PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu Negara yang berbentuk kepulauan. Indonesia
memanjang yang berbentuk linear dari Sabang di ujung barat hingga Merauke di
ujung timur. Jumlah pulau di Indonesia sekitar 17.000 pulau dengan lima pulau
besar, yaitu Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian sedangkan lainya
merupakan pulau- pulau kecil seperti Pulau Bali, Madura, dll. Bentuk kepulauan
Indonesia tidak lepas dari sejarah pembentukanya baik proses endogen maupun
eksogen. Kerangka geologi dan tektonik Indonesia didominasi oleh interaksi
antara empat lempeng lifosfer utama yaitu lempeng Eurasia, Philipina, Pasifik,
dan Indoustralia yang bergerak satu dengan yang lainya.
Keempat lempeng dunia yang berada di Indonesia memberikan bentuk
morfologi Indonesia yang selalu berubah dari waktu ke waktu pembentukan
morfologi Indonesia sebagian besar di karenakan pertemuan dua lempeng antara
keempat lempeng tersebut baik lempeng benua maupun lempeng samudra.
Fisiografi bagian besar wilayah Indonesia di dominasi oleh perbukitan dan
pegunungan. Hal ini disebabkan karena Indonesia di lewati jalur pegunungan api
dinia yaitu jalur pegunungan Mediterania masuk ke Indonesia melalui Sumatra,
Jawa, Bali, kepulauan Nusa Tenggara dan melingkar ke laut Banda, sedangkan
jalur pegunungan pasifik masuk ke Indonesia melalui Sangihe- Talaud, minahasa,
halmahera terus ke laut banda.
Pulau sulawesi merupakan salah satu pulau besar di Indonesia yang
bentuknya meramping. Pulau ini letaknya di Indonesia bagian timur yang di
lewati oleh jalur pegunungan pasifik yang bersifat vulkan dan terbentuk oleh
adanya pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia Indoustralia dan Pasifika.
Oleh karena itu wilayahnya rawan oleh bencana alam baik gunung meletus dan
juga gempa bumi.
C. Tujuan
Dari permasalahan yang diajukan ada beberapa tujuan, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam makalah ini, adalah sebagai berikut :
a. Kita dapat mengetahui Geologi Regional Pulau Sulawesi
b. Kita dapat mengetahui perkembangan tektonik Pulau Sulawesi
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Geologi Regional Pulau Sulawesi
Sulawesi merupakan pulau yang khas dan terletak di tengah-tengah
kawasan Wallacea. Kawasan ini merupakan wilayah yang terletak di antara dua
benua yaitu Asia dan Australia. Karena posisinya di tengah, maka kawasan ini
memiliki tingkat endemisitas yang tinggi dalam hal flora dan fauna, serta
memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan Kalimantan yang hanya dipisahkan
oleh Selat Makassar yang tidak terlalu luas.
Hal ini pertama kali dilaporkan oleh Alfred Wallace yang melakukan
perjalanan keliling Indonesia pada tahun 1856 sampai 1862. Agar kita dapat lebih
memahami keberadaan dan keistimewaan pulau Sulawesi maka disusunlah suatu
essai yang akan menjelaskan bagaimana sejarah geologi terbentuknya pulau
Sulawesi.
Alfred Russel Wallace adalah seorang berkebangsaan Inggris yang
melakukan perjalanan mengelilingi Indonesia dimulai dari Borneo sampai Irian
termasuk Sulawesi.Wallace mengemukakan pandangannya bahwa kepulauan
Indonesia dihuni oleh dua fauna yang berbeda, satu di bagian timur dan yang
lainnya di bagian barat.Wilayah ini ditentukan atas dasar agihan jenis-jenis
burung dengan menempatkan batasnya antara Lombok dan Bali antara
Kalimantan dan Sulawesi.Kalimantan dan Sulawesi memiliki burung yang
berbeda, padahal tidak terpisahkan oleh perintang fisik atau iklim yang berarti.
Wallace berpendapat bahwa Kalimantan, Jawa dan Sumatra pernah merupakan
bagian Asia dan bahwa Timor, Maluku, Irian dan barangkali Sulawesi merupakan
bagian benua Pasifik Australia. Fauna Sulawesi tampak demikian khas, sehingga
diduga Sulawesi itu pernah bersambung baik dengan benua Asia maupun benua
Pasifik Australia.
Di Sulawesi Wallace melakukan perjalanannya yang dimulai dari Ujung
Pandang (Makassar) pada bulan September Desember 1856, kemudian pada bulan
Juni September 1859 berada di Manado dan bagi
an Minahasa serta pulau pulau kecil di sekitarnya. Dari hasil
perjalanannya ini Wallace menyatakan bahwa pulau Sulawesi terletak di tengahtengah kepulauan yang sebelah utaranya berbatasan dengan Filipina, sebelah barat
dengan Borneo, sebelah timur dengan pulau Maluku dan sebelah selatan dengan
kelompok Timor. Dengan demikian posisi Sulawesi dapat lebih mudah menerima
imigran dari semua sisi jika dibandingkan dengan pulau Jawa.
Daerah Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan
proses tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan
benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa tektonik ini mengangkat dan
menganjak hampir keseluruhan material di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan
ofiolit teranjak dan terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk
melange. Pada bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke
dalam sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula. Selama
pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen Tengah, sesar
turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat membentuk
cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh
block faulting dan sesar utama seperti sesar Palu-Koro tetap aktif. Pergerakan
epirogenic setelahnya membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang sekarang.
Peristiwa tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit di
beberapa tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi. Batuan klastik kasar
terendapkan di cekungan-cekungan ini dan mernbentuk Molasse Sulawesi.
Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga membengkokkan Daerah Sulawesi bagian
Barat seperti bentuk lengkungan yang sekarang dan menyingkap batuan metamorf
di bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat terletak tepat di sebelah barat
Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan sinistral, yang pada awalnya
terbentuk saat Eosen oleh pemekaran Laut Sulawesi. Kompresi yang menerus
menghasilkan strukturstruktur berarah barat dari JLSB, sementara material mikrokontinen yang awalnya berasal dari Lempeng Australia (Material Australoid)
bergerak ke arah barat selama Miosen bertumbukan dengan JLSB. Pada Pliosen
awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan Makassar Utara membentuk
komponen dasar laut dari JLSB. Mikrokontinen Australia ini yang pertama adalah
Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi. Arah vector tumbukan ini pada
awalnya adalah utara-barat laut (dengan perhitungan sekarang), tumbukan
selanjutnya lebih berarah baratlaut.
C. Stratigrafi Pulau Sulawesi
1. Stratigrafi Sulawesi Utara
Lompobatang berumur Pleistosen, terdiri dari breksi, lava, endapan lahar, dan
tufa. Endapan Aluvial, Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri dari kerikil,
pasir, lempung, lumpur, dan batugarnping koral.
Berdasarkan peta geologi Kampala, batuan di daerah ini dapat dibagi
menjadi tiga satuan batuan, yaitu : Formasi Walanae, yang menempati daerah
yang sangat luas atau sekitar 80 %, terdiri dari perselingan antara batupasir
berukuran kasar hingga sangat halus, konglomerat, batulanau, batulempung,
batugamping, dan napal. Satuan ini mempunyai perlapisan dengan kemiringan
maksimum 100. Namun, pada beberapa tempat di sekitar Sesar Kalamisu
kemiringan lapisannya mencapai 600. Lingkungan pengendapan Formasi Walanae
adalah laut. Satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal. Kemudian Intrusi
Basal, yang merupakan retas-retas yang mengintrusi Formasi Walanae. Sebagian
besar dari basal ini bertelsstur afan itik. Pada beberapa lokasi ditemukan
bertekstur porfiritik dengas enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin, tertanam
dalan) masadasar afanitik. Intrusi basal ini di permukaan umumnya telah
terkekarkan dan di beberapa tempat telah terubah menjadi batuan ubahan (zona
argilik) yang didominasi mineral lempung (smektit, kaolinit, haloisit). Batuan
ubahan ini dijumpai di sekitar mata air panas Kampala, mata air panas Ranggo,
dan Kainpung Buluparia. Menurut Pusat Sumber Daya Geologi satuan ini
berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir. Adapun yang terakhir adalah Endapan
Aluvial Sungai, merupakan endapan permukaan hasil rombakan dari batuan yang
lebih tua, terdiri dari material kerikil, pasir, lempung. Batuannya tersebar di tepitepi sungai dan dasar sungai. Satuan ini berumur Holosen Resen.
10
11
12
Bagian utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari
Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai
andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang
terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai
batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api sedimen berumur Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur.
Batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai
granitik yang berupa batolit, stok, dan retas.
a. Mandala barat bagaian utara
Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo,
memanjang sekitar 500km dari 121 0E - 125020E dengan lebar 50-70 km dan
memiliki ketinggian lebih dari 2065 m, dimana ketinggian daerah di sekitar leher
pulau Sulawesi mencapai 3.225 m.
Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping sebagai
satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan batuan lainnya adalah
kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksikonglomerat kasar, berselingan
dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang didapatkan di
daerah Ratatotok Basaan, serta breksi andesit piroksen. Kelompok Tuf Tondano
berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan
mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesittrakit. Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas
lava andesit-basal, bom, lapili dan abu. Kelompok batuan termuda terdiri dari
batugamping terumbu koral, endapan danau dan sungai serta endapan aluvium.
Adapun sirtu atau batu kali banyak terdapat di daerah sungai Buyat yang
diusahakan oleh penduduk setempat sebagai bahan pondasi bangunan.
16
leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan
bahwa zona Benioff di awal Miosen berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke
arah selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.
18
1. Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit dan munzonit
kwarsa.
2. Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan breksi
gunungapi
3. Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau dengan
sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping terumbu.
Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan alluvial
2. Mandala barat bagaian barat
Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur dari
Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan pemekaran
lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen, menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalimantan.
Gambar 11. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)
19
Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya
berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa
Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian
barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Barru yang terdiri dari
batuan metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama
dengan batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan
tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa basement kompleks
Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen akhibat akresi kompleks
yang lebih besar di masa awal Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimensedimen di masa akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada
berada di bagian barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi
Balangbaru tidak selaras dengan basement kompleks, terdiri dari batuan
sandstone dan silty-shales, sedikit batuan konglomerat, pebbly sandstone dan
breksi konglomerat, sedangkan formasi Marada terdiri dari campuran sandstone,
siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981), dimana unit-unit formasi Balangbaru
berisi struktur khas sedimen aliran deposit, termasuk debris flow, graded bedding
dan indikasi turbidit.
Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah
Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di daerah
Bantimala batuan vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru disebut Langi.
Formasi ini terdiri dari lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi
trachy-andesit dengan sisipan limestone dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat
calc-alkali dan unsur tanah tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik
merupakan hasil subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981).
Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal
dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi ini
terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi
Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah diendapkan dari laut marjinal ke laut
dangkal. Formasi limestone Tonasa selaras Formasi Malawa atau batuan vulkanik
Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai dengan pertengahan Miosen (Van
Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi Tonasa tersebar luas di bagian
20
barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak tersingkap di bagian
timur sesar Walanae selain singkapan kecil formasi limestone Tonasa.
Formasi Salo Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur Sulawesi
Selatan terdiri dari sandstone, shale dan claystone interbedded dengan batuan
vulkanik konglomerat, breksi, tufa, limestone dan napal. Berdasarkan teknik
foraminifera dating, usia formasi Salo Kalupang diyakini berkisar awal Eosen
sampai dengan akhir Oligosen. Formasi ini seusia dengan formasi Malawa dan
bagian bawah formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah timur
sesar Walanae, yang terdiri dari breksi vulkanik dan lava dalam bentuk pillow
lava ataupun massive flows yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir dan
napal. Pegunungan Bone ditafsirkan sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan
anomali high gravity dan MORB, dimana formasi Bone diduga terdiri dari
wackestone bioklastika dan butiran packstones foraminifera planktonik.
Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak
di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat, lava dan tuf
interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating menduga batuan
vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare adalah sisa-sisa
gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi piroklastik berumur
akhir Miosen. Aliran lava yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan
vulkanik Plio/Pliestocene gunung strato-volcano Lompobatang terletak paling
selatan daerah Sulawesi Selatan dengan ketinggian 2.871 m. Batuan vulkanik ini
terdiri dari silika yang tidak tersaturasi dalam alkali potassic dan asam silika yang
tersaturasi dengan aliran lava shoshonitic dan breksi piroklastik. Pada
pertengahan Miosen sampai dengan Pleistosen batuan vulkanik Sulawesi Selatan
mencakup formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat dari peleburan
parsial mantel atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan
metasomatism. Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya di
awal Miosen dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali gunung api ini
diduga disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua
yang mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi busur
vulkanik.
Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah Sulawesi
Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan litosfer. Sifat bimodal
dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pencairan
mantel peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi alkalin basaltik
(shoshonitic) dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai
dengan perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak selaras
dengan formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan
berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Di bagian Timur Sengkang
Basin, pembentukan Walanae dapat dibagi menjadi dua interval, yaitu interval
yang lebih rendah yang terdiri dari batuan mudstone yang berumur calcareous dan
interval yang bagian atas yang lebih arenaceous. Batu gamping (Limestone) di
ujung selatan daerah Sulawesi Selatan dan yang berada di Pulau Selayar yang
disebut selayar limestone, merupakan bagian formasi Walanae. Batuan selayar
22
limestone terdiri dari coral limestone, calcarenite dengan sisipan napal dan
sandstone. Unit karbonat ini diperkirakan berumur Miosen sampai dengan
Pliosen.
Hubungan formasi Walanae dan Selayar limestone terdapat di Pulau
Selayar. Terrace, aluvial, endapan danau dan endapan pantai terjadi secara lokal di
Sulawesi Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai dengan
terangkatnya deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).
2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)
Berdasarkan data geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini diperkirakan berasal
dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).
26
sabuk ofiolit, Batuan metamorf ini diterobos oleh aplite dan ditindih oleh lava
kuarsa-latite terutama di sepanjang pantai barat Teluk Bone.
Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi
Meluhu berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone.
Formasi Meluhu disusun oleh 3 kelompok wilayah, yaitu :
a. Wilayah Toronipa merupakan kelompok yang paling tua, kemudian
Watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok termuda. Wilayah
Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering dan didominasi oleh
sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale.
b. Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta yang didominasi oleh
mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan konglomerat.
c. Wilayah Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke atas laut
dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa terdiri
dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang
sumber orogen.
Fragmen batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan bahwa
area sumber formasi Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan
metamorf itu mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen
vulkanik dalam formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik juga
membentuk lapisan tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah sumber.
Sedikit fragmen igneous rock mungkin berasal dari dyke yang menerobos
basement metamorf. Umur formasi Meluhu setara dengan umur formasi Tinala di
dataran Matarombeo dan umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini
disebabkan litologi ketiga formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik
yang dominan di bagian yang lebih rendah dan karbonat yang dominan di bagian
yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia dan Daonella di
ketiga formasi tersebut menunjukkan umur akhir Triassic, dimana kehadiran
ammonoids dan polen dalam wilayah Tuetue dari formasi Meluhu sangat
mendukung penafsiran ini.
Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo ditindih
oleh butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan sedimen yang kaya
karbonat formasi Tetambahu. Moluska, ammonita dan belemnites yang melimpah
27
Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi Salodik dan Poh
pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene. Formasi Salodik terdiri dari
batuan limestone dengan sisipan napal dan sandstone yang mengandung fragmen
kuarsa. Kelimpahan karang, alga dan foraminifera besar yang ditemukan dalam
formasi ini mengindikasikan bahwa formasi ini terbentuk di lingkungan laut
dangkal.
Formasi Poh terdiri dari napal dan limestone dengan sisipan sandstone.
Asiosiasi foraminifera dari formasi ini menunjukkan zaman Oligosen sampai
dengan Miosen, dimana plankton Nanno dalam formasi ini mengindikasikan
usianya sekitar Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi
Molasse yang dulunya terdiri dari wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan
formasi Lonsio (Surono, 1998) adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen
sampai dengan Pliosen. Dataran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone,
silt, napal dan limestone yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut
dangkal. Area ini terbentang tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta
kompleks ofiolit.
Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area
vulkanik Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran
Sulawesi Molasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah
Sulawesi Molasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari
terumbu karang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.
4. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi
Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi
bersama-sama dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini berasal dari
bagian benua Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic bergerak ke timur laut
memisahkan diri dari Australia ke posisi sekarang.
Batuan metamorfik didistribusikan secara luas di bagian timur Sulawesi
Tengah, lengan tenggara Sulawesi dan Pulau Kabaena. Batuan metamorf tersebut
dapat dibagi menjadi fasies amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok
dynamometamorphic tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies
amfibolit dan epidot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic
30
31
Sulawesi Tengah, namun sampai saat ini belum terekplor lebih lanjut. Indikasi
lapangan menunjukkan sebagian bahan ini masih berupa gambut.
Beberapa lokasi memperlihatkan potensi batubara seperti wilaya Bungku
Utara di sekitar Kolo Atas, Tomata (Mori Atas), Oti (Sirenja) dan Lemban Tongoa
(Palolo). Mengingat bahan ini sangat dibutuhkan sebagai bahan bakar untuk
industri kelistrikan sudah selayaknya tingkat penyelidikan dan usaha mencari
investor lebih diintensifkan. Hal ini dirasakan sangat mendesak mengingat
keterbatasan ketersediaan bahan bakar minyak dan mengurangi tingkat
ketergantungan terhadap minyak bumi.
2. Potensi Geologi di Sulawesi Tenggara
Berdasarkan data digital potensi bahan galian mineral kabupaten Konawe
yang dikompilasi oleh Direktorat Inventarisasi Sumber daya Mineral terdapat
mineralisasi logam besi laterit dengan kadar bijih Fe = 49 %, sumber daya
terunjuk = 1.500.000 ton bijih di daerah Lingkobale, Kecamatan Asera,
Kabupaten Konawe dan juga terdapat beberapa daerah potensi mineral bukan
logam lainnya.
Di Kabupaten Kolaka terdapat khromit plaser dengan sumber daya
hipotetik 7 juta ton bijih. Di Kec. Pomalaa, PT. Aneka Tambang telah menambang
bijih nikel dengan kadar Ni 2,17 % s.d. 2,29 % dan di sebelah selatannya terdapat
laterit dengan asosiasi Ni-Co dengan kadar Fe 19,17 %.
Ditinjau dari segi geologi daerah ini menempati batuan batuan ultrabasa
atau ofiolit (Ku) berumur Kapur, batuan ini merupakan tempat kedudukan
mineralisasi logam Ni dan asosiasinya. Bahan bangunan banyak dijumpai di
daerah ini seperti kuarsa, sekis, batusabak, batugamping, kerikil, pasir, dan
bongkah batuan, meliputi Peg. Mekongga, Tangkelemboke, Tamosi dan Abuki.
Bahan bangunan ini telah dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai bahan
pengeras jalan atau bangunan lainnya.
3. Potensi Geologi Cadangan Batubara di Sulawesi Selatan
Secara umum Daerah Desa Massenrengpulu Kecamatan Lamuru
merupakan daerah yang memiliki banyak potensi bahan galian, diantaranya
34
adalah batubara yang menjadi lokasi Penelitian di daerah ini, yang meliputi
pemetaan geologi setempat dan pengukuran geolistrik resistivity pada lokasi
pedataran bergelombang, alur-alur sungai kecil, punggungan perbukitan yang
dijadikan sebagai lintasan geologi untuk mengamati litologi pada batuan yang
tersingkap khususnya batubara. Lokasi-lokasi yang dijadikan lintasan pemetaan
geologi setempat dan pengukuran geolistrik resistivity adalah di alur-alur lembah
bukit, tepi jalan dan aliran sungai-sungai kecil yang menyebar di Daerah
penelitian, khususnya pada daerah yang mempunyai singkapan batubara.
Batubara di Daerah Massenrengpulu ini berdasarkan pengamatan pada
singkapan di lapangan dan hasil deskripsi sampel batubara yang tersingkap
menunjukkam ciri fisik batuan berdasarkan ciri stratigrafi adalah merupakan
sisipan dalam batulempung karbonat yang merupakan bagian dari Formasi
Mallawa (Tem).
Berdasarkan hasil penelitian ini tentang potensi cadangan batubara yaitu
terdapat Lapisan batubara yang terindikasi di Daerah Massenrengpulu,
Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone terdapat sebagai sisipan di batulempung
pada Formasi Mallawa dengan ketebalan yang bervariasi.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada makalah ini menenai pembahasan diatas, adalah
sebagai berikut :
1. Sulawesi merupakan pulau yang khas dan terletak di tengah-tengah kawasan
Wallacea. Kawasan ini merupakan wilayah yang terletak di antara dua benua
yaitu Asia dan Australia.
35
2. Perkembangan Tektonik Pulau Sulawesi, melalui tiga tahap yaitu kapur akhir,
Paleogen, dan Neogen
3. Stratigrafi Pulau Sulawesi terdiri dari :
a. Stratigrafi Sulawesi Utara
b. Stratigrafi Sulawesi Selatan
c. Stratigrafi Sulawesi Barat
d. Stratigrafi Sulawesi Tengah
e. Stratigrafi Banggai Sula
4. Struktur Pulau Sulawesi, terdiri dari
a. Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc)
b. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)
c. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)
d. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi
5. Potensi Geologi Pulau Sulawesi
a. Nikel dan batubara yang terdapat pada Sulawesi Tengah
b. Nikel terdapat pula pada Sulawesi Tenggara
c. Cadangan batubara terdapat pada Sulawesi selatan
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah, 2007, Sulawesi Tengah dalam
Angka 2006/2007
Calvert, S. J. & Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology Of The Lariang And
Karama Regions, Western Sulawesi: New Insight Into The Evolution Of
The Makassar Straits Region, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum
Association.
Fraser, T.H., Jackson, B. A., Barber, P. M., Baillie, P., Keith, M., 2003, The West
Sulawesi Fold Belt and Other New Plays Within the North Makassar
Straits a Prospectivity Review, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum
Association.
Irianto Uno, 2010, Potensi Bahan Galian Dan Mitigasi Bencana Alam
Di Wilayah Sulawesi Tengah, Fakultas Teknik Universitas Tadulako,
Palu.
Hall, R. & Smyth, H.R., 2008, Cenozoic arc activity in Indonesia: identification
of the key influences on the stratigraphic record in active volcanic arcs, in
36
Draut, A.E., Clift, P.D., and Scholl, D.W., eds., Lessons from the
Stratigraphic Record in Arc Collision Zones: The Geological Society of
America Special Paper 436.
Hall, R. & Wilson, M. E. J., 2000, Neogene sutures in eastern Indonesia. Journal
of Asian Earth Sciences, 18, 781808.
Parkinson, C. D., 1991, The petrology, structure and geological history of the
metamorphic rocks of central Sulawesi, Indonesia, PhD Thesis, University
of London.
Sukamto R., and Simandjuntak T.O., 1981, Tectonic Reletionship Between
Geologic Aspect of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi dan Banggai
Sula In The Light Of Sedimentological Aspects, GRDC Bandung.
Indonesia.
Surono, 1995, Sedimentology of the Tolitoli Conglomerate Member of the
Langkowala Formation, Southeast Sulawesi, Indonesia. Journal of
Geology and Mineral Resources, GRDC Bandung, Indonesia 5, 1 7.
Surono, 1998, Geology and origin of the southeast sulawesi Continental
Terrane,Indonesia, Media Teknik, No.3 Tahun xx.
Suyono and Kusnama, 2010, Stratigraphy and Tectonics of the Sengkang Basin,
South Sulawesi, Jurnal Geologi Indonesia, 5, 1-11.
Irsyam M., Sengara W., Aldiamar F., Widiyantoro S., Triyoso W., Hilman D.,
Kertapati E., Meilano I., Suhardjono, Asrurifak M, Ridwan M., 2010,
Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Bandung.
Van Leeuwen, T. M., 1981, The geology of Southwest Sulawesi with special
reference to the Biru area, Spec. Publ. Nop. 2, 1981, pp.277- 304.
Van Leeuwen, T.M., 1994, 25 Years of Mineral Exploration and Discovery in
Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, 50, h.13-90.
37