Bab 2
Bab 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ameloblastoma
Lesi yang timbul di maxilla sekitar 75% terutama didaerah ramus, hal
ini pulalah yang terkadang menyebabkan deformitas antara maxilla dan
mandibula. Apabila terjadi di maxilla, dapat meluas hingga dasar hidung dam
sinus. Lesi ini memiliki tendensi untuk menyerang tulang cortical karena
berjalan sangat lambat merangsang jaringan periosteum membentuk thin shell
of bone sejalan dengan meluasnya lesi. Hal ini merupakan sesuatu hal penting
dalam menegakkan diagnosa selain dengan radiografi. 1
Lesi yang tidak diobati dapat berkembang menjadi lebih besar,
terutama bila terjadi pada maksila, dapat meluas ke struktur vital seperti
mencapai dasar kranial, bahkan ke sinus paranasal, orbital, nasopharyng sampai
dasar tengkorak. 3
(a)
(b)
2.1.3. Histopatologi:
Secara histopatologis, ameloblastoma terlihat seperti kumpulan sel yang
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya.
Proses ini dikenal dengan nama "Reverse Polarization". 1
Terdapat lima jenis bentuk klasik ameloblastoma, yaitu : (1) folikular,
(2) plexiform, (3) acanthomatous, (4) sel basal, dan (5) jenis-jenis sel granular.
Sedangkan yang paling umum adalah jenis folikular dan plexiform, tampak
seperti tiang yang tinggi, membentuk lapisan peripheral disekeliling neoplastik.
(4)
Untuk tipe plexiform terdiri dari jaringan epitel yang dapat berubah, dan
merupakan lapisan sel berasal dari jaringan epitel. Kemudian berubah menjadi
well-formed desmosomal junctions, simulating spindle cell layers.
(1).
Sel sel
didapat
kesimpulan, yaitu (1) Infiltrasi dari jaringan tulang spongiosa lebih nyata, (2) Tendensi
untuk invasi pada jaringan tulang kortikal sangat kecil, (3) Jaringan periosteum
merupakan jembatan penghubung untuk pertumbuhan tumor, dan (4) tidak terdapat
kapsul selama pertumbuhan tumor jenis ini.
Setelah mengetahui hal tersebut, maka tindakan yang dilakukan sebaiknya: (1)
bila terjadi pada jaringan spongiosa, sebaiknya dilakukan tindakan lebih cepat dan
disarankan pada saat reseksi sebaiknya lebih dari 1 cm jaringan sehat disekitarnya turut
diambil, (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara terpisah, (3) Mukosa yang
melapisi prosesus alveolaris juga sebaiknya turut direseksi.
2.1.4. Prefalensi
Ameloblastoma lebih sering terjadi pada mandibula daripada di maksilla,
baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan sama. Beberapa
literatur mengatakan bahwa kasus ini pernah terjadi pada usia sekitar 21 tahun.
Pada mandibula sering terjadi di daerah ramus, yaitu pada regio molar kedua
dan ketiga. Jenis tumor ini jarang sekali terjadi pada regio anterior. 5
2.1.5.
Gambaran Radiografi
Dengan radiografi, lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam
dapat menyerupai
kista
multilokuler, disertai daerah radiolusen berbentuk sarang lebah atau busa sabun
,dan juga dapat terlihat seperti ruangan tunggal. Kadang-kadang pada rahang
atas terlihat
Gambar 2. (a).Lesi unilokuler di regio caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi berada
pada lokasi gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua. 1
(a)
(b)
Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua
dan ketiga, biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu.
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat
pula gambaran seperti busa menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas
dan tegas, tampak berdampingan dengan salah satu terletak di anterior dan
lainnya di inferior, disertai gambaran difuse pada akar gigi molar.
muda,
2.
Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas
dan tegas, menyerupai busa atau sarang lebah.
Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial,
kadang- kadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi
eksternal gigi-gigi yang berdekatan, dan merupakan suatu ciri-ciri umum
ameloblastom
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Ameloblastoma multilokuler menyerupai busa sabun atau sarang lebah. (b) dan
unilokuler di regio anterior. 1
(a)
(b)
epithelial.
Gambar 5. (a) Gambaran multilokular radiolusen,di posterior mandibula, tampak ekspansi meluas
ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b)
Ameloblastoma yang menyerupai kista dentigerus.
4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi
.
Gambar 6. (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga, gigi terdorong hingga dasar
ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto Postero-anterior memperlihatkan kerusakan tulang,
sedemikian besar, meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. 1
1. Radiografi
Imunohistokimia
seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan
memberikan warna pada jaringan tersebut. Selanjutnya dalah metode indirect,
pada metode ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut
sebagai antibodi primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini.
Namun diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer
yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi
sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi
primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu,
setelah diberikan substrat akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan
tersebut.
2.2.2. Langkah-Langkah Melakukan Imunohistokimia
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2,
yaitu preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk
membentuk preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample
terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya
menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan
pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom,
deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan
bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah pemberian bahanbahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi
menggunakan
antibodi
primer
dan
sekunder,
pemberian
substrat,
dan