terkumpul pada elektroda positif akan dipukul
hammer secara periodik, sehingga abu tersebut jatuh ke hopper. Proses
pemukulan hammer dapat dilihat pada Gambar 4.2

26

Gambar 4.1 Proses pembentukan ion-ion negatif partikel (sumber: PT PLN)

Gambar 4.2 Proses Pemukulan Abu Oleh hammer (sumber: Hardian)

Pada Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa abu akan jatuh ke dalam hopper
secara periodik akibat pukulan hammer yang diatur secara berkala. Abu yang
jatuh akibat getaran atau pukulan hammer akan ditampung di dalam hopper, abu
yang telah tertampung akan di salurkan kembali kedalam tabung dan selanjutnya
didorong oleh angin menuju ash silo. Akhirnya abu pada ash silo akan dibuang
atau di tanam di dalam tanah. Sementara gas sisa pengendapan abu pada
elektroda positif akan berubah menjadi gas bersih. Gas bersih ini akan didorong
langsung oleh ID FAN menuju chimney. Sehingga terlihat di ujung cerobong
chimney hanya berupa gas yang kasat mata. Perhatikan Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Gas dan Abu Sisa Pembakaran pada Chimney (a) Chimney di PLTU PTBA
(b) Chimney di PLTU PLN (sumber : PLTU PTBA dan PLTU PLN)

27

Gambar 4.3.a memperlihatkan sisa pembakaran batubara berupa gas bersih


yang lepas keudara melalui cerobong chimney di PLTU PTBA. Sementara
Gambar 4.3.b merupakan cerobong chimney PLTU PLN yang berjarak 750 meter
dari PLTU PTBA. PLTU PLN ini tidak menggunkan ESP dalam proses
penanganan abu sisa pembakaran batubara. Sehingga semua sisa pembakarannya
langsung terbuang ke udara bebas yang terlihat pada ujung cerobong berupa
kepulan asap hitam. Dari Gambar 4.3 tersebut juga memperlihatkan perbedaan
yang mencolok akibat perbedaan pengaplikasian ESP pada suatu PLTU yang
menggunakan pembakaran batubara sebagai sumber pemanas air.
4.2 Aplikasi ESP di PLTU Tanjung Enim 3x10 MW
PLTU Bangko Barat PTBA dengan kapasitas daya yang dihasilkan 3x10
MW menggunakan jenis ESP dengan kapasitas gas buang mencapai 120.000 m3/h
atau 40.000 m3/h per unit ESP. ESP ini terdiri atas 3 unit, namun pada saat ini
hanya 2 unit yang beroprasi yaitu unit 1 dan unit 3. Dikarenakan unit dua
mengalami masa perawatan (over hold). setiap unit langsung dihubungkan dengan
ketiga boiler, sehingga gas buang sisa pembakaran pada setiap boiler langsung
ditangkap oleh masing-masing unit ESP. lihat Gambar 4.4. Setiap unit ESP terdiri
atas 3 feild, masing-masing field dipasang berjejer antar katoda dan anoda. Desain
ESP pada PLTU ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.4 Pemasangan ESP Pada PLTU PTBA

Gambar 4.4 memperlihatkan pemasangan ESP pada PLTU PTBA. Dari


gambar terlihat bahwa setiap ESP dipasang langsung pada settiap keluaran hasil
sisa pembakaran pada masing-masing boiler. Dengan pemasangan yang seperti ini
maka efisiensi penangkapan abu sisa pembakaran batubara akan meningkat
dikarenakan masing-msaing keluaran dari pembakaran boiler langsung ditangkap
oleh masing-masing ESP. Dari gambar terlihar juga keluaran pada setiap ESP
langsung di buang ke cerobong chimney dengan tinggi mencapai 70 meter.
28

Sedangkan abu hasil pengendapan ESP disalurkan oleh pipa-pipa besi menuju ke
ash hilo.

Gambar 4.5 Plat-plat pada Field ESP

Pada Gambar 4.5 memperlihatkan desain banyaknya field, hopper, heater


serta plat katoda dan anoda yang dipasang. Plat katoda-anoda inilah yang akan
digunakan sebagai tempat penangkap abu dan tempat terjadinya proses ionisasi.
Selain itu, ESP yang digunakan pada PLTU Bangko Barat ini juga mempunyai
efisiensi sebesar 99,5%. Untuk lebih lengkapnya mengenai data spesipikasi ESP
yang digunakan pada PLTU Bangko Barat ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Nilai efisiensi maksimum pada data spesifikasi alat yang dapat dilakukan
oleh ESP dalam mengumpulkan abu sebesar 99,5%. Ini berarti ada sekitar 0,5%
partikel dari gas buang yang lepas keudara. Jika kapasitas gas buang sebesar
8x104 m3/h, maka 0,5%-nya adalah:
Jumlah pertikel

0,5
8.10 4
100
m3/h

= 400 m3/h
Dari perhitungan jumlah partikel diatas dengan ESP dalam keadaan
normal (tidak mengalami gangguan) maka dapat diketahui bahwa jumlah partikel
yang terlepas ke udara bebas dari proses pembakaran adalah sebesar 400 m3/h.
Hasil ini akan menjadi dasar ketika ESP mengalami gannguan sehingga
menyebabkan efisiensi ESP akan berpengaruh. Kemudian dari data spesifikasi
pada lampiran 2 tersebut juga, dapat dihitung luasan plat pengumpul yang dapat
menangkap debu sacara maksimal. Luasan plat pengumpul tersebut adalah
sebasar:

Luas permukaan plat pengumpul (A) = luas permukaan plat jumlah plat.
Perhitungan luas permukaan plat = P L 2 permukaan

29

= 10 m 5 m 2
= 100 m2

Perhitungan jumlah plat = baris kolom field jumlah ESP


= 1 33 3 2 = 198

Jadi luasan permukaan plat pengumpul (A) = 100 m2 198 = 19.800 m2


Dengan luasan dan data spesifikasi tersebut, maka dapat dihitung nilai
kecepatan perpindahan partikel dari gas distribution system menuju ke plat hingga
sampai ke cerobong. Nilai kecepatan penting dalam suatu ESP karena akan
mempengaruhi nilai efisiensi yang pada suatu ESP. Nilai kecepatan perpindahan
partikel dipengaruhi oleh besarnya hembusan angin oleh SAF FAN, medan lisrik
antar plat katoda dan anoda, serta faktor gangguan luar.
Dengan menggunakan persamaan 3.4 maka nilai kecepatan perpindahan
partikel (v) yang didapat adalah sebesar:

m3
22,22

s ln 1 0,995
v
19.800m 2

m
v 5,95 10 3
s

Dari peritungan diatas, ESP pada PLTU ini mempunyai kecepatan


perpindahan partikel adalah sebasar 5,95 x 10-3 m/s. Nilai kecepatan perpindahan
partikel inilah yang akan digunakan untuk menganalisa parameter-parameter
lainnya. Terutama saat ESP sedang mengalami gangguan sehingga akan
mempengaruhi parameter-parameter lainnya juga.
4.3 Pengaruh Gangguan Terhadap Efisiensi ESP
4.3.1.
Gangguan pada Motor Penggerak Hammer
Analisa ini dilakukan ketika ESP mengalami ganguan pada tanggal 12 dan
13 Agustus 2015 berupa penumpukan abu pada plat katoda dan anoda,
dikarenakan motor panggerak hammer tidak bekerja secara maksimal. sehingga
untuk membersihkan abu dan memperbaiki motor penggerak hammer, field
pertama pada ESP unit satu harus dimatikan selama 2 hari. Dengan dimatikannya
field pertama pada ESP unit satu ini akan mengurangi nilai efisiensi ESP dalam
menangkap abu sisa pembakaran serta pertikel dari gas buang yang lepas ke udara
akan meningkat. Oleh karena itu dilakukan analisa kembali untuk mengetahui

30

nilai efisiensi dan jumlah pertikel yang lepas ke udara bebas.


Oleh karena ESP dalam keadaan menglami ganguan dan butuh perbaikan,
sehingga field pertama pada ESP unit satu harus dimatikan. Maka luasan
permukaan plat pengumpul (A) = 100 m2 165 = 16.500 m2. Perhitungan plat
pengumpul dapat dilihat pada lampiran 3.
Dari perhitungan luas plat permukaan pengumpul tersebut, terlihat jelas
bahwa luasan plat pengumpul mengalami penurunan dari 19.800 m2 menjadi
16.500 m2 (selisih 3.300 m2). Dengan lusan tersebut dan dengan menggunakan
persamaan (3.5), maka nilai efisiensi () yang didapat adalah sebesar:
5, 95 x10 3

1 2,718
0,987
98,7%

m 16.500m 2
s
m3
22, 22
s

Dari peritungan diatas, terlihat perbedaan nilai efisiensi ESP yang


mengalami gangguan yaitu sebesar 98,7% (selisih 0,8%) terhadap nilai efisiensi
ESP pada keadaan normal. Hal ini dikarenakan luasan plat pengumpul berkurang
akibat field pertama pada ESP unit satu dimatikan. Hal ini mengakibatkan akan
ada peningkatan pertikel abu yang lepas keudara bebas lebih dari keadaan normal
selama 2 hari yang diakibatkan oleh gangguan ini. Dengan efisiensi sebesar
98,7% ini berarti ada sekitar 1,3% partikel dari gas buang yang lepas keudara.
jumlah partikel yang lepas keudara bebas adalah:

Jumlah pertikel

1,3
8.10 4
100
m3/h

= 1.040 m3/h
Sehingga dengan dimatikannya field pertama pada ESP unit satu yang
diakibatkan oleh terjadinya penumpukan abu pada plat-plat pengunmpul ini.
Mengakibatkan pertikel abu yang lepas keudara bebas adalah sebesar 1.040 m3/h
atau meningkat sebesar 640 m3/h dari keadaan normal.
4.3.2.

Gangguan Pada Ash silo

Di PLTU Bangko Barat pada hari Kamis, tanggal 13 Agustus 2015 terjadi
gangguan berupa penumpukan abu pada filter di ash silo, dikarenakan valve filter
pada ash silo terlalu banyak abu yang menumpuk. Sehingga valve filter yang
31

berfungsi mengatur abu yang masuk kedalam ash silo terganggu. Dengan
gangguan ini maka ESP unit satu dimatikan secara keseluruhan untuk
membersihkan abu yang menumpuk dan mengembalikan fungsi valve filter
seperti semula. ESP unit satu dimatikan selama 3 jam. Oleh karena itu
dilakukan analisa kembali untuk mengetahui nilai efisiensi dan jumlah pertikel
yang lepas ke udara bebas.
Dengan persamaan dan perhitungan yang sama, didapatlah nilai luasan,
efiseiensi dan jumlah pertikel yang lepas keudara bebas seperti pada lampiran 4.
Dari hasil perhitungan yang didapat dibuatlah Tabel 4.1 yang memperlihatkan
hasil dari perhitungan luasan dan efisiensi, dan jumlah partikel yang lepas keudara
untuk setiap kondisi ESP.
Tabel 4.1 Perhitungan Luasan, Efisiensi dan Jumlah Pertikel yang Lepas pada setiap Kondisi

No

Kondisi
Normal
Gangguan Motor
Hammer
Gangguan Ash
silo

Luasan
pengumpul (A)

Efisiensi ()

Jumlah
Partikel lepas

19.800 m2

99,5%

400 m3/h

16.500 m2

98,7%

1040 m3/h

9.900 m2

92,9%

5.680 m3/h

Dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa luasan berbanding lurus terhadap nilai
efisiensi dan berbanding terbalik terhadap jumlah pertikel yang lepas ke udara.
Seakin besar luasan plat pengumpul, maka semakin besar nilai efisiensi yang akan
didapat, hal ini dikarenakan kemampuan plat untuk menangkap debu akan
semakin besar akibar dari luasnya plat pengumpul. Sehingga pertikel yang lepas
keudara akan semakin kecil. Namun sebaliknya, semakin kecil luasan plat
pengumpul maka nilai efisiensi yang didapat akan semakin kecil juga. Akhirnya
partikel yang lepas keudara bebas akan semakin banyak.
4.4 Data Gas Buang
Catatan pengoprasian ESP ini diambil selama penulis melakukan kerja
praktek yaitu pada tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 28 Agustus
2015. Catatan ini memperlihatkan jumlah partikel yang lepas keudara dan batas

32

aman pengoprasian ESP pada keadaan normal. Adapun data hasil penegluaran
partikel yang lepas keudara ditunjukkan seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik jumlah partikel yang lepas keudara

Berdasarkan Gambar 4. memperlihatkan Grafik jumlah partikel yang lepas


keudara. Catatan ESP ini memperlihatkan terjadinya gangguan ESP pada tanggal
12, 13 dan 24 Agustus 2015 seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya. Pada hari dilakukannya perawaan tersebut terjadi pengeluaran gas
buang keudara yang melewati ambang batas. Ambang batas yang ESP pada
keadaan normal adalah sebesar 400 m3/h. Dikarenakan adanya gangguan tersebut
maka pertikel yang lepas keudara bebas melewati batas aman ESP dalam keadaan
normal yakni sebesar 1040 m3/h dan 5.680 m3/h.

33

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasar hasil perhitungan, analisa dan pengamatan yang telah dilakukan
selama Kerja Praktek mengenai Aplikasi Elektrostatik Precipitator (ESP) pada
Proses Penangkapan Abu Hasil Pembakaran Batubara di PLTU PTBA (Persero)
310 MW Tanjung Enim. Maka dapat diambil beberapa kesimpulan,
diantaranya:
1. Elektrostatik Precipitator merupakan alat yang digunakan untuk menangkap
abu sisa pembakaran batubara dengan menggunakan prinsip listik statis,
partikel yang tak bermuatan di ionisasi oleh plat yang bermuatan negatif
sehinnga partikel tersebut bermuatan negatif dan akhirnya menempel pada
dinding yang bermuatan positif akibat adanya perbedaan muatan listrik.
2. Dengan luasan plat pengumpul 19.800 m2 nilai efisiensi yang didapat
sebesar 99.5%. sedangkan luasan plat pengumpul 16.500 m2 maka nilai
efisiensi yang didapat sebesar 98.7%. sehingga semakin luas plat
pengumpul yang digunakan maka nilai efisiensi yang didapa akan semakin
besar.
3. Luas plat pengumpul berbanding lurus tehadap jumlah partikel yang lepas
keudara. Terbukti dengan luasan 19.800 m2 maka jumlah pertikel yang lepas
keudara bebas adalah sebesar 400 m3/h. Sedangkan dengan luasan 9.900 m2
maka jumlah pertikel yang lepas adalah sebesar 5.680 m3/h.
5.2 Saran
1. Perlu adanya pemanfaatan lebih lanjut mengenai abu sisa pembakaran
batubara yang berhasil di tangkap oleh ESP.
2. Untuk memantau sisa pembakaran yang lepas keudara bebas, dipelukan
pengecekan laboratorium secara rutin sehingga pengoprasian ESP dapat di
optimalkan dan dievaluasi kinerjanya.

34

DAFTAR PUSTAKA
Agus Sugiyono. 2000. Prospek Penggunaan Teknologi Bersih Untuk Pembangkit
Listrik Dengan Bahan Bakar Batubara Di Indonesia: Bandung.
Hari, Bayu Sapta. https://aktifisika.wordpress.com/2008/12/10/listrik-statis/
(diakses 27 Agustus 2015)
Iswan. 2010. Penanggulangan Limbah PLTU Batubara. Program Studi Teknik
Elektro Universitas Khairun: Ternate.
Muttaqim , Luthfi Maslul, , Andi Trimulyono. dkk. 2015. Analisa Electrostatic
Precipitator (ESP) Pada Exhaust Dalam Upaya Pengendalian Partikulat
Debu Gas Buang Main Engine Kapal Latih BIMASAKTI. Jurusan Teknik
Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro: Semarang.
PT. PLN (persero). Pusat pendidikan dan pelatihan.
Pratama, Gigih Mahartoto. Piacs dc sebagai Pengatur Parameter pada
Electrostatic Precipitator di PT Holcim Indonesia Tbk. Cilacap Plant.
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang.
Sepfitrah, Yose Rizal. 2015. Analisis Electrostatic Precipitator (ESP) untuk
Penurunan Emisi Gas Buang pada Recovery Boiler. jurusan teknik sipil
fakultas teknik universitas pasir pengaraian.
Sugeng, Margono dan Supriyo. 2013. Pengaruh Kegagalan Collecting Plate
System Electrostatic Precipitator dengan Kenaikan Emisi pada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap. Teknik Industri Uiversitas Islam Jakarta: Jakarta.
Sunardi, Agung Firmansyah, Moch.Dhofir dkk. 2009. Perancangan dan
Pembuatan Model Miniatur Electrostatic Precipitator (Pengendap Debu
Elektrostatis) untuk Mengurangi Partikel Debu Gas Buang Pabrik Gula
Krebet Baru Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya: Malang.
Yanuar, Hardian dan Karnoto. Pemicuan Metode Intermitent Energization pada
Rawmill Electrostatic Precipitator PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk..
Plant 9. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro:
Semarang.

35

Lampiran 1
Lampiran satu ini menjelaskan proses pembangkitan yang terjadi pada
PLTU PTBA Tanjung Enim. Mulai dari pengambilan air di sungai, pengolahan air
menjadi uap, tegangan yang didapat, dan terakhir sisa pembakaran dihasilkan.

Lampiran 2
36

Lampiran 2
Data spesifikasi ESP yang digunakan pada PLTU PTBA Tanjung Enim.
Item

Unit
m3/h
%
M
M

Kapasitas gas buang (Q)


Efisiensi disain ()
field
Banyak baris plat
Banyak kolom plat
Jumlah ESP
Jarak antar plat

Unit
M

Data
120.000
99,5%
10
5
3
1
33
3
0,15

Lampiran 3
Perhitungan luasan plat pengumpul saat terjadi gangguan pada motor penggerak
hammer.

Perhitungan luas permukaan plat = P L 2 permukaan


= 10 m 5 m 2
= 100 m2

Perhitungan jumlah plat unit 1 = baris kolom field


= 1 33 2 = 66

Perhitungan jumlah plat unit 3 = = baris kolom field


= 1 33 3 = 99

Jumlah plat (A) = (66 + 99)100 = 16.500 m2

37

Lampiran 4
Perhitungan luasan plat pengumpul saat terjadi gangguan pada ash hilo.

Perhitungan luas permukaan plat = P L 2 permukaan


= 10 m 5 m 2
= 100 m2

Perhitungan jumlah plat unit 1 = baris kolom field


= 1 33 0 = 0

Perhitungan jumlah plat unit 3 = = baris kolom field


= 1 33 3 = 99

Jumlah plat (A) = (0 + 99)100 = 9900 m2

Perhitungan efisiensi:

5 , 95 x10

1 2,718
0,929
92,9%

9.900m 2
3
22, 22 m
s

m
s

Perhitungan jumlah partikel yang lepas keudara bebas.


Jumlah pertikel

7,1
8.10 4
100
m3/h

= 5.680 m3/h

38

Anda mungkin juga menyukai