Anda di halaman 1dari 8

1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Ameloblastoma

2.1.1. Definisi Ameloblastoma


Ameloblastoma merupakan jenis tumor jinak odontogenik epithelial,
tanpa perubahan pada jaringan penghubung, sejenis dengan tumor odontogenik
epithelial disertai adanya pengapuran. Ameloblastoma adalah neoplasma sejati
yang tidak mangalami pembentukan enamel, dapat berkembang dari sel-sel
epithelial yang terdapat dalam organ enamel, folikel, membran periodontal,dan
epitelium yang melapisi kista dentigerus dan ruang sempit pada rahang.
Pada beberapa kasus, tumor ini kemungkinan dapat muncul dari
permukaan epitelium, walaupun hal ini sulit ditentukan. Ameloblastoma berasal
dari bagian cortex, menyerang jaringan lunak, sehingga berbatasan dengan
permukaan epitelium, dan terbagi menjadi jenis kista dan solid.2
2.1.2. Gambaran klinis:
Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi.
Gejalanya diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa
sakit terkadang menyebar sampai ke struktur lain disertai dengan terdapatnya
ulkus dan pelebaran jaringan periodontal (gum disease). 1 Lesi ini dapat terlihat
lebih awal pada pemeriksaan gigi secara rutin, dan biasanya penderita
merasakan adanya asimetri wajah secara bertahap. Pasien tidak mengalami
keluhan rasa sakit, parestesi, fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi.
Apabila lesi membesar, dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi seperti
tulang yang tipis. Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa
fluktuasi, kadang-kadang erosi dapat terjadi melalui kortikal plate yang
berdekatan dengan daerah invasi, dan berlanjut ke jaringan lunak yang
berdekatan.3
Terdapat dugaan bahwa lesi ini lebih sering muncul pada ras kulit
hitam. Telah ditemukan pada individu usia tiga tahun, bahkan dilaporkan
pernah terjadi pada usia 80 thn. Namun sebagian besar terjadi pada usia ratarata 40 thn. Ameloblastoma berkembang secara perlahan dan beberapa kasus
ditemukan 95% keluhan utama, yaitu berupa abses pipi, gingival dan palatum
durum, sedangkan pada ameloblastoma maksilaris belum sering ditemukan. 3

Lesi yang timbul di maxilla sekitar 75% terutama didaerah ramus, hal
ini pulalah yang terkadang menyebabkan deformitas antara maxilla dan
mandibula. Apabila terjadi di maxilla, dapat meluas hingga dasar hidung dam
sinus. Lesi ini memiliki tendensi untuk menyerang tulang cortical karena
berjalan sangat lambat merangsang jaringan periosteum membentuk thin shell
of bone sejalan dengan meluasnya lesi. Hal ini merupakan sesuatu hal penting
dalam menegakkan diagnosa selain dengan radiografi. 1
Lesi yang tidak diobati dapat berkembang menjadi lebih besar,
terutama bila terjadi pada maksila, dapat meluas ke struktur vital seperti
mencapai dasar kranial, bahkan ke sinus paranasal, orbital, nasopharyng sampai
dasar tengkorak. 3

(a)

(b)

Gambar 1. Lesi Ameloblastoma di maxilla (a) dan mandibula (b) 1

2.1.3. Histopatologi:
Secara histopatologis, ameloblastoma terlihat seperti kumpulan sel yang
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya.
Proses ini dikenal dengan nama "Reverse Polarization". 1
Terdapat lima jenis bentuk klasik ameloblastoma, yaitu : (1) folikular,
(2) plexiform, (3) acanthomatous, (4) sel basal, dan (5) jenis-jenis sel granular.
Sedangkan yang paling umum adalah jenis folikular dan plexiform, tampak
seperti tiang yang tinggi, membentuk lapisan peripheral disekeliling neoplastik.
(4)

Secara mikroskopis ameloblastoma tersusun dari jaringan epitelium, terpisah

oleh jaringan fibrous dan dihubungkan oleh jaringan penghubung (jaringan


Stroma). Pada tipe folikular jaringan epitel terdapat pada bagian tengah. Di
bagian terluarnya berbentuk kolumnar atau palisaded ameloblas, sedangkan
dibagian tengah terkadang berbentuk menyerupai sel microcysts.

Untuk tipe plexiform terdiri dari jaringan epitel yang dapat berubah, dan
merupakan lapisan sel berasal dari jaringan epitel. Kemudian berubah menjadi
well-formed desmosomal junctions, simulating spindle cell layers.

(1).

Sel sel

yang menyusunnya rata-rata berbentuk Cuboid dan basaloid . (5)


Muller dan Slootweg, mempelajari karakter ameloblastoma, dan reaksi jaringan
sekitarnya yang

diambil dari 31 spesimen operasi. Dari penelitian ini,

didapat

kesimpulan, yaitu (1) Infiltrasi dari jaringan tulang spongiosa lebih nyata, (2) Tendensi
untuk invasi pada jaringan tulang kortikal sangat kecil, (3) Jaringan periosteum
merupakan jembatan penghubung untuk pertumbuhan tumor, dan (4) tidak terdapat
kapsul selama pertumbuhan tumor jenis ini.
Setelah mengetahui hal tersebut, maka tindakan yang dilakukan sebaiknya: (1)
bila terjadi pada jaringan spongiosa, sebaiknya dilakukan tindakan lebih cepat dan
disarankan pada saat reseksi sebaiknya lebih dari 1 cm jaringan sehat disekitarnya turut
diambil, (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara terpisah, (3) Mukosa yang
melapisi prosesus alveolaris juga sebaiknya turut direseksi.

2.1.4. Prefalensi
Ameloblastoma lebih sering terjadi pada mandibula daripada di maksilla,
baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan sama. Beberapa
literatur mengatakan bahwa kasus ini pernah terjadi pada usia sekitar 21 tahun.
Pada mandibula sering terjadi di daerah ramus, yaitu pada regio molar kedua
dan ketiga. Jenis tumor ini jarang sekali terjadi pada regio anterior. 5
2.1.5.

Gambaran Radiografi
Dengan radiografi, lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam

menentukan diagnosa. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai


dari Panoramik, Computed Tomografi (CT) dan Magnetics Resonance Imaging
(MRI), sangat membantu dalam mendiagnosa awal.
Hal ini dapat membantu menemukan ekspansi tulang cortikal dengan
scalloped margins, multi lokasi atau Soap Bubble dan resorbsi akar. CTs
biasanya digunakan untuk mengetahui keterlibatan jaringan lunak, kerusakan
tulang kortikal dan ekspansi tumor pada struktur sekitarnya. Sedangkan MRIs
digunakan untuk mengetahui usia dan konsistensi tumor. 5
Gambaran radiografi ameloblastoma

dapat menyerupai

kista

multilokuler, disertai daerah radiolusen berbentuk sarang lebah atau busa sabun

,dan juga dapat terlihat seperti ruangan tunggal. Kadang-kadang pada rahang
atas terlihat

rongga monokistik, dengan pelebaran membran periodontal,

terkadang tergambar obstruksi dinding sinus jika melibatkan sinus. Apabila


ameloblastoma berbentuk satu rongga atau monokistik, diagnosis radiografi
akan sulit, karena mirip dengan kista dentigerus atau kista radikuler yang
dilapisi epitelium. 6

Gambar 2. (a).Lesi unilokuler di regio caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi berada
pada lokasi gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua. 1

(a)

(b)

Gambar 3. (a) Gambaran ameloblastoma multilokular dengan panoramik foto,memperlihatkan


kelainan di regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma pada regio molar rahang
bawah .

Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua
dan ketiga, biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu.
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat
pula gambaran seperti busa menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas
dan tegas, tampak berdampingan dengan salah satu terletak di anterior dan
lainnya di inferior, disertai gambaran difuse pada akar gigi molar.

Tulang kortikal tampak sangat tipis dengan akar-akar terlihat sebagian


menembus pada sarang lebah (busa) tersebut. Pada penderita usia

muda,

jaringan tampak menyerupai kista primordial dan folikuler.


Sedangkan pada orang dewasa, bekas epithelial dapat berasal dari
ekstraksi gigi. Hal ini terlihat pada awal usia tumor, sehingga pemeriksaan
histologi harus dilakukan setelah pembersihan / ekstirpasi sama dengan prosedur
pengambilan kista. .6
Gambaran ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai
berikut : 7
1.

2.

Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas
dan tegas, menyerupai busa atau sarang lebah.
Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial,
kadang- kadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi
eksternal gigi-gigi yang berdekatan, dan merupakan suatu ciri-ciri umum
ameloblastom

(a)

(b)

Gambar 4. (a) Ameloblastoma multilokuler menyerupai busa sabun atau sarang lebah. (b) dan
unilokuler di regio anterior. 1

3. Dapat menghancurkan kortex, menyerang jaringan lunak, dan meluas


kesekitarnya.
4. Dapat menyerupai kista dentigerus/ sisa kista yang dilapisi

(a)

(b)

epithelial.

Gambar 5. (a) Gambaran multilokular radiolusen,di posterior mandibula, tampak ekspansi meluas
ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b)
Ameloblastoma yang menyerupai kista dentigerus.

4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi

.
Gambar 6. (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga, gigi terdorong hingga dasar
ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto Postero-anterior memperlihatkan kerusakan tulang,
sedemikian besar, meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. 1

2.1.6. Pengaruh terhadap struktur-struktur sekelilingnya:


Ameloblastoma dapat menggeser gigi lebih jauh, dan sering
mendorong gigi yang terlibat ke daerah apikal, serta dapat menyentuh palatum.
Dapat menyebabkan resorpsi akar yang luas , dan terlihat bentuk tidak teratur.
Dengan oklusal foto, dapat terlihat perluasan lingual kortex, dan
penipisan tulang kortikal yang berdekatan, serta meninggalkan lapisan luar tipis
tulang (seperti kulit telur). Tumor ini memiliki potensi sangat besar untuk proses
perluasan tulang, sampai terjadi perforasi tulang ke jaringan sekelilingnya yang
merupakan ciri khusus ameloblastoma. Variasi kistik biasanya dapat
menyebabkan lebih banyak perluasan daripada keratocyst odontogenik. Batas
anterior prosesus coronoid tampak hilang pada tumor-tumor besar di ramus
mandibula.4
Ameloblastoma dapat rekuren, apabila saat prosedur bedah awal, tidak
menghilangkan lesi secara menyeluruh. Lesi tersebut dapat timbul dengan
karakteristik tampak seperti kista kecil dengan jumlah lebih dari satu, dan
margin kortikal sklerotik berbentuk kasar, kadang-kadang dipisahkan dengan
tulang yang normal.
2.1.7. Differential diagnosis:
Dapat di dd/ dengan Kista dentigerus, kista primordial, odontogenik
keratosis, odontogenik myxoma atau ossifying fibroma.7
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiografi

: Dental foto: periapikal dan oklusal foto,

Panoramik, PA, lateral dan submento vertex.


2. CT Scan : penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah
gambaran seperti lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan
hubungannya dengan struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih
jelas dan akurat .Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex
luar dan perluasan ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran
resonansi magnet (MRI), tampak resolusi lebih baik, tentang sifat
dan tingkat invasi tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam
penilaian evaluasi setelah operasi ameloblastoma.8
2.1.9. Terapi
Insisi atau eksisi, sudah seharusnya dilakukan, hal ini tergantung
besarnya lesi. Hasilnya kemudian dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dan biopsi, hal ini akan menentukan terapi yang dilakukan. Sebuah
ameloblastoma yang dilakukan eksisi, memiliki tingkat rekurensi sebesar 50%
-90%.Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung dari jenis ameloblastoma yang
menyerang.(8) Selain itu dapat dilakukan dengan terapi radiasi (setelah
sebelumnya melakukan pendekatan intra oral),enukleasi, reseksi, dan extirparsi. 7
2.2.

Imunohistokimia

2.2.1. Definisi Imunohistokimia


Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi,
imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang
memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan
antibodi spesifik yang diberi label. Dengan menggunakan imunohistokimia, kita
dapat melihat distribusi dan lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara
sel dan jaringan lain di sekitarnya dengan menggunakan mikroskop cahaya
biasa. Komponen seluler tersebut dapat terlihat karena kompleks antigenantibodi yang sudah dilabel akan memberikan warna yang berbeda dari
sekitarnya.
Imunohistokimia dibagi menjadi 2 metode, yaitu metode direct dan
indirect. Pada metode direct, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan
akan dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul indikator pada antibodi
tersebut. molekul indikator tersebut dapat berupa molekul yang berpendar

seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan
memberikan warna pada jaringan tersebut. Selanjutnya dalah metode indirect,
pada metode ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut
sebagai antibodi primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini.
Namun diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer
yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi
sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi
primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu,
setelah diberikan substrat akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan
tersebut.
2.2.2. Langkah-Langkah Melakukan Imunohistokimia
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2,
yaitu preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk
membentuk preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample
terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya
menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan
pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom,
deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan
bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah pemberian bahanbahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi
menggunakan

antibodi

primer

dan

sekunder,

pemberian

counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya.

substrat,

dan

Anda mungkin juga menyukai