Anda di halaman 1dari 11

BAB I.

PENDAHULUAN

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan
hereditas. Penemu DNA adalah seorang ahli kimia asal Jerman Friederich Mieschier (1869),
yang menyelidiki susunan kimia dari nucleus. Berdasarkan hasil penelitian Rosalind Frank lin
dan Maurice Wilkins pada DNA dengan menggunakan sinar X, James Watson dan Francis
Crick (1953). mengemukakan suatu model gen yang terkenal dengan nama double helix
(tangga tali berpilin ganda). Watson dan Crick mendapatkan hadiah nobel pada tahun 1962
atas penemuan tersebut. Deoxyribo Nukleid Acid mengandung informasi genetik dari
mkhluk hidup, dan kebanyakan terdapat di dalam kromosom. Beberapa kejadian memberi
petunjuk secara tidak langsung bahwa DNA itu mengandung informasi genetik dari makhluk
hidup, misalnya;
1. Hasil percobaan menyatakan DNA itu terdapat di dalam kromosom, sedangkan RNA dan
protein banyak terdapat di sitolplasma. Adanya korelasi yang tepat antara banyaknya DNA
tiap sel dengan jumlah sel kromosom dalam tiap sel. Yaitu bahwa kebanyakan sel soatis dari
organisme diploid,misalnya mengandung tepat 2x jumlah DNA dari pada jumlah DNA yang
terdapat di dalam gamet haploid dri spesies yang sama.
2. Susunan molekuler dari DNA dalam semua sel yang berbeda beda dari suatu organisme
adalah sama (ada beberapa perkeualian, sedangkan susunan RNAdan protein bervariasi dari
satu tipe se ke tpe sel lainnya, baik kwalitas maupun kuantitasnya.
3. DNA memiliki struktur yang terdiri dari 2 utas polinukleotida yang saling melingkari satu
sama lain, dan membentuk heliks ganda dengan arah puar ke kanan. Secara struktural DNA
terbagi atas 3 tampilan yang berbeda,yaitu A-DNA , B-DNA, Z-DNA. Dimana pada ketiga
bentuk tampilan DNA tersebut kedua untai polinukeotida anti paralel tersebut diubungkan
berdasarkan prinsip pasangan basa Watson Crick . Dengan mengacu kepada proses interaksi
antar basa pada untai yang sama dengan kerangka gula fospat terdapat pada sisi luar,
sementara basa bisa berada pada bagian daam utas heiks ganda. Struktur asam nukleat
tersusun atas nukleotida, yang bila terurai terdiri dari gula, pospat dan basa, yang

mengandung nitrogen. Karena banyaknya nukleotida yang menyusun molekul DNA , maka
molekul DNA merupakan suatu polinukleotida.
a. Gula, molekul gula yang menyusun DNA adalah sebuah pentosa, yaitu deoxiribosa,
b. Pospat, molekul pospatnya berupa PO4.
c. Basa, Basa nitrogen yang menyusun molekul DNA, dibedakan atas kelompok pirimidin,
yaitu sitosin dan timin, dan kelompok purin, yaitu adenin dan guanin.
Kemampuan DNA untuk membentuk DNA baru yang sama persis dengan DNA asal (replikasi)
disebut kemampuan autokatalitik. Sedangkan kemampuan DNA membentuk molekul kimia
lain dari salah satu atau sebagian rantainya disebut kemampuan heterokatalitik .
Ada 3 hipotesis tentang terjadinya replikasi DNA, yaitu :
1. Teori Konservatif menyatakan bahwa double helix yang lama tetap (tidak berubah), dan
langsung terbentuk double helix yang baru.
2. Teori Dispersif menyatakan bahwa double helix yang lama terputus-putus. Lalu potongan
potongan tersebut memisah dan membentuk potongan-potongan baru yang akan
bersambungan dengan potongan-potongan yang lama; sehingga kembali menjadi dua DNA
baru yang sama persis.
3. Teori Semikonservatif menyatakan bahwa dua pita dari double helix memisahkan diri dan
masing-masing pita yang lama mendapatkan pasangan pita baru seperti pasangannya yang
lama, sehingga terbentuklah dua DNA baru yang sama persis.
Replikasi DNA berlangsung pada sel-sel muda saat interfase pada pembelahan mitosis. DNA
ini melibatkan beberapa enzim, antara lain :
1. Helikase, untuk mempermudah membuka rantai ganda DNA menjadi dua buah rantai
tunggal
2. Polimerase, untuk menggabungkan deoksiribosanukleosida trifosfat
3. Ligase, untuk menyambung bagian-bagian rantai tunggal DNA yang baru terbentuk .
TRANSKRIPSI DNA
Transkripsi adalah pembentukan mRNA (messenger RNA/RNA duta) dari salah satu pita
DNA dengan bantuan enzim RNA polymerase. mRNA membawa pesan DNA untuk memilih

polipeptidsa yang sesuai dalam sintesis protein.


Informasi genetic dicetak dalam bentuk kode oleh DNA di dalam inti sel. Pembawa
informasi / kode ini adalah mRNA. Kode-kode tercermin pada urutan pengulangan basa
nitrogen yang teratur dalam mRNA. Ini berarti kode/informasi adalah mRNA itu sendiri.
Tahapan transkripsi sebagai berikut :
1. RNA polymerase melekat pada molekul DNA sehingga menyebabkan sebagian dari double
helix membuka.
2. Akibat terbukanya pita DNA, basa-basa pada salah satu pita menjadi bebas, sehingga
memberi kesempatan basa-basa pasangannya menyusun mRNA. Misalnya : timin (T) dari
DNA akan membentuk adenine (A) pada mRNA; sitosin dari DNA akan membentuk guanine
(G) pada mRNA, dan seterusnya. Oleh karena enzim polymerase bergerak disepanjang pita
DNA yang menjadi model, maka jumlah mRNA yang dihasilkan dari transkripsi dapat
melebihi DNA. DNA yang melakukan transkripsi adalah DNA sense/template.
3. mRNA yang sudah selesai dicetak akan meninggalkan inti sel menuju sitoplasma dan
melekat pada ribosom. Ribosom adalah granula-granula dalam sitoplasma yang berperan
dalam sintesis protein, biasanya berderet empat atau lima dan disebut polisom.
TRANSLASI DNA
Ribosom akan membaca kode yang ada pada mRNA dengan bantuan RNA transfer (tRNA).
Di dalam sitoplasma banyak terdapat tRNA, asam-asam amino, dan lebih dari 20 enzim
amino asil sintetase.
Tahapan translasi :
1. Pemindahan asam amino dari sitoplasma ke ribosom dilakukan oleh tRNA. Asam amino
terlebih dahulu diaktifkan dengan ATP (adenosine tripospat), proses ini dipengaruhi oleh
enzim amino asil sintetase. Hasilnya berupa aminoasil adenosine monofosfat (AA-AMP) dan
fosfat organic.
2. AA-AMP diikat oleh tRNA untuk dibawa ke ribosom.
3. Ujung bebas tRNA memiliki tiga basa nitrogen pada salah satu sisi yang dapat mengikat
asam amino tertentu yang telah diaktifkan. Bagian itu disebut antikodon, yang nantinya

berhubungan dengan tiga basa yang disebut kodon pada pita mRNA.
4. mRNA telah melekat di ribosom. Anti-kodon harus sesuai dengan pasangan basa dari
kodon. Jika suatu unit tRNA melepaskan asam amino, ribosom akan bergerak di sepanjang
mRNA ketiga basa berikutnya, dimana tRNA lainnya dengan asam amino telah melekat.
5. tRNA yang telah melepaskan asam amino kemudian meninggalkan ribosom. tRNA bebas
dalam sitoplasma untuk selanjutnya mengikat asam amino lain semacam yang telah
diaktifkan oleh ATP. tRNA dengan asam amino ini dating ke ribosom, melepas asam amino ke
mRNA. Demikian seterusnya sehingga dalam polisom terangkai bermacam-macam asam
amino dan tersusun menjadi protein.
Translasi meliputi tiga tahapan, yaitu inisiasi, elongasi, dan terminasi. Dalam ribosom
berlangsung penerjemahan urutan nukleotida DNA ke dalam bentuk protein. Urutan sintesis
protein adalah :
1. DNA membentuk mRNA untuk membawa kode sesuai urutan basa N-nya.
2. mRNA meninggalkan inti, pergi ke ribosom dalam sitoplasma.
3. tRNA dating membawa asam amino yang sesuai dengan kode yang dibawa oleh mRNA.
tRNA ini bergabung dengan mRNA sesuai dengan kode pasangan basa N-nya yang
seharusnya.
4. Asam-asam amino akan berjajar-jajar dalam urutan yang sesuai dengan kode sehingga
terbentuklah protein yang diharapkan.
5. Protein yang terbentuk merupakan enzim yang mengatur metabolism sel dan reproduksi.
Aplikasi PCR
PCR telah digunakan di berbagai tempat penelitian genetika molekuler : PCR dapat
memproduksi DNA secara cepat,bahkan ketika tidak ada lagi duplikat dari DNA itu yang
diketahui. PCR memiliki banyak metode untuk memperbanyak, seperti menghasilkan duplikat
DNA. Tugas merangkai DNA dapat dilakukan juga oleh PCR. Misalnya untuk mengetahui
segmen DNA dari pasien yang menderita penyakit mutasi genetik. Teknik ini dapat
dilakukan dengan segmen dari DNA genom yang tidak diketahui secara lengkap atau hanya
untaian tunggal dari genom tersebut.

PCR memiliki banyak cara untuk mengkloning DNA secara tradisional. PCR dapat
mengekstrak segmen untuk menyisipkan sebuah vektor dari genom yang memiliki ukuran
besar, yang hanya tersedia dalam jumlah yang sedikit. Dengan menggunakan vektor primer
tunggal, dapat juga menganalisis atau mengekstrak fragmen yang sudah dimasukkan
kedalam vektor. Beberapa perubahan protokol PCR dapat menghasilkan mutasi dari
penyisipan fragmen.
Squence-tagged site adalah proses dimana PCR digunakan sebagai indikator segmen khusus
dari genom di tunjukkan pada saat kloning. Sebuah penelitian menemukan bahwa aplikasi
penting ini digunakan untuk memetakan kloning alam, dimana mereka terbentuk dan untuk
mengkoordinasikan hasil penelitian dari labolatorium yang berbeda.
Aplikasi yang menarik dari PCR adalah analisis DNA dari fosil, seperti penemuan fosil Gajah
purba di belanda.
Aplikasi PCR biasa digunakan dalam mempelajari susunan dari ekspresi gen. Jaringan (sel
tunggal) dapat di analisa pada tahap berbeda untuk melihat gen mana yang telah aktif atau
yang telah dimatikan. Aplikasi ini dapat juga menggunakan Q-PCR untuk mengetahui tingkat
ekspresi gen yang sebenarnya.
Kemampuan PCR dalam pembentukan berbagai macam locus sperma seseorang telah
meningkatkan pemetaan gen dengan mempelajari perubahan kromosom dari meiosis.
Peristiwa perubahan jarang terjadi antara locus yang sangat tertutup, yang telah diteliti
secara langsung dengan menganalisa ribuan sperma dari seseorang. Kemiripan dari delesi
yang tidak biasa, translokasi, atau inversi dapat dianalisa. Tanpa perlu menunggu lama
proses pembuahan, embriologi, dan lain lain.

II. ISI

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi
penyakit infeksi. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan metode diagnosis
konvensional seperti imunologi dan mikrobiologi. Teknik PCR didasarkan pada amplifikasi
fragmen DNA spesifik di mana terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap
siklusnya secara eksponensial dalam waktu yang relatif singkat. Proses ini dapat
dikelompokkan dalam tiga tahap berurutan yaitu denaturasi templat, annealing (penempelan)
pasangan primer pada untai DNA target dan extension (pemanjangan atau polimerisasi),
sehingga diperoleh amplifikasi DNA antara 108 109 kali (Retnoningrum, 1997).
PCR dibedakan menjadi 2 ; PCR konvensional, dan Real Time PCR
PCR konvensional
PCR konvensional adalah PCR dimana tahap perbanyakan materi genetik dan tahap deteksi
produk PCR dilakukan secara berturut-turut, yaitu tahap deteksi dilakukan bila tahap

perbanyakan materi genetik telah selesai. Tahap deteksi dapat dilakukan dengan beberapa
cara (format), salah satunya menggunakan elektroforesis gel kemudian dilanjutkan dengan
hibridisasi pada membran menggunakan reagen pelacak atau hibridisasi dalam tabung
reaksi. Jika yang diekstraksi adalah materi genetik berupa DNA maka DNA dapat langsung
diperbanyak, tetapi jika yang diisolasi berupa RNA, maka diperlukan tahap tambahan untuk
mengubah RNA menjadi DNA yaitu tahap transkripsi balik. Dalam hal ini, metode yang
digunakan disebut RT-PCR (reverse-transcription PCR). Tahapan dalam PCR dan RT-PCR
konvensional dengan format deteksinya dapat dilihat pada gambar di atas.
Real-time PCR
Berbeda dengan PCR konvensioal, pada real-time PCR tahap deteksi dan tahap penggandaan
materi genetik dilakukan secara bersamaan (simultan). Hal ini menawarkan beberapa
keunggulan yaitu: deteksi produk PCR dilakukan pada fase eksponensial sehingga hasil yang
diperoleh berada pada rentang daerah dengan presisi hasil tinggi. Selain itu, deteksi
dilakukan menggunakan pelacak bertanda fluoresense. Pelacak adalah reagen yang
menentukan kespesifikan hasil. Penggunaan fluoresense dalam tahap deteksi menawarkan
sensitivitas yang tinggi. Dengan demikian, real time PCR menawarkan sensitivitas yang tinggi
dan rentang linearitas yang cukup luas sehingga hasil penentuan kandungan DNA atau RNA
di dalam spesimen menjadi sangat akurat. Contoh produk komersial yang menggunakan real
time PCR yaitu Cobas Taqman.
B. Proses Kerja PCR
Dalam Polymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari tiga proses, yaitu:
1. Denaturasi
Newton and Graham (1997) dalam Rohmy (2001), menyatakan bahwa denaturasi merupakan
proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap denaturasi DNA biasanya dilakukan
pada kisaran suhu 92 95 oC. Denaturasi awal dilakukan selama 1 3 menit diperlukan untuk
meyakinkan hasil uji PCR selanjutnya digunakan pada tahap ketiga, yaitu proses
elektroforesis. Dengan bantuan buffer TAE bahwa DNA telah terdenaturasi menjadi untai
tunggal. Denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas DNA

terputus. Tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas
enzim polimerase (Lisdiyanti, 1997 dalam Rohmy 2001).
2. Annealing
Merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer merupakan tahap terpenting
dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini maka akan mempengaruhi
kemurnian dan hasil akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi tahap ini
antara lain suhu annealing dan primer. Suhu annealing yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang
tinggi dapat meningkatkan kespesifikan amplifikasi (Saiki et al., 1988 dalam Rohmy, 2001)
Kenaikan suhu setelah tahap annealing hingga mencapai 7074 oC bertujuan untuk
mengaktifkan enzim TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension)
biasanya dilakukan pada suhu 72 oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain
itu, pada masa peralihan suhu dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga
menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer
karena ikatan ini bersifat lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah
DNA yang tidak spesifik semakin banyak (Saiki et al., 1988 dalam Rohmy, 2001).
3. Extension
Merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau sintesis DNA, enzim
polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer lengkap untuk
sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari satu siklus ke siklus
selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA (Hsu et al., 1996 dalam Wahyudi, 2001) .
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada siklus
berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir siklus.
Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30 siklus
akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target. Selanjutnya, DNA virus yang telah berlipat
ganda jumlahnya dapat dideteksi dengan elektoforesis sel agarosa. Setelah diwarnai dengan
Ethidium Bromida (ETBr), hasil elektroforesis yang berupa band RNA dapat dilihat dengan
UV transluminator dan diabadikan dengan kamera polaroid (Sunarto dkk, 2004).

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), secara umum uji PCR di laboratorium dilakukan
dengan tahapan-tahapan diantaranya:
1. DNA dari sel-sel sampel diekstraksi dengan larutan lysis buffer (IQ2000TM). Lysis
buffer (IQ2000TM) juga berfungsi untuk mengamankan hasil ekstraksi dari kerusakan
akibat kerja enzim dNase. Hasil ekstraksi DNA di-sentrifus hingga diperoleh butiran atau
pelet DNA. Sementara untuk mengekstraksi RNA digunakan RNA ekstraction solution
(IQ2000TM). RNA ekstraction solution (IQ2000TM) juga berfungsi mengamankan RNA
dari kerusakan akibat kerja enzim rNase.
2. Hasil ekstraksi DNA pada tahap pertama digandakan dengan bantuan enzim-enzim yang
dikenal sebagai primer. Satu jenis primer bertanggung jawab atas penggandaan satu jenis
DNA tertentu sehingga primer satu jenis virus hanya dapat digunakan untuk deteksi virus
tersebut saja. Proses penggandaan ini dikenal sebagai proses amplifikasi. Proses tersebut
dilakukan pada kondisi suhu dan siklus penggandaan tertentu, yang dapat diatur pada mesin
PCR (thermocycle). Proses ini disebut dengan reaksi rantai polimerase (polymerase chain
reaction, PCR) karena merupakan siklus penggandaan yang berulang sehingga kegiatan ini
seolah-olah merupakan suatu proses reaksi berantai, atau TBE, DNA yang telah diklon pada
tahap kedua dimasukkan ke dalam lubang-lubang kecil yang terdapat pada lempengan agar
agarose 2%. Hasil proses elektroforesis akan menampilkan pita-pita DNA yang letaknya
tersebar, tergantung pada berat molekulnya. Pita-pita DNA kemudian dibandingkan dengan
posisi pita-pita pada lajur penanda DNA (DNA marker). Dari hasil proses elektroforesis ini
dapat disimpulkan status sampel, terinfeksi virus atau bebas dari virus.
Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti
faktor kontaminasi silang, umur reagen atau enzim yang dipakai, jumlah enzim yang dipakai,
ketelitian saat poses ekstraksi, serta kondisi larutan buffer dan larutan etidium bromida
yang dipakai. Agar kontaminasi silang dapat dihindarkan, sebaiknya operator pengujian PCR
harus benar-benar terlatih dan teliti (Haliman dan Adijaya, 2005).
Kegunaan PCR

PCR banyak digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya mendiagnosis penyakit keturunan
(penyakit genetik), mendeteksi keberadaan penyebab penyakit infeksi seperti bakteri dan
virus, mempelajari evolusi manusia, forensik dan lain sebagainya. Polymerase Chain Reaction
atau sering disingkat sebagai PCR adalah suatu teknik perbanyakan materi genetik baik
DNA yang terdapat pada kebanyakan mikroorganisme penyebab penyak it maupun RNA yang
terdapat pada virus tertentu seperti virus imunodefisiensi manusia (HIV, penyebab AIDS)
dan virus hepatitis C (HCV, penyebab hepatitis C). Karena kemampuan PCR untuk
memperbanyak jumlah materi genetik sangat tinggi, maka PCR dapat digunakan untuk
mendeteksi keberadaan materi genetik dengan jumlah sangat rendah dalam suatu spesimen
atau sampel. PCR terdiri atas beberapa siklus dimana pada setiap siklus terjadi
penggandaan materi genetik dan jika siklus ini dilakukan berulang-ulang, maka materi
genetik yang diperoleh akan menjadi banyak sehingga mempermudah deteksi
keberadaannya. Secara umum, PCR dilakukan sebanyak 25 35 siklus

III. PENUTUP
Hasil Diskusi Kelompok Penggunan PCR Dalam Ekspresi Genetik adalah :
Pada dasar dan teorinya, PCR melakukan penggandaan atau replikasi DNA secara cepat
tanpa mikroorganisme. Sehingga, yang di hasilkan oleh PCR adalah DNA yang sama dalam
jumlah yang banyak. DNA hasil replikasi PCR persis sama dengan DNA awal yang di
masukkan ke dalam PCR tersebut.
Karena DNA yang di hasilkan persis sama. Tentu saja, sifat yang di bawanya juga persis
sama ketika DNA tersebut diterjemahkan dalam proses selanjutnya. Sifat yang di
ekspresikan bisa jadi berbeda apabila terjadi kesalahan dalam proses penggandaan dalam
PCR. Perbedaan ekspresi tersebut dapat di sebut sebagai mutasi.
Pada step PCR yang di sebut melting, DNA di panaskan untuk memutus rantai-rantai yang
ada. Pada saat tersebut, suhu yang tidak tepat dapat meleburpermanenkan rantai DNA
tersebut sehingga hilang, atau rusak total. Apabila ada bagian yang hilang. Maka, tentu saja,
susunan basa DNA dapat berubah pada saat proses penempelan. Sehingga menghasilkan
DNA yang berbeda dari DNA asal.
Pada PCR konvensional, deteksi produk PCR dilakukan hanya pada tahap akhir. Seperti
terlihat pada gambar di samping ini, deteksi tahap akhir menunjukkan hasil yang bervariasi
sehingga dapat memberikan pembacaan yang kurang akurat. PCR hibridisasi merupakan
salah satu contoh PCR konvensional dengan produk komersialnya yaitu Cobas Amplicor. Pada
Cobas Amplicor, deteksi dilakukan secara kolorimetri setelah perbanyakan materi genetik
selesai. Keterbatasan lain untuk PCR hibridisasi adalah batas deteksi atau batas kuantitasi
kandungan DNA atau RNA dalam sampel tidak cukup rendah dan rentang linearitas yang
tidak cukup luas.

Anda mungkin juga menyukai