Anda di halaman 1dari 2

Gambaran Biofuel Indonesia

Pada tahun 2011 tercatat produksi domestik sebesar 18,34 juta kilo liter. Padahal kebutuhan
dalam negeri mencapai 21,2 juta kilo liter. Ini adalah sekedar gambaran defisit solar yang mau
tidak mau memicu impor solar. Guna menekan laju impor solar di masa selanjutnya, sebaiknya
Pertamina bisa meningkatkan produksi biodiesel dalam negeri. Memang ada ambisi besar di
kalangan pemerintah dan Pertamina untuk terus mengembangkan bahan bakar nabati (BBN)
seperti biodiesel dan bioetanol. Direktur Pengolahan Pertamina berusaha mewujudkan aspirasi
pemerintah yang telah mencanangkan penggunaan biodiesel sebesar 10%, 15%, dan 20% dari
konsumsi total minyak diesel tahun 2010, 2015, dan 2020. Nilai tersebut setara dengan 2,41 juta
kiloliter biodiesel tahun 2010, 4,52 juta kiloliter biodiesel tahun 2015 serta 10,22 juta kiloliter
biodiesel di tahun 2020. Sasaran itu merupakan pengembangan dari Peraturan Presiden No. 5/
2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menyebutkan kuota bahan bakar nabati (BBN)
jenis biodiesel pada tahun 2011-2015 sebesar 3 persen dari konsumsi energi nasional atau setara
dengan 1,5 juta kilo liter.

Memang ada banyak perusahaan yang telah menanamkan modal untuk menunjang pengadaan
bahan biofuel di Indonesia. Investasi yang digelar sejak 2006 ini masih tahap awal berupa lahan
perkebunan, mungkin sudah tanam, namun belum melangkah ke tahap ekstraksi dan distilasi
untuk produksi biofuel.

Kenyataan sekarang adalah tingkat produksi biofuel di Indonesia kurang 820 ribu kilo liter dari
target ketersediaan 1,5 juta kilo liter. Sedangkan kemampuan produksi biodiesel dalam negeri
baru mencapai 680 ribu kilo liter per tahun. Jelas produksi biodiesel di Indonesia masih belum
cukup. Dengan bahan baku melimpah, mulai dari tetes tebu, singkong, jagung, sorgum, nanas,
nira aren, hingga minyak sawit, proses pengolahan bioethanol tidak terlalu sulit. Rencana
produksi bio-ethanol hingga 2010 cukup ambisius.

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah
sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang
paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan alat sederhan dan mesin yang bisa
diperoleh dengan mudah lewat pemasok atau internet, petani sudah bisa memperoleh ethanol
kadar 90 persen. Pertamina memerlukan kadar 99,9% untuk produksi bioethanol.Ethanol 99,8%
99,9% adalah kadar tertinggi dengan proses distilasi (penyulingan) sempurna yang
menghasilkan ethanol tanpa kadar air sama sekali. Ini kadar yang paling ideal untuk bahan bakar,
karena unsur air akan menimbulkan karat (korosi) pada mesin kendaraan. Persoalan yang timbul
adalah bahwa ketika rakyat menyediakan bahan berlimpah untuk produksi biofuel, biodiesel dan
bioethanol, mata rantai terputus, tidak ada pengumpul yang menerima produk mereka off-farm,
sehingga terbengkelai dan menimbulkan rugi besar. Daya tampung Pertamina masih terbatas.

Diduga, bahan utama bio-nabati yang sementara ini diserap adalah minyak sawit (CPO). Sampai
tahap proses tertentu, pengolahan bahan bio-diesel CPO dapat ditangani oleh pabrik-pabrik CPO
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai