Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sinusitis adalah kasus keradangan yang cukup banyak terjadi di
Indonesia. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh virus, bakteri atau infeksi
jamur. Sesuai dengan namanya, sinusitis ini terjadi di daerah sinus-sinus
paranasalis yang berada pada tulang wajah. Infeksinya, paling sering
mengenai daerah mukosa.
Banyak hal yang meningkatkan risiko terjadinya sinusitis, diantaranya
adalah obstruksi ostia sinus-sinus menuju rongga hidung, tidak berfungsinya
silia-silia pada sinus, dan produksi mukosa yang berlebihan.
Ketika sinusitis ini terjadi pada seseorang, akan banyak gejala yang
kemungkinan bisa muncul pada si pasien. Keluhan itu bisa berupa kongesti
hidung yang disertai keluarnya sekret hidung yang purulen, batuk yang
bertambah pada malam hari, demam, kelelahan dan hilangnya daya pembau.
Selain itu, juga akan timbul rasa nyeri. Rasa nyeri itu diantaranya
adalah nyeri tenggorokan dan postnasal drip terutama pada malam hari atau
saat berbaring, dan nyeri pada daerah sinus tergantung pada lokasi
sinusitisnya. Rasa nyeri tersebut akan bertambah bila pasien membungkuk ke
depan atau terlentang.
Kasus sinusitis ini dapat terjadi pada semua sinus-sinus paranasalis
yang terdiri dari empat bagian. Yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
maksilaris, dan sinus sphenoidalis. Dari keempat kasus tersebut, sinusitis
maksilaris adalah kasus yang paling banyak terjadi.
Sebagai langkah diagnosis, selain didasarkan pada keluhan klinis,
juga diperlukan pemeriksaan penunjang. Sebagai pemeriksaan awal, bisa
dilakukan dengan pemeriksaan transiluminasi. Dari pemeriksaan ini bisa
didapatkan gambaran gelap pada daerah sinus yang mengalami infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Foto Kepala Waters
Pada prinsipnya, pembuatan foto kepala Waters sama dengan
pembuatan foto rontgen lainnya, yaitu menggunakan sinar-x. Untuk
pembuatan sinar-x diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara dimana
terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu
sasaran (target). Dari proses tersebut diatas terjadi suatu keadaan dimana
energi elektron sebagian besar diubah menjadi panas (99%) dan sebagian
kecil (1%) dirubah menjadi sinar-x.
II.1.1 Deskripsi alat Rontgen untuk Foto Kepala Waters
Suatu tabung pesawat rontgen mempunyai beberapa persyaratan yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Kelebihan :
-
Murah
Kekurangan :
-
Hasil sinar-X dapat tidak akurat bila pasien tidak dapat tetap
diam selama pemeriksaan.
seperti
pyramid
dengan
apex
pada
arcus
zygomaticus
Pada anak kecil batas inferior dekat pada bagian dasar nasal
sedangkan pada orang dewasa batas inferior terletak 1 cm
dibawah dasar nasalis
Ostia sinus terletak sebelah anterior dari meatus medial
Ostia assesoris terletak lebih posterior dan merupakan suatu
tanda dari penyakit kronis
Vaskularisasi : dari bagian arteri maxilaris
Innervasi : melalui nervus V2
II.2.3 Sinus frontalis
Jarang ada pada saat lahir, biasanya tidak tampak sampai
umur 2 tahun
Drainase kedalam recessus frontalis, yang berada didalam
meatus medius dekat bagian atas infundibulum
Mempunyai klirens mukosiliar sirkuler
Vaskularisasi : Arteri supraorbital dan arteri supratrochlear
Inervasi : N. Supraorbital dan n.supratrochlear
II.2.4 Sinus Sphenoidalis
Jarang ada pada saat lahir, biasanya mulai tampak umur 4
tahun
Drainase ke dalam meatus superior yang berada di dalam
recessus sphenoethmoidalis.
Vaskularisasi : Arteri carotis interna dan eksterna melalui
arteri sphenopalatina serta arteri ethmoidalis posterior.
Inervasi : N.V2 dan N.V3
II.3. Sinusitis
Sinusitis adalah keradangan yang terjadi pada mukosa sinus-sinus
paranasalis. Agen utama penyebab sinusitis dapat berupa virus, bakteri, atau
jamur.
Faktor utama yang menimbulkan sinusitis adalah obstruksi ostium
ethmoidalis anterior dan kompleks meatus media. Ostium etmoidalis
mempunyai ukuran yang sangat kecil, yaitu berkisar dari 1 hingga 2 mm.
Infeksi saluran nafas bagian atas atau oleh virus dapat menyebabkan retensi
secret yang terjadi sekunder akibat edema mukosa dengan obstruksi ostium
sinus dan gangguan drainase serta presipitasi sinusitis purulen yang akut.
Obstruksi dapat pula disebabkan oleh alergi dengan pembengkakan mukosa
hidung atau terjadi sekunder akibat polip. Sinus maxillaris merupakan lokasi
infeksi yang paling sering dan baru kemudian diikuti sinus etmoidalis, sinus
frontalis dan sinus sphenoidalis.
Faktor predisposisi terjadinya sinusitis mencakup kelainan fungsi
transportasi yang dimiliki silia baik yang bersifat kualitas dan kuantitas
(misalnya, sindroma siliaris, kistik fibrosis, sindroma young.), produksi
sekret yang berlebihan, penyakit granulomatosa yang kronik ( misalnya,
granulomatosis Wegener, sarkoid ), dan midline granuloma. Zat-zat iritan
kimiawi seperti klorin dapat mengganggu klirens sekret dan mempercepat
proliferasi mikrobial
Faktor-faktor resiko terjadinya sinusitis antara lain :
a. Orang yang menderita HIV dan yang mendapat kemoterapi
b. Menderita asma
c.
g. Dental work
h. Kehamilan
i.
j.
10
11
12
13
BAB III
PEMBAHASAN
Pada X - foto Waters, piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar
sinus maksilaris, sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya.
Proyeksi parietoacanthial (PA) dari antrum ditunjukkan dengan gambaran
petrous pyramide yang terletak dibawah dasar antrum. Sinus frontalis dan
ethmoidalis mengalami distorsi pada posisi ini, dan sinus sphenoidalis tidak dapat
terlihat.
Posisi waters juga digunakan untuk menunjukkan foramen rotundum,
gambarannya terlihat pada salah satu dari masing-masing sisi, tepat dibawah dari
sisi medial dasar orbital dan diatas dari atap sinus maxilaris.
Foto waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi
mulut terbuka akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sfenoid dengan
baik.
Pada X-Foto Watera kasus sinusitis akan tampak empat gambaran sebagai
berikut :
1. Penebalan mukosa
2. Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus
paranasal.
3. Air fluid level (kadang-kadang)
4. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
III.1 Penebalan mukosa
Normal tebal mucosa tidak lebih dari 1 mm. Bila lebih maka dapat
disebabkan keradangan yang kronis atau odematous. Dapat disertai
perubahan polipoid atau tidak. Bila penebalan mucosa paralel dengan
dinding sinus biasanya disebabkan infeksi bila bergelombang biasanya
disebabkan allergi.
Penebalan mukosa merupakan gambaran yang mula-mula tampak
pada sinusitis, dan yang paling sering diserang adalah sinus maksilaris.
14
III.2 Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus
paranasal.
Perselubungan pada sinus paranasal bila disebabkan karena infeksi
bakteri, dilakukan terapi konservatif dimana gejala-gejala klinis akan
menghilang dalam satu sampai dua minggu, tetapi apabila perselubungan
pada sinus paranasal masih tetap ada dalam dua sampai tiga minggu
setelah terapi konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan. Hal-hal
yang mungkin terjadi pada kasus tersebut ialah :
a. Kista retensi yang luas
Kista retensi terbentuk dari kelenjar-kelenjar mucus sekresi
yang tersumbat pada mukosa yang terdapat di dinding sinus. Biasanya
frekuensi terbesar terdapat pada sinus maksilaris. Bentuknya konvek
(bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT Scan tidak mengalami
enhance. Kadang-kadang sukar membedakannnya dengan polip yang
terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan
gambaran air fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
Penyebabnya biasanya alergi. Polip merupakan tumor yang
myxomatus berasal dari hyperplasia dari mucosa. Gambaran
radiologiknya berupa:
-
15
16
17
frontalis tampak sebagai penebalan batas dinding sinus yang biasanya pada
gambaran foto sinus normal berbentuk garis tipis.
X-foto Waters tidak dapat membedakan antara penebalan mukosa
dan gambaran fibrotik beserta pemebntukan jaringan parut, dimana hanya
tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT Scan dengan penyuntikan
kontras dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi
aktif, tetapi bila tidak terjadi enhance, biasanya jaringan fibrotik dan
jaringan parut.
Sinusitis bakterial sering terjadi asimetris dimana satu sinus atau
lebih dari satu sinus secara unilateral terserang. Bila sisi kontralateral
terserang, sering terlihat asimetri dalam tingkatan atau lokasi anatomis.
Sebagai pembanding, apabila pada sinusitis alergika daerah sinus
paranasalis yang terserang selalu simetris, biasanya disertai poliposis
nasal.
18
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk menegakkan diagnosis sinusitis, paling sedikit ada 4 hal yang
harus diperhatikan, yaitu:
a. Gejala sinusitis (subyektif)
b. Tanda sinusitis (obyektif)
-
c. Transilluminasi
Dengan pemeriksaan ini akan tampak gambaran gelap pada daerah sinus
yang mengalami infeksi.
d. X - Foto Waters
Pada pemeriksaan X-foto Waters akan tampak perselubungan radio
opaque. Gambaran radiopaque menunjukkan adanya sinus terisi cairan dan
penebalan mukosa pada sinus yang terinfeksi serta adanya gambaran air
fluid level.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila pemeriksa ingin mendapatkan
konfirmasi adanya air fluid level pada sinusitis akut. Selain itu,
pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mengevaluasi ukuran serta
integritas antara sinus-sinus paranasal.
Pada X-Foto Waters kasus sinusitis akan tampak empat gambaran
sebagai berikut :
1. Penebalan mukosa
2. Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus
paranasal.
3. Air fluid level (kadang-kadang)
4. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
Namun, pemeriksaan ini mulai tergeser dengan pemeriksaan
menggunakan CT Scan. Hal ini terjadi karena dengan pemeriksaan CT
19
masih
diperlukan
pemeriksaan
penunjang
lainnya.
penyebab
20
DAFTAR PUSTAKA
21