I.
Definisi
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor fibrovaskular jinak yang
Anatomi
Rongga faring merupakan kantong fibromuskular yang bentuknya
menyerupai corong, yang besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah.
Kantong ini dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga
hidug melalui koana, kedepan berhubungan dengan mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan dengan melalui aditus
laring dan kebawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior
pada orang dewasa kurang lebih 14 cm. Untuk tujuan klinis faring dibagi atas
nasofaring, orofaring dan laringofaring.6
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah
adalah palatum mole, kedepan adalah rongga hidung sedangkan kebelakang
adalah vertebra servikal. Nasofaring merupakan bagian dari faring yang berfugsi
untuk respirasi. Nasofaring mendapatkan suplai dari dari arteri faringeal asenden
dan cabang arteri maksila interna. Persarafan nasofaring berasal dari cabang N
IX, N X, dan saraf simpatis.6
Epidemiologi
Angiofibroma nasofaring yang sering juga disebut dengan angiofibroma
IV.
Etiologi
Penyebab tumor ini belum diketahui secara jelas. Banyak penulis yang
mengajukan berbagai macam teori, tetapi secara garis besar dibagi menjadi 2
golongan yaitu :1,3,5
1. Teori jaringan asal tumbuh
Teori jaringan asal tumbuh pertama kali ditemukan oleh Verneuil
yang diikuti oleh Bensch (1878). Ia menduga bahwa tumor terjadi
akibat pertumbuhan abnormal pada jaringan fibrokartilago embrionik
di daerah oksipital.
Teori yang sampai sekarang banyak dianut, dikemukakan oleh
Neel,
yang
berpendapat
bahwa
tempat
perlekatan
spesifik
diduga
lateral koana pada atap nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan meluar dibawah
mukosa sepanjang atap nasofaring,mencapai tepi septum dan meluas kearah
bawah membentuk tonjolan masssa diatap rongga hidung posterior. Perluasan
kearah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong septum kesisi
kontralateral dan memipih konka. Pada perluasan kearah lateral, tumor melebar
kearah foramen sfenopalatina, masuk kefisura pterigomaksila dan akan mendesak
dinding posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk ke fosa
intratemporal yang akan menimbulkan benjolan dipipi, dan rasa penuh diwajah.
Apabila tumor telah mendorong salah satu atau kedua bola mata maka tampak
gejala yang khas pada wajah, yang disebut muka kodok. Tumor juga dapat
meluas hingga kearah intrakranial
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
VIII.
progresif, epistaksis berulang dan rinore kronik. Epistaksis biasanya hebat dan
jarang berhenti spontan. Keluhan lain berupa rinolalia, anosmia, sefalgia, tuli
konduktif, deformitas wajah, proptosis dan diplopia. Sumbatan ostium sinus dapat
menyebabkan sinusitis. Perluasan tumor ke orofaring menimbulkan disfagia, dan
dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas. Bila tumor masuk ke dalam fisura
orbitalis superior timbul proptosis, dan dapat disertai gangguan visus serta
deformitas wajah penderita. Dari nasofaring tumor dapat meluas ke fossa
pterigopalatina, lalu ke fossa infra temporal, kemudian menyusuri rahang atas
bagian belakang dan terus masuk ke jaringan lunak antara otot maseter dan
businator. Hal tersebut di atas akan menimbulkan pembengkakan pipi dan trismus.
Perluasan tumor ke rongga intra kranial akan menimbulkan gejala neurologis.1,3,5,7
Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi poterior maka akan tampak massa
tumor yang memiliki konsistensi kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai
merah muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh
selaput lendir sedangkan bagian yang meluas keluar nasofaring berwarna putih
atau abu-abu.
IX.
Histopatologis
Secara makroskopis merupakan tumor yang konsistensinya kenyal keras,
warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Terdapat banyak pembuluh
darah pada mukosa dan tak jarang dijumpai adanya ulserasi. Pada potongan
melintang, tampak tumor tidak berkapsul, berlobus-lobus, tepinya berbatas tegas,
dan mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya.
Secara mikroskopik gambaran daerah vaskuler bervariasi, baik bentuk
maupun ukurannya dalam jaringan fibrosa. Sebagian terdiri dari jaringan
pembuluh darah dengan dinding yang tipis dalam stroma kolagen yang lebih
seluler. Sebagian lagi terdiri dari pembuluh darah yang agak tebal dindingnya,
terletak dalam stroma yang kurang seluler.1
X.
XII.
pipi
4. Stadium IV : Meluas ke rongga intra kranial.
Penatalaksanaan
Berbagai jenis pengobatan dikembangkan sejak ditemukannya tumor ini.
merupakan
pilihan
utama,
pada
penatalaksanaan
tumor, vaskularisasi,
Radiasi
pada
usia
remaja
dapat
mengganggu
yang menjalani operasi dan 57% pada pasien yang menjalani radioterapi. Harma
(1959) melaporkan angka kekambuhan 46,5%. Laffargue (1947) seperti dikutip
oleh Lloyd melaporkan tidak adanya kekambuhan sama sekali. Lee KJ menulis
angka kekambuhan sekitar 6-20% pada pasien yang menjalani operasi. Horisson
melaporkan angka kekambuhan 27,5%. Pandi dan Rifki5 melaporkan timbulnya
kekambuhan 6,4%. Dharmabakti
10
Komplikasi3
Teknik operasi dengan menggunakan transpalatal yang dilakukan Rifki
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahma, S. Et al., Angiofibroma Nasofaring pada Dewasa. Bagian
Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher (THT-KL).
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
2. Anggreani, L. Et al., Gambaran Ekspresi Reseptor Estrogen pada
Angiofibroma
pemeriksaan
Nasofaring
Belia
Imunohistokimia.
dengan
Bagian
Menggunakan
Telinga
Hidung
12