Anda di halaman 1dari 8

A.

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


Model pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu model
pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative
Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang
termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama,
dan proses kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya Cooperative Learning, bahwa model pembelajaran
Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar
yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan
David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative
Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1.
Saling
ketergantungan
positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap
anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan
mereka.
2.
Tanggung
jawab
perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative
Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar
yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan
tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3.
Tatap
muka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk
bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4.
Komunikasi
antar
anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat
mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun,

proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya
pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5.
Evaluasi
proses
kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
B. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative
Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,
ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi
lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Arends,
1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 6 orang secara heterogen dan bekerja
sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok
yang
lain
(Arends,
1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan
harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A.,
1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli)
saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.
Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota
kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli.
Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal,
dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa
ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda
yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :

1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri
dari 4 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal.
Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi
pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian
materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama
belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke
kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai
sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka
dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok
asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok
asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli.
Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun
kelompok asal.
2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya
dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu
kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya.
5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
6. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu
dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Kelebihan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan
tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan
kemampuan akademis siswa. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar
kooperatif dari pada guru. Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam
bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual siswa.
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
Beberapa hal yang bisa menjadi kendala aplikasi model ini dilapangan yang harus kita cari jalan
keluarnya, menurut Roy Killen (1996), adalah:

1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah peer teaching pembelajaran oleh teman
sendiri, akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep
yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain.
2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada
teman, jika siswa tidak memiliki rasa kepercayaan diri.
3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh
pendidik dan ini biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe
siswa dalam kelompok tersebut.
4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya membutuhkan waktu
yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan
dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar ( lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit, tapi bisa
diatasi dengan model team teaching.
Related posts:
1. Model-Model Pembelajaran | Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
2. Cooeratif Learning | Model Pembelajaran Cooeratif Learning Tipe NHT | Kelebihan dan
Kelemahan NHT
3. Model-Model Pembelajaran | Model Master | Kelebihan Model Master
4. Model Pembelajaran Problem Based Learning | PBL | Pembelajaran Berbasis Masalah |
Tahap tahap PBL
5. Sruktur Atom | Model Atom Dalton | Konfigurasi Elektron | Model Atom Thomson |
Model Atom Rutherford

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Posted by NewbieXpose On 1 komentar
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Motivasi Dan
Hasil Belajar Siswa Kelas X Pada Materi Pokok Logika Matematika
SMA Negeri 1 Sakra Tahun Pembelajaran 2010/2011
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Analisis Teoritis
1. Konsep Pembelajaran
Sobat Serambi, Pembelajaran merupakan suatu proses terjadinya interaksi belajar dan mengajar
dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur intrinsik maupun
ekstrinsik yang melekat pada siswa dan guru termasuk lingkungan. Pengertian ini sejalan dengan
penegasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Undang-Undang, 2003) yang menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Siswa sebagai peserta didik yang berada dalam suatu kelompok atau kelas pembelajaran, belum
tentu memiliki kemampuan dan karakteristik yang sama. Oleh karena itu, dalam menyusun
perencanaan pembelajaran guru perlu melakukan analisis kemampuam awal dan karakteristik
siswa.
minatnya.
Dalam proses pembelajaran akan ada hasil yang diharapkan. Gagne (Herman Dalam melakukan
analisis karakteristik siswa menurut Suwardi (2007: 35) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan: 1) karakteristik siswa yang terkait dengan kemampuan intelektual, kemampuan
berpikir, mengucap dan kemampuan psikomotornya, 2) karakteristik siswa yang terkait dengan
latar belakang siswa, baik latar belakang ekonomi, sosial dan budaya, dan 3) karakteristik siswa
yang terkait dengan sikap, perasaan dan Hudojo, 1988: 29-31) menyebutkan lima kategori umum
kecakapan dalam pembelajaran sebagai hasil akhir pembelajaran yakni kecakapan intelektual,
strategi-strategi kognitif, kecakapan verbal, kecakapan motorik dan kecakapan sikap. Agar
pembelajaran lebih efektif, Muijs & Reinol (2005: 30-32) menyebutkan 6 (enam) elemen utama
agar pembelajaran berlangsung efektif yaitu: 1) mempunyai sruktur yang jelas, 2) materinya
dipersentasikan secara terstruktur dan jelas, 3) pembelajaran dirancang untuk memberikan
keterampilan dasar dengan kecepatan langkah yang telah ditentukan, 4) mendemonstrasikan
model pembelajaran secara jelas dan terstruktur, 5) menggunakan pemetaan konseptual dan 6)
interaksi
tanya
jawab.
Hamilton & Elizabeth (1994: 9) mendefinisikan pembelajaran sebagai learning is a relatively
permanent change in an individuals knowlegde or behavior that results from previous
experience. Definisi ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran merupakan perubahan
dalam pengetahuan atau prilaku, perubahan yang ditimbulkan oleh pembelajaran relatif
permanen
dan
pembelajaran
timbul
dari
pengalaman
sebelumnya.
Pembelajaran dapat muncul dalam tiga bentuk. Bruner (Herman hudojo, 1988: 56-57)
membedakan antara bentuk enaktif yakni pembelajaran yang dilakukan dengan cara
memanipulasi objek secara aktif, ikonik yakni pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
gambaran yang diperoleh dari pengalaman inderawi dan simbolik adalah pembelajaran yang
dilakukan melalui representasi pengalaman yang abstrak yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan
fisik
dengan
pengalaman
tersebut.

Hamzah B Uno, (2007: 9) menyebutkan bahwa secara umum strategi pembelajaran terdiri atas 5
komponen, yaitu: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, 2) penyampaian informasi, 3)
partisipasi peserta didik, 4) tes, dan 5) kegiatan lanjutan. Selanjutnya Hamzah B.Uno, (2007: 25)
mengklasifikasikan tiga model atau pendekatan pembelajaran sosial yaitu: 1) model
pembelajaran bermain peran, 2) model pembelajaran bermain sosial dan 3) model telaah atau
kajian
yurisprudensi.
Dari tiga pendekatan pembelajaran di atas, dapat dijelaskan bahwa strategi pembelajaran dan
model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Strategi pembelajan harus
diciptakan sedemikian rupa sehingga anak didik bisa tertarik dan menyenangkan untuk belajar.
Model pembelajaran juga harus tepat disesuakan dengan materi dan tidak monoton. Keadaan
seperti ini akan mengarah pada pencapaian hasil pembelajaran yang efektif.
Pada dasarnya pendapat di atas mengisyaratkan bahwa dalam mengajar seorang guru harus
membuat langkah-langkah pembelajaran. Langkah-langkah yang dimaksud adalah
mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran, melaksanakan analisis pembelajaran, menganalisis
karakter siswa sebagai pembelajar, merumuskan tujuan pencapaian pembelajaran, menyusun
instrumen penilaian, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan menyeleksi
materi pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi formatif pembelajaran, merevisi
pembelajaran
dan
merancang
/
melaksanakan
evaluasi
sumatif.
Gagne (Joyce, et al., 1992: 371-372) menyebutkan enam ragam pencapaian yang merupakan
hasil dari pembelajaran yaitu specific responding, chaining, multiple discrimination, classifying,
rule using, dan problem solving. Pernyataan tersebut mengandung pengertiaan bahwa hasil yang
diharapkan dalam proses pembelajaran adalah dapat memberikan tanggapan khusus terhadap
stimulus tertentu, membuat serangkaian respons yang saling berkaitan, digunakan dalam
mempelajari beragam respon dengan cara memilahnya dengan benar, memasukan objek ke
dalam kelas atau golongan yang menunjukan kesamaan fungsi, kemampuan untuk bertindak
berdasarkan konsep yang mengimplikasikan perbuatan dan pemecahan masalah.
Sejalan dengan itu, Wina Sanjaya (2010: 52-56 ) menyebutkan bahwa terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran yaitu: (1) guru, yang merupakan komponen yang
sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran, (2) siswa, merupakan
organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya yang dipengaruhi
pupil formative experiences dan pupil properties, (3) sarana dan prasana, misalnya media
pembelajaran, perlengkapan sekolah, jalan menuju sekolah, kamar kecil dan lain-lain, dan (4)
faktor lingkungan, yang terdiri dari organisasi kelas dan iklim sosial-psikologis.
Bila dikaitkan dengan matematika, maka belajar matematika merupakan suatu pengalaman yang
diperoleh peserta didik melalui interaksi dengan matematika dalam konteks kegiatan belajar
mengajar. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik matematika sebagai bahan pelajaran.
Matematika sebagai bahan pelajaran yang objeknya berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip
yang kesemuanya adalah abstrak. Oleh sebab itu belajar matematika memerlukan sebagian
kegiatan psikologi seperti melakukan abstraksi, klasifikasi, dan generalisasi. Mengabstraksi
berarti memahami kesamaan dari berbagai objek yang berbeda, mengklasifikasi berarti
memahami pengelompokan dari berbagai objek berdasarkan kesamaan, dan menggeneralisasi
berarti menyimpulkan susatu objek berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui
contoh-contoh
yang
khusus.
Matematika selain objeknya yang abstrak dan strukturnya yang berpola deduktif, juga
menggunakan simbol-simbol. Sebagai suatu struktur dan hubungan-hubungan, matematika
menggunakan simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang

ditetapkan. Simbolisasi berfungsi sebagai komunikasi yang dapat diberikan keterangan untuk
membentuk suatu konsep baru. Konsep tersebut dapat terbentuk apabila sudah memahami
konsep
sebelumnya.
Sebagaimana disinggung diatas, bahwa objek pembelajaran matematika adalah abstrak.
Meskipun menurut teori Piaget bahwa siswa usia sekolah menengah sudah berada pada tahapan
opearsi formal, namun tidak ada salahnya memperjelas konsep yang diajarkan hendaknya guru
menggunakan
metode
yang
variatif.
Berangkat dari pernyataan diatas, pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Sakra masih
berpusat pada guru (teacher-contered learning), melainkan pembelajaran hendaknya dipusatkan
kepada siswa (students contered learning) dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Model pembelajaran yang diharapkan agar aktivitas belajar berpusat pada siswa adalah model
belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Aktivitas belajar siswa tersebut dapat
ditemukan di dalam model pembelajaran kooperatif yakni tipe Jigsaw.
2.
Konsep
Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling kerja sama dan
saling
membantu
untuk
memahami
materi.
Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007: 273) memberikan definisi cooperative learnig is
learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both
individual and group achievement. Definisi ini senada dengan pendapat Stahl (1994: vii) bahwa
cooperative learning is equeted with any group activity or project since all members of these
groups are expected to cooperate in order to complete their assignments.
Slavin
(1994:
2)
merumuskan
pembelajaran
kooperatif
sebagai
berikut:
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small
groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are
expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each others current
knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher
instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When
properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that
everyone
in
the
group
has
mastered
the
concepts
being
taught.
Definisi di atas menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu kepada metode
pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari
materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan untuk saling membantu, berdiskusi,
berdebat, saling menilai pengetahuan terbaru dan saling mengisi kelemahan dalam pemahaman
masing-masing.
Orlich, et al., (2007: 275-278) menyebutkan 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1)
meningkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap
keterampilan sosial, 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan, 4)
menciptakan lingkungan belajar yang aktif, 5) meningkatkan kepercayaan diri siswa, 6)
menghargai perbedaan gaya belajar, 7) meningkatkan tanggung jawab siswa dan 8) terfokus pada
keberhasilan setiap siswa. Pembelajaran kooperatif juga memiliki aspek-aspek: 1) saling
ketergantungan dan bersifat positif, 2) interaksi langsung 3) kepercayaan individu, 4)
mengembangkan
keterampilan
sosial
dan
5)
evaluasi
kelompok.
Roger & David (Lie, 2010: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap

cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
gotong royong harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Sedangkan
pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning
dan
penataan
ruang
kelas
(Lie,
2010:
38-39).
Orlich, et al. (2007: 274) menyebutkan 5 (lima) karakteristik pembelajaran kooperatif.
Karakteristik yang dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups),
focuses on tasks to be accomplished, requires group cooperation and interaction, mandates
individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima karakteristik yang
dimaksud adalah 1) menggunakan kelompok kecil tiga atau empat orang siswa, 2) berfokus pada
penyelesaian tugas-tugas, 3) terjadi kerja sama dan interaksi kelompok, 4) tanggung jawab
pribadi
untuk
belajar,
dan
6)
mendukung
kerja
kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994: 5)
menyebutkan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and
grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and
jigsaw II. Sedangkan Stahl (1994: iv-vi) menyebutkan bahwa selain tiga teknik tersebut dapat
juga dikembangkan teknik lain, seperti Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght
structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative group strategy dan the
cooperative
group
research
paper
project.
Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerja sama yang baik dalam kelompok, juga
membutuhkan tanggung jawab individu dan kelompok. Lungdren (Isjoni, 2010: 13-14)
memandang bahwa dalam cooperative learning terdapat unsur sebagai berikut: para siswa harus
memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama , para siswa harus
memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain, para siswa harus berpandangan bahwa mereka
semua memiliki tujuan yang sama, para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab, para
siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan, para siswa berbagi kepemimpinan dan
keterampilan bekerjasama selama belajar, dan setiap siswa mempertanggungjawabkan secara
individual
materi
yang
ditangani
dalam
kelompok
kooperatif
Sehubungan dengan itu, Stahl (1999: 10-14) menyebutkan bahwa bahwa terdapat 10 unsur
mendasar dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome
objectives, (2) common acceptance of the student outcome objectives, (3) positive
interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition
and rewards for group academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction
behavior and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10)
sufficient
time
for
learning.
Dari pendapat di atas dapat dimengerti bahwa terdapat sepuluh unsur mendasar dalam setiap
pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tersebut adalah seperangkat tujuan khusus hasil
pembelajaran siswa, penerimaan umum terhadap tujuan hasil siswa, interpendensi positif,
interaksi tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik dan penghargaan bagi
keberhasilan akademik kelompok, kelompok heterogen, perilaku dan sikap interaksi sosial
positif, renungan pasca kelompok (debriefing) mengenai proses kelompok, dan waktu belajar
yang cukup.

Anda mungkin juga menyukai