TINJAUAN UMUM
2.1.
yang bergerak di bidang pertambangan emas. Salah satu unit penambangan yang
dimiliki PT Antam, Tbk. adalah Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor.
Penemuan cadangan emas di Pongkor berawal dari eksplorasi logam dasar di
Gunung Limbung pada akhir tahun 1979, ternyata mendapatkan informasi adanya
mineralisasi sulfida pyrit di Daerah Gunung Pongkor. Menindaklanjuti temuan
tersebut, pada tahun 1980 tim unit geologi PT Antam, Tbk. melakukan
reconnaissance ke Daerah Gunung Pongkor dan menemukan urat kuarsa dengan
kandungan logam Au sebesar 0,2 4 ppm dan logam Ag sebesar 100 400 ppm di
lokasi Pasir Jawa. Aktifitas eksplorasi sempat terhenti pada tahun 1983 sampai
dengan tahun 1988 karena PT Antam, Tbk. lebih berkonsentrasi di Daerah Cikotok.
Tahun 1988 kegiatan eksplorasi dilanjutkan dan menemukan 3 daerah baru
yang mengandung urat emas antara lain Daerah Gunung Pongkor, Pasir Jawa, dan
Ciguha. Eksplorasi selanjutnya kembali menemukan urat baru, yaitu Kubang Cicau
dan Ciurug. Pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1992 dilakukan kegiatan
pemboran rinci dan dilanjutkan dengan evaluasi dan penghitungan sumber daya.
Studi kelayakan dan perencanaan tambang baru dapat dilaksanakan pada
tahun 1992. Setelah diperoleh Kuasa Pertambangan Eksploitasi, maka pembangunan
mulai dilakukan. Pembangunan pertama yang dilakukan adalah pembuatan jalan
masuk dari Parempeng ke Pongkor sepanjang 12,5 km, pembangunan fisik pabrik
dengan kapasitas produksi 2,5 ton bullion emas, serta pembuatan tailing dam. Pada
tahun 1994 pabrik pengolahan emas dan bagian produksi tambang digabung menjadi
satu unit produksi dengan nama Unit Pertambangan Emas (UPE) Pongkor. Tahun
1997 dilakukan pengembangan tambang di daerah Ciurug, penambangan di sini
dilakukan dengan sistem mekanis. Pabrik yang kedua dibangun sehingga kapasitas
produksi menjadi 5 ton bullion emas/tahun.
4
Sorongan Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini
berjarak sekitar 55 km ke arah barat dari Kota Madya Bogor dan sekitar 110 km ke
arah barat daya dari Jakarta. Lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat
dengan rute Bogor Darmaga Ciampea Leuwiliang Panyawungan Likut
Parengpeng Pangkal Jaya Bantarkaret Nunggul Sorongan.
Gambar 2.1
Peta lokasi UBPE Pongkor PT Antam, Tbk.
2.3.
Keadaan topografi
UBPE Pongkor merupakan bagian dari satuan wilayah yang mempunyai
daerah topografi berupa daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 300 m
sampai dengan 900 m diatas muka air laut, dengan puncak bukit masih tajam dan
agak membulat, dimana sudut lereng berkisar antara 200 600. Ketebalan rata-rata
lapisan humusnya 2,5 m. Pada sisi sebelah barat laut menunjukkan relief relatif
bergelombang lemah. Punggungan pegunungan menampakkan adanya pola arah
yang memanjang relatif sama dengan pola penyebaran dari urat-urat kuarsa yang
ditemukan di daerah ini.
Sungai utama yang mengalir pada daerah ini adalah Sungai Cikaniki dengan
arah memanjang relatif selatan-utara. Anak-anak sungai Cikaniki antara lain adalah
Sungai Cisarua, Sungai Cikaret, Sungai Cimanganten, Sungai Ciguha, Sungai
Ciparay, Sungai Cisaninten, dan Sungai Ciparigi. Lembah-lembah Sungai Cikaniki
umumnya sempit dan curam.
Namun di beberapa tempat juga ditemukan lembah sungai yang agak lebar
dan landai serta berkelok-kelok sehingga membentuk endapan pasir cukup subur
yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai daerah persawahan. Pada
umumnya tebing Sungai Cikaniki dan anak Sungai Ciguha sangat terjal karena
merupakan daerah aliran hulu yang deras dengan pengikisan batuan yang aktif dan
mengakibatkan tebing ini sangat sulit untuk dilewati.
Adapun topografi daerah setempat secara umum dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
2.4.
angin musim, dengan curah hujan relatif tinggi dan udara lembab. Kisaran
temperatur sepanjang tahun terjadi antara 150 sampai 300C, pada musim hujan
temperatur bergeser ke arah 150C, sedang pada kemarau bergeser ke arah 300C.
Musim hujan berlangsung dari bulan September sampai April dan musim kemarau
berlangsung dari bulan Mei sampai Agustus.
6
KONDISI GEOLOGI
Berdasarkan data geologi yang dimiliki oleh UBPE Pongkor, beberapa sesar
Sesar Cikaniki
6.
Sesar Ciguha.
2.
Sesar Cisarua.
7.
Sesar Pongkor
3.
Sesar Cihalang
8.
Sesar Ciurug.
4.
Sesar Cidurian.
9.
5.
Sesar Curubitung
Geologi Daerah Pongkor dan sekitarnya tersusun dari batuan gunung api
piroklastik bersifat andesitik sampai dasitik dimana dapat dikelompokkan ke dalam
satuan batuan tufa breksi, aglomerat, andesit, breksi andesitik dan dasit.
Satuan batuan tufa breksi menyebar dibagian selatan terutama di sepanjang
Sungai Cikaniki. Satuan ini diterobos dan terpotong oleh urat kuarsa yang
mengandung emas. Satuan batuan tufa breksi terutama disusun oleh tufa, tufa lapili,
tufa breksi, aglomerat, dan sisipan lempung. Sisipan batu tufaan lebih banyak
ditemukan jika semakin ke sebelah barat laut. Tufa breksi disusun oleh komponenkomponen andesit, batu lempung lanauan, batuan tersilifikasi dan tufa yang
berbentuk menyudut sampai membundar tanggung berukuran 2-3 cm. Komponenkomponen terdapat dalam matriks yang disusun oleh mineral batuan berukuran halus.
Gambar 2.2
Peta Geologi Daerah Gunung Pongkor dan Sekitarnya
Pasir Jawa
6.
Gunung Goong
2.
Ciguha
7.
Cimahpar
3.
Kubang Cicau
8.
Gudang Handak.
4.
Ciurug
9.
Pamoyanan
5.
Cadas Copong
10.
Cikoret
2.6.
Cadangan
Cadangan emas terukur yang terdapat di Daerah Pongkor ditemukan pada
10
rata-rata 4,0-28,18 gr/ton dan pada urat timur panjang 235 m dengan kadar ratarata 4,00-28,46 gr/ton Au.
2.6.5. Urat Kubang Cicau
Urat Kubang Cicau ini merupakan suatu sistem urat yang terdiri dari urat
utama beralih utara-selatan dengan sudut kemiringan antara 65o-75o ke arah timur
dengan lebar antara 2-10 m dan beberapa urat lainnya dengan arah antara N 330
o
METODE PENAMBANGAN
Gambar 2.3
Penambangan Cut-and-Fill (Carlos Jimeno, 1995)
12
Gambar 2.4
Jumbo Drill (Carlos Jemino, 1995)
13
2.7.2.2. Peledakan
Kegiatan
peledakan
untuk
penambangan
di
UBPE
Pongkor
sistem mekanis pemuatan bijih lepas ke lori menggunakan Load Haul Dump Toro
tipe 301 DL dan EJC 100. Sedangkan di daerah vein Ciguha Utama relatif sudah
tidak dilakukan lagi kegiatan pengumpulan dan pemuatan.
2.7.2.6. Pengangkutan
Pengangkutan
broken
ore
ke
luar
tambang
dilakukan
dengan
menggunakan lori buatan P.T Inka Madiun berkapasitas 3 m yang ditarik oleh
Trolley Locomotive, yang digerakkan oleh tenaga listrik. Satu siklus
pengangkutan ini meliputi pekerjaan memasukkan lori kosong ke dalam tambang
lalu pemuatan dan penarikan lori bermuatan ke luar
Dumping Point.
2.7.3. Pengisian Lombong
Hampir sebagian besar lombong yang tertambang selanjutnya diisi dengan
filling materials
menggunakan
alat
mekanis.
Filling
material
diangkut
dengan
menggunakan sistem piping. Tailing tersebut sudah berbentuk pasta saat dibawa
ke lombong sehingga proses pengeringan menjadi lebih cepat.
Namun sebagian kecil lombong masih menggunakan material pengisi
berupa waste yang berasal dari pembukaan cross cut dan drift. Material ini
diangkut ke lombong menggunakan load haul dump (LHD) dan wheel loader.
Penimbunan dilakukan sampai tinggi lantai lombong setelah ditimbun
terhadap atap lombong berjarak 2,5 meter. Tinggi ini merupakan tinggi ideal dari
jangkauan alat bor jumbo drill. Jangkauan jumbo drill diusahakan mencapai atap
lombong agar atap dapat dipasang pelindung (wire mesh) dan penguatan dengan
split set.
15
2.7.4. Pengolahan
Hasil pembongkaran material hasil peledakan yang berupa waste hasil
development akan ditimbun di stockpile dan digunakan sebagai material
backfilling, sedangkan material bongkaran yang berupa ore akan dimuat kedalam
lori dengan menggunakan LHD dan wheel loader di Ciurug. Dan trolley akan
menarik lori keluar tambang menuji Crushing Plant Area (CPA). Lori yang
bertenaga listrik ini akan membawa material tersebut ke tempat penimbunan biih
di luar tambang. Tempat penumpukan bijih ini dibedakan verdasarkan ukuran
material keluaran tambang. Back hoe akan memisahkan material besar dan kecil
dengan pengamatan langsung dari operator. Batuan besar akan dihancurkan
dengan rock breaker sampai dengan ukuran 40 cm yang kemudian akan dibawa
truk menuju crusher. Crusher yang dimiliki UBPE Pongkor adalah jenis Double
Toggle Jaw dan Cone Crusher. Kemudian dari CPA ore diangkut menggunakan
belt conveyor menuju Fine Ore Bin (FOB) untuk diproses lebih lanjut di pabrik
pengolahan sampai menghasilkan dore bullion.
Kapasitas parik pengolahan yang dimiliki Pongkor
metric ton (dmt) untuk pabrik I dan 720 dmt untuk pabrik II. UBPE Pongkor
menggunakan sistem sianidasi yang lebih populer disebut sebagai proses
evolution AARL (Anglo American Research Laboratory).
Tahapan pengolahan dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :
a)
Gambar 2.5
Diagram alir pengolahan pada Crushing Unit
16
b) Tahapan pada Milling Unit (penggerusan) : Batuan dari FOB dibawa ke dalam
Balll Mill untuk digerus menggunakan bola baja berdiameter 50mm dan
80mm. Kemudian hasil gerusannya bercampur dengan air akan diproses lebih
lanjut.
c) Leaching and Carbon in Leach : Hasil penggerusan ball mill dicampur dengan
sianida NaCN untuk melakukan pelarutan selektif. Selanjutnya dilakukan
proses penyerapan Au dan Ag dengan menggunakan karbon aktif dan
selanjutnya karbon yang berkadar Au > 1000 ppm dilepas dengan
menggunakan sianida.
d) Tahapan pada Gold Recovery Unit : Au dan Ag yang lepas dalam bentuk ion
akan ditangkap dengan menggunakan proses Elektrolisis sebanyak 3-4 kali.
Au yang melekat di katoda dilepas dengan cara dibakar pada suhu 1000C 1200C sampai membentuk dore bullion. Kemudian bullion tersebut akan
dicetak berupa lempengan-lempengan.
e) Tahapan Tailing Treatment : Slurry dari tangki Carbon in Leach dimasukkan
kedalam Tailing Thickener untuk selanjutnya dilakukan proses recovery ion
CN- setinggi mungkin dengan cara pemisahan padatan dan larut
Pada jenis proses pengolahan sianidasi ini menggunakan bahan kimia sodium
sianidasi berkadar 0,1% sehingga kemungkinan besar material backfill masih
mengandung sianida. Oleh karena itu, pada tahapan pengolahan pada pabrik
terdapat suatu proses yang berfungsi sebagai perusak sianida supaya kadar
sianida dalamtailing selalu dibawah ambang batas yang diinginkan dalam
AMDAL yaitu kurang dari 0,5 ppm. Sehingga kadar sianida dalam tailing
sebelum dibuang ke tambang sebagai material backfill dan dibuang ke sungai
dapat dikurangi.
17
Gambar 2.6
Diagram alir pengolahan
Selanjutnya yaitu Pengolahan limbah untuk mengantisipasi adanya bahanbahan yang berbahaya dalam tailing khususnya yang mengandung sianida.
Penanganan limbah dilakukan melalui 2 cara, yaitu cara alamiah dan cara kimia.
Limbah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dialirkan menuju tailing dengan
menggunakan pipa. Penanganan secara alamiah dilakukan di tailing dam.
Kemudian penanganan dilakukan secara kimiawi yang dilakukan di Cyanide
-
material yang ukurannya lebih kecildari 10 mikron akan dibawa ke Tailing Dam.
Hasil pengendapan setelah ditambahkan bahan-bahan di atas akan berupa lumpur
(slurry) yang tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya. Lumpur tersebut
selanjutnya dialirkan kembali ke dalam tambang dengan menggunakan pipa untuk
kegiatan back filling. Pada lokasi pengolahan limbah terdapat laboratorium mini
yang beroperasi 24 jam dengan pengambilan sampel setiap 1 jam untuk meneliti
tingkat kandungan cyanida, dengan maksud untuk mengontrol kandungan bahan
berbahaya dari waktu
Sludge
TAILING
CCD THICKENER
Pabrik
Pengolahan
BACKFILL
CYCLONE
BACKFILL
MATERIAL
BACKFILL
SILO
TAILING
Sludge Removal
TAILING DAM
MINE
SETTLING POND
ss 3000 - 5000 ppm
LARUTAN
Diproses dengan
koagulant +
flocculant + asam
sulfat + tembaga
sulfat
PADATAN /
LARUTAN
PADATAN
CN > 2-4 ppm
ss 4000 ppm
pH 8,5-9,5
EFFLUENT TANK
DECANT POND
CN < 0,5 ppm
ss < 400 ppm
Gambar 2.7
Diagram alir pengolahan limbah
19
SUNGAI CIKANIKI